Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik yang terdiri dari ribuan pulau dengan keanekaragaman budaya, suku bangsa, agama, bahasa daerah, dan adat istiadat. Dilihat dari keadaan tersebut maka nasionalisme Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa Indonesia merupakan masyarakat yang plural dan multikultural yaitu memiliki keanekaragaman suku, bahasa, dan budaya. Nasionalisme bagi bangsa Indonesia merupakan suatu paham yang menyatukan berbagai suku bangsa. Mohammad Mustari 2014: 156 menyatakan yang dinamakan bangsa nation adalah sekumpulan manusia yang sama bahasanya, sama adat, asal-usul, kebudayaan, senasib dan sepenanggungan, dan tempat kediaman negaranya pun sama. Nasionalisme secara umum melibatkan identifikasi identitas etnis dengan negara. Melalui Nasionalisme, rakyat dapat meyakini bahwa bangsa adalah sangat penting. Nasionalisme juga merupakan kata yang dimengerti sebagai gerakan untuk mendirikan atau melindungi tanah air. Dalam banyak kasus identifikasi budaya nasional yang homogen itu dapat dikombinasikan dengan pandangan negatif atas ras, budaya, atau bangsa lain asing. Pendidikan tidak hanya bertujuan menghasilkan pribadi yang cerdas, tetapi juga menghasilkan peserta didik yang memiliki pribadi yang 2 berakhlak baik dan berbudi luhur. Muhammad Azmi 2006: 29 menyatakan bahwa pendidikan Islam juga membina aspek-aspek kemanusiaan dalam mengelola dan menjaga kesejahteraan alam semesta. Tujuan dan fungsi pendidikan di Indonesia sendiri diatur dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu: Pasal 3 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban yang bermartabat maksudnya bahwa pendidikan memiliki tugas membentuk generasi yang akademis dan nasionalis. Internalisasi nilai nasionalisme pada peserta didik di sekolah harus selalu dilestarikan, internalisasi nilai nasionalisme dilakukan sejak peserta didik pada tingkat Sekolah Dasar peserta didik agar nilai nasionalisme melekat pada jiwa peserta sejak dini. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah asumsi mendasar diadakannya sebuah proses pendidikan, sebab kehidupan bangsa yang cerdaslah yang akan mengantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang jaya dalam tapak waktu yang berkesinambungan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kecerdasan yang paling tepat dan yang paling dibutuhkan dalam asumsi di atas adalah kecerdasan yang mengarah pada 3 kecerdasan spiritualitas, sebab kecerdasan spiritual inilah yang sangat menentukan baik dan tidaknya suatu bangsa. Selain sebagai pemersatu, Nasionalisme yang kuat dapat dijadikan sebagai benteng yang kokoh dalam daya tahan dari derasnya arus globalisasi. Berkaitan dengan derasnya arus globalisasi, Ariefa Efianingrum 2009: 15 mengungkapkan globlalisasi merupakan suatu sistem atau tatanan yang menyebabkan seseorang atau negara tidak mungkin untuk mengisolasikan diri dari sebagai akibat dari kemajuan teknologi dan komunikasi dunia. Adanya teknologi komunikasi yang canggih mempermudah kehidupan sehari-hari dalam mengakses berbagai hal dalam lingkup yang luas. Hal ini menunjukkan terjadinya proses perubahan tradisi, sikap, dan sistem nilai dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan yang sudah ada pada negara lain. Maka dari itu apabila negara tidak memiliki ketahanan budaya yang kuat maka Nasionalisme akan sangat mudah luntur. Tawuran pelajar sering terjadi, banyak media yang meliput terkait tawuran pelajar yang terjadi di negara ini. Bisa dilihat bahwa adanya tawuran pelajar ini menunjukkan tidak ada rasa kesatuan antar sekolah sehingga tidak tumbuh rasa saling menghargai akan perbedaan yang ada antara sekolah satu dengan sekolah lain. Berikut kasus yang melibatkan anak SD adalah kasus kekerasan yang terjadi di Bantul. Hanya gara gara game Online, seorang peserta didik SD di Kecamatan Sanden dikroyok 13 temannya di sekolah. Aksi kekerasan tersebut dinilai miris sebab terjadi di 4 kalangan pelajar yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar. Pemukulan terhadap korban berinisial S siswa kelas V SD 2 Sanden bermula 8 Desember lalu Harian Jogja, 2015. Hal ini menunjukkan terjadi pergeseran nilai-nilai yang ada dalam dunia pendidikan, serta kurangnya pendidikan yang menumbuhkan dan membentuk akhlak yang baik kepada peserta didik. Peserta didik nampak tidak memiliki pegangan nilai nasionalisme karena mereka tumbuh pada zaman di mana teknologi informasi dapat diakses dengan mudah pada lingkup yang sangat luas yang dapat menyebabkan peserta didik memiliki wawasan yang sangat luas dengan banyaknya kemudahan yang tersedia saat ini, namun apakah peserta didik memiliki akhlak yang sudah baik dalam berperilaku. Apakah peserta didik sudah tahu apa saja hak dan kewajibannya sebagai warga negara, warga sekolah, dan sebagai umat beragama. Agama mengajarkan bagaimana harus bersikap sesuai dengan kaidah yaitu bagaimana menjadikan diri seseorang memiliki akhlak yang baik atau berakhlakul karimah. Dengan demikian nilai nasionalisme dapat diwujudkan dengan membentuk peserta didik yang memiliki akhlak baik, dengan akhlak yang baik maka peserta didik memiliki acuan dalam berperilaku dalam kehidupan sehari- hari. Peran kepala sekolah akan jauh lebih berat. Kepala sekolah harus memiliki wawasan yang luas dalam memilih dan menerapkan nilai-nilai positif yang dibawa oleh derasnya arus globalisasi namun harus tetap 5 dapat menumbuhkan semangat Nasionalisme pada peserta didik agar dapat terus berkembang namun tetap melestarikan budaya bangsa. Oleh karena itu dibutuhkan sikap yang jelas dari sekolah dalam memberikan arahan akan nilai-nilai nasionalisme karena pendidikan tidak hanya dituntut untuk mengikuti dan menyesuaikan dengan perubahan sosial yang ada, pendidikan juga dituntut untuk mampu mengantisipasi perubahan dalam menyiapkan generasi muda untuk menjalani kehidupan di masa yang akan datang tanpa melupakan rasa cinta nya terhadap bangsa yaitu dapat dilakukan dengan internalisasi nilai nasionalismse dalam kegiatan sekolah supaya nilai nasionalisme dapat menjadi acuan perilaku, dapat ditransformasikan dari generasi ke generasi guna membiasakan peserta didik agar dapat menghargai dan mencintai tanah air agar dapat menghindari berbagai dampak negatif dari perubahan sosial. Rasa nasionalisme sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Sekolah merupakan salah satu lembaga yang dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan semangat nasionalisme. Internalisasi nilai nasionalisme perlu ditransformasikan kepada peserta didik untuk membekali peserta didik agar dapat memiliki pilihan tepat dalam menghadapi perubahan. Internalisasi nilai nasionalisme dapat diintegrasikan sekolah melalui mata pelajaran dan kegiatan lainnya seperti upacara bendera, ekstrakurikuler, kepramukaan, dan kunjungan sekolah ke museum atau monumen setempat, lomba perayaan hari kemerdekaan, 6 perayaan hari Kartini dan kegiatan pembelajaran agama seperti Madrasah Diniyah Takmiliyah Terintegrasi MDTT. Pendidikan dengan memasukkan nilai nasionalisme menjadi sebuah jalan keluar bagi proses perbaikan bangsa dan negara Indonesia. Progam ini diintegrasikan dalam semua jenjang pendidikan dari sejak dini sampai dewasa, dalam hal ini SD, SMP, SMA dengan tujuan merupakan titik balik bagi para peserta didik sebelum melangkah kepada kehidupan yang sebenarnya sebagai penerus bangsa ini. Oleh karena itu perlu adanya pembekalan atau penanaman tentang nilai-nilai nasionalisme sebagai dasar dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Integrasi nilai-nilai nasionalisme ke dalam pembelajaran dapat mempermudah proses internalisasi nilai oleh peserta didik. Hal Ini didasarkan pada pemikiran bahwa peserta didik secara langsung akan semakin terbiasa dengan nilai-nilai nasionalisme yang diberikan melalui pembelajaran, sehingga mereka akan semakin terbiasa pula untuk memiliki kesadaran berpikir dan bertindak sesuai dengan nilai dan norma yang selaras dengan lingkungannya sehari-hari. Internalisasi nilai nasionalisme pun dapat dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran maupun di luar kegiatan pembelajaran. Salah satunya yang dapat dilakukan oleh sekolah adalah meningkatkan akhlak yang baik kepada peserta didik sehingga sikap dan sifat peserta didik terbangun dengan baik sejak dini guna meningkatkan rasa nasionalis seperti saling menghargai perbedaan, rasa jujur dan tanggung jawab, toleransi dan kerja sama. Internalisasi nilai 7 nasionalsime tersebut dapat diberikan oleh pendidik melalui kegiatan pembelajaran agama, yang berguna dalam peningkatan akhlak peserta didik guna menjunjung nilai nasionalis, Madrasah Diniyah Takmilyah Terintegrasi “Al Latif” merupakan salah satu kegiatan yang dapat dijadikan wadah untuk meningkatkan nilai nasionalisme bagi peserta didik. Madrasah Diniyah Takmiliyah Terintegrasi “Al Latif” merupakan nama kegiatan pembelajaran agama yang dilaksanakan di SD Negeri Suryodiningratan 2 Yogyakarta, dilaksanakan di luar jam sekolah. Madrasah Diniyah Takmiliyah ialah suatu pendidikan keagamaan Islam yang menyelenggarakan pendidikan Islam sebagai pelengkap bagi peserta didik pendidikan umum. Untuk tingkat dasar Diniah Takmiliyah Awaliyah dengan masa belajar 6 tahun. Madrasah diniyah menjadi diniyah takmiliyah terintegrrasi berdasarkan pertimbangan bahwa kegiatan madrasah diniyah takmilyah merupakan pendidikan tambahan sebagai penyempurna bagi peserta didik sekolah dasar SD yang hanya mendapat pendidikan agama Islam dua jam pelajaran dalam satu minggu, oleh karena itu sesuai dengan artinya maka kegiatan tersebut yang tepat adalah diniyah takmiliah. Tujuan dari kegiatan untuk peserta didik adalah: 1. Terampil dalam beribadah 2. Terampil dalam membaca Al Quran 3. Berakhlakul karimah. 8 Mengajarkan bagaimana peserta didik untuk disiplin dan bertanggung jawab. Tujuan pada nomor tiga tersebut akan diiinternalisasikan nilai nasionalisme yang bermanfaat dalam pembentukan sikap, kepribadian, dan watak peserta didik. Mengenai akhlak, berikut pemaparan Syauiqi Bei dalam Kahar Masyur 1994: 3 menyatakan bahwa hanya saja bangsa itu kekal, selama berakhlak. Bila akhlak telah lenyap, maka lenyap pula bangsanya. Kemiskinan nilai agama pada pendidikan suatu generasi bangsa lambat laun dapat menjadi bencana bagi bangsa itu sendiri. Berdasarkan wawancara saat melakukan pra observasi, menunjukkan bahwa SD Negeri Suryodiningratan 2 Yogyakarta, yang beralamat Jalan Pugeran No. 21 Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta telah menginternalisasikan nilai nasionalisme melalui kegiatan pembelajaran agama Madrasah Diniyah Takmiliyah Terintegrasi. Peneliti terdorong untuk meneliti lebih jauh bagaimana cara Internalisasi nilai nasionalisme yang dilaksanakan di SD Negeri Suryodiningratan 2 Yogyakarta melalui kegiatan Madrasah Diniyah Takmiliyah Terintegrasi “Al Latif” dalam bentuk skripsi dengan mengangkat judul “Internalisasi Nilai Nasionalisme dalam Madrasah Diniyah Takmiliyah Terintegrasi “Al Latif” di SD Negeri Suryodiningratan 2 Yogyakarta”. 9

B. Identifikasi Masalah