Tindak tutur dalam adat perkawinan Batak Karo ini adalah suatu kajian yang sumber datanya dari lisan dan tulisan yang membutuhkan mitra wicara dan
bahan pustaka sebagai acuannya. Data lisan diperoleh dari penutur yang terlibat dalam adat perkawinan Batak Karo. Sementara data tulis dari buku-buku yang
relevan dengan penelitian ini. Metode dan teknik pengumpulan data ini adalah menggunakan teknik
simak libat cakap dan teknik simak bebas libat cakap dan dilanjutkan dengan teknik rekam. Ke tiga teknik ini memggunakan teknik yang berawal peneliti ikut
dalam sebuah Tanya jawab ke pada si penutur yang kemudian menyimak pembicaraan informan mengenai tindak tutur yang disampaikan dan berdialog
masalah kebudayaan yang menyangkut objek penelitian. Data yang diperoleh dari informan dikumpulkan sebagai kajian, sebagai tambahan digunakan data tulis
ialah data yang dikumpulkan dari buku-buku yang berhubungan dengan perkawinan masyarakat Karo.
3.4. Metode dan Teknik Analisis Data
Pada tahap pengkajian data digunakan metode padan, yaitu alat penentunya diluar terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa langue yang
bersangkutan Sudaryanto, 1993:13. Teknik yang digunakan dalam metode padan yaitu teknik dasar. Teknik
dasar adalah teknik pilah unsur penentu. Adapun alatnya ialah daya pilah, yang bersifat mental dimiliki oleh penelitinya. Sudaryanto, 1993:21. Teknik pilah
unsur penentu PUP dengan daya pilah pembeda reaksi dipergunakan untuk mengetahui reaksi yang timbul pada mitra wicara yang di sebabkan oleh adanya
Universitas Sumatera Utara
tindak tutur dalam percakapan. Dari reaksi yang muncul akan dapat diketahui apakah mitra wicara akan: 1 bertindak menuruti atau menentang apa yang
diungkapkan oleh si pembicara; 2 berkata dengan isi yang informatif; 3 tergerak emosinya; 4 diam tetapi menyimak dan berusaha mengerti apa yang
diucapkan oleh si pembica dan reaksi yang lain Sudaryanto, 1993:25. Contoh:
Penutur :
Enggo kam pulung krina anak beru Ginting mergana ndai? Sudah kamu kumpul semua anak beru Ginting marganya tadi?
Apakah anak beru Ginting marganya Tadi telah berkumpul?
Lawan tutur: Enggo
Sudah Sudah
Penutur :
Adi enggo pulung kam kerina, enda isap kami anak beru Jika sudah kumpul kamu semua, ini rokok kami anak beru
Sembiring. Sembiring
‘Jika kamu sudah berkumpul semua, ini rokok kami anak beru Sembiring‘
Lawan tutur :
Enggo iisap kami isap si i baba ndu, kai dage sura-sura Sudah dihisap kami rokok yang dibawa mu, apa jadi keinginan
isap si i baba ndu ku jabu diri kalimbubu kami? rokok yang di bawa mu ke rumah diri kalimbubu kami?
‘Sudah kami hisap rokok yang kamu bawa, jadi apa keinginan rokok yang kamu bawa ke rumah diri kalimbubu kami?‘
Penutur :
Enggom kap lit, ertima kam entisik i sungkun kami lebe Sudahlah ada, tunggu kamu sebentar ditanya kami dahulu
kalimbubu kami. kalimbubu kami
Universitas Sumatera Utara
‘kami telah mempunyai keinginan, kamu tunggu sebentar kami akan bertanya terlebih dahulu kepada kalimbubu kami‘.
Jika contoh percakapan di atas dianalisis menurut teori Austin, maka: tindak lokusi: enggo pulung kam krina anak beru Ginting mergana ndai?
penutur bertanya terlebih dahulu kepada lawan tuturnya apakah mereka telah berkumpul,
tindak ilokusi: ingin mengetahui kehadiran lawan tuturnya tindak perlokusi: efek yang timbul dari tindak lokusi dan tindak ilokusi adalah
bahwa ‘anak beru Ginting telah berkumpul di tempat itu’. Terlihat dalam percakapan adi enggo pulung kam krina enda isap kami anak beru sembiring, “
jika kalian sudah berkumpul ini rokok dari kami anak beru Sembiring” Pada percakapan adi enggo pulung kam kerina enda isap kami anak beru
sembiring, maka: tindak lokusi: penutur sudah mengetahui kehadiran lawan tuturnya dan
memberikan rokok. tindak ilokusi: penutur mempunyai keinginan dari rokok yang diberikanya.
enggo isap kami isap si babandu, kai dage sura-sura isap si babandu ku jabu kalimbubu kami?
Tindak lokusi: menerima rokok yang diberikan penutur. Tindak ilokusi: bertanya kepada penutur tentang rokok yang diberikan penutur
kepadanya. tindak perlokusi: efek yang ditimbulkan dari tindak lokusi dan tindak ilokusi
adalah pada percakapan enggom kap lit, ertima kam entisik i sungkun kami lebe kalimbubu kami. Menyatakan bahwa penutur telah mempunyai keinginan, namun
Universitas Sumatera Utara
sebelum menyatakan keinginannya penutur ‘memohon’ kepada lawan tuturnya supaya bertanya terlebih dahulu kepada kalimbubunya.
Sedangkan, jika percakapan di atas dikaji menurut teori tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Searle, maka contoh di atas adalah jenis tindak tutur direktif
terlihat pada percakapan ‘ertima kam entisik i sungkun kami lebe kalimbubu kami’ yang inti dari pernyataan ini adalah ‘permohonan’, kemudian pada percakapan
enggo pulung kam krina anak beru Ginting mergana ndai? Penutur ‘bertanya’ ke pada lawan tuturnya. Jika contoh percakapan di atas dilanjutkan, akan terlihat juga
jenis tindak tutur seperti yang dikemukakannya seperti jenis tindak tutur deklarasi, representatif, ekspresif dan komisif.
Untuk menentukan bahwa tuturan-tuturan dalam adat perkawinan batak Karo dapat dikelompokkan sebagai tindak tutur deklaratif, representatif, ekspresif,
direktif dan komisif. Peneliti menggunakan teknik baca markah dan merupakan penjelasan lanjutan dari metode padan misalnnya:
gelah banci terdauhen perjumpanta enda ercakap kita emaka ersura-sura supaya bisa lebih juah pertemuan kita ini berbicara kita jadi berkeinginan
kel kami ras kalimbubu kami Sembiring mergana pedalan kami me ate sangat kami dengan kalimbubu kami Sembiring marganya jalankan kami lah niat
kami kampil kehamaten kampil peradaten tuhu kerehen kami ibas wari kami kampil kehormatan kampil peradatan benar kedatangan kami dalam hari
sendah ras kalimbubu kami Sembiring mergana sesuai ras sekarang dengan kalimbubu kami Sembiring marganya sesuai dengan
ngikutken merga si lima beru si lima perkade-kaden si sepuludua mengikutkan marga yang lima beru yang lima kekerabatan yang dua belas
tambah sada igelari maba belo selambar tapi amin tambah satu dinami membawa sirih selembar tapi walaupun
Universitas Sumatera Utara
bagegia mindo kel kami perkuah ate kalimbubuta Ginting demikian meminta sangat kami kerendahan hati kalimbubu kita Ginting
mergana ras sangkepna ngeluh la ketadingen kam anak beru marganya dengan sangkepna ngeluh tidak ketinggalan kamu anak beru
Ginting tingkatken min perjumpanta ibas wari sendah gelah teruslah kita Ginting tingkatkan lah pertemuan kita dalam hari sekarng supaya teruslah kita
ersinget-singet gelah teh kami ersikap ras kalimbubu kami endam mengingatkan supaya tahu kami bersiap dengan kalimbubu kami inilah
sura-sura kami arih kam krina anak beru Ginting keinginan kami musyawarah kamu semua anak beru Ginting
‘Supaya pertemuan kita ini bisa lebih jauh berbicaralah kita, kami sangat berkeinginan dengan kalimbubu kami Sembiring marganya ingin menjalankan
kampil kehormatan kampil peradatan. Benar kedatangan kami pada hari ini dengan kalimbubu kami Sembiring marganya sesuai dengan mengikutkan
peradatan marga yang lima, beru yang lima tuturnya yang delapan ikatannya yang tiga, kekerabatan yang dua belas ditambah satu dinamai ngembah belo
selambar, tapi walaupun demikian kami sangat meminta kerendahan hati kalimbubu kita Ginting marganya dengan sangkep ngeluh tidak ketinggalan kamu
semua anak beru Ginting tingkatkanlah pertemuan kita ini supaya kita tetap bisa saling mengingatkan agar kami tahu bersiap dengan kalimbubu kami Sembiring
marganya inilah keinginan kami musyawarahlah kamu semua anak beru Ginting‘.
Tuturan di atas dikelompokkan dalam tindak tutur representatif ditandai dengan kata ersura-sura ‘berkeinginan’ pada tuturan ini penutur memberitahukan
keinginannya kepada lawan tuturnya. Pada contoh dialog di atas mitra wicara bertindak menuruti apa yang
diucapkan oleh si pembicara, lawan tutur menafsirkan bahwa dia harus melakukan apa yang dikatakan penutur. Dalam hal ini lawan tutur bertanggung jawab untuk
mematuhi keinginan penutur, begitu juga sebaliknya
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Bentuk-bentuk Tindak Tutur dalam Adat Perkawinan Batak Karo
Searle mengembangkan tindak tutur berdasarkan kategorinya menjadi lima, yaitu tindak tutur deklaratif, tindak tutur representatif, tindak tutur direktif,
tindak tutur komisif dan tindak tutur ekspresif.
4.1.1 Tindak Tutur Representatif
Tindak tutur representatif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan. Pernyataan suatu fakta, penegasan,
kesimpulan dan pendeskripsian. Searle dalam Leech, 1993:164 menyebutkan tindak tutur jenis ini sebagai tindak tutur asertif terikat pada kebenaran proposisi
yang diungkapkan, misalnya menyatakan, mengusulkan, membual, megeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan memberitahukan.
Berikut ini lah tuturannya:
Tindak Tutur Representatif 1: Penutur anak beru pihak laki-laki
Dalan-dalanna kami reh silih, mama, mami, bengkila, apai pe kam labo jalan-jalannya kami datang ipar, paman, mami, paman, yang mana pun kamu tidak
Erkendobahen erkiteken enggo ersada arih kami ras permen kami emaka dipilih karena sudah bersatu musyawarah kami dengan keponakan kami jadi
atena manteki perjabun si mbaru ras si beru Ginting, bagem
niatnya memuali perkawiana yang baru dengan si beru Ginting seperti inilah percakapen kami ras permen kami Sembiring mergana kami labo iteh
percakapan kami dengan keponakan kami Sembiring marganya kami tidak tahu
kami tuhu entah lahang enggo lit arih permen kami Sembiring kami benar atau tidak sudah ada musyawarah keponakan kami Sembiring
mergana ras permen kami si beru Ginting i jabu kalimbubunta marganaya dengan keponakan kami si beru Ginting di rumah kalimbubukita
Universitas Sumatera Utara