Sistem Among dalam Pembelajaran

114 menyelesaikan konflik, dan lebih terlibat dalam interaksi kooperatif dibandingkan dengan anak didik dalam kelas nonkonstruktivistik. Dalam konteks perkembangan bagi anak-anak muda, kelompok teman sebaya merupakan aspek penting. Kelompok teman sebaya dapat memiliki efek positifL terhadap perkembangan moral anak muda remaja sebagai anak didik dalam lembaga pendidikan formal sekolah. Interaksi dan hubungan diantara sesama anak usia sebaya terutama sangat penting dalam perkembangan sosial anak remajamuda. Anak didik belajar berbagi hal diantara mereka, belajar bersikapperilaku inklusif, adil dan menghormati hak-hak dan kebebasan teman sebaya merekaorang lain. Interaksi yang terjadi di tempat-tempat lain selain di dalam kelas, seperti di lapangan permainan, di kantin, di tempat istirahat, dan tempat-tempat lain dapat memiliki pengaruh negatif tanpa dorongan, diskusi, dialog dan umpan balik dari para guru sebagai pendidik moral. Dengan demikian hendaknya model pembelajaran berbudaya dan beretika memberikan ruang juga bagi pelibatan secara aktif teman sebaya.

C. Sistem Among dalam Pembelajaran

Istilah ‘opvoeding’ tidak ada kata yang sepadan dengan Bahasa Indonesia, tetapi oleh KHD dipersamakan dengan kata yang paling dekat dalam Bahasa Jawa ‘among’, ‘momong’ atau ‘ngemong’ yang dalam Bahasa Indonesia adalah ‘mengasuh’. Orang yang pekerjaannya mengasuh anak disebut ‘pengasuh’ yang dalam Bahasa Jawa disebut ‘pamong’. Jadi ‘pamong’ adalah orang yang pekerjaannya ‘mengasuh’ anak yang dalam dunia pendidikan adalah guru. Jadi pamong adalah guru menurut yang berlaku di lingkungan Tamansiswa. Pengasuh anak dalam melaksanakan pekerjaannya selalu memberikan kebebasan kepada anak yang diasuhnya untuk bermain apa yang disukai, menggunakan alat-alatmainan yang dipilihnya, dan sesuai dengan seleranya. Anak diberikan kebebasan untuk memilih mainan, memainkan mainan yang dipilihnya, dan memainkan mainan sesuai 115 keinginannya. Hanya jika anak yang diasuh memasuki wilayah yang dianggap berbahaya, atau memilih mainan yang bernahaya bagi dirinya, pengasuh mengarahkan, memberikan arahanpenjelasan keterangan agar tidak melakukanmemainkanmemilih mainan yang dipilihnya, dan diarahkan untuk memilih yag lain. Model pengasuhan inilah yang diterapkan dalam pembelajaran bagi anak didik dalam pembelajaran di kelas. Implementasi sistem ‘among’ dalam pembelajaran adalah menerapkan semboyan ‘trilogi’, yaitu ‘ing ngarso sung tulodho’di depan menjadi contoh, ‘ing madyo mangun karso’ di tengah membangun semangat, motivasi, ‘tut wuri handayani’ di belakang memberikan dorongan, dukungan kepada anak didik. Tiga strategi ini menjadi strategi yang utuh untuk menuntun anak didik berkembang sesuai kodratnya, dan kodrat itu terletak dalam adat-istiadatbudaya setiap bangsasuku bangsakelompok masyarakat. Pamongpendidik atau guru harus dapat menjadi contoh bagi anak didiknya, baik dalam berperilaku keseharian dalam lingkungan pendidikan maupun di luardalam masyarakat. Pendidik harus dapat menjadi ‘panutan’, men jadi rujukan, menjadi ‘teladan’ bagi anak didik dalam berperilaku, dalam mengahadapi dan menyelesaikan maslaah-masalah keseharian. Untuk dapat memenuhi tuntutan sebagai contoh ‘panutan’, pamonggurupendidikan harus memiliki moral yang baik, dan moral yang baik adalah ‘tidak ada tindakan yang dapat menyakiti orang’, yang dlaam keseharian dalam lingkungan pendidikan adalah anak didik. Etika, buku Frans Magnis, 2006. Praktik pembelajaran di kelas tidak ada pemaksaan, pengobanan victimization, vandalisme, pelecehan dan kekerasan kepada anak didik. Dalam menjalankan strategi ‘ing madyo mangun karso’ gurupamongpendidik harus mampu membangun semngatmemotivasi setiap anak didik yang berada dalam tanggung jawabnya. Untuk ini pamongguru harus memahamimenguasai ilmu tentang perilaku manusiaanak didik yang dirangkum dalam ilmu psikologi pendidikan, lebih 116 khsus psikologi perkembangan. Guru harus menguasai perkembangan kejiwaan, intelektual dan pisik anak didik untuk dapat memberikan motivasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing anak didik. Gurupendidik harus efektif bagi setiap individu anak didik dalam membangun semangat yang tinggi untuk mengembangkan diri dalam kegiatan pembelajaran. Seorang pamongguru seyogyanya memperhitungkan potensi anak didik untuk berkembang secara maksimal to become what heshe is capable of being, Conny Semiawan Raka Joni, 1993: 62, baik untuk kepentingan diri sendiri anak didik, maupun untuk berperan serta bersama-sama individu lain dalam meningkatkan mutu kehidupan masyarakat, dan pada gilirannya untuk pembangunan kemanusiaan. Menciptakan manusia merdeka lahir dan batin, jiwa dan raga hanya dapat direalisasikan dengan memberikan keleluasaan kepada individu untuk melakukan kegiatan yang diinginkan sesuai keinginan dan kemampuannya. Asas ‘tut wuri handayani’ menjadi strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran, di mana pamongguru mengarahkan, memberikan dorongansemangat kapada anak didik, atau sekedar mengawasi dengan waspada sesuai kebutuhan yang dipandu oleh pengupayaan pencapaian tujuan pendidikan secara utuh Conny Semiawan Raka Joni, 1993: 52. Sebagaimana dalam pengertian kata ‘pamong’ atau pengasuh, anak dibiarkan berkegiatan belajar sesuai keinginan, bakat, minat dan kecepatan belajarnya, dan jika anak menyimpang dari tujuan pembelajaran pamong mengarahkan untuk kembali kepada jalur yang benar.

D. Pembelajaran Tematik Dan Integratif