BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar belakang
Manusia sebagai mahluk sosial selalu berinteraksi dengan sesamanya, dengan bahasalah mereka dapat mengungkapkan pikiran, gagasan, maksud dan
perasaanya. Sebagai masyarakat yang berinteraksi mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam
masyarakat itu, maka dapatlah dikatakan bahwa kelompok orang itu atau masyarakat itu adalah masyarakat tutur Inggris: speech community Chaer
1995:47. Jadi masyarakat tutur bukanlah hanya sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama, melainkan kelompok orang yang mempunyai
norma yang sama dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasa. Fishman 1976:28 dalam Chaer 1995:75, menyebutkan “masyarakat
tutur adalah suatu masyarakat yang anggota-anggotanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa beserta norma-norma yang sesuai dengan
penggunaanya”. Masyarakat tutur menurut Kridalaksana 2008:150 ialah kelompok orang yang merasa memiliki bahasa bersama atau yang merasa
termasuk dalam bahasa itu, atau yang berpegang pada bahasa standar yang sama. Berdasarkan pendapat ahli ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat tutur
adalah sekelompok orang atau individu yang memiliki kesamaan atau menggunakan sistem bahasa yang sama berdasarkan norma-norma bahasa yang
sama.
Universitas Sumatera Utara
Setiap komunikasi masyarakat tutur dalam menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, dalam setiap proses komunikasi berbahasa
terjadilah apa yang disebut peristiwa tutur. Peristiwa tutur Inggris: speeceh event adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam suatu
bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan suatu pokok tuturan di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu
Chaer 1995:61. Peristiwa tutur merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur Inggris
speech act yang terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan. Dalam peristiwa tutur akan terjadi tindak-tindak tutur, tindak tutur merupakan tindakan yang dilakukan
dalam setiap tuturan yang melibatkan individu-individu yang sengaja berkomunikasi. Tindak tutur adalah bagian terkecil dari tuturan, karena pada
tindak tutur pendengar hanya melihat makna dari tuturan dan melakukannya sesuai keinginan penutur. Peran penutur dan pendengar dapat berganti-ganti,
dalam bertindak tutur selalu melihat konteks pada saat berkomunikasi, misalnya seorang penutur sudah pasti akan lebih memilih kata pada saat dia berbicara
dengan orang yang lebih tinggi jabatanya dari pada temannya sendiri. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni
proses komunikasi Chaer 1995:65. Peristiwa tutur dapat terjadi di mana saja, seperti pada interaksi diskusi di sebuah balai desa, pada acara-acara adat
perkawina dan sebagainya sudah pasti akan terjadi tindak tutur. Adat istiadat Karo, sebagaimana adat istiadat masyarakat suku-suku di
wilayah Sumatara Utara umumnya, memiliki kesamaan untuk beberapa hal, termasuk dalam sistem perkawinan. Kesamaan tersebut disebabkan oleh wilayah
Universitas Sumatera Utara
Sumatra Utara cukup lama dipengaruhi oleh agama Hindu sebelum masuknya agama Islam dan agama Kristen. Menurut kepercayaan Hindu, perkawinan adalah
sebuah makna yang bersifat sakral, suci dan merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk melaksanakanya, karena dengan perkawinan akan tercapai sebuah
keteraturan dalam perkembangan masyarakat dari keluarga inti nuclear family menuju keluarga besar extended family. Pengaruh Hindu dalam perkawinan adat
Karo adalah perempuan dibeli oleh laki-laki, dalam istilah Karo disebut tukur Tarigan 2009:108.
Pada dasarnya adat perkawinan suku Batak Karo mengandung nilai sakral. Dikatakan sakral dalam pemahaman adat Batak Karo bermakna pengorbanan bagi
pihak pengantin perempuan pihak sinereh, karena ia memberikan anak perempuannya kepada orang lain pihak pengantin laki-laki pihak sipempoken,
sehingga pihak laki-laki juga harus menghargainya dengan menanggung semua biaya acara adat dan makanan adat. Perkawinan marupakan suatu upacara di mana
mempersatukan seorang laki-laki dengan perempuan atau dipersatukanya dua sifat keluarga yang berbeda melalui hukum.
Dalam adat perkawinan batak Karo akan terjadi tindak tutur antara pihak anak beru laki-laki pihak penerima istri dengan pihak anak beru perempuan
pihak pemberi istri, kemudian dilakukan pertuturan antara anak beru laki-laki dengan kalimbubunya pihak penerima istri, begitu juga antara anak beru
perempuan dengan kalimbubunya pihak pemberi istri. Anak beru disini berfungsi sebagai penyambung lidah antara kepentingan dua kelompok keluarga,
yaitu kelurga pengantin perempuan dan pengantin laki-laki.
Universitas Sumatera Utara
Contoh:
Penutur 1 : Uga kam anak beru kalimbubu kami Ginting mergana ndai,
bagaimana kamu anak beru kalimbubu kami Ginting marganya tadi, ma enggo pulung i bas ingan enda?
kan sudah kumpul di dalam tempat ini? ‘Bagaimana kamu anak beru kalimbubu kami Ginting marganya tadi,
apakah sudah berkumpul di tempat ini?‘ Penutur 2
: Enggo. Sudah
Sudah
Penutur 1 : Adi enggo kam pulung krina, enda isap kami anak beru
Jika sudah kamu kumpul semua, ini rokok kami anak beru Sembiring ban lebe isap ndu kriana.
Sembiring buat dahulu rokok mu semua. ‘Jika kamu semua sudah berkumpul, ini rokok dari kami anak beru
Sembiring merokoklah kamu terlebih dahulu‘. Penutur 2
: Kami enggo ngisap krina kai dage sura-sura nakan reh ku Kami sudah merokok semua apa jadi keinginan nasi datang ke
Jabu kalimbubu kami enda? rumah kalimbubu kami ini?
‘Kami semua sudah merokok jadi apa keinginanmu membawa makanan kerumah kalimbubu kami ini?‘
Penutur 1
: Ertima kam lebe i peseh kami lebe man kalimbubu kami. Tunggu kamu dulu di sampaikan kami dulu pada kalimbubu kami.
‘Kamu tunggu dulu, kami akan menyampaikan pada kalimbubu kami terlebih dahulu‘.
Dari dialog ini terjadi tindak illokusi, yaitu pertanyaan-jawaban, pernyataan-pertanyaan, permohonan dan dalam adat perkawinan Batak Karo akan
selalu terjadi tindak tutur yang seperti itu. Oleh sebab itu, sangat menarik untuk
Universitas Sumatera Utara
diteliti bagaimana tindak tutur dalam adat perkawina Batak Karo disamping belum pernah diteliti oleh peneliti lain.
1.1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian ini, maka pokok masalah yang akan dibicarakan adalah:
1. Apa saja bentuk-bentuk tindak tutur dalam adat perkawina Batak
Karo? 2.
Bagaimanakah pelaksanaan tindak tutur dalam adat perkawinan Batak Karo?
1.2 Batasan Masalah