Tahap-tahap Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

40

BAB II PROSES PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KELAS II B KOTA LANGSA

A. Tahap-tahap Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Pembaharuan pidana penjara yang disesuaikan dengan pandangan hidup Pancasila, ialah memperlakukan narapidana menurut asas-asas yang terkandung dalam Pancasila dan memandang narapidana sebagai individu dan masyarakat yang mana kehidupannya tak dapat diasingkan dari masyarakat, sehingga pembinaannya dilakukan secara progresif dan semakin mendekatkan pergaulan narapidana dengan masyarakat. Ideologi dan falsafah pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan tersebut diperlukan peranan yang aktif dari pemerintah dan masyarakat untuk penyelenggaraan proses pembinaan narapidana. Tinjauan tentang pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan ideologi Pancasila dan konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dukungan terhadap alasan pemilihan landasan tiga dimensi teori pidana terpadu, yaitu tujuan hukum pidana yang klasik dan modern, upaya baru pelaksanaan pidana penjara dan perlakuan cara baru terhadap narapidana. Ternyata hal ini sesuai dengan pendekatan secara sosiologis, ideologis dan filosofis budaya bangsa Indonesia. 49 Purnadi Purbacaraka menyatakan bahwa hukum adalah untuk mencapai keserasian atau kedamaian atau keadilan dan menegaskan pula bahwa pancasila adalah sendi keserasian hukum yang benih keserasiannya terdapat dalam sila-sila 49 Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan, Yogyakarta: Liberty, 1986, hlm. 98-99. Universitas Sumatera Utara 41 Pancasila. Sejalan dengan hal tersebut, Koesnoen menyatakan, bahwa agar usaha bangsa dan negara Indonesia untuk mencapai tujuan negara sebagaimana yang diamanatkan dalam Alinea ke IV Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 harus berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Berdasarkan hal tersebut, maka politik penjara nasional menilai narapidana sebagai seorang manusia yang mempunyai unsur-unsur kemanusiaan berupa jiwa, badan, kedudukan sebagai individu dan anggota masyarakat dan berkebangsaan Indonesia. 50 Pemasyarakatan pada hakekatnya merupakan gagasan dalam melaksanakan pidana penjara dengan tetap menjunjung tinggi harkat dan martabatnya sebagai manusia. Perlakuan itu dimaksudkan untuk tetap memposisikan narapidana tidak hanya sekedar objek, tetapi juga subjek di dalam proses pembinaan dengan sasaran akhir mengembalikan narapidana ke tengah- tengah masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna resosialisasi terpidana. 51 Resosialisasi merupakan suatu proses interaksi antara narapidana, petugas lembaga pemasyarakatan dan masyarakat, dan ke dalam proses interaksi mana termasuk mengubah sistem nilai-nilai dari pada narapidana, sehingga narapidana akan dapat dengan baik dan efektif mereadaptasi norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. 52 50 Ibid, hlm 100. 51 Suwarto, Op.Cit, hlm 125. 52 Romli Atmasasmita, Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum Dalam Konteks Penegakan Hukum di Indonesia, Bandung: Penerbit Alumni, 1982, hlm. 41. Tujuan dari resosialisasi ini ialah Universitas Sumatera Utara 42 mengembalikan dan mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi seseorang narapidana sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna. Sistem pelaksanaan pidana penjara dan perlakuan cara baru terhadap narapidana dalam sistem pemasyarakatan di Indonesia berarti selain mengandung prinsip-prinsip the treatment of prisoners dari standard minimum rules perlakuan narapidana juga mengandung unsur-unsur dari konsepsi defence sociale. 53 1. Melindungi masyarakat terhadap kejahatan ; Kebijaksanaan berupa perlakuan terhadap narapidana dengan dasar pemikiran melalui La Nouvelle Defence Sociale menjadi kebijakan pemidanaan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 2. Mempunyai efek untuk membuat seseorang tidak melakukan kejahatan lagi dengan cara memperbaiki atau mendidiknya ; 3. Berusaha mencegah dan menyembuhkan pelanggar hukum dengan menekankan sistem resosialisasi ; 4. Melindungi hak asasi manusia termasuk si pelaku kejahatan ; 5. Pandangan hukum untuk menghadapi kejahatan dan penjahat ditempuh berdasarkan falsafah yang mengakui manusia sebagai makhluk individu dan sosial. 54 Berdasarkan konsepsi pemasyarakatan, pada hakikatnya “perampasan kemerdekaan” seseorang itu hanya bersifat “sementara” untuk waktu tertentu sebagai sarana untuk memulihkan integritas terpidana agar ia mampu melakukan readaptasi sosial. Berdasarkan hal itu, Mulder menyatakan bahwa “pidana perampasan kemerdekaan mengandung suatu ciri khas, yaitu merupakan pidana yang bersifat sementara. Terpidana akhirnya tetap diantara kehidupan masyarakat 53 Bambang Poernomo, Op.Cit, hlm 176. 54 Ibid, hlm 177. Universitas Sumatera Utara 43 De vrijheidsstraf heeft als essentieel kenmerk, dat zij tijdelijk is. De veroordeelde bijft in ons midden. 55 Upaya pembinaan atau bimbingan yang menjadi inti dari kegiatan sistem pemasyarakatan, merupakan suatu sarana perlakuan cara baru terhadap narapidana untuk mendukung pola upaya baru pelaksanaan pidana penjara agar mencapai keberhasilan peranan negara mengeluarkan narapidana untuk kembali menjadi anggota masyarakat. Perlakuan cara baru terhadap narapidana dalam pemasyarakatan melibatkan peran serta masyarakat, hal ini disebabkan timbulnya salah satu doktrin bahwa narapidana tidak dapat diasingkan hidupnya dari masyarakat. 56 Pembinaan terhadap pribadi dan budi pekerti yang dimaksudkan tidaklah tanpa batas, akan tetapi selama waktu tertentu memberi warna dasar agar narapidana kelak kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi dan taat terhadap hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Pembinaan narapidana masih Pembinaan narapidana mempunyai arti memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik. Atas dasar pengertian pembinaan yang demikian itu, sasaran yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana, yang didorong untuk membangkitkan rasa harga diri pada diri sendiri dan pada diri orang lain, serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam masyarakat, dan selanjutnya berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi. 55 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru ,Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, hlm 186. 56 Bambang Poernomo, Op.Cit, hlm 186. Universitas Sumatera Utara 44 tergantung bagaimana hubungannya terhadap masyarakat luar, yang menerima narapidana menjadi anggotanya. Arah pembinaan harus tertuju kepada membina pribadi narapidana agar jangan sampai mengulangi kejahatan dan mentaati peraturan hukum, membina hubungan antara narapidana dengan masyarakat luar, agar dapat berdiri sendiri dan diterima menjadi anggotanya. 57 Berikut ini adalah tahap-tahap pembinaan berdasarkan pasal-pasal pada PP No. 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan 58 a. Pembinaan Tahap Awal Pembinaan tahap awal bagi narapidana dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 13 satu pertiga dari masa pidana. Pembinaan tahap awal ini meliputi : 1 Masa pengamatan, pengenalan dan penelitan lingkungan paling lama 1 satu bulan; 2 Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; 3 Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; 4 Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal. Tahap ini diawali dengan tahap admisi dan orientasi, yaitu sejak masuk di daftar, diteliti surat-surat vonisnya, lama pidananya, diperhitungkan kapan bebasnya, hasil penelitian tersebut penting untuk penyusunan program pembinaan selanjutnya. 57 Ibid, hlm 187. 58 P. A. F. Lamintang dan Theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia Jakarta : Sinar Grafika, 2010, hlm 192-193. Universitas Sumatera Utara 45 b. Pembinaan Tahap Lanjutan Pembinaan tahap lanjutan dibagi dalam 2 dua periode : 1 Tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan ½ satu perdua dari masa pidana; 2 Tahap lanjutan kedua, sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 23 dua pertiga dari masa pidana. Pembinaan tahap lanjutan meliputi : a Perencanaan program pembinaan lanjutan; b Pelaksanaan program pembinaan lanjutan; c Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan; d Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi. c. Pembinaan Tahap Akhir Pembinaan tahap akhir dilaksanakan sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari narapidana yang bersangkutan. Pembinaan tahap akhir meliputi : 1 Perencanaan program integrasi; 2 Pelaksanaan program integrasi; 3 Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir. Tahap integrasi atau non institusional, tahap ini apabila narapidana sudah menjalani 23 masa pidananya dan paling sedikit 9 bulan, narapidana dapat diusulkan diberikan pembebasan bersyarat. Disini narapidana sudah sepenuhnya berada di tengah-tengah masyarakat dan keluarga. Setelah pembebasan bersyarat habis, kembali ke lembaga pemasyarakatan untuk Universitas Sumatera Utara 46 mengurus atau menyelesaikan surat bebas atau surat lepasnya. Apabila dalam tahap ini mendapatkan kesulitan atau hal-hal yang memungkinkan tidak mendapatkan persyaratan pembebasan bersyarat, maka narapidana diberikan cuti panjang lepas yang lamanya sama dengan banyaknya remisi terakhir, tapi tidak boleh lebih dari 6 bulan. Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa proses pemasyarakatan berjalan tahap demi tahap dan masing-masing tahap ada gerak ke arah menuju kematangan. Pembinaan tahap awal dan tahap lanjutan dilaksanakan di Lapas, sedangkan untuk pembinaan tahap akhir dilaksanakan di luar Lapas oleh Bapas. Dalam hal narapidana tidak memenuhi syarat-syarat tertentu pembinaan tahap akhir narapidana yang bersangkutan tetap dilaksanakan di Lapas. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan NarapidanaTahanan yang menyatakan bahwa metoda pembinaan atau bimbingan meliputi : pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnya kekeluargaan antara pembina dengan yang dibina, pembinaan bersifat persuasif edukatif yaitu berusaha merubah tingkah lakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil di antara sesama mereka, sehingga menggugah hatinya untuk melakukan hal-hal yang terpuji, menempatkan warga binaan pemasyarakatan sebagai manusia yang memiliki potensi dan memiliki harga diri dengan hak dan kewajibannya yang sama dengan manusia yang lainnya, pembinaan berencana, terus menerus dan sistematis, pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan yang disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi, pendekatan individual dan kelompok. Pembina narapidana harus banyak mengenal metode pembinaan sebelum melakukan pembinaan, karena dalam melakukan proses pembinaan tidak dapat menyamaratakan pembinaan kepada seluruh narapidana yang Universitas Sumatera Utara 47 memiliki latar belakang kehidupan yang heterogen. Penelitian awal untuk pembinaan narapidana, harus dilakukan pada saat narapidana masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan dimana penelitian harus akurat. Sebelum suatu pembinaan berlangsung diharapkan para pembina harus langsung mengenal situasi kejiwaan dari narapidana yang akan dibina. kekacauan pikiran terhadap segala sesuatu, misalnya terhadap keluarga di rumah, terhadap hubungan sesama narapidana, harus terlebih dahulu dihilangkan agar narapidana tersebut dengan serius menerima materi pembinaan dan dapat mengikuti pembinaan dengan tuntas. Ada dua pendekatan dalam memberikan pembinaan bagi narapidana menurut kebutuhan yaitu : a. Pendekatan dari atas Merupakan pembinaan atau materi pembinaan yang berasal dari pembina, atau paket pembinaan bagi narapidana telah disediakan dari atas. Narapidana tidak ikut menentukan jenis pembinaan yang akan dijalaninya, tetapi langsung saja menerima pembinaan dari para pembina. Praktek pembinaan inilah yang masih digunakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa dalam memberikan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan Narapidana. b. Pendekatan dari bawah Merupakan pendekatan pembinaan narapidana dari bawah merupakan suatu cara pembinaan narapidana dengan memperhatikan kebutuhan pembinaan atau kebutuhan belajar narapidana. Tidak setiap narapidana mempunyai kebutuhan belajar yang sama dan minat belajar yang sama pula. Universitas Sumatera Utara 48 Proses pembinaan ini seluruh kegiatan sangat tergantung kepada pribadi narapidana sendiri, dan fasilitas pembinaan adalah yang dimiliki oleh lembaga pemasyarakatan sendiri. Seorang narapidana seringkali tidak mengetahui apa yang menjadi kebutuhan pembinaan bagi dirinya atau kebutuhan belajarnya, hal ini disebabkan karena narapidana tersebut tidak tahu dan tidak mengenal diri sendiri. Pembinaan narapidana dengan menggunakan pendekatan dari bawah membawa konsekuensi yang tinggi bagi para pembina karena pihak pembina harus mampu menyediakan sarana dan prasarana bagi tercapainya tujuan pembinaan yang diamanatkan dalam UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Ada perbedaan yang menyolok antara pendekatan dari atas dengan pendekatan dari bawah yaitu pada tujuan yang hendak dicapai melalui pembinaan tersebut. Pendekatan dari atas, tujuan yang hendak dicapai telah ditentukan oleh pembina, sedangkan pendekatan yang dari bawah, tujuan yang hendak dicapai ditentukan oleh narapidana itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, bahwa pendekatan dari atas membuat para pembina menentukan arah pembinaan narapidana, tujuan pembinaan sesuai dengan keinginan pembina, sedangkan pendekatan dari bawah narapidana telah menentukan akan menjadi apa sesuai dengan tujuan yang dibuatnya. 59 Setelah mengetahui secara singkat tentang pembinaan narapidana dalam sisitem pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan, maka dapat dikatakan pada prinsipnya, narapidana tersebut juga merupakan manusia biasa yang 59 C.I Harsono, Op.Cit, hlm 348-349. Universitas Sumatera Utara 49 juga mempunyai kekhilafan dan kekurangan pada waktu berbuat suatu tindak pidana atau kejahatan, akan tetapi juga mempunyai potensi yang positif untuk dapat dikembangkan menjadi hal-hal yang berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat dan bahkan negara. Dengan melakukan pembinaan atau menggali potensi yang positif dalam diri seorang narapidana, maka diharapkan dapat merubahnya untuk menjadi seseorang yang lebih produktif untuk berkarya dalam hal-hal yang positif setelah narapidana tersebut selesai menjalani hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan dan tidak mengulangi perbuatan yang buruk di kemudian hari.

B. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa