HAMBATAN YANG DIHADAPI LEMBAGA

104

BAB III HAMBATAN YANG DIHADAPI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KELAS II B KOTA LANGSA DALAM MEMBERIKAN PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA Dalam pelaksanaan pola pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat, yaitu : 118 1. Sarana fisik lembaga pemasyarakatan dewasa ini merupakan salah satu hambatan dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Bangunan tersebut merupakan peninggalan kolonial Belanda. Lembaga Pemasyarakatan yang tidak sesuai dengan jumlah narapidana yang mana jumlah kapasitas di Lapas tersebut 145, sedangkan pada saat penelitiaan tepatnya awal Maret 2014 jumlah narapidana yang menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa sudah mencapai 271 orang. Dengan demikian kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa sudah melebihi kapasitas overcapacity. Dalam lembaga tersebut hanya memiliki 1 blok yang berisi 20 kamar dengan ukuran kamar yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narapidana yang menyatakan bahwa karena dalam kamar tersebut sudah melebihi daya tampung, maka ada beberapa narapidana yang tidur di luar kamar, seperti di Mesjid Lembaga Pemasyarakatan 119 2. Kekurangan petugas dalam upaya melakukan pembinaan dan tidak adanya pembina yang khusus dalam menangani pembinaan terhadap narapidana laki-laki, narapidana wanita maupun anak didik pemasyarakatan Anak Pidana, karena dalam proses pembinaan terhadap klasifikasi narapidana tersebut harus dibedakan, karena kebutuhan atau keinginan dari masing-masing narapidana berbeda. 3. Kurangnya tenaga profesional seperti tenaga ahli di bidang psikologi, tenaga kesehatan, pengajar dan pelatih keterampilan bagi narapidana dan tidak ada pelatihan khusus mengenai pelaksanaan proses pembinaan serta kurangnya pemahaman petugas pemasyarakatan akan arti pentingnya 10 sepuluh prinsip pemasyarakatan dalam pelaksanaan tugas, sehingga tugas perwalian kurang berjalan secara efektif. 4. Di lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa kekurangan petugas keamanan dalam menjaga keamanan dan ketertiban Lapas. 118 Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 10 Maret 2014. 119 Wawancara dengan Bapak Bapak Angga Rizky Syahputra Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 10 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 105 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Zulkifli yang menyatakan bahwa jumlah petugas keamanan yang tersedia di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa hanya 20 petugas kemanan yang mana 5 diantaranya bertugas melakukan penjagaan keamanan dan ketertiban setiap harinya secara bergiliran. Petugas keamanan juga mengalami kendala dimana minimnya peralatan pengamanan, yaitu petugas keamanan tidak dilengkapi alat-alat untuk mendeteksi alat atau bahan yang berbahaya atau yang dilarang untuk dibawa masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan oleh narapidana maupun pengunjung yang melakukan kunjungan ke lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa. Keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan harus tetap diciptakan, agar proses pembinaan dapat berjalan dengan baik. Karena, keamanan dan ketertiban merupakan salah satu indikator yang mendukung dalam proses pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan. 120 5. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa mengalami hambatan dalam hal Pendidikan petugas atau pegawai pemasyarakatan, yaitu jumlah petugas atau pegawai di Lapas banyak yang berlatar belakang pendidikan Sekolah Menengah Atas SMA. Ini merupakan salah satu gambaran yang menunjukkan hambatan dalam proses pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. 121 Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narapidana di Lapas yang menyatakan bahwa kurangnya komunikasi yang aktif antara narapidana dan petugas atau pegawai di Lapas merupakan salah satu hambatan pembinaan, karena banyak petugas atau pegawai yang tidak memahami situasi dan kondisi dari dalam diri narapidana tersebut. 122 120 Wawancara dengan Bapak Zulkifli SH, Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa Pada Tanggal 10 Maret 2014. 121 Wawancara dengan Bapak Erry Taruna, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 10 Maret 2014. 122 Wawancara dengan Bapak Safri Hamdani Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana pencurian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 10 Maret 2014. Sebagaimana yang dikutip dari Buku Karangan C.I. Harsono, yang menyatakan bahwa pembina harus mampu menciptakan rasa aman dalam komunikasi, sehingga komunikasi aktif dan efektif dapat terwujud. Komunikasi aktif dan efektif, akan sangat berguna dalam pengembangan sumber daya manusia. Komunikasi aktif akan membuat manusia menjadi pendengar yang baik, yang dengan mudah akan tahu apa yang dibicarakan, suara hati, emosi, perasaan, situasi kejiwaan, dan dengan mudah seseorang akan berada di bawah pengaruhnya. Jika manusia sudah dapat dipengaruhi, maka kunci sukses berada di tangannya, karena dengan kemampuan komunikasi aktif, manusia dapat mempengaruhi teman bicaranya. Kunci komunikasi aktif harus diterapkan dalam Universitas Sumatera Utara 106 pembinaan narapidana. Dalam fase saling ketergantungan antara pembina yang ingin melakukan pembinaan dan narapidana yang ingin mengeluarkan perasaan hatinya. 123 6. Tidak ada kemampuan pemimpin dalam mendorong motivasi kerja bawahan, kurangnya pemahaman petugas terhadap peraturan- peraturan tentang tata cara pelaksanaan hak warga binaan, sikap acuh wali pemasyarakatan, pembebanan biaya proses pengusulan kepada narapidana, rasa putus asa dari narapidana, narapidana yang melakukan pelanggaran peraturan disiplin yang berlaku di Lapas, dan bila melihat ketentuan yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, masalah narapidana wanita tidak ada pengaturannya. Karena yang disebutkan hanya narapidana tidak dibedakan antara narapidana laki-laki dan narapidana wanita, ini berarti telah terjadi kekosongan norma, sehingga ke depan hal ini perlu mendapat pengaturan norma antara narapidana laki-laki dan wanita tidak bisa diperlakukan sama, mengingat perbedaan fisik dan psikologis laki-laki dan wanita. 7. Kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia di lembaga pemasyarakatan dalam melakukan proses pembinaan di Lapas kelas II B Kota Langsa, yaitu dalam proses pembinaan kesadaran beragama terkhusus bagi narapidana yang beragama Kristen tidak ada pembinaan kesadaran beragama yang diberikan dikarenakan kurangnya perhatian masyarakat luar terhadap keberadaan narapidana, hal ini dikarenakan jumlah penduduk di Kota Langsa mayoritas beragama Islam. 8. Hambatan dalam hal proses pembinaan pendidikan intelektual yaitu tidak diadakan pembinaan pendidikan formal bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan anak pidana dikarenakan tidak tersedianya ruangan khusus untuk belajar dan tidak adanya tenaga pengajar yang memberikan didikan dan bimbingan. Pembinaan pendidikan ini hanya pendidikan non formal hal ini pun, sarana dan prasarana yang mendukung pendidikan non formal masih sangat minim, yaitu yang ditandai dengan kurangnya perlengkapan buku- buku yang tersedia di perpustakaan dan rendahnya minat baca dari narapidana. 124 9. Pembinaan kesadaran hukum bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa masih sangat kurang, yaitu pihak aparat penegak hukum seperti Badan Narkotika Nasional BNN Kota Langsa dan Polresta Kota Langsa tidak memberikan 123 C.I. Harsono, Op.Cit, hlm 318. 124 Wawancara dengan Bapak Erry Taruna, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada Tanggal 10 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 107 perhatian dalam memberikan penyuluhan hukum terhadap narapidana. Seharusnya sistem peradilan pidana di Kota Langsa bekerja sama dalam memberikan pembinaan terhadap narapidana di Lapas supaya narapidana lebih mengerti atau lebih memahami aturan-aturan hukum yang berlaku dan supaya tindak pidana yang terjadi di Kota Langsa dapat diminimalisir. Jika hal ini ditegakkan maka narapidana pun akan mempunyai pikiran atau anggapan bahwa masyarakat luar mempunyai tingkat kepedulian terhadap kehidupannya di balik tembok lembaga pemasyarakatan. 125 10. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa juga mengalami hambatan dalam proses pembinaan di bidang jasmani, yaitu tidak adanya kegiatan senam atau olahraga yang diberikan kepada narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa. 11. Sarana dan prasarana dalam pembinaan kesehatan masih sangat minim yaitu kurangnya tenaga medis yang tersedia dalam melayani kebutuhan kesehatan narapidana, anak didik pemasyarakatan dan kurangnya tersedia perlengkapan obat-obatan di Klinik Lembaga Pemasyarakatan tersebut. Perawat yang melayani di Klinik tersebut hanya bekerja sampai pukul 17.00 Wib, sehingga narapidana yang membutuhkan perawatan kesehatan pada malam hari tidak dapat ditangani langsung oleh perawat tersebut, melainkan hanya ditangani oleh narapidana yang tergabung di dalam organisasi kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan tersebut. Organisasi kesehatan tersebut merupakan suatu kegiatan yang di dalamnya narapidana diarahkan atau dibimbing untuk menangani atau merawat orang yang membutuhkan pertolongan pertama. 126 12. Hambatan dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan dan bimbingan kerja ialah sarana dan prasarana dalam pembinaan keterampilan dan bimbingan kerja yang masih sangat minim, minimnya dana yang tersedia, sehingga pelaksanaan pembinaan keterampilan dan bimbingan kerja ini tidak berjalan dengan lancar, rendahnya minat narapidana yang mengikuti pembinaan keterampilan dan bimbingan kerja, kurangnya keterampilan yang dimiliki oleh narapidana dan petugas pembina dalam menciptakan keterampilan dan dalam hal pemasaran keterampilan yang dihasilkan oleh narapidana di Lapas tidak adanya tempat khusus untuk melakukan pemasaran atas hasil karya narapidana tersebut, sehingga 125 Ibid. 126 Ibid. Universitas Sumatera Utara 108 hasil karya yang diciptakan banyak yang tersimpan di Lembaga Pemasyarakatan dan hasil karya tersebut tidak menghasilkan uang. 127 13. Hambatan dalam proses pelaksanaan asimilasi diantaranya tidak semua masyarakat memahami sistem atau proses pemasyarakatan, maka masyarakat, lembaga-lembaga sosial atau dinas-dinas pemerintahan belum pro aktif mempedulikan warga binaan pemasyarakatan, belum ada kerja sama yang baik, teratur, dan berkesinambungan atau kerja sama pembinaan dengan isntansi terkait belum terprogram secara maksimal, peranan petugas pemasyarakatan begitu besar sehingga tidak diimbangi dengan keprofesionalan petugas itu sendiri sehingga kurang pengawasan dalam pelaksanaan asimilasi, dan belum ada petugas pemasyarakatan yang mempunyai keahlian dan bertugas khusus dalam pembinaan. 14. Mengenai hambatan dalam proses pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan diantaranya hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas. Hak ini akan diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan apabila syarat-syaratnya telah terpenuhi, tetapi implementasi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa ialah warga binaan pemasyarakatan harus memberikan sejumlah uang untuk memudahkan proses adminitrasi pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas. 128 15. Hambatan dalam proses pembinaan narapidana yaitu kurangnya kesadaran dari dalam diri narapidana untuk mengikuti pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, yaitu berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa rendahnya minat dan keinginan dari narapidana untuk mengikuti pembinaan dalam lembaga dan banyak narapidana yang memilih mengurung diri dalam kamarnya masing-masing dari pada mengikuti proses pembinaan di Lapas. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narapidana yang menyatakan bahwa dari dirinya sendiri kurang berminat untuk mengikuti proses pembinaan di Lapas, dikarenakan proses pembinaan tersebut tidak membawa perubahan yang berarti dalam dirinya. Narapidana tersebut juga menambahkan bahwa adanya pikiran atau anggapan dalam dirinya yaitu walaupun ia mengikuti proses pembinaan di Lapas setelah ia keluar dari Lapas pembinaan yang akan dijalani tidak akan membawa pengaruh yang berarti bagi masyarakat, karena masyarakat akan mengganggap narapidana merupakan individu yang paling jahat dari individu yang 127 Wawancara dengan Bapak Erry Taruna, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 12 Maret 2014. 128 Wawancara dengan Sanggul Brata Simorangkir Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 12 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 109 lainnya dan banyak pihak-pihak yang tidak ingin mempekerjakan narapidana bekerja di instansi pemerintah maupun di swasta. 129 16. Hambatan dalam proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa juga didukung dari komponen keluarga narapidana yang menjadi salah satu hambatan dalam proses pembinaan narapidana. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu anak didik pemasyarakatan yang menyatakan bahwa jarangnya kunjungan yang dilakukan oleh pihak keluarganya ke lembaga pemasyarakatan. Ini yang membuat anak didik pemasyarakatan tersebut mempunyai pikiran bahwa dirinya dalam keluarga sudah tidak dibutuhkan lagi. 130 Karena salah satu keberhasilan pembinaan narapidana ialah adanya dukungan atau perhatian dari pihak keluarganya sendiri, karena keluargalah yang mengerti dan memahami sifat atau karakter dari narapidana itu sendiri dibanding dengan petugas pembina di Lembaga Pemasyarakatan. 17. Komponen penghambat lainnya yaitu dari pihak masyarakat yang mempunyai anggapan atau stigma negatif bahwa seseorang yang telah masuk ke dalam tembok Lembaga Pemasyarakatan merupakan individu yang paling jahat diantara individu yang lainnya. Pihak organisasi sosial yang bergerak di bidang kemasyarakatan juga tidak memberikan perhatian kepada kehidupan narapidana di Lapas, seperti melakukan kunjungan ke Lapas. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu mantan narapidana yang menyatakan bahwa setelah dirinya keluar dari lembaga pemasyarakatan masyarakat di sekitar lingkungannya banyak yang tidak menerima kehadirannya seperti masyarakat menjauhi mantan narapidana tersebut dalam bersosialisasi, masyarakat kurang mempercayai mantan narapidana dalam mengemban sebuah tugas, dan banyak masyarakat yang tidak mempercayai mantan narapidana untuk bekerja di instansi pemerintah maupun swasta. 131 129 Ibid 130 Wawancara dengan salah satu Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada Tanggal 12 Maret 2014. 131 Wawancara dengan Mantan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 13 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 110

BAB IV UPAYA YANG DILAKUKAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS