Pembinaan kemandirian Pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan internal

76 menyelenggarakan pagelaran kesenian dan masyarakat luar juga kurang aspiratif dalam memberikan hak rekreasi kepada narapidana. 75

b. Pembinaan kemandirian

Menurut Bapak Ramli selaku Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja bahwa pembinaan kemandirian adalah sebagai bekal narapidana agar bisa hidup mandiri minimal bisa menghidupi dirinya sendiri dan keluarga dan mampu menciptakan lapangan kerja ketika selesai menjalani masa pidananya. Pembinaan kemandirian diberikan melalui program-program, yaitu : 76 1 Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan minat dan bakat para narapidana masing-masing. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ramli yang menyatakan bahwa hal tersebut belum dapat direalisasikan karena belum cukupnya sarana dan prasarana di Lembaga Pemasyarakatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narapidana yang menyatakan bahwa sewaktu dirinya pertama kali masuk ke lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa tidak ada dilakukan pendataan mengenai bakat dan kemampuan yang dimiliki narapidana dan hal ini pun berimplikasi selama berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa narapidana tersebut tidak pernah melakukan keterampilan pekerjaan atau bimbingan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat narapidana. 77 2 Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa diadakan pembagian bimbingan kerja diantaranya bagi narapidana wanita membuat kerajinan dompet, membuat kotak tisu. Bagi narapidana laki- laki dengan bimbingan kerja di bengkel las dan bimbingan kerja di bidang kerajinan kayu membuat kursi, lemari dan meja, membuat sangkar burung dan asbak rokok, membuat tudung saji. Bagi anak didik pemasyarakatan membuat kerajian kayu seperti membuat sangkar burung. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narapidana wanita yang menyatakan bahwa kurangnya bimbingan kerja yang diterima di Lapas, dikarenakan narapidana wanita terkendala dana dalam membeli perlengkapan untuk membuat alat-alat keterampilan, narapidana 75 Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014. 76 Wawancara dengan Bapak Ramli Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014. 77 Wawancara dengan Sanggul Brata Simorangkir Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 04 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 77 wanita banyak yang kurang kreatif dalam menghasilkan keterampilan, rendahnya minat atau keinginan dari narapidana wanita dalam membuat keterampilan, tidak adanya dorongan atau motivasi bimbingan kerja kepada narapidana wanita dari pembina. 78 Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu anak didik pemasyarakatan yang menyatakan bahwa kurangnya bimbingan kerja yang diterima anak didik selama di Lapas, hal ini dikarenakan rendahnya minat anak didik untuk mengikuti bimbingan kerja, lembaga pemasyarakatan sendiri jarang untuk memberikan program bimbingan kerja kepada anak didik. 79 Berdasarkan hasil wawancara dengan narapidana yang menyatakan bahwa bimbingan kerja yang diterapkan di Lapas sudah cukup baik, hanya saja banyak diantara narapidana yang tidak mengikuti proses bimbingan kerja tersebut, keterbatasan jumlah dan kualitas bahan baku yang nantinya akan diolah oleh narapidana di bengkel kerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan narapidana bahwa seringkali bahan yang dipakai untuk kegiatan kerja adalah bahan yang tidak layak pakai, seperti kayu yang akan dipakai untuk membuat kusen atau meja berasal dari kayu dengan kualitas biasa dan seadanya, bahkan narapidana juga pernah membuat barang dengan bahan baku bekas atau sudah mulai rusak yang layaknya sebagai sisa-sisa pertukangan, tidak adanya tempat untuk memasarkan hasil-hasil karya yang dihasilkan narapidana, banyak hasil karya dari narapidana yang tidak menghasilkan uang sehingga hal ini membuat minat dari narapidana semakin rendah. 80 2. Pembinaan di Luar Lembaga Pemasyarakatan eksternal Menurut Bapak Effendi bahwa tujuan pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan supaya narapidana dan anak didik pemasyarakatan dapat berintegrasi dengan baik di lingkungan masyarakat, yang mana hal ini sesuai dengan konsep pemasyarakatan yaitu bahwa narapidana dan anak didik pemasyarakatan tidak boleh diasingkan dari kehidupan masyarakat. Pembinaan secara eksternal yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan disebut Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas, yaitu proses 78 Wawancara dengan Ibu Zuliana Narapidana Wanita dengan Klasifikasi Tindak Pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 03 Maret 2014. 79 Wawancara dengan salah satu Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada Tanggal 03 Maret 2014. 80 Wawancara dengan Bapak Safri Hamdani Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana pencurian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 03 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 78 pembinaan narapidana yang telah memenuhi syarat-syarat pengawasannya dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan Bapas, karena Bapas merupakan suatu pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan Pasal 1 Angka 4 undang-undang pemasyarakatan. 81 Narapidana atau anak didik pemasyarakatan dapat diberikan pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas apabila telah memenuhi persyaratan substantif dan administratif. Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.2.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang syarat dan tata cara pelaksanaan Berdasarkan Pasal 1 Angka 2 Pembebasan bersyarat merupakan proses pembinaan narapidana dan anak pidana di luar lembaga pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 23 dua pertiga masa pidana, dan berkelakuan baik. Program pembebasan bersyarat di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa maka, narapidana dan anak pidana dapat menjalani sisa pidananya setelah menjalani 23 dari masa pidana di luar lembaga pemasyarakatan dengan tujuan agar narapidana dan anak pidana dapat berbaur dengan masyarakat sebelum narapidana dan anak pidana bebas murni. Berdasarkan Pasal 1 Angka 3 dinyatakan bahwa cuti menjelang bebas merupakan proses pembinaan narapidana dan anak pidana di luar lembaga pemasyarakatan setelah menjalani 23 dua pertiga masa pidana, sekurang- kurangnya 9 sembilan bulan berkelakuan baik. 81 Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 79 asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat adapun yang menjadi persyaratan substantif yaitu : a. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana ; b. telah menunjukkan budi pekerti dan moral yang positif ; c. masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana dan anak pidana yang bersangkutan ; d. berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapat hukuman disiplin. Selain persyaratan substantif di atas, berdasarkan ketentuan Pasal 7 dari peraturan Menteri Hukum dan HAM di atas, maka narapidana atau anak didik pemasyarakatan juga harus memenuhi persyaratan administratif, diantaranya : 1. Kutipan putusan hakim ekstrak vonis ; 2. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh pembimbing kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang dibuat oleh wali pemasyarakatan ; 3. Surat pemberitahuan ke kejaksaan negeri tentang rencana pemberian pembebasan bersyarat, cuti bersyarat dan cuti menjelang bebas terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan ; 4. Salinan register F daftar yang memuat pelanggaran tata tertib yang dilakukan narapidana dan anak didik pemasyarakatan selama menjalani masa pidana dari kepala lapas ; 5. Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi, dan lain-lain dari kepala Lapas ; 6. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima narapidana dan anak didik pemasyarakatan, seperti pihak keluarga, sekolah, instansi pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya lurah atau kepala desa. Khusus bagi narapidana yang menjalani pembebasan bersyarat, disamping mendapatkan bimbingan dari Balai Pemasyarakatan juga mendapatkan pengawasan dari pihak kejaksaan, sebab sebelum pembebasan bersyarat tersebut dilaksanakan pihak kejaksaanlah yang akan menjadi pelaksana keputusan pembebasan bersyarat tersebut layaknya sebuah eksekusi terhadap vonis Universitas Sumatera Utara 80 pengadilan, jadi dengan kata lain setiap pelaksanaan pembebasan bersyarat tersebut akan dikoordinasikan dengan pihak kejaksaan selaku pengawas dan pelaksananya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan hambatan dalam pemberian pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan ialah dari pihak narapidana yang sering tidak mendukung pelaksanaan karena tidak menunjukkan sikap dan moral yang positif, adanya kekhawatiran masyarakat akan gangguan keamanan tertib masyarakat kamtibmas, masih kurangnya pengetahuan aparat pemerintah setempat tentang program pembinaan di Lapas. 82 Hasil wawancara dengan salah satu pihak dari keluarga narapidana yang menyatakan bahwa ada sedikit menemui kendala di kantor kelurahan setempat begitu meminta persetujuan atau tanda tangan dari lurah tempat kediaman keluarga narapidana yang bersangkutan. Salah satu persyaratan administratif yang terlebih dahulu harus dipersiapkan oleh narapidana untuk dapat diberikan program pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan adalah surat jaminan dari pihak keluarga terdekat dari narapidana tersebut. Surat jaminan yang dibuat oleh keluarga narapidana yang menyatakan bahwa keluarga narapidana bersedia untuk menerima kembali narapidana yang bersangkutan untuk bertempat tinggal di alamat penjamin dan akan membantu penghidupan narapidana baik moril maupun materil. Surat jaminan yang dibuat oleh keluarga narapidana nantinya akan dibawa ke kelurahan setempat yang dimaksudkan agar pihak pemerintah setempat dapat mengetahui bahwa ada dari warga kelurahan setempat yang sedang menjalani pidana di Lapas dan akan dilaksanakan program pembinaan bebas bersyaratnya oleh pihak Lapas. 83 82 Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014. 83 Wawancara dengan keluarga Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 03 Maret 2014. Berdasarkan hasil wawancara dengan Reza keluarga seorang narapidana yang tinggal di Kampung Paya Bujuk Seulemak yang mengatakan bahwa ia kesulitan Universitas Sumatera Utara 81 untuk meyakinkan lurah tempat ia tinggal untuk menandatangani surat jaminan keluarga tersebut. Seolah-olah lurah tersebut akan ikut terlibat dalam proses narapidana yang bersangkutan. Selain itu, hambatan yang lain ialah tenggang waktu mulai dari pelaksanaan pengusulan pembebasan bersyarat sampai kepada turunnya surat keputusan pembebasan bersyarat yang realitanya berkisar kurang lebih 6 enam bulan dan panjangnya birokrasi yang ditempuh dalam pemberian pembebasan bersyarat ini. Hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa dalam proses pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan ini petugas atau pembina harus benar-benar selektif dalam memberikan pembinaan di luar lembaga pemasyarakan, dikarenakan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa kurang memiliki kesadaran diri atau keinginan dari dalam diri narapidana dalam mendukung proses pembinaan yang ada di lembaga pemasyarakatan. Bapak Effendi juga menambahkan bahwa, apa yang diharapkan oleh undang-undang pemasyarakatan yang mengharapkan masyarakat narapidana yang selama berada di lembaga pemasyarakatan dalam menjalani proses pidana dibina, dibimbing dan diayomi dan setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan narapidana dapat berintegrasi dengan lingkungan masyarakat, dapat menyadari kesalahan, patuh terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku dan tidak mengulangi perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum, hal yang seperti ini sulit untuk dicapai, dikarenakan tidak adanya dukungan atau partisipasi baik dari narapidana itu sendiri, petugas atau pembina di lembaga pemasyarakatan, keluarga dari narapidana yang kurang memberikan perhatian, pemerintah yang tidak peduli dengan kehidupan narapidana di lembaga pemasyarakatan dan masyarakat yang selalu berpikiran atau bersikap apatis. 84 Berdasarkan pendapat P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang yang menyatakan bahwa tujuan dari penempatan seseorang di dalam lembaga pemasyarakatan berupa pemasyarakatan tidak akan pernah dapat dicapai dengan efektif dan efesien, selama masih terdapat perbedaan pandangan diantara para penyidik, jaksa, hakim dan para pelaksanan pemasyarakatan tentang hakikat penempatan seseorang di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Beliau timbulnya kesadaran untuk kembali menjadi warga negara yang baik pada narapidana tidak ditentukan oleh lamanya narapidana ditutup di dalam Lapas, melainkan ditentukan oleh kerja keras para pelaksana pemasyarakatan di dalam lembaga pemasyarakatan dan bantuan dari masyarakat yang mulai menyadari bahwa orang-orang yang ditempatkan di dalam lembaga 84 Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 82 pemasyarakatan perlu disembuhkan dan bukan untuk diberikan semacam penderitaan dan untuk diasingkan dari masyarakat. 85 Saat memberikan keterangan, Hakim Wasmat menyatakan bahwa kunjungan hakim wasmat ke lembaga pemasyarakatan sangat perlu dilakukan. Menurut hasil wawancara dengan hakim wasmat Pengadilan Negeri Kota Langsa, Bapak Ismail selama hakim wasmat mengunjungi lembaga pemasyarakatan tidak ada mengadakan observasi atas keadaan suasana dan kegiatan-kegiatan di dalam tembok lembaga pemasyarakatan apakah pemidanaan tidak menderitakan dan merendahkan harkat dan martabat manusia. akan tetapi, hanya mengadakan wawancara dengan narapidana di aula dengan mewawancarai secara acak berdasarkan klasifikasi tindak pidana yang dilakukan. Beliau juga menuturkan bahwa selama Beliau berkunjung ke lembaga pemasyarakatan ada melakukan wawancara dengan narapidana, baik mengenai proses pembinaan di dalam lembaga, perkelahian antara narapidana, bidang-bidang pelatihan kerja yang dilakukan narapidana dan lain-lain. Wawancara ini dilakukan secara acak salah satu narapidana berdasarkan klasifikasi tindak pidana. Misalnya hakim wasmat mewawancarai narapidana dengan klasifikasi tindak pidana kesusilaan, narkotika, begitu seterusnya. Keberhasilan pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan tidak hanya ditentukan oleh peran pembina atau petugas di lembaga pemasyarakatan, melainkan harus ada dukungan peran dari beberapa faktor diantaranya, dari diri narapidana sendiri, kelompok masyarakat, pemuka agama, pemuka masyarakat, pekerja sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat, Pemerintah, Hakim wasmat. Semua faktor ini harus saling berhubungan dan memberikan perhatian dalam proses pembinaan terhadap narapidana, sehingga terwujud tujuan pembinaan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Pemasyarakatan. Salah satu faktor dalam pembinaan narapidana yaitu Hakim Wasmat di Pengadilan Negeri Kota Langsa. 86 Hasil wawancara dengan hakim wasmat, bahwa salah satu kendala dalam proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan ialah dalam proses 85 P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit, hlm 177. 86 Wawancara dengan Bapak Ismail SH, Hakim Wasmat di Pengadilan Negeri Kota Langsa pada tanggal 04 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 83 pembinaan kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia di Lapas, kurangnya petugas pembina dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan. Beliau juga menambahkan bahwa kendala yang dihadapi selama menjalani tugasnya ialah kurangnya sumber daya manusia di Pengadilan Negeri Kota Langsa dalam mengamati dan mengawasi putusan perkara pidana yang telah berkekuatan hukum tetap dan tidak adanya anggaran yang tersedia bagi Hakim Wasmat dalam menjalankan tugasnya, hal ini dikarenakan di Pengadilan Negeri Kota Langsa hanya 1 satu Hakim Wasmat yang tersedia dalam mengawasi narapidana dalam proses pembinaan di Lapas. 87 Lembaga Pemasyarakatan sebagai salah satu sub sistem peradilan pidana yang berdasarkan sistem outputinput, yang menerima, menampung warga binaan pemasyarakatan untuk dibina, dibimbing dan diayomi selama menjalani masa pidananya dengan tujuan setelah narapidana selesai menjalani masa pidananya Berdasarkan uraian di atas bahwa di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa belum sepenuhnya pembinaan diberikan sesuai dengan apa yang diharapkan UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, karena implementasi di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa narapidana dewasa, anak-anak, narapidana laki-laki dan wanita, narapidana residivis dan bukan residivis, narapidana yang melakukan tindak pidana berat dan tindak pidana ringan, dan orang terpidana dan tahanan masih ditempatkan dalam satu bangunan sedangkan untuk lebih berhasilnya pembinaan narapidana sebaiknya ada bangunan-bangunan khusus sehingga dapat diadakan pemisahan antara narapidana dewasa, anak-anak, narapidana laki-laki dan wanita, narapidana residivis dan bukan residivis, narapidana yang melakukan tindak pidana berat dan tindak pidana ringan dan orang terpidana dan tahanan. 87 Ibid. Universitas Sumatera Utara 84 dapat berintegrasi dengan baik di masyarakat, menyesali perbuatannya, tidak melakukan kembali perbuatan yang melanggar aturan hukum. Berdasarkan hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa tidak demikian halnya dalam memberikan pembinaan terhadap narapidana. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa tidak mudah untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana yang dapat mengembalikan narapidana tersebut untuk menaati aturan-aturan hukum yang berlaku dan tidak melakukan kembali perbuatan tindak pidana, dikarenakan tidak mudah petugas pembina pemasyarakatan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana yang begitu banyak yang terdiri dari latar belakang kehidupan narapidana yang beragam dan klasifikasi kepribadian atau karakter narapidana yang berbeda-beda dan masih banyak dari diri narapidana sendiri yang tidak memiliki kesadaran dalam dirinya untuk mengikuti proses pembinaan di Lapas, dan petugas atau pegawai di Lapas yang tidak sebanding dengan jumlah narapidana di Lapas dan masih banyaknya petugaspegawai di Lapas dengan latar belakang pendidikan yang rendah. Beliau juga menambahkan, bahwa kurangnya interaksi atau komunikasi yang aktif antara narapidana dengan petugas atau pegawai menjadi salah satu indikator dalam penghambat proses pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, ini dikarenakan komunikasilah yang menjadi inti lancarnya suatu hubungan antara kedua belah pihak, yaitu antara narapidana dan petugas pembina pemasyarakatan. Menurut Beliau komunikasi yang aktif antara narapidana dengan petugas atau pegawai akan membawa cakrawala baru bagi kehidupan narapidana, sebab untuk menyampaikan pesan pembinaan, maka harus mampu untuk masuk dalam kerangka pemikiran narapidana, harus mengerti tentang diri narapidana secara utuh. 88 88 Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014. Berdasarkan hasil kuesioner yang dijalankan kepada Narapidana dan anak didik pemasyarakatan anak pidana di lapas, maka dapat dikualifikasikan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 85 Tabel 4. Sampel Setiap Kelompok Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa No Kelompok Jumlah Perbandingan Sampel setiap kelompok 1 Narapidana laki-laki 251 0,92 5,52 2 Narapidana wanita 14 0,05 0,3 3 Anak Didik Pemasyarakatan 6 0,02 0,2 Jumlah 271 6 Berdasarkan tabel 4 di atas, Dari 271 narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, yang mana masing-masing klasifikasi yaitu Narapidana dewasa, narapidana wanita dan anak didik pemasyarakatan anak pidana diberikan masing-masing kuesioner sebanyak 6 enam. Tabel 5. Hasil Kuesioner Kepada Narapidana Wanita No Jenis Pertanyaan Persentase 1 Pembinaan kesadaran agama 84 Baik 2 Pembinaan kesadaran hukum 84 Kurang 3 Pembinaan jasmani 00 Kurang 4 Pembinaan kemampuan intelektual 100 Kurang 5 Bimbingan kerja 100 Kurang 6 Pelayanan kesehatan 67 Baik Universitas Sumatera Utara 86 7 Pembebasan bersyarat 67 Baik 8 Proses asimilasi 84 Kurang 9 Cuti Menjelang Bebas 67 Baik 10 Tingkat Kunjungan Keluarga 84 Baik 11 Tingkat kepedulian masyarakat 100 Kurang 12 Sarana dan prasarana 100 Kurang Berdasarkan Tabel 5 diatas, dari 6 kuesioner yang diberikan kepada 6 Narapidana wanita diantaranya 84 yang menyatakan bahwa pembinaan kesadaran agama baik, pembinaan kesadaran hukum 84 yang menyatakan kurang, pembinaan jasmani 100 yang menyatakan kurang, pembinaan kemampuan intelektual 100 yang menyatakan kurang, bimbingan kerja yang diperoleh 100 yang menyatakan kurang, pelayanan kesehatan 67 yang menyatakan baik, pembebasan bersyarat 67 yang menyatakan baik, proses asmilasi 84 yang menyatakan kurang, cuti menjelang bebas 67 yang menyatakan baik, tingkat kunjungan keluarga 84 baik, tingkat kepedulian masyarakat 100 yang menyatakan kurang, dan sarana prasarana yang tersedia di Lapas 100 yang menyatakan kurang. Universitas Sumatera Utara 87 Tabel 6 Hasil Kuesioner Kepada Narapidana Laki-laki No Jenis Pertanyaan Persentase 1 Pembinaan kesadaran agama 84 Baik 2 Pembinaan kesadaran hukum 84 Kurang 3 Pembinaan jasmani 84 Baik 4 Pembinaan kemampuan intelektual 100 Kurang 5 Bimbingan kerja 84 Kurang 6 Pelayanan kesehatan 84 Baik 7 Pembebasan bersyarat 84 Baik 8 Proses asimilasi 84 Kurang 9 Cuti Menjelang Bebas 84 Baik 10 Tingkat Kunjungan Keluarga 84 Baik 11 Tingkat kepedulian masyarakat 100 Kurang 12 Sarana dan prasarana 100 Kurang Berdasarkan Tabel 6 diatas, dari 6 kuesioner yang diberikan kepada 6 Narapidana dewasa diantaranya 84 yang menyatakan bahwa pembinaan kesadaran agama baik, pembinaan kesadaran hukum 84 yang menyatakan kurang, pembinaan jasmani 84 yang menyatakan baik, pembinaan kemampuan intelektual 100 yang menyatakan kurang, bimbingan kerja yang diperoleh 84 yang menyatakan kurang, pelayanan kesehatan 84 yang menyatakan baik, pembebasan bersyarat 84 yang menyatakan baik, proses asmilasi 84 yang menyatakan kurang, cuti menjelang bebas 84 yang menyatakan baik, tingkat kunjungan keluarga 84 baik, tingkat kepedulian masyarakat 100 yang Universitas Sumatera Utara 88 menyatakan kurang, dan sarana prasarana yang tersedia di Lapas 100 yang menyatakan kurang. Tabel 7. Hasil Kuesioner Kepada Anak Didik Pemasyarakatan No Jenis Pertanyaan Persentase 1 Pembinaan kesadaran agama 100 Baik 2 Pembinaan kesadaran hukum 84 Kurang 3 Pembinaan jasmani 84 Baik 4 Pembinaan kemampuan intelektual 100 Kurang 5 Bimbingan kerja 100 Kurang 6 Pelayanan kesehatan 50 Baik 7 Pembebasan bersyarat 67 Kurang 8 Proses asimilasi 84 Kurang 9 Cuti Menjelang Bebas 67 Kurang 10 Tingkat Kunjungan Keluarga 84 Kurang 11 Tingkat kepedulian masyarakat 100 Kurang 12 Sarana dan prasarana 100 Kurang Berdasarkan Tabel 7 diatas, dari 6 kuesioner yang diberikan kepada 6 Narapidana anak didik pemasyarakatan Anak Pidana diantaranya 100 yang menyatakan bahwa pembinaan kesadaran agama baik, pembinaan kesadaran hukum 84 yang menyatakan kurang, pembinaan jasmani 84 yang menyatakan baik, pembinaan kemampuan intelektual 100 yang menyatakan kurang, bimbingan kerja yang diperoleh 100 yang menyatakan kurang, pelayanan kesehatan 50 yang menyatakan baik, pembebasan bersyarat 67 yang menyatakan kurang, proses asmilasi 100 yang menyatakan kurang, cuti Universitas Sumatera Utara 89 menjelang bebas 67 yang menyatakan kurang, tingkat kunjungan keluarga 84 kurang, tingkat kepedulian masyarakat 100 yang menyatakan kurang, dan sarana prasarana yang tersedia di Lapas 100 yang menyatakan kurang. Hasil wawancara yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa, narapidana menyatakan pendapatnya bahwa selama menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan hak-hak dari narapidana belum dapat diberikan dengan sewajarnya dan narapidana tersebut mengeluhkan mengenai kurang lancarnya berjalan proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan, seperti proses bimbingan kerja yang tidak berjalan secara lancar dan dalam proses pembinaan narapidana di Lapas tersebut masih adanya terjadi peredaran gelap Narkotika, minimnya kamar atau ruangan yang tersedia bagi narapidana, dan masih minimnya sarana dan prasarana yang menunjang proses pembinaan di dalam Lapas. Narapidana tersebut juga menambahkan mengenai banyaknya terjadi pungutan liar di dalam Lembaga Pemasyarakatan untuk melancarkan atau memuluskan kegiatan narapidana yang melanggar aturan disiplin di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa. 89 Pendapat atau pernyataan narapidana lain yang menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan yang menyatakan bahwa proses pembinaan yang diterapkan di lapas sudah berdasarkan prosedur atau aturan hukum yang berlaku, hanya saja dalam pelaksanaannya tidak berjalan dengan baik dikarenakan banyaknya narapidana yang tidak memiliki kesadaran diri untuk mengikuti proses pembinaan di Lapas, sehingga ketika proses pembinaan dijadwalkan narapidana lebih banyak memilih berdiam diri di dalam kamarnya, proses pembinaan yang tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai dan kurangnya tenaga pembina dalam membimbing dan mengarahkan narapidana dan petugas pembina yang kurang terampil dalam melakukan pendekatan atau pembinaan terhadap narapidana, kurang terampil dalam menciptakan inovasi atau keterampilan yang baru, narapidana tersebut juga mengeluhkan mengenai bangunan lembaga pemasyarakatan yang sempit atau tidak sebanding dengan jumlah atau kapasitas narapidana yang melebihi kapasitas, mengenai keluarga dan masyarakat luar yang kurang memberikan perhatian terhadap kehidupan narapidana di balik tembok lembaga 89 Wawancara dengan Bapak Safri Hamdani Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana pencurian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 03 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 90 pemasyarakatan, sehingga narapidana memiliki pikiran bahwa percuma saja menjalani proses pembinaan di Lapas. 90 Berdasarkan pendapat narapidana lain yang menyatakan bahwa selama menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan praktek suap antara narapidana dengan petugas keamanan dan Tamping yang ada di Lembaga Pemasyarakatan merupakan suatu hal yang tidak asing terjadi di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa, yaitu adanya pungutan liar yang dilakukan petugas keamanan dan Tamping dalam hal bertambahnya jam berkunjung dari pihak keluarga atau kerabat narapidana yang melakukan kunjungan, dan narapidana tersebut juga mengeluhkan mengenai hak narapidana untuk mendapatkan asimilasi ketika telah memenuhi persyaratan yang berlaku tidak berjalan dengan baik di Lapas karena belum pro aktifnya masyarakat luar untuk mendukung pelaksanaan asimilasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan narapidana tersebut yang menyatakan bahwa dengan diterapkannya asimilasi secara maksimal, maka narapidana dapat dengan mudah berinteraksi atau beritegrasi kembali di tengah-tengah masyarakat dan dapat mendayagunakan tenaga atau pikiran kreatifitasnya untuk bekerja di luar lembaga pemasyarakatan. 91 Pendapat Narapidana lain yang mengeluhkan mengenai rendahnya gizi makanan dan sulitnya memperoleh air minum yang diterima narapidana di lembaga pemasyarakatan dan sewaktu narapidana menderita sakit di dalam Lapas, narapidana tidak pernah mendapatkan makanan tambahan. Narapidana tersebut juga mengeluhkan mengenai adanya pungutan atau pemerasan uang yang dilakukan sesama narapidana di dalam kamar, mengenai budaya yang keras di dalam lembaga pemasyarakatan, seperti narapidana yang mengucapkan perkataan yang tidak sewajarnya, narapidana yang lebih tua memaksa narapidana yang lain untuk memijat dirinya, penyaluran hasrat biologis yang tidak sewajarnya. 92 Narapidana lain memberikan pendapatnya bahwa dengan berkurangnya hak kebebasan mereka selama berada di Lapas itu merupakan salah satu penderitaan yang dialami narapidana karena jarang bertemu dengan sanak keluarga dan kerabat dari narapidana ditambah lagi dengan maraknya pungutan liar yang dilakukan oleh petugas keamanan dan petugas pembina yang kurang interaktif dalam menjalin interaksi atau komunikasi dengan narapidana merupakan suatu hal yang menderitakan 90 Wawancara dengan Bapak Sanggul Brata Simorangkir Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 04 maret 2014. 91 Wawancara dengan Bapak Wanka Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana pembunuhan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 04 Maret 2014. 92 Wawancara dengan Bapak Muhammad Yusuf Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 04 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 91 narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan. Narapidana tersebut juga menyatakan bahwa kurang berjalan secara lancar proses pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan selama di Lapas. Hanya pembinaan di bidang kegamaan dan pembinaan di bidang jasmani yang berjalan dengan lancar di Lapas, selain itu, proses bimbingan kerja yang jarang diterima narapidana di Lapas. 93 Narapidana yang lain mengeluhkan mengenai kesehatan yang rendah di lembaga pemasyarakatan dan hal ini pun tidak didukung dengan gizi makanan yang kurang memadai dan sulitnya mendapatkan air minum di lembaga pemasyarakatan dan sarana prasarana kesehatan yang kurang baik di dalam lembaga pemasyarakatan, dikarenakan klinik jarang melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap warga binaan Narapidana. Narapidana tersebut juga menambahkan untuk mempermudah mendapatkan salah satu hak, yaitu hak Pembebasan Bersyarat ia harus mengeluarkan sejumlah uang yang bertujuan untuk memperlancar prosedur administrasi pembebasan bersyarat. 94 Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana Narkotika menyatakan selama dirinya menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan bahwa pembinaan yang diberikan tidak membawa pengaruh yang berarti dikarenakan masih adanya terjadi peredaran gelap narkotika di dalam lapas, sehingga narapidana dapat menggunakan narkotika, narapidana mengeluhkan mengenai narapidana yang sering melakukan pertengkaran di dalam kamar, mengeluhkan mengenai petugas pembina pemasyarakatan yang kurang menjalin komunikasi atau interaksi yang aktif antara narapidana. Narapidana tersebut menyatakan bahwa sebaiknya pembinaan yang diberikan kepada narapidana dengan klasifikasi tindak pidana Narkotika diberikan pengobatan supaya narapidana dapat menghilangkan kecanduan terhadap obat-obatan terlarang. 95 Hasil wawancara dengan salah satu anak didik pemasyarakatan yang telah menjalani masa pidananya selama 1 tahun 2 bulan yang menyatakan adanya suatu sistem di dalam kamar, yaitu adanya pengutipan uang kas bulanan yaitu sebesar Rp 10.000,00 sepuluh ribu rupiah yang mana uang kas dipegang oleh satu Bendahara dan uang kas tersebut digunakan untuk keperluan atau kebutuhan kamar atau untuk membeli makanan tambahan bagi anak didik pemasyarakatan. Anak didik pemasyarakatan tersebut mengeluhkan mengenai pihak keluarganya yang jarang berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan. 93 Wawancara dengan Bapak Angga Rizky Syahputra Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 04 Maret 2014. 94 Wawancara dengan Bapak Suratman Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 04 Maret 2014. 95 Wawancara dengan Bapak Muhhamad Nazir Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 04 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 92 Berdasarkan hasil wawancara yang menyatakan bahwa anak tersebut lebih membutuhkan kasih sayang, perhatian atau dukungan dari keluarga dalam proses pembinaan yang berlangsung di lembaga pemasyarakatan. 96 Hasil wawancara dengan salah satu anak didik pemasyarakatan yang menyatakan bahwa selama kasusnya berlangsung dari tingkat penyidikan hingga divonis oleh Pengadilan Negeri Kota Langsa pihak keluarga sangat jarang sekali melakukan kunjungan terhadap anak didik tersebut, tidak adanya pembinaan pendidikan intelektual yang berjalan di lembaga pemasyarakatan, anak didik pemasyarakatan jarang menerima pembinaan keterampilan atau bimbingan kerja selama di lembaga pemasyarakatan, sulitnya bagi anak didik pemasyarakatan untuk mendapatkan air minum, bagi anak didik pemasyarakatan yang dalam keadaan sakit tidak ada diberikan makanan tambahan. 97 Hasil wawancara dengan salah satu narapidana wanita yang mengeluhkan mengenai sulitnya mendapatkan air minum di lembaga pemasyarakatan, bahkan untuk mendapatkan air minum mereka harus mengumpulkan uang untuk membeli air minum, tidak adanya diberikan makanan tambahan terhadap narapidana yang sakit, tidak adanya makanan tambahan yang diberikan kepada narapidana ketika mereka berpuasa, kurangnya bimbingan kerja yang dijalani di lembaga pemasyarakatan karena kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia dan dalam membuat keterampilan-keterampilan mereka harus mengumpulkan dana untuk memperlengkapi bahan atau alat-alat yang dibutuhkan, sementara narapidana wanita kekurangan dana untuk mencukupi kebutuhan tersebut. 98 Berdasarkan pendapat narapidana wanita di atas, narapidana wanita yang lain mengemukakan pendapatnya selama menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana wanita yang sedang menyusui anaknya menyatakan bahwa ketika narapidana wanita tersebut masuk ke lembaga pemasyarakatan dirinya tidak diberikan makanan tambahan. Kurang berjalan lancar proses pembinaan kepada narapidana wanita, seperti pembinaan di bidang jasmani dan bimbingan kerja. 99 Narapidana wanita lain mengeluhkan mengenai bahwa tidak efektifnya narapidana dengan klasifikasi tindak pidana yang berbeda-beda disatukan dalam satu kamar dikarenakan sering terjadinya pertengkaran sesama 96 Wawancara dengan salah satu Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada Tanggal 04 Maret 2014. 97 Wawancara dengan salah satu Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 04 Maret 2014. 98 Wawancara dengan Ibu Zuliana Narapidana Wanita dengan Klasifikasi Tindak Pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 05 Maret 2014. 99 Wawancara dengan Ibu Eliza Narapidana Wanita dengan Klasifikasi Tindak Pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 05 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 93 narapidana dalam satu kamar dan narapidana yang satu dengan yang lain dapat berdiskusi atau membahas mengenai tindak pidana yang pernah dilakukannya dan narapidana tersebut juga mengeluhkan mengenai rendahnya gizi makanan serta buruknya sanitasi dalam lingkungan lembaga pemasyarakatan, kurangnya masyarakat luar yang melakukan kunjungan ke dalam lembaga pemasyarakatan karena sebenarnya narapidana juga membutuhkan hiburan-hiburan yang datang dari masyarakat luar, kurangnya perhatian pemerintah atau masyarakat luar yang memberikan donasi atau bantuan dalam proses pelaksanaan bimbingan kerja, sehingga dengan kekurangan alat-alat keterampilan membuat bimbingan keterampilan dan bimbingan kerja tidak berjalan dengan lancar. 100 Berdasarkan pendapat warga binaan pemasyarakatan di atas, mantan narapidana juga mengemukakan pendapatnya mengenai proses pembinaan yang dijalani selama masa pidana di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa, diantaranya menyatakan bahwa selama dirinya menjalani proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa ada hal positif maupun negatif yang diterima selama di lembaga pemasyarakatan. Berdasarkan pembinaan kesadaran beragama yang dijalani di Lapas membawa pengaruh postif bagi dirinya dikarenakan dengan pembinaan agama membuat narapidana tersebut menjadi rajin sholat, dapat menyadari bahwa perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan yang salah. Berdasarkan proses pembinaan selama di Lapas hal negatif diantaranya masih adanya terjadi peredaran gelap narkotika atau narapidana di dalam lembaga masih dapat menggunakan narkotika, dan masih banyak narapidana dan petugas atau pegawai pemasyarakatan yang melanggar aturan disiplin yang berlaku di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, seharusnya narapidana dan petugas atau pegawai pemasyarakatan di Lapas saling berhubungan dalam membangun konsep pemasyarakatan yang dicita-citakan oleh Undang-Undang Pemasyarakatan. 101 Pendapat mantan narapidana yang lain juga menyatakan bahwa selama dirinya menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan bahwa proses pembinaan kepribadian yang dilakukan di Lapas membawa pengaruh positif terhadap dirinya, diantaranya pembinaan keagamaan dan bimbingan keterampilan atau bimbingan kerja yang terlaksana dengan baik di lembaga pemasyarakatan. Pembinaan keagamaan membawa pengaruh yang positif dalam dirinya, diantaranya dapat membuat dirinya menjadi lebih dekat dengan Tuhan yang Maha Esa. Pembinaan keterampilan atau bimbingan kerja dapat membuat dirinya memiliki 100 Wawancara dengan Ibu Jutiati Shaleh Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana Penggelapan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 05 Maret 2014. 101 Wawancara dengan Bapak Ahmad mantan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 06 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 94 bekal keterampilan. Berdasarkan proses pembinaan selama di Lapas hal negatif, diantaranya terjadinya kesenjangan bagi narapidana yang memiliki golongan ekonomi lemah dikarenakan untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan hak-hak masing-masing narapidana harus mengelurakan sejumlah dana untuk memperlancar proses birokrasi. 102 Pendapat mantan narapidana wanita yang menyatakan bahwa selama menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan kurangnya pembinaan yang diberikan kepada narapidana wanita, yaitu pembinaan jasmani tidak berjalan, seperti tidak adanya senam dan olahraga, pembinaan keterampilan yang tidak berjalan, dikarenakan dalam melaksanakan pembinaan keterampilan ini narapidana wanita harus mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli perlengkapan alat-alat untuk membuat keterampilan sehingga dengan hal ini membuat narapidana wanita lebih banyak yang menghabiskan waktunya dengan berdiam diri dalam kamar maupun di luar kamarnya dan kurangnya petugas pembina wanita yang melakukan pembinaan atau yang melakukan pendekatan terhadap narapidana wanita dan petugas pembina kurang ahli dalam menciptakan kreatifitas. Mengenai proses pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan, seperti Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas mantan narapidana wanita mengeluhkan mengenai prosedur administratif yang lambat dan harus mengeluarkan sejumlah dana untuk mengurus hak Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas tersebut. Masih adanya terjadi perederan gelap Narkotika di dalam Lapas, dan dari hal ini narapidana tersebut berpendapat bahwa harusnya petugas keamanan bekerja dengan baik atau berintegritas dalam melakukan pekerjaan penjagaan di dalam Lapas atau bertindak dengan tegas bagi pihak-pihak yang melakukan kunjungan ke dalam Lapas yang membawa barang-barang yang terlarang atau barang-barang yang berdasarkan peraturan disiplin yang berlaku di Lapas dilarang untuk dibawa ke dalam Lapas. Selama proses pembinaan yang berlangsung bahwa tidak adanya perbedaan proses pembinaan terhadap narapidana dengan klasifikasi tindak pidana yang berbeda. Harusnya di dalam Lapas ada pembinaan terhadap narapidana dengan klasifikasi tindak pidana Narkotika diberikan pengobatan supaya narapidana dapat dengan mudah untuk menghilangkan kecanduan terhadap obat-obat terlarang tersebut. 103 Mantan narapidana lain juga menyatakan selama dirinya menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan bahwa proses pembinaan yang diterapkan di Lapas sudah cukup baik, dan pembinaan kesadaran agama dan pembinaan jasmani membawa pengaruh yang positif bagi dirinya, 102 Wawancara dengan Bapak Indra mantan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 06 Maret 2014. 103 Wawancara dengan Ibu Intan mantan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 06 maret 2014. Universitas Sumatera Utara 95 karena dengan adanya pembinaan yang seperti itu narapidana dapat dengan lebih mudah memanfaatkan waktu dengan mengikuti proses pembinaan dan tidak hanya mengurung diri di dalam kamar. Selama proses pembinaan di Lapas yang menjadi kekurangan ialah kekurangan tenaga ahli dalam membimbing narapidana dalam proses bimbingan kerja, sehingga petugas pembina memanfaatkan narapidana yang memiliki keahlian untuk mengarahkan atau membimbing narapidana yang lain dalam melakukan keterampilan dan bimbingan kerja. Berdasarkan hal tersebut, maka bimbingan kerja yang diterapkan di Lapas tidak berjalan dengan baik dan lancar dan proses bimbingan kerja yang diterapkan di Lapas tidak mengikuti perkembangan dengan masyarakat luar artinya bimbingan kerja yang dilakukan di Lapas tidak dapat diimplementasikan di tengah-tengah masyarakat. 104 Mantan Narapidana lain menyatakan bahwa pembinaan kesadaran hukum yang dijalani di lembaga pemasyarakatan kurang berpengaruh kepada dirinya, hal ini dikarenakan narapidana tersebut melihat masih banyak terjadi praktek penyuapan antara Narapidana dan Petugas Pemasyarakatan. Menurut mantan narapidana tersebut bahwa Petugas Pemasyarakatan selaku perpanjangan tangan Pemerintah dalam melakukan pembinaan di dalam Lapas saja banyak yang melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku. Salah satu pembinaan kesadaran hukum ialah adanya kunjungan Badan Narkotika Nasional BNN Kota Langsa dalam memberikan penyuluhan hukum ke dalam lembaga pemasyarakatan tidak membawa pengaruh yang berarti jika tidak diseimbangkan dengan alternatif proses pengobatan bagi pecandu Narkotika. Mantan Narapidana tersebut memberikan pendapat bahwa harusnya Pemerintah Daerah menyedikan tempat pekerjaan bagi mantan narapidana atau menjalin kerjasama dengan perusahaan sehingga ketika narapidana selesai menjalani masa pidana, mantan narapidana dapat berkreasi di tempat pekerjaan tersebut 105 Mantan narapidana lain mengeluhkan adanya pungutan liar yang dilakukan oleh petugas keamanan, seperti jika bertambahnya jam berkunjung, maka narapidana harus memberikan sejumlah uang kepada petugas keamanan di Lapas, seringnya terjadi pertengkaran yang dilakukan sesama narapidana di dalam kamar, proses asmilasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. harusnya asimilasi ini diterapkan secara efektif karena asimilasi ini merupakan hak setiap warga binaan pemasyarakatan dan dapat membawa pengaruh yang positif bagi narapidana dan dengan asimilasi ini narapidana dapat dengan mudah mengembangkan minat atau kemauannya dan narapidana dapat dengan 104 Wawancara dengan Bapak Abdullah mantan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 07 Maret 2014. 105 Wawancara dengan Bapak Yasin mantan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 07 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 96 lebih mudah berinteraksi atau mengintegrasikan dirinya di lingkungan masyarakat setelah selesai menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan. 106 Mantan narapidana lain yang mengeluhkan mengenai hak untuk mendapatkan minuman di lembaga pemasyarakatan sangatlah sulit, hal ini dikarenakan narapidana terlebih dahulu harus mengumpulkan uang untuk membeli air minum dari luar lembaga pemasyarakatan dan ketika dirinya sakit tidak pernah mendapatkan makanan tambahan dari lembaga pemasyarakatan dan narapidana tersebut menyatakan bahwa tidak efektifnya narapidana dengan klasifikasi tindak pidana yang berbeda disatukan dalam satu kamar hal ini membawa pengaruh yang negatif dalam proses pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan dikarenakan terjadinya prisonisasi, yaitu suatu proses budaya belajar atau meniru narapidana yang lain di dalam lembaga pemasyarakatan. Mengenai banyaknya narapidana di Lapas yang tidak antusias dalam mengikuti proses pembinaan di Lapas dikarenakan pembinaan yang diterapkan di Lapas hanya itu-itu saja yang diberikan dan pembinaan yang diterapkan tidak membawa pengaruh yang berarti di dalam dirinya dan ia menilai bahwa pembinaan yang diterapkan di Lapas tidak berarti jika tidak ada kerja sama yang berjalan dengan pihak atau komponen yang lainnya, seperti petugas atau pegawai pemasyarakatan, pemerintah, keluarga dan masyarakat. komponen-komponen inilah yang belum mendukung terlaksananya proses pembinaan yang diterapkan di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa. 107 Pendapat atau pernyataan mantan narapidana yang menyatakan selama dirinya menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan, bahwa pembinaan kesadaran beragama, pembinaan kesadaran hukum dan pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan, seperti pembebasan bersyarat membawa pengaruh yang positif bagi narapidana. Pembinaan keagamaan diantaranya membuat narapidana menjadi rajin sholat, dapat menyadari akan perbuatan yang dilakukan. Pembinaan kesadaran hukum diantaranya narapidana dapat mengetahui aturan-aturan hukum yang berlaku, mengetahui konsekuensi dari pelanggaran hukum yang terjadi. Pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan dengan adanya pembinaan ini, maka narapidana dapat lebih awal kembali ke lingkungan masyarakat sebelum habis masa pidananya. Selama proses pembinaan di Lapas hal negatif diantaranya tidak efektifnya pidana penjara di lembaga pemasyarakatan dikarenakan masih adanya terjadi penyalahgunaan wewenang baik yang dilakukan narapidana maupun petugas pemasyarakatan, dan mengenai hak narapidana untuk mendapatkan 106 Wawancara dengan Bapak Sofyan Mantan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 07Maret 2014. 107 Wawancara dengan Bapak Budi Mantan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 08 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 97 pembebasan bersyarat, maka narapidana mengeluarkan sejumlah dana untuk memperlancar proses birokrasi dan lambatnya keputusan pembebasan bersyarat diterima oleh narapidana. 108 Selain pendapat mantan narapidana yang mengemukakan mengenai proses pembinaan selama menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan, masyarakat juga mengemukakan pendapatnya mengenai kehadiran mantan narapidana di tengah-tengah kehidupan masyarakat, diantaranya pendapat masyarakat yang berdomisili di kampung geudubang jawa yang menyatakan bahwa narapidana atau pelaku tindak pidana yang telah selesai menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa tetap melakukan perbuatan tindak pidana atau dengan kata lain tidak ada perubahan dalam diri pelaku narapidana tersebut setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan. masyarakat menilai bahwa perilaku mantan narapidana dengan klasifikasi tindak pidana narkotika tetap melakukan perbuatan yang bertentangan tersebut. 109 Pendapat masyarakat lain, warga masyarakat yang berdomisili di Kampung tualang tengoh yang menyatakan bahwa narapidana atau pelaku tindak pidana dengan klasifikasi tindak pidana narkotika yang selesai menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa tetap melakukan perbuatan tindak pidana atau dengan kata lain tidak ada perubahan dalam diri pelaku narapidana tersebut setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Masyarakat melihat mantan narapidana tersebut kembali melakukan perbuatan yang bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku dengan melakukan perbuatan tindak pidana yang lain. 110 Pendapat warga masyarakat yang berdomisili di Kampung Karang Anyar yang memberikan penilaian terhadap seseorang yang telah selesai menjalani masa pidana dari Lembaga Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa seseorang tersebut canggung untuk bersosialisasi atau berinteraksi kembali di tengah-tengah masyarakat, masyarakat tersebut memberikan penilaian yang demikian, dikarenakan mantan narapidana tersebut jarang untuk mengikuti kegiatan-kegiatan di lingkungan masyarakat. 111 Pendapat warga masyarakat yang berdomisili di kampung Paya Bujuk Tunong yang menilai bahwa narapidana yang telah selesai menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan tidak membawa pengaruh yang 108 Wawancara dengan Ibu Nurhayati Mantan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 08 Maret 2014. 109 Wawancara dengan warga masyarakat di kampung Geudubang Jawa Kota Langsa pada tanggal 08 Maret 2014. 110 Wawancara dengan warga masyarakat di kampung tualang tengoh Kota Langsa pada tanggal 08 Maret 2014. 111 Wawancara dengan warga masyarakat di kampung karang anyar Kota Langsa pada tanggal 08 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 98 berarti dalam masyarakat, diantaranya narapidana tersebut sulit berinteraksi atau berintegrasi kembali di tengah-tengah masyarakat, seperti narapidana tersebut tidak pernah mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan di kampung tersebut. 112 E. Sarana dan Prasarana dalam Menunjang Pembinaan yang Dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa Sarana dan prasarana yang tersedia di Lembaga Pemasyarakatan sangat menunjang dalam proses pembinaan narapidana karena sarana dan prasarana yang tersedia digunakan narapidana dalam aktifitas narapidana di Lapas. Sarana dan prasarana yang dimaksud antara lain : 113 1. Sarana dan prasarana pembinaan agama Sarana dan prasarana pembinaan agama yang tersedia di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa ialah Mesjid dengan ukuran 23mx26m dengan kapasitas 150 orang, kebersihannya terjaga, peralatan mesjid lengkap. Mesjid merupakan tempat ibadah bagi umat islam, sehingga sudah menjadi kewajiban Lembaga Pemasyarakatan agar mempunyai sarana dan prasarana bagi narapidana beragama islam yang ingin beribadah. Mesjid yang letaknya di dalam lembaga pemasyarakatan ini, merupakan tempat pembinaan agama bagi narapidana yang beragama islam, yang dilaksanakan dalam bentuk sholat berjama’ah, ceramah keagamaan, istiqosah, membaca surat yasin, melakukan pengajian bersama. 112 Hasil Wawancara dengan warga masyarakat di kampung paya bujuk tunong Kota Langsa pada tanggal 08 Maret 2014. 113 Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 09 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 99 2. Sarana dan prasarana pembinaan olahraga Untuk menunjang berlangsungnya kegiatan pembinaan olahraga, maka diperlukan sarana dan prasarana olahraga. Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa tersedia lapangan yang berukuran 20mx50m yang mana lapangan ini dipergunakan untuk badminton, volley ball, sepak bola, tenis meja. Berdasarkan pengamatan di lembaga pemasyarakatan tersebut para narapidana hampir setiap harinya mempergunakan lapangan. Narapidana juga mengadakan pertandingan olahraga yang dilakukan antara sesama narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan di bidang olahraga ini sangat penting, dikarenakan narapidana dapat mempergunakan waktu luangnya dengan melakukan kegiatan yang berguna dan bermanfaat yaitu untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. 3. Sarana dan prasarana pembinaan kesehatan Berdasarkan Pasal 14 Ayat 1 PP No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak dan pada setiap Lapas disediakan Poliklinik beserta fasilitasnya dan disediakan sekurang-kurangnya seorang dokter dan seorang tenaga kesehatan lainnya. Usaha Lembaga Pemasyarakatan untuk menjaga kesehatan narapidana dengan menyediakan klinik di Lembaga Pemasyarakatan yang mana di klinik tersebut tersedia 1 satu perawat yang bisa melayani narapidana hanya sampai Pukul 17.00 Wib. Klinik di dalam Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat perawatan bagi narapidana yang sedang sakit. Universitas Sumatera Utara 100 Tetapi, apabila ada narapidana yang sakit parah dan klinik di dalam lembaga pemasyarakatan sudah tidak sanggup lagi mengobati narapidana tersebut, yang dikarenakan keterbatasan peralatan medis, maka narapidana tersebut akan dibawa ke Rumah Sakit Umum Kota Langsa. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa yang menyatakan bahwa kendala dalam perawatan kesehatan ialah kurang tersedianya tenaga medis dan peralatan medis dalam menangani narapidana. 114 Berdasarkan Pasal 19 Ayat 1 PP No. 32 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap Narapidana berhak mendapatkan makanan dan minuman yang sesuai dengan jumlah kalori yang memenuhi syarat kesehatan. Hal ini tidak selaras dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narapidana yang menyatakan atau mengeluhkan mengenai kurangnya gizi makanan yang diperoleh selama berada di dalam lembaga pemasyarakatan dan sulitnya memperoleh air minum. Berdasarkan hasil wawancara tersebut banyak narapidana yang setelah makan tidak dapat minum dikarenakan sangat sulit untuk memperoleh minuman di dalam lembaga tersebut. 115 4. Sarana dan prasarana pembinaan pendidikan intelektual Lembaga Pemasyarakatan dalam memberikan pembinaan pendidikan kepada narapidana dan anak didik pemasyarakatan hanya pembinaan pendidikan non formal, seperti ruang perpustakaan yang menyediakan buku, koran dan 114 Wawancara dengan Muhammad Yusuf Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 09 Maret 2014. 115 Wawancara dengan Ibu Zuliana dengan klasifikasi tindak pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 09 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 101 majalah yang dapat dipergunakan narapidana dan anak didik pemasyarakatan untuk menambah wawasan pengetahuan dan perkembangan yang terjadi di luar Lapas. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narapidana yang menyatakan bahwa masih minimnya buku, koran dan majalah yang tersedia di ruang perpustakaan di Lapas tersebut dan masih rendahnya minat membaca dari para narapidana. 116 5. Sarana dan prasarana pembinaan keterampilan Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa pembinaan pendidikan formal tidak dapat diberikan kepada narapidana dikarenakan kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia di Lapas yang menunjang proses pendidikan formal. Sarana dan prasarana pembinaan keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan yaitu dengan sudah tersedianya alat-alat seperti : mesin jahit, mesin obras, ruang dapur, peralatan masak, ruang kerja beserta peralatan kerja seperti mesin gergaji, dan bahan baku seperti kayu untuk pembuatan lemari, meja, kursi, kurungan burung, asbak, tempat tisu, tempat perhiasan, kain dan benang untuk menjahit dan obras. 6. Sarana dan prasarana pembinaan sosialisasi Sarana dan prasarana pembinaan sosialisasi di lembaga pemasyarakatan yaitu dengan sudah tersedianya ruang kunjungan. Ruang kunjungan sebagai tempat narapidana atau tahanan untuk menerima atau kunjungan dari keluarga, saudara, teman. Sedangkan pertemuan apabila ada kunjungan dari instansi 116 Wawancara dengan Bapak Wenda Setiawan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 09 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 102 pemerintah atau instansi swasta untuk mengadakan dialog diadakan di ruang kantor lembaga pemasyarakatan

F. Peraturan Disiplin yang Berlaku di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa