Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Definisi Jalan dan Klasifikasi Jalan

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan urutan prioritas program pembangunan jalan di Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan fuzzy - Analytical Hierarchy Process AHP.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu Pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Bina Marga Provinsi Sumatera Utara dalam menetapkan prioritas program pembangunan jalan di Provinsi Sumatera Utara.

1.7 Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Melakukan studi jurnal, buku, dan artikel di internet yang berhubungan dengan Fuzzy-Analytical Hierarchy Process AHP dan mengenai pembangunan jalan. 2. Mengumpulkan data program pembangunan jalan yang bersumber dari Dinas Bina Marga Provinsi Sumatera Utara. 3. Menggabungkan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan kuesioner. 4. Menganalisa data dengan menggunakan Fuzzy-Analytical Hierarchy Process AHP. Tahapan-tahapan dalam menganalisa data: a. Mengubah penilaian pengambil keputusan yang berupa variabel linguistik menjadi Triangular Fuzzy Number TFN. Universitas Sumatera Utara b. Menentukan fuzzy synthetic extent dari matriks perbandingan berpasangan kriteria dan matriks perbandingan berpasangan alternatif- alternatif yang unsur-unsurnya telah berupa TFN. c. Membandingkan nilai fuzzy synthetic extent . d. Setelah memperoleh hasil dari perbandingan nilai fuzzy synthetic extent , maka kita cari nilai minimum dari hasil perbandingan yang dilakukan. e. Melakukan normalisasi terhadap bobot prioritas. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytical Hierarchy Process AHP Analytical Hierarchy Process AHP adalah salah satu metode dari Multi Criteria Decision Making MCDM yang dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School di awal tahun 1970. AHP merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur, serta dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang bersifat kuantitatif dan masalah yang memerlukan pendapat judgement . Selain itu, AHP dapat juga digunakan untuk memecahkan masalah pada situasi yang kompleks. Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang banyak multikriteria, struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastiaan pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia. Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. AHP juga merupakan sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan dengan cara memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian- bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Universitas Sumatera Utara Landasan aksiomatik dari Analytical Hierarchy Process AHP terdiri dari : a. Reciprocal Comparison , yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1k kali lebih penting dari A. b. Homogenity , yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat. c. Dependence , yang berarti setiap level mempunyai kaitan complete hierarchy walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna incomplete hierarchy . d. Expectation , yang berarti menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun data yang bersifat kualitatif. Dalam pengambilan keputusan dengan AHP terdapat beberapa langkah-langkah yang perlu diperhatikan, yaitu : a. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. b. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, sub criteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin di rangking. c. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. d. Menormalkan data, yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. Universitas Sumatera Utara e. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data perlu diulang. f. Mengulangi langkah c, d, dan e untuk seluruh tingkat hierarki. g. Menghitung nilai eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot dari setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. h. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR 0,100 maka penilaian harus diulang kembali.

2.1.1 Prinsip-Prinsip Dalam Analytical Hierarchy Process AHP

Dalam menyelesaikan permasalahan dengan metode AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami, yaitu : a. Decomposition merupakan prinsip utama dalam metode AHP yang menggunakan konsep yakni menguraikan atau memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya yang diwujudkan ke dalam bentuk hirarki setelah mendefinisikan permasalahn atau persoalan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Ada dua jenis hirarki, yaitu lengkap dan tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Sementara hirarki tidak lengkap kebalikan dari hirarki lengkap. Bentuk struktur decomposition yakni : Tingkat pertama : Tujuan keputusan Goal Tingkat kedua : Kriteria-kriteria Tingkat ketiga : Alternatif pilihan Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1 Struktur Hirarki b. Comparative Judgement Comparative Judgement bertujuan untuk membuat penilain tentang kepentingan relatif antara dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilain ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison . Matriks pairwise comparison adalah matriks perbandingan berpasangan yang memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria dan skala preferensi tersebut bernilai 1-9. Agar diperoleh skala yang tepat dalam membandingkan dua elemen, maka hal yang perlu dilakukan adalah memberikan pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria. Dalam melakukan penilaian kepentingan relatif terhadap dua elemen berlaku aksioma recripocal . Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lainnya adalah skala Saaty, seperti pada tabel berikut ini : Tujuan Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria i Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif j Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Skala Saaty Mulyono, 2004 Tingkat Kepentingan Definisi 1 Sama pentingnya dibanding yang lain 3 Moderat pentingnya dibanding yang lain 5 Kuat pentingnya dibanding yang lain 7 Sangat kuat Pentingnya dibanding yang lain 9 Ekstrim pentingnya dibanding yang lain 2, 4, 6, 8 Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan c. Synthesis of Priority Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan. d. Logical Consistency Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

2.1.2 Hubungan Prioritas Sebagai

Eigen Vector Mulyono 2004 menyatakan apabila elemen-elemen dari suatu tingkat dalam hirarki adalah 1 , 2 , 3 , … , dan bobot pengaruh mereka adalah 1 , 2 , 3 , … , yang menggambarkan hasil dari penilaian. Misalkan � = menunjukkan kekuatan jika dibandingkan dengan , maka matriks dari gabungan angka-angka � ini dinamakan matriks pairwise comparison matriks perbandingan berpasangan yang diberi simbol . Sesuai dengan landasan aksiomatik yang berlaku pada AHP, maka matriks perbandingan berpasangan merupakan matriks reciprocal , sehingga � = 1 � . Jika penilaian kita sempurna pada setiap perbandingan, maka � = � , � untuk semua , , dan matriks dinamakan konsisten. Universitas Sumatera Utara = 1 � 12 � 1 1 � 12 1 � 2 ⋱ 1 � 1 1 � 2 1 Gambar 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan Dengan demikian nilai perbandingan yang didapatkan dari pembuat keputusan berdasarkan penilaian pada gambar 2.2 yaitu � dapat dinyatakan kedalam bentuk sebagai berikut : � = ; , = 1, 2, 3, … , 2.1 Dari persamaan 2.1 diperoleh persamaan sebagai berikut : � ∙ = 1 ; , = 1, 2, 3, … , 2.2 Maka akan diperoleh : � ∙ ∙ 1 = =1 ; = 1, 2, 3, … , 2.3 � . = =1 ; = 1, 2, 3, … , 2.4 Persamaan 2.4 dalam bentuk matriks menjadi : = 2.5 Dalam teori matriks, diketahui bahwa merupakan eigen vector dari matriks dengan eigen value . Bila ditulis secara lengkap maka persamaan tersebut akan menjadi seperti berikut : Universitas Sumatera Utara 1 1 1 2 1 2 1 2 2 2 ⋱ 1 2 ∙ 1 2 = ∙ 1 2 Mulyono 2004, hal:337-338 menyatakan jika � tidak didasarkan pada ukuran pasti seperti 1 , 2 , 3 , … , tetapi pada penilaian subjektif, maka � akan menyimpang dari rasio yang sesungguhnya, dan akibatnya = tidak terpenuhi lagi. Tetapi dalam teori matriks dapat memberikan kemudahan kepada kita melalui dua hal: Pertama, jika = 1 , 2 , 3 , … , adalah angka-angka yang memenuhi persamaan = , dimana merupakan eigen value dari matriks , dan jika � = 1 untuk , maka : = =1 2.6 Jika = di penuhi, maka semua nilai eigen value sama dengan nol kecuali eigen value yang bernilai sebesar . Maka jelas dalam kasus konsistensi, n merupakan eigen value terbesar. Kedua, jika salah satu � dari matriks reciprocal berubah sangat kecil, maka eigen value juga berubah sangat kecil. Kombinasi keduanya menjelaskan bahwa jika diagonal matriks terdiri dari � = 1 dan jika konsisten, maka perubahan kecil pada � menahan eigen value terbesar � dekat ke dan eigen value sisanya dekat ke nol. Jika merupakan matriks perbandingan berpasangan, maka untuk memperoleh vektor prioritas harus dicari yang memenuhi : = � ∙ 2.7

2.1.3 Konsistensi Logis

Perubahan kecil terhadap � menyebabkan perubahan � . Perubahan terhadap � mengakibatkan matriks perbandingan berpasangan menjadi tidak konsisten. Hal ini dikarenakan ketidakkonsistenan preferensi pengambil keputusan dalam Universitas Sumatera Utara memberikan penilaian. Penyimpangan � dari merupakan ukuran dari konsistensi. Untuk mengukur konsistensi digunakan consistency Index CI yang dirumuskan sebagai berikut : = � − −1 2.8 Untuk mengukur seluruh konsistensi penilaian dalam AHP digunakan Consistency Ratio CR yang dirumuskan sebagai berikut : = 2.9 Nilai RI dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.2 Ratio Index RI n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 RI 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56

2.2 Teori Himpunan

F uzzy Teori himpunan fuzzy diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965. Teori himpunan fuzzy merupakan kerangka matematis yang digunakan untuk merepresentasikan ketidakpastiaan, ketidakjelasan, ketidaktepatan, kekurangan informasi, dan kebenaran parsial Tettamanzi, 2001 dalam Kusumadewi et al , 2006, hal : 1. Max Black mendefinisikan ketidakjelasan sebagai suatu proposisi dimana status kemungkinan dari proposisi tersebut tidak didefinisikan dengan jelas. Sebagai contoh, untuk menyatakan seseorang termasuk dalam kategori muda, pernyataan muda dapat memberikan interpretasi yang berbeda dari setiap individu, dan kita tidak dapat memberikan umur tertentu untuk mengatakan seseorang masih muda atau tidak muda. Ketidakjelasan juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu yang berhubungan dengan ketidakpastian yang diberikan dalam bentuk linguistik atau Universitas Sumatera Utara intuisi. Sebagai contoh, untuk menyatakan kualitas data dikatakan “baik”, atau derajat kepentingan seorang pengambil keputusan dikata kan “sangat penting” Kusumadewi et al , 2006, hal: 2.

2.2.1 Himpunan Klasik

Crisp Pada teori himpunan klasik Crisp keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan hanya akan memiliki 2 kemungkinan keanggotaan, yaitu : a. Menjadi anggota , dengan derajat keanggotaan sama dengan 1. b. Tidak menjadi anggota , dengan derajat keanggotaan sama dengan 0. Contoh : Misalkan variabel umur dibagi menjadi 3 kategori Kusumadewi, 2003 dalam Kusumadewi et al , 2006, yaitu : MUDA umur 35 tahun PAROBAYA 35 umur 55 tahun TUA umur 55 tahun Nilai keanggotaan secara grafis, himpunan MUDA, PAROBAYA, dan TUA dapat dilihat pada gambar. Gambar 2.3 Himpunan Klasik MUDA, PAROBAYA, dan TUA 1 35 35 55 55 MUDA PAROBAYA TUA Umur thn Umur thn Umur thn 1 1 Universitas Sumatera Utara Keterangan : 1. Apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan MUDA 34 = 1 . 2. Apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan TIDAK MUDA 35 = 0 . 3. Apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan PAROBAYA 35 = 1 . 4. Apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan TIDAK PAROBAYA 34 = 0 . Dari keterangan yang ada pada gambar 2.3 dapat disimpulkan bahwa penggunaan himpunan klasik untuk menyatakan umur sangat kurang bijaksana, hal ini disebabkan oleh apabila ada perubahan kecil saja pada suatu nilai mengakibatkan perbadaan kategori yang cukup signifikan.

2.2.2 Himpunan Kabur

Untuk mengatasi permasalahan himpunan yang ada dalam menyatakan umur dengan himpunan klasik, Zadeh mangaitkan himpunan semacam itu dengan suatu fungsi yang menyatakan derajat kesesuaian unsur-unsur dalam semestanya dengan konsep yang merupakan syarat keanggotaan himpunan tersebut. Fungsi itu disebut fungsi keanggotaan dan nilai fungsi itu disebut derajat keanggotaan suatu unsur dalam himpunan itu, yang selanjutnya disebut himpunan kabur Susilo, 2006, hal: 50. Menurut Zimmermann 1991 dalam Kusumadewi et al 2006, hal: 5 secara matematis himpunan kabur dalam himpunan semesta adalah suatu himpunan pasangan berurutan : = , ∈ Dimana adalah derajat keanggotaan dari , yang merupakan suatu pemetaan dari himpunan semesta ke selang tertutup [0,1]. Universitas Sumatera Utara Contoh Kusumadewi et al, 2006, hal:6-7 : Gambar 2.4 Himpunan F uzzy untuk Variabel Umur Fungsi keanggotaan untuk setiap himpunan pada variabel umur dapat diberikan sebagai berikut: = 1; 25 45 − 20 ; 25 45 0; 45 = 0; 35 � � 55 − 35 10 ; 35 45 55 − 10 ; 45 55 = 0; 45 − 45 20 ; 45 65 1; 65 Seseorang yang berumur 40 tahun termasuk dalam himpunan MUDA dengan 40 = 0,25, namun dia juga termasuk dalam himpunan PAROBAYA dengan 40 = 0,5. Seseorang yang berumur 50 tahun termasuk kedalam himpunan TUA dengan 50 = 0,25, dan ia juga termasuk kedalam himpunan PAROBAYA dengan 50 = 0,5 MUDA PAROBAYA TUA 25 35 45 55 65 1 40 50 Umur thn 0,25 0,5 Universitas Sumatera Utara 2.3 F uzzy AHP Penggunaan AHP dalam permasalahan Multi Criteria Decision Making MCDM sering dikritisi suhubungan dengan kurang mampunya pendekatan AHP ini untuk mengatasi faktor ketidakpresisian yang dialami oleh pengambil keputusan ketika harus memberikan nilai yang pasti dalam matriks perbandingan berpasangan. Oleh kerena itu, untuk mengatasi kelemahan AHP yang ada maka dikembangkan suatu metode yang disebut fuzzy AHP. Metode fuzzy AHP merupakan penggabungan antara metode AHP dengan pendekatan fuzzy . Pada metode fuzzy AHP digunakan Triangular Fuzzy Number TFN. TFN digunakan untuk menggambarkan variabel-variabel linguistik secara pasti. TFN disimbolkan dengan = , , , dimana dan adalah nilai terendah, adalah nilai tengah, dan adalah teratas. Tabel berikut memperlihatkan TFN yang digunakan untuk keperluan dalam matriks perbandingan berpasangan pairwise comparison . Tabel 2.3 Fungsi keanggotaan bilangan fuzzy fuzzy membership function Definisi TFN Absolute mutlak lebih penting 7, 9, 9 Very strong sangat penting 5, 7, 9 Fairly strong lebih penting 3, 5, 7 Weak sedikit lebih penting 1, 3, 5 Equal sama penting 1, 1 ,3 Universitas Sumatera Utara Jika kita misalkan terdapat 2 TFN yaitu 1 = 1 , 1 , 1 dan 2 = 2 , 2 , 2 , maka operasi aritmatika Triangular Fuzzy Number TFN adalah: 1 + 2 = 1 + 2 , 1 + 2 , 1 + 2 2.10 1 ⊗ 2 = 1 2 , 1 2 , 1 2 2.11 1 −1 = 1 1 , 1 1 , 1 1 2.12

2.3.1 Langkah-Langkah

F uzzy AHP Langkah-langkah dalam fuzzy AHP Chang, 1996: a. Definisikan nilai fuzzy synthetic extent untuk -objek seperti persamaan berikut: = = ⨂ =1 =1 −1 2.13 Untuk mendapatkan =1 , maka dilakukan operasi penjumlahan fuzzy dari nilai pada matriks perbandingan berpasangan seperti yang dapat dilihat pada persamaan berikut: =1 = =1 , =1 , =1 2.14 Untuk memperoleh persamaan 2.15 =1 =1 2.15 Maka dilakukan operasi penjumlahan terhadap seperti yang dapat dilihat pada persamaan berikut: Universitas Sumatera Utara =1 =1 = =1 , =1 , =1 2.16 Kemudian untuk memperoleh invers dari persamaan 2.16 dapat dilakukan dengan cara menggunakan operasi aritmatika TFN pada persamaan 2.12 =1 =1 −1 = 1 =1 , 1 =1 , 1 =1 2.17 b. Andaikan terdapat 2 bilangan fuzzy yaitu 1 = 1 , 1 , 1 dan 2 = 2 , 2 , 2 , maka tingkat keyakinan dari 1 = 1 , 1 , 1 2 = 2 , 2 , 2 didefinisikan sebagai berikut : 1 2 = � 1 , 2 2.18 Apabila 1 dan 2 bilangan fuzzy konveks maka diperoleh ketentuan sebagai berikut: 1 2 = 1 iff 1 2 2 1 = 1 ∩ 2 = 1 Tingkat keyakinan dari bilangan fuzzy dapat diperoleh dengan persamaan 2.19 2 1 = 1 , � 2 1 0 , � 1 2 1 − 2 2 − 2 − 1 − 1 , � � � 2.19 Universitas Sumatera Utara Perbandingan 2 bilangan fuzzy dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.5 Perpotongan antara � dan � Chang, 1996 d merupakan ordinat titik perpotongan tertinggi antara 1 dan 2 , dan untuk membandingkan 1 = 1 , 1 , 1 dan 2 = 2 , 2 , 2 kita memerlukan nilai-nilai dari 1 2 dan 2 1 . c. Tingkat kemungkinan untuk sebuah bilangan fuzzy konveks lebih baik dibandingkan dari bilangan fuzzy konveks = 1, 2, 3, … , dapat didefinisikan sebagai berikut: 1 , 2 , … , = 1 � 2 � … � = min , = 1, 2, … , 2.20 Diasumsikan bahwa: ′ = min untuk = 1, 2, … , ; ≠ 2.21 Maka vektor bobot didefinisikan sebagai berikut: ′ = ′ 1 , ′ 2 , … , ′ 2.22 d. Menormalisasi vektor bobot pada persamaan 2.22 menjadi: = 1 , 2 , … , 2.23 Dimana bukan merupakan bilangan fuzzy . 2 1 2 1 2 2 1 d 2 1 1 Universitas Sumatera Utara

2.4 Definisi Jalan dan Klasifikasi Jalan

Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yang dimaksud dengan jalan ialah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah danatau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. Penentuan klasifikasi jalan terkait dengan besarnya volume lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut, besarnya kapasitas jalan, keekonomian dari jalan tersebut serta pembiayaan pembangunan dan perawatan jalan. Klasifikasi jalan umum : a. Klasifikasi jalan umum menurut sistem 1. Sistem jaringan jalan primer Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat kegiatan. 2. Sistem jaringan jalan sekunder Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. b. Klasifikasi jalan umum menurut fungsi 1. Jalan arteri Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Universitas Sumatera Utara 2. Jalan kolektor Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan lokal Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 4. Jalan lingkungan Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. c. Klasifikasi jalan umum menurut status 1. Jalan nasional Jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. 2. Jalan provinsi Jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupatenkota, atau antar ibukota kabupatenkota, dan jalan strategis provinsi. 3. Jalan kabupaten Jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. 4. Jalan kota Jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan Universitas Sumatera Utara dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota. 5. Jalan desa Jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. d. Klasifikasi jalan umum menurut kelas Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil.

2.5 Konsep Pembangunan

Dokumen yang terkait

Analisis Metode Fuzzy Analytic Hierarchy Process (Fahp) Dalam Menentukan Posisi Jabatan

12 131 82

Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation (PROMETHEE) untuk Pemilihan Hardisk Eksternal

19 131 147

Implementasi Metode Profile Matching dan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pada Perekrutan Tenaga Kurir (Studi Kasus PT. JNE Cabang Medan)

16 91 137

Analisis Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) Berdasarkan Nilai Consistency Ratio

2 46 123

Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) (Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

18 117 72

Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) dalam Penentuan Prioritas Pengerjaan Order di PT. Sumatera Wood Industry

6 138 175

Analisis Pemilihan Supplier Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) di PT. Indo CafCo

12 57 78

Studi Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dan Metode Technique For Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS) Untuk Peningkatan Kualitas Layanan Di Rumah Sakit Bina Kasih Medan-Sunggal

4 41 149

Pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP) Dalam Pemilihan Supplier (Pemasok)

0 35 51

Eksposisi Analytic Hierarchy Process Dalam Riset Operasi: Cara Efektif untuk Pengambilan Keputusan

1 66 38