Tokoh-tokoh yang Berjasa dalam Pendirian G.K.I.I. Cabang Bengko

55 Curup. Jadi, keberangkatannya hanya dapat dipastikan dari Bengko dan belum tentu beroperasi sebulan sekali. Jalan kaki merupakan cara satu-satunya bila truk yang dimaksud tidak beroperasi. Hambatan-hambatan di atas cukup membuat jemaat dan penginjil yang melayani di Bengko putus asa. Akan tetapi dengan campur tangan kuasa Yesus Kristus dan pertolongan Roh Kudus, Gereja Kristen Injili Indonesia Bengko berhasil mendirikan gereja permanen.

D. Tokoh-tokoh yang Berjasa dalam Pendirian G.K.I.I. Cabang Bengko

1. Ishak Wasimin Ishak Wasimin adalah pendeta agama Kristen Protestan lulusan dari sekolah Theologia di Batu, Malang. Beliau berangkat ke Sumatra pada tahun 1975 dan merintis pos pelayanan di Bengko Bengkulu, Karang Jaya Bengkulu, dan Tugumulyo Sumatera Selatan. Pak Wasimin sangat berperan dalam usaha pendirian Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko. Dengan tekadnya yang kuat, beliau berusaha memelihara iman umat yang ada di Bengko dan berusaha mendirikan gereja agar keluarga Kristen di Bengko semakin kuat imannya. Usahanya dimulai dengan mendirikan pos penginjilan di desa IV Suku Menananti yang di kemudian hari berkembang menjadi Jemaat Cabang G.K.I.I. Bengko. Pada awal pembentukan Jemaat Cabang G.K.I.I. Bengko, jemaat dilayani oleh tiga mahasiswa praktek dari Institut Injili Indonesia, Batu, Malang, yaitu Ev. Charles Hamid 1985, Ev. Salomon Bangun 1986, dan Ev. Natanael Watileo 1987. Mula-mula hanya beberapa keluarga Kristen yang dilayani, lambat laun banyak jiwa dimenangkan di daerah Sindang Dataran sehingga jumlah keluarga 56 Kristen bertambah. Bertambahnya umat ini mendorong perlunya “wadah” yang dapat menaungi keluarga Kristen di Bengko. Pak Wasimin segera mengajukan proposal pendirian gereja pada Dewan Sinode G.K.I.I., Dewan Sinode kemudian meneruskannya ke Pemerintah Daerah Rejang Lebong. Gereja ini dimaksudkan sebagai symbol dan sarana ibadah keluarga Kristen yang ada di wilayah Sindang Dataran. Pada tahun 1984 keluarga Kristen di Bengko resmi bergabung dengan G.K.I.I. Curup. Setelah bergabung, Jemaat Cabang G.K.I.I. Bengko masih dilayani oleh Pdt. Ishak Wasimin meski tidak full time. Pak Wasimin kiranya telah ikut membuka jalan bagi G.K.I.I. dalam misi pelayanannya di Bengko. Dengan niatan tulus Pak Wasimin membuka pelayanan di Bengko banyak jiwa dimenangkan dan iman keluarga Kristen yang ada di sana dapat diselamatkan. 28 2. Pais Pak Pais alm adalah seorang pensiunan TNI - AD. Setelah pensiun, beliau menjadi mantri yang sangat peduli pada kesehatan di perkampungan- perkampungan. Bengko pada tahun 1970-an merupakan daerah pedalaman yang sulit dijangkau. Tempat-tempat pelayanan kesehatan belum ada, hal ini yang membuat beliau terketuk hatinya untuk memperhatikan kesehatan masyarakat Bengko dan sekitarnya. Beliau berdomisili di Curup, Ibukota Kabupaten Rejang Lebong. Peran Pak Pais dalam pendirian Gereja Kristen Injili Indonesia Bengko 28 Hasil wawancara dengan mantan penginjil G.K.I.I., Bapak Sugeng Sihono pukul 14.00 WIB, Airlang: 22 Juni 2012, Pak Sumaryono pukul 19.30 WIB, Bengko: 22 Juni 2012. dan Bapak Sarjono pukul 19.00 WIB, Bengko: 23 Juni 2012. 57 sangatlah penting. Selain menjadi mantri di Bengko, beliau memiliki kebun kopi di sana. Sekitar awal tahun 1980-an, Pak Pais giat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam pelayanannya beliau memasuki rumah-rumah penduduk dan sesekali menginap di rumah mereka. Melalui pelayanan kesehatan ini beliau bertemu dengan sesame keluarga Kristen yaitu keluarga Sartono yang berasal dari Malang, Jawa Timur. Dari pertemuannya dengan keluarga Sartono ini, diketahui bahwa keluarga Kristen di Bengko membutuhkan pelayan rohani. Selama ini keluarga Kristen di Bengko hidup dalam masyarakat tanpa dilayani. Pak Pais bersama Pak Sarto memulai mengadakan doa persekutuan doa, dan dari sinilah awal mula berkembangnya jemaat G.K.I.I. Bengko. Seiring berjalannya waktu, Pak Pais yang merupakan jemaat G.K.I.I. Curup mengusulkan pada Dewan Sinode untuk mengutus penginjilnya ke Bengko sekaligus merintis ladang baru bagi pelayanan G.K.I.I. di Sumatra. Berkat Pak Paislah komunitas Kristen di Bengko dapat diketahui dan diselamatkan. 29 3. Sarto Jasa beliau pada pendirian Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko sangatlah besar. Pada awal perintisan, rumah Pak Sarto dijadikan rumah doa. 30 Pak Sarto menyediakan tempat agar keluarga Kristen di Bengko tetap bisa memuji 29 Wawancara dengan pensiunan penginjil G.K.I.I., Ishak Wasimin, pukul 15.30 Karang Jaya: 25 Juni 2012. 30 Yang dimaksud rumah doa disini adalah rumah keluarga Kristen di Bengko yang dijadikan tempat beribadat sementara waktu, sampai gereja permanen dibangun. 58 nama Tuhan bersama-sama. Rumah Pak Sarto juga yang menjadi tempat singgah peristirahatan penginjil yang diutus G.K.I.I. untuk melayani di Bengko. Pada awal perintisan G.K.I.I. di Bengko, rumah Pak Sarto digunakan sebagai tempat perayaan hari kelahiran Yesus Kristus. Perayaan Natal pertama di Bengko dilakukan di rumah Pak Sarto. Pada saat itu dibangunlah tarup dari bambu, sebab keluarga Kristen di Bengko turut mengundang masyarakat sekitar untuk bersama-sama merayakan Natal. Sambutannya cukup bagus, masyarakat sekitar berdatangan untuk ikut merayakan Natal. Pada saat itu Kepala Desa Bengko juga ikut menghadiri acara perayaan Natal di tempat Pak Sarto. Melihat kenyataan ini terlihat bahwa Bengko secara umum sudah dapat menerima masuknya G.K.I.I. ke dalam sistem kemasyarakatannya. 31 31 Hasil wawancara dengan mantan penginjil G.K.I.I., Sugeng Sihono, pukul 14.00 WIB, Airlang: 22 Juni 2012, diperkuat oleh hasil wawancara dengan pensiunan penginjil G.K.I.I., Ishak Wasimin, pukul 15.30 Karang Jaya: 25 Juni 2012. 59

BAB III GEREJA KRISTEN INJILI INDONESIA CABANG BENGKO

“HIDUP” SEBAGAI KELOMPOK MINORITAS DARI TAHUN 1983- 2008 Di dalam kehidupan beragama di Indonesia, kita dapat dengan mudah menemukan kata-kata minoritas dan mayoritas. Isu-isu keagamaan dapat berubah menjadi pangkal sebuah konflik besar antara kelompok minoritas dan mayoritas di berbagai daerah Indonesia. Kata-kata mayoritas dan minoritas umumnya berhubungan dengan banyak sedikitnya jumlah pemeluk suatu kepercayaan atau kelompok-kelompok yang memiliki ciri tertentu. Semakin banyak pemeluk sebuah kepercayaan di suatu daerah dibandingkan pemeluk kepercayaan lainnya, maka pemeluk suatu kepercayaan yang dimaksud akan memperoleh sebutan sebagai kaum mayoritas. Pemberian embel-embel kelompok minoritas dan kelompok mayoritas ini tentu melahirkan semacam cara hidup atau cara pandang tersendiri di masing- masing kelompok. Cara pandang ini terkadang menimbulkan permasalahan di antara kelompok minoritas dan kelompok mayoritas yang pada dasarnya hidup berdampingan. Di satu pihak kelompok mayoritas mau dipandang sebagai kelompok penentu kebijakan-kebijakan dalam masyarakat, karena memang kelompok ini memiliki anggota dan suara terbanyak di masyarakat; akhirnya terjadilah pemaksaan pada kelompok lain. Di pihak lain, kelompok minoritas tidak mau dipandang sebelah mata, oleh karenanya kelompok ini berusaha untuk