Kajian Organologis Gandang Sikambang Buatan Bapak Chairil Siregar Di Desa Jago-Jago, Tapanuli Tengah

(1)

KAJIAN ORGANOLOGIS GANDANG SIKAMBANG BUATAN BAPAK CHAIRIL SIREGAR DI DESA JAGO-JAGO, TAPANULI TENGAH

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

PARDON SIMBOLON NIM: 080707004

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

KAJIAN ORGANOLOGIS GANDANG SIKAMBANG BUATAN BAPAK CHAIRIL SIREGAR DI DESA JAGO-JAGO, TAPANULI TENGAH

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

PARDON SIMBOLON NIM : 080707004

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Bebas Sembiring, M.Si Drs. Fadlin, M.A.

NIP. 195703131992031001 NIP. 196102201989031003 Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang ilmu Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(3)

Disetujui Oleh :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI Ketua,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D. NIP. 1965 1221 1991 031001


(4)

PENGESAHAN

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Hari : Tanggal :

FAKULTAS ILMU BUDAYA USU Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 1951 1013 1976 031001

PANITIA UJIAN

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D. ( )

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )

3. Drs. Kumalo Tarigan, M.A. ( )

4. Drs. Bebas Sembiring, M.Si ( )


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2012

Pardon Simbolon Nim 080707004


(6)

ABSTRAK

KAJIAN ORGANOLOGIS GANDANG SIKAMBANG BUATAN BAPAK CHAIRIL SIREGAR DI DESA JAGO-JAGO, TAPANULI TENGAH Gandang sikambang adalah alat pukul yang dipakai dalam ensambel Sikambang. Gandang sikambang adalah instrumen yang menjadi fokus penelitian ini. Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui organologi dari gandang sikambang yakni bagaimana struktur, proses dan teknik pembuatan, teknik memainkan, fungsi dari gandang sikambang, serta menjadi suatu karya tulis bagi Etnomusikolog. Metode yang dilakukan adalah dengan melakukan penelitian dan terlibat secara langsung dalam pembuatan gandang Sikambang. Lalu penulis melakukan wawancara langsung kepada narasumber yang dianggap paham oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Hasil penelitian, bahwa gandang sikambang terbuat dari batang pohon kelapa dan dibentuk dengan mengosongkan begian tengah batang pohon kelapa sesuai dengan ukuran yang diinginkan kemudian dilapisi dengan kulit kambing, kulit kambing ini menjadi membrane gendang dan untuk menjaga menyatukan antara kulit dan badan gendang dilakukan plesingan dengan menggunakan rotan. Gandang sikambang mempunyai kateristik warna bunyi tersendiri dan siklus ritmis dari gendang ini. Mempunyai pola yang diulang dan variasi.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala pujian dan syukur penulis ucapkan kepada Yesus Kristus, atas kasih dan kemurahanNya yang begitu besar yang telah mati untuk seluruh umat manusia. Penulis berterima kasih atas segala berkat, kekuatan, penghiburan, pertolongan dan perlindungan Tuhan yang tidak pernah berhenti dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih karena Engkau selalu ada ketika saya membutuhkan sahabat untuk berbagi suka dan duka.

Skripsi ini berjudul “Kajian Organologis Gendang Sikambang Buatan Bapak Chairil Siregar Di Desa Jago-Jago”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak hambatan yang penulis rasakan. Begitu juga dengan kejenuhan yang membuat penulis bosan dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun, berkat orang-orang yang ada di sekitar penulis, membuat penulis kembali semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai, Ayahanda Sardion Simbolon dan Alm. Ibunda Delima Br Sinurat kini ibunda pengganti Lennaria Br Manalu. Terimakasih buat segala cinta kasih serta ketulusan kalian sehingga saya bisa seperti sekarang, terimakasih buat perhatian yang tak pernah putus-putus khususnya selama pengerjaan skripsi ini, terimakasih buat motivasi-motivasi yang kalian berikan sehingga saya tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih buat doa-doa yang kalian panjatkan


(8)

sehingga saya mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih kepada adik-adik penulis sanyangi Adolf Bastian, Ganti dan Edward. Terimakasih buat doa dan semangat yang telah kalian berikan kepada saya.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. M. Takari, M.Hum sebagai Ketua Jurusan Etnomusikologi. Kepada yang terhormat Ibu Drs. Heristina Dewi, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Etnomusikologi.

Kepada yang terhormat Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si dosen pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta pengalaman yang telah bapak berikan selama saya berkuliah. Kiranya Tuhan selalu membalaskan semua kebaikan yang ibu berikan.

Kepada yang terhomat Bapak Drs. Fadlin, M.A. dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk perhatian, ilmu dan semua kebaikan yang bapak berikan. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan bapak.

Kepada yang terhormat Bapak Drs. Torang Naoborhu, M.Hum selaku dosen pembimbing akedemik penulis selama perkulihan, terimakasih atas bimbingan dan motivasi yang bapak berikan.


(9)

Kepada seluruh dosen di departemen Etnomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., M.Si., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si, Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Dermawan Purba, M.Si, terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak-ibu sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup bapak-ibu sekalian. Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan karena telah belajar dari orang-orang hebat seperti bapak-ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang saya dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya aplikasikan dalam kehidupan dan pendidikan selanjutnya. Biarlah Tuhan membalaskan semua jasa-jasa bapak-ibu sekalian

Terimakasih penulis sampaikan kepada Chairil Siregar dan keluarga yang banyak memberikan informasi dalam tulisan skripsi ini serta bersedia menjadi informan kunci, sehingga data yang diperoleh mendukung penulisan skripsi ini, dan kepada Kakak Siti Zubaidah yang telah memberikan banyak informasi dan saran yang membangun selama penulis melakukan penelitian.

Terimakasih juga penulis sampaikan kepada wanita yang setia menemani penulis di suasana suka maupun duka dalam pengerjaan skripsi ini, ialah Ester Juliana br. Parhusip, terima kasih atas kesetiaan, perhatian, cinta dan kasih sayangmu akhirnya skripsi ini terselesaikan.

Kepada kakak saya Rina Simanjuntak, S.Sn yang telah membantu penulis dalam setiap kesulitan dan selalu setia dengan doanya yang senantiasa membantu


(10)

penulis, kepada abangda Saydul terimakasih software Sibeliusnya, buat teman-teman kampus dari berbagai angkatan atas bantuannya.

Kepada teman-teman seangkatan penulis yakni Etno ‟08, buat Brian terimakasih atas trankripnya, Ombienk, Androw, Mbah Darso, Sand, Zai, Yudi , Dabond, Rudi, I‟o, August, Mahyar, Wiwik, Ana dan Dina terimakasih telah menjadi bagian hidup penulis, kebersamaan yang kita jalin selama ini menjadi memori indah yang tak terlupakan bagi penulis. Terimakasih teman-teman.

Kepada teman-teman satu kost penulis yand ada di jalan Sering 105 Medan, buat Ramses, Juli, Roy, Robbie, Rimson, Sevi, Iyus terimakasih atas bantuan dan masukkan yang telah disampaikan kepada penulis hingga akhirnya skripsi ini terselesaikan.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan dalam bidang Etnomusikologi.

Medan, Juli 2012 Penulis,

Pardon Simbolon 080707004


(11)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAKSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Permasalahan ... 2

1.2Pokok Permasalahan ... 5

1.3Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5

1.4Konsep dan Teori ... 6

1.4.1 Konsep ... 6

1.4.2 Teori ... 7

1.5Metode Penelitian ... 8

1.5.1 Lokasi Penelitian ... 9

1.5.2 Studi Kepustakaan ... 9

1.5.3 Kerja Lapangan ... 10

1.5.4 Kerja Laboratorium ... 11

BAB II : ETNOGRAFI MASYARAKAT PESISIR TAPANULI TENGAH SIBOLGA ... 12

2.1 Wilayah ... 13

2.2 Bahasa Pesisir ... 15

2.3 Sistem Kekerabatan ... 16

2.4 Adat dan Upacara ... 19

2.5 Kesenian Sikambang ... 24

BAB III : GANDANG SIKAMBANG ... 28

3.1 Perspektif Sejarah Sikambang ... 28

3.2 Struktur dan Ukuran Gandang Sikambang ... 31

3.3 Bahan Baku Yang Digunakan ... 42

3.4 Peralatan Yang Dipakai ... 44

3.5 Teknik Pembuatan Gendang ... 50 3.6 Klasifikasi Alat Musik 50


(12)

BAB IV: KAJIAN GANDANG SIKAMBANG ... 58

4.1 Warna Bunyi ... 58

4.2 Posisi Memainkan ... 62

4.3 Pola Ritem Gandang Sikambang ... 62

4.4 Fungsi Gandang Sikambang ... 70

BAB V PENUTUP ... 75

5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 76

BIOGRAFI CHAIRIL SIREGAR ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Struktur Gandang Sikambang ... 31

Gambar 2a : Kuli Kambing ... 32

Gambar 2b : Membului Bulu Pada Kulit Kambing ... 33

Gambar 3 : Galewang ... 34

Gambar 4 : Batang Pohon Kelapa ... 34

Gambar 5 : Rotan Pilade ... 35

Gambar 6a : Rotan Dibelah ... 36

Gambar 6b : Rotan Dihaluskan ... 36

Gambar 6c : Simpei ... 36

Gambar 6d : Ujung Simpei ... 36

Gambar 7 : Rotan Batu ... 36

Gambar 8a : Bingkei dari Rotan ... 37

Gambar 8b : Bingkei dari Kawat ... 37

Gambar 9 : Pasak ... 37

Gambar 10 : Sidak ... 38

Gambar 11 : Kulit Sebagai Membaran ... 38

Gambar 12a : Ukuran Bagian Atas Galewang ... 39

Gambar 12b : Ukuran Bagian Bawah Galewang ... 39

Gambar 13 : Ukuran Simpei ... 40

Gambar 14 : Ukuran Bingkei Kawat dan Rotan ... 40

Gambar 15 : Ukuran Pasak ... 41

Gambar 16 : Ukuran Sidak ... 41

Gambar 17 : Abu Bakar ... 43

Gambar 18 : Bambu ... 43

Gambar 19 : Kampak ... 44


(14)

Gambar 21 : Pahat ... 45

Gambar 22 : Ketam ... 46

Gambar 23 : Palu atau Martil ... 46

Gambar 24 : Obeng ... 47

Gambar 25 : Pensil ... 47

Gambar 26 : Tang ... 48

Gambar 27 : Tang ... 48

Gambar 28 : Meter ... 49

Gambar 29 : Amplas/ Kertas Pasir ... 49

Gambar 30 : Posisi Menbran ... 49

Gambar 31 : Membran Diketatkan ... 51

Gambar 32 : Proses Menyimpei ... 52

Gambar 33 : Jarum Menembus Kulit ... 53

Gambar 34 : Langkah Menyimpei ... 54

Gambar 35 : Menutup Simpei ... 55

Gambar 36 : Memasang Pasak ... 56

Gambar 37 : Warna Bunyi ”Tak” ... 59

Gambar 38 : Warna Bunyi ”Dum” ... 60

Gambar 39 : Warna Bunyi ”Tung/Dung” ... 60

Gambar 40 : Warna Bunyi ”Bak” ... 61


(15)

ABSTRAK

KAJIAN ORGANOLOGIS GANDANG SIKAMBANG BUATAN BAPAK CHAIRIL SIREGAR DI DESA JAGO-JAGO, TAPANULI TENGAH Gandang sikambang adalah alat pukul yang dipakai dalam ensambel Sikambang. Gandang sikambang adalah instrumen yang menjadi fokus penelitian ini. Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui organologi dari gandang sikambang yakni bagaimana struktur, proses dan teknik pembuatan, teknik memainkan, fungsi dari gandang sikambang, serta menjadi suatu karya tulis bagi Etnomusikolog. Metode yang dilakukan adalah dengan melakukan penelitian dan terlibat secara langsung dalam pembuatan gandang Sikambang. Lalu penulis melakukan wawancara langsung kepada narasumber yang dianggap paham oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Hasil penelitian, bahwa gandang sikambang terbuat dari batang pohon kelapa dan dibentuk dengan mengosongkan begian tengah batang pohon kelapa sesuai dengan ukuran yang diinginkan kemudian dilapisi dengan kulit kambing, kulit kambing ini menjadi membrane gendang dan untuk menjaga menyatukan antara kulit dan badan gendang dilakukan plesingan dengan menggunakan rotan. Gandang sikambang mempunyai kateristik warna bunyi tersendiri dan siklus ritmis dari gendang ini. Mempunyai pola yang diulang dan variasi.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

Masyarakat yang tinggal di sepanjang pinggirian pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pesisir pantai barat Sumatera, adalah masyarakat yang berdiam mulai dari ujung Aceh, Meulaboh, Tapak Tuan, Singkil, Barus, Sorkam, Sibolga, Pandan, Jago-jago, Natal, Padang, Seterusnya Bengkulu dan Bangka Belitung.

Tapanuli Tengah dan Sibolga dibedakan atas administrasi pemerintahan dimana Kabupaten Tapanuli Tengah ber ibukota Pandan dan Kota Sibolga ber ibukota Sibolga. Walaupun administrasi pemerintahan Tapanuli Tengah dan Sibolga berbeda, melihat dari kebudayaannya, Tapanuli Tengah dan Sibolga tidak bisa dipisahkan karena memiliki kebudayaan yang sama. Dengan kebudayaan yang sama itu maka kedua wilayah ini dikenal dengan etnik pesisir Tapanuli Tengah Sibolga.

Tidak banyak literartur yang membahas mengenai etnis Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Sejauh pengamatan dan hasil wawancara penulis terhadap kesenian etnik pesisir, Sikambang adalah satu kesenian masyarakat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Sikambang mempunyai beberapa pengertian, dimana salah satunya sebagai ensambel musik pada masyarakat pesisir kombinasi dari alat musik yakni gandang sikambang (frame drum) yang berfungsi sebagai ritem,


(17)

singkadu (end blown flute), biola dan accordion yang berfungsi sebagai pembawa melodi, biasanya ditampilkan pada acara adat-istiadat dan hiburan seperti perkawinan, khitanan, penobatan, penyambutan, peresmian, pesta, dan pertunjukan pergelaran.

1.1Latar Belakang Masalah

Penulis mengangkat judul “Kajian Organologis Gandang Sikambang Buatan Bapak Chairil Siregar Di Desa Sijago-Jago” karena sejauh pengamatan penulis, gandang sikambang yang sering dipakai dalam acara adat maupun hiburan yang ada di Tapanuli Tengah serta Sibolga memakai gandang sikambang buatan beliau.

Gandang sikambang adalah alat musik yang penggetar utamanya adalah membran yang berbentuk bingkai lingkaran, satu sisinya direnggangi kulit kambing. Sementara badan gendang berbentuk frame terbuat dari batang pohon kelapa yang direnggangi kulit kambing yang berfungsi sebagai membran gendang. Untuk menyatukan badan gendang dengam membran, rotan dijalin (plesing) antara kulit dan bingkei gendang. Diantara kulit dan badan gendang diselitkan sidak yang berguna menjaga kerenggangan membran gendang ketika gendang ini dipakai, seteleh selesai dipakai sedak ini ditanggalkan agar kerenggangan membrane tetap terjaga. Diameter lingkaran gandang sikambang antara 20 sampai 55 centimeter, dengan ketinggian antara 10 sampai 25 centimeter. Secara fungsi musikal gendang ini membawa ritme yang konstan. Gandang sikambang ini dimainkan bersama dengan biola, singkadu dan accordion.


(18)

Chairil Siregar adalah seorang musisi Sikambang. Dalam pertunjukan kesenian Sikambang beliau memainkan alat musik biola disamping itu, beliau mahir memainkan gandang sikambang dan terkadang beliau juga sebagai vocal dalam menyanyikan repertoar yang ada pada kesenian Sikambang.

Dalam keseharian beliau adalah seorang nelayan, namun beliau juga dikenal sebagai pembuat gendang sikambang. Beliau memulai membuat gendang ini sekitar 20 tahun lalu yang belajar dari ayahnya1. Berawal dari melihat orang tuanya membuat gendang sikambang, muncul ketertarikan dalam dirinya untuk mempelajari pembuatan gendang tersebut. Beliau membuat gandang sikambang bukan tujuan komersial, tetapi berdasarkan permintaan orang-oarang yang datang kepadanya.

Ketahanan dan bunyi dari gendang merupakan prioritas utama Bapak ini, dalam pemilihan bahan beliau memilih bahan yang yang tidak sembarangan. Ada kriteria dalam memilih bahan pembuatan gendang ini, batang kelapa yang digunakan adalah batang kelapa yang sudah tua agar gendang nantinya memiliki ketahan dan ruang akustik yang baik namun membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pengerjaannya, jika menggunakan batang pohon kelapa yang muda dalam pengerjaannya sangat mudah namun ketahanan dan ruang akustik dari gendang ini nantinya sangat tidak memuaskan. Bahan berikutnya adalah kulit kambing yang digunakan sebagai membran, kulit kambing betina yang berusia 1-2 tahun.


(19)

Dalam proses pembuatannya, beliau mempunyai cara-cara tersendiri dalam pengerjaannya, ia menggunakan alat-alat seperti kampak, martil (palu), gergaji, pahat, ketam, pisau (belati), serta bahan-bahan seperti batang pohon kelapa, kulit kambing, kayu dan rotan.

Gandang sikambang buatan bapak Chairil dipakai sejak tahun 80an oleh YALATATSI (Yayasan Lembaga Adat Tapanuli Tengah Sibolga), dipimpin oleh bapak Radjoki di Medan, pada tahun 1994 oleh TARDENSI PESITAR (Tari dan Dengdang Sikambang Pesisir Sibolga/Sekitarnya) di Jakarta. Putri Runduk dan Ogek-Uning merupakan lembaga kesenian yang ada di Kota Sibolga memakai gendang buatan beliau. Dalam kesempatan terhormat gendang buatan beliau dipakai dalam penutupan Pekan Raya Sumatera Utara yang menampilkan kesenian Sibolga pada malam 15 April 2012 lalu.


(20)

1.2Pokok Permasalahan

Dari latar belakang yang penulis kemukakan di atas, maka pokok permasalah yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini adalah :

1. Bagaimana struktur gandang sikambang?

2. Bagaimana proses dan teknik pembuatan gandang sikambang? 3. Bagaimana teknik memainkan gandang sikambang?

4. Apa fungsi gandang sikambang? 1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian gandang sikambang: 1. Untuk mengetahui bagaimana struktur gandang sikambang

2. Untuk mengetahui proses dan teknik pembuatan gndang sikambang. 3. Untuk mengetahui teknik memainkan gandang sikambang.

4. Untuk mengetahui fungsi dari gandang sikambang. 1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai :

1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi mengenai gandang sikambang di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian yang berkaitan selanjutnya.

3. Sebagai suatu upaya untuk memelihara musik tradisional daerah sebagai bagian dari budaya Nasional.


(21)

1.4Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkret (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991).

Sesuai dengan judul, Kajian adalah penyelidikan atau pelajaran yang mendalam, atau menelaah (ibid).

Adapun pengertian dari Organologi merupakan ilmu tentang instrumen musik (alat musik) seharusnya tidak hanya mencakup sejarah dan deskripsi instrumen saja , tetapi juga sama pentingnya, walau sebagai aspek yang terabaikan dalam ”ilmu” instrumen musik, seperti teknik-teknik tertentu dalam memainkan, fungsi secara musik, hiasan (yang dibedakan dengan konstruksi) dan berbagai pendekatan tentang sosial budaya, (Hood, 1982:124)

Sikambang merupakan kesenian masyarakat etnis pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, namun sebutan sikambang juga memiliki pengertian dimana sikambang dapat diartikan sebagai satu ensambel musik. Sikambang juga bisa menyebutkan tari yakni tari sikambang2. Namun tidak itu saja, sikambang juga bisa menyebutkan untuk alat musik yaitu gandang sikambang.

Gandang sikambang dipakai pada acara adat-istiadat dan hiburan seperti perkawinan, khitanan, penobatan, penyambutan, peresmian pesta, dan pertunjukan pergelaran. Dalam satu pertunjukan sikambang, gandang sikambang yang dipakai berjumlah antara 2 sampai 10 gendang, setiap satu gendang hanya dimainkan oleh satu orang saja.

2


(22)

1.4.2 Teori

Teori mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dan dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan menjadi keterangan-keterangan empiris yang berpencar (Moh. Nazir, 1983 : 22-25) .

Dalam tulisan ini, penulis membahas tentang pendeskripsian alat musik gendang sikambang, dan penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Khasima di dalam APTA ( Asia Performing Traditional Art 1978 : 74), yaitu: Dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni pendekatan struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu; aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Dan secara fungsional, yaitu ; fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, ( dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara”

Untuk mengetahui teknik permainan gandang sikambang oleh bapak Chairil, penulis menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Nettl (1963 : 98) yaitu: ” Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat.”


(23)

Menurut teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) yaitu: sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu:

- Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri,

- Aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara,

- Membranofon, penggetar utama bunyinya adalah membran atau kulit, - Kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai.

Mengacu pada teori tersebut, maka gandang sikambang adalah instrumen musik membranofon dimana penggetar utama bunyinya melalui membran atau kulit.

1.5Metode Penelitian

Metode disini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar dan hati-hati serta sistematis untuk mewujudkan kebenaran. Di dalam melakukan penelitian, penulis menerapkan penelitian kualitatif, yaitu: tahap sebelum ke lapangan (pra lapangan) dengan studi kepustakaan, tahap kerja lapangan dengan observasi dan wawancara, analisis data dengan kerja laboratorium, dan penulisan laporan, (Moleong, 2002:109).


(24)

Menurut Curt Sachs (1962 : 16) penelitian dalam etnomusikologi dapat di bagi menjadi dua, yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi pengumpulan dan perekaman data dari aktivitas musikal dalam sebuah kebudayaan manusia, sedangkan kerja laboratorium meliputi pentranskripsian, menganalisis data dan membuat kesimpulan dari keseluruhan data.3

1.5.1 Lokasi Penelitian

Di dalam melakukan penelitian, penulis terjun ke lapangan untuk melihat secara langsung dan belajar kepada informan tentang pembuatan gandang sikambang.

Adapun lokasi yang penulis pilih adalah lokasi yang merupakan tempat kediaman narasumber yakni di desa Jago-Jago, Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah

1.5.2 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan salah satu landasan dalam melakukan sebuah penelitian, yaitu dengan mengumpulkan literatur atau sumber bacaan untuk mendapatkan pengetahuan dasar tentang objek penelitian. Sumber-sumber bacaan ini dapat berupa buku, ensiklopedi, jurnal, buletin, artikel, laporan penelitian dan lain-lain. Dengan melakukan studi kepustakaan penulis akan mendapat cara yang efektif dalam melakukan penelitian lapangan dan penyusunan skripsi ini.

3


(25)

Studi kepustakaan dilakukan dalam rangka memperoleh pengetahuan dasar tentang apa yang akan diteliti. Dalam hal ini penulis mempelajari skripsi-skripsi kajian organologis yang sudah pernah ditulis oleh para sarjana Etnomusikologi, dan buku-buku yang berhubungan tentang masyarakat pesisir yang telah ditulis oleh beberapa penulis. Penulis juga melakukan studi kepustakaan terhadap topik-topik lain yang berhubungan dengan penelitian skripsi ini, seperti pengetahuan tentang pendidikan, folklore, antropologi, sistem kekerabatan, linguistik, komunikasi, etnograpi, dan musikologi. Selajutnya hasil yang didapat dari penelusuran kepustakaan tersebut akan digunakan sebagai penambahan informasi dalam penulisan skripsi ini.

1.5.3 Kerja Lapangan

Penulis melakukan kerja lapangan dengan observasi langsung terhadap daerah penelitian, dan menemukan narasumber dari masyarakat pendukungnya yang sudah diakui oleh masyarakat pendukung dari kebudayaan tersebut kebudayaan.

Penulis juga melakukan wawancara berstuktur antara peneliti dan informan yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu agar topik pertanyaan berada dalam jalur penelitian. Namun penulis juga menyadari ada hal-hal di luar topic penelitian yang penting dan saling terikat untuk ditanyakan pada informan, maka penulis memakai wawancara tidak berstruktur agar data dan keterangan-keterangan dari informan dapat memperkuat data yang didapat


(26)

1.5.4 Kerja Laboratorium

Data-data yang sudah diperoleh selanjutnya diolah dalam kerja laboratorium. Penulis melakukan penyeleksian dan penganalisaan data-data dan kemudian menyaringnya agar lebih akurat dan bermanfaat. Data diklasifikasikan untuk disusun sesuai teknik-teknik penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan. Semua hasil pengolahan data disusun dalam suatu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi, (Merriam 1995:89).


(27)

BAB II

ETNOGRAFI MASYARAKAT PESISIR TAPANULI TENGAH SIBOLGA

Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan propinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.

Tapanuli Tengah termasuk kedalam wilayah pesisir sesuai yang dikemukakan oleh Sogiarto dan keputusan Mentri Kelautan dan Perikanan bahwa yang disebut pesisir itu adalah wilayah pertemuan antara darat dan laut dimana ekosistem darat dan laut saling berinteraksi.


(28)

2.1Wilayah

Kabupaten Tapanuli Tengah terletak di pantai barat Sumatera. Secara geografis, daerah ini terletak pada koordinat 1°11‟ - 1°122‟ Lintang Utara dan 98°.07‟ - 98°.12‟ BT. Wilayah ini berada pada ketinggian 0 – 1.266 meter di atas permukaan laut, dengan luas 2.188,00 kilometer persegi. Adapun batas-batas wilayah kabupaten ini adalah sebagai berikut.

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan

Humbang Hasundutan

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan d. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudra Hindia

Kabupaten Tapanuli Tengah seringkali dianggap identik dengan Kota Sibolga. Hal ini dapat dimengerti karena letaknya berdekatan dan adanya ikatan historis di antara keduanya. Tapanuli Tengah dan Sibolga dulu pernah menjadi stu wilayah di bawah Keresidenan Tapanuli hingga tahun 1956. Keidentikan ini masih berlanjut hingga kini karena kedekatan wilayah dan keduanya memiliki karateristik yang sama. Padahal sejak tahun 1956 Kota Sibolga sudah menjadi daerah otonom, tetapi pusat Pemerintahan tapanuli Tengah pada waktu itu berada pada kecamatan yang bernama Sibolga. Hal ini semakin mengkukuhkan kedekatan antara sibolga dan Tapanuli tengah. Baru pada tahun 1998, Kota Sibolga dipisahkan secara jelas dari Tapanuli Tengah dengan berpindahnya ibukota Tapanuli Tengah ke Pandan.


(29)

Secara administratif luas wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah adalah 2.188 kilometer persegi, terbagi atas 19 kecamatan, 20 kelurahan, dan 151 desa. Berikut adalah nama-nama kecamatan di Tapanuli Tengah sesuai dengan urutan dimulai dari atas ke bawah.4

Sumber Wikipedia 1. Kecamatan Manduamas

2. Kecamatan Siandorung 3. Kecamatan Andam Dewi 4. Kecamatan Barus

5. Kecamatan Barus Utara

4


(30)

6. Kecamatan Sosor Gadong 7. Kecamatan Pasaribu Tobing 8. Kecamatan Sorkam Barat 9. Kecamatan Sorkam 10.Kecamatan Kolang 11.Kecamatan Tapian Nauli 12.Kecamatan Sitahuis 13.Kecamatan Pandan 14.Kecamatan Tukka 15.Kecamatan Badiri 16.Kecamatan Pinangsori 17.Kecamatan Lumut 18.Kecamatan Sibabangun 19.Kecamatan Suka Bangun

2.2Bahasa Pesisir

Bahasa Pesisir adalah suatu alat komunikasi masyarakat Pesisir dalam penyampaian maksud dan tujuan baik secara lisan maupun tulisan sehingga tercapai saling pengertian antara komunikator dengan komunikan. Bahasa Pesisir adalah bahasa yang dipergunakan masyakat Tapanuli Tengah dan Sibolga sehari-hari sebagai bahasa lisan untuk menyampaikan maksud dan tujuan di rumah maupun di luar rumah dan dalam pergaulan sehari-hari. Peranan bahasa Pesisir


(31)

menunjukkan keberadaanya di tangah-tengah masyarakat, di sekolah, upacara adat istiadat dan upacara agama.

2.3Sistem Kekerabatan

Sitem kekerabatan pada masyarakat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga mengikuti garis keturunan dari ayah atau sering disebut patrialineal. Karena dalam kehidupan keseharian, adat pesisir bersentuhan langsung dengan adat batak khususnya adat Batak Toba. Patrialinear pada masyarakat Batak Toba, anak laki-laki memiliki peranan penting dibandingkan anak perempuan begitu juga halnya pembagian harta warisan di masyarakat Batak Toba, anak perempuan tidak bisa mengharapkan banyak karena lebih dominan anak laki-laki. Lain halnya dengan Patrialinear pada masyarakat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, dimana secara adat pembagian harta warisan anak laki-laki dan anak perempuan mendapatkan hak yang sama.

Pertuturan pada masyarakat adat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, berlaku sistem kekerabatan yang tua dituakan, dan yang muda di mudakan. Kepada saudara laki-laki yang lebih tua ogek atau abang, kepada saudara perempuan yang lebih tua dipanggil uning atau cek, jika memiliki saudara laki-laki/perempuan yang lebih tua banyak maka tergantung keluarga tersebut menamai saudara yang lebih tua tersebut, biasanya menamai mereka berdasarkan sifat atau warna kulitnya. Panggilan untuk saudara lebih muda tetap dipanggil adek/adik.

Panggilan atau tutur kepada saudara laki-laki dari ibu pada dasarnya dipanggil dengan „mamak‟, yang lebih tua daripada ibu kita dipanggil dengan „mak tua‟ dan


(32)

yang lebih muda „mak etek‟, yang pertengehan „mak angah‟. Jika saudara laki-laki dan perempuan baik dari saudara kita, ibu dan ayah, maka sapaan dikaitkan dengan warna kulit atau sifat yang bersangkutan tergangtung pada keluarga tersebut dengan tujuan lebih mudah dikenal pada kalangan keluarga.

Berikut ini dipaparkan sebutan yang digunakan masyarakat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, serta perbandingannya dengan sebutan pada masyarakat Batak Toba.

Kepada saudara laki-laki, Abang ( panggilan kepada saudara laki-laki yang lebih tua), Ogek ( panggilan kepada saudara laki-laki yang lebih tua), Adek (panggilan kepada saudara laki-laki maupun perempuan yang lebih muda). Dalam bahasa batak Toba, Akkang bagi laki, dan ito bagi wanita (abang bagi laki-laki, dan kakak bagi wanita).

Kepada saudara perempuan dalam bahasa pesisir, Uning (panggilan kepada saudara perempuan yang lebih tua), Cek uning( panggilan kepada saudara perempuan menunjukan warna kulitnya), Ceccek (kakak), Cek anga (panggilan ini jika memiliki saudara lebih tua yang banyak, posisi ditengah dari jumlah sudara). Dalam bahasa batak Toba: Ito [ong] bagi laki-laki dan akkang bagi wanita

Ipar laki-laki, dalam pesisir Tapanuli Tengah Sibolga disebut dengan Tak ajo/ ajo (jika memiliki saudara banyak, bisa menyebutkan warna kulit maupun sifat sebagai penanda). Dalam bahasa batak Toba , Lae bagi laki-laki dan Akkang/angkang bagi perempuan


(33)

Panggilan kepada ipar perempuan, yakni Tak elok (jika memiliki saudara banyak, bisa menyebutkan warna kulit maupun sifat sebagai penanda). Dalam bahasa batak Toba, Akkang/angkang bagi laki-laki, Eda bagi perempuan

Kepada saudara ayah laki-laki dalam pesisir dikenal denagn sebutan Pak tuo (saudara ayah yang paling tua), Pak itam (panggilan kepada saudara ayah menunjukkan warna kulit). Pak ketek (panggilan kepada saudara ayah yang paling kecil). Dalam bahasa batak Toba, Amang Tua untuk abang ayah dan Uda/amang uda/bapak uda untuk adik ayah

Saudara ayah perempuan dalam bahasa pesisir dipanggil dengan sebutan Oncu (jika memiliki saudara banyak, bisa menyebutkan warna kulit maupun sifat sebagai penanda). Dalam bahasa batak Toba, Namboru atau bou

Saudara ibu laki-laki dalam bahasa pesisir dikenal dengan sebutan Mamak tuan (saudara ibu laki-laki yang paling tua), Mamak itam (jika memiliki saudara banyak, bisa menyebutkan warna kulit maupun sifat sebagai penanda). Dalam bahasa batak Toba dipanggil dengan sebutan Tulang

Saudara ibu perempuan dalam bahasa pesisir Mak tuo (kepada yang lebih tua), Mak etek (kepada yang paling kecil), Mak uning (jika memiliki saudara banyak, bisa menyebutkan warna kulit maupun sifat sebagai penanda). Dalam bahasa batak Toba, Inang tua untuk kakak ibu Tante untuk adik ibu

Ipar ayah laki-laki dalam bahasa pesisir, Pak oncu (jika memiliki saudara banyak, bisa menyebutkan warna kulit maupun sifat sebagai penanda). Dalam bahasa batak Toba Amang boru


(34)

Ipar ayah perempuan dalam bahasa pesisir, Pak Tuo, isteri pak tuo (jika memiliki saudara banyak, bisa menyebutkan warna kulit maupun sifat sebagai penanda), Etek, isteri pak ketek. Dalam bahasa batak toba, Inang tua untuk isteri abang ayah, Inang uda untuk isteri adik ayah

Ipar ibu laki-laki dalam bahasa pesisir, Pak tuo (yang paling tua), Pak etek (yang paling kecil), Pak etek (jika memiliki saudara banyak, bisa menyebutkan warna kulit maupun sifat sebagai penanda). Dalam bahasa batak Toba, Amang tua untuk suami inang tua dan Uda untuk suami tante

Ipar ibu perempuan dalam bahasa pesisir disebut Mami (jika memiliki saudara banyak, bisa menyebutkan warna kulit maupun sifat sebagai penanda). Dalam bahasa batak Toba dipanggil dengan Nantulang

2.4Adat dan Upacara Adat 2.4.1 Adat

Adat pada masyarakat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga disebut dengan Sumando. Sumando bagi adat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga diartikan sebagi satu kesatuan, yakni pertambahan atau percampuran satu keluarga dengan keluarga lain yang diikat dengan tali pernikahan menurut hukum Islam dan disyahkan dengan suatu acara peresmian yang disebut dengan baralek. Maka sumando itu adalah menantu yang telah diikat dengan pernikahan, sehingga sesuatu urusan baik buruknya menjadi tanggung jawab bersama.

Bagi masyarakat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, Sumando merupakan ikatan batin yang sangat kuat kekeluargaan dan salah satu jalur dalam menjembatani


(35)

persaudaraan. Dimana sangat menghargai dan menghormati ikatan kekeluargaan adat Sumando. Itulah sebabnya dalam mengatasi hal atau peristiwa yang terjadi selalu diputuskan secara musyawarah yang melibatkan semua anggota keluarga.

2.4.2 Upacara Adat

2.4.2.1Adat kelahiran (Turun Karai)

Adat kelahiran atau turun rumah biasa disebut dengan Turun Karai atau Turun Mandi adalah sebuah acara adat yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di Tapanuli Tengah Sibolga untuk mengucap syukur kepada Maha Pencipta atas lahirnya seorang anak yang dilaksanakan setelah 40 hari kelahiran si anak tersebut.

2.4.2.2Sunat Rasul

Acara khitan (sunat Rasul) adalah bagian dari sunnah Rasul yang tidak pernah dilewatkan oleh komunitas adat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Karena didalamnya ada nilai-nilai ritual dan sakral yang tertanam dalam sanubari etnis pesisir. Besar kecilnya, upacara syukur sunat Rasul ini, tergantung pada kemampuan ekonomi orangtua, bagi yang mampu ada yang menyembelih kambing atau ayam, bahkan paling tidak dengan 3 (tiga) butir telur ayam, untuk mengupah anak yang dikhitankan.


(36)

2.4.2.3Perkawinan

Ritual adat perkawinan pada komunitas masyarakat adat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga, juga memiliki kekhasan, meski memiliki kemiripan dan kesamaan dengan etnik Minang dan etnik lainnya tapi dia memiliki pesan adat tersendiri. Mulai dari merisik, meminang, mengantar (mangantek kepeng), ijab qabul sampai pada acara tajapuik, memulangi jajak atau ngunduh (pesta di rumah pengantin pria atau marapulai). Semua prosesi adat perkawinan pesisir Tapanuli Tengah Sibolga dilaksanakan dengan ritus-ritus yang khidmat dan memiliki resam budaya tersendiri, sehingga anak daro5 dan marapulai dapat merasakan bahwa mereka adalah anak pesisir Tapanuli Tengah Sibolga.

2.4.2.4Kematian

Kematian adalah siklus kehidupan yang terakhir dihadapi manusia. Komunitas masyarakat adat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga juga memiliki kekhasan dalam hubungan adat kematian.

Setiap ada yang meninggal dunia mulai dari bayi hingga orang tua, menurut adat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga harus segera dikebumikan, tanpa menunggu waktu lama karena keluarga jauh dan sebagainya dan seluruh keluarga pun sepakat dalam pelaksanaan fardhu kifayahnya.

Setelah jenazah dikebumikan, sebagian masyarakat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga juga melaksanakan tahlillan 3 malam berturut-turut, tahlillan malam ke-7 dan malam ke-40.

5


(37)

2.4.2.5Kanduri Pasi (Jamu Laut)

Upacara tradisional ini mempunyai maksud menguras laut dan mempersembahkan sesuatu kepada raja-raja laut yang gaib agar bersahabat dengan alam sehingga nelayan tidak mendapat gangguan di laut, dan nelayan mendapat rejeki ikan yang banyak.

2.4.2.6Tolak Bala

Upacara tolak bala adalah upacara yang dilaksanakan masyarakat tapanuli Tengah Sibolga untuk menolak bala seperti wabah penyakit yang terjangkit di desa. Upacara ini diyakini dapat menolak bala yang melanda masyarakat sekitar.

2.4.2.7Manyonggot

Manyonggot adalah suatu upacara yang dilakukan kepada pasangan suami istri yang baru menikah dan belum mempunyai anak. Tujuan upacara ini dilaksanakan agar pasangan suami istri dikaruniai putra atau putri anak pertama mereka.

2.4.2.8Mamogang dan Mandi Balimou

Mamogang atau Mandi Balimou adalah sebuah tradisi menjadi sebuah momen yang dijadikan para generasi muda untuk bersua langsung dengan pasangannya. Acara ini dilaksanakan pada saat menjelang masuknya bulan suci ramadán.


(38)

2.4.2.9Mengambik Ari

Mengambik Ari dalam bahasa pesisir terdiri dari dua kata yakni mengambik yang artinya mengambil dan ari adalah hari. Jadi mengambik ari adalah mengambil hari. Upacara mengambik ari adalah upacara menetukan waktu panen perdana atau pertama pada masyarakat Tapanuli Tengah Sibolga. Masyarakat pesisir meyakini bahwa dengan dilaksanakannya upacara ini, dapat menjauhkan dari hal-hal yang menggangu proses panen perdana ini.

2.4.2.10Turun Ke Sawah

Tradisi Turun Ke Sawah adalah upacara menanam padi perdana pada masyarakat Tapanuli Tengah Sibolga. Para petani menghitung waktu hari, bulan yang baik untuk dijadikan waktu mulai turun sawah. Maksud tujuan menghitung hari dan bulan, agar waktu dimana saat padi akan mengeluarkan buah para petani menjaga padi tersebut dari hama penggangu yang datang.


(39)

2.5Kesenian Sikambang

Kesenian Sikambang secara umum mewakili seluruh kesenian yang berlaku bagi masyarakat Pesisir Pantai Barat Sumatera, mulai dari Meulaboh di Banda Aceh, terus ke Tapanuli, Minangkabau dan Bengkulu. Selain di Pantai Barat, Sikambang juga berlaku di Pantai Timur kepuluan Nias dan Pulau Telo.

Kesenian Sikambang yang bagian pokoknya terdiri dari tari dan nyanyi, mengemban unsur kebudayaan bernafaskan seni budaya. Kesenian ini mengemban falsafah-falsafah kontemporer yang sarat makna, bercorak petuah, berirama lagu dan berwujud tari.

Seni budaya zaman dahulu seperti tari, lagu, pantun, randai dan talibun kehadirannya bak gayung bersambut dengan menunjuk kepribadiaannya dari masyarakat Pesisir yang memiliki perasaan halus dan tenggang rasa yang tinggi, sesuai dengan alam dan riak gelombang ombak gulung-menggulung saling ikut sama yang lain.

Kesenian Pesisir umumnya tidak pernah dipergunakan pada upacara keagamaan dan penyembahan berhala, tetapi hanya untuk hiburan dan acara adat-istiadat; upacara perkawinan, upacara sunat Rasul (khitanan), penyambutan, penobatan, turun karai (turun tanah), menakalkan anak (mengayun anak), memasuki rumah baru, peresmian dan pertunjukan kesenian/pergelaran.


(40)

2.5.1 Lagu dan Tari

Lagu atau nyanyian pesisir merupakan pantun bersahut-sahutan, berisi nasehat jelmaan perasaan, sindiran dan kasih sayang menurut tradisinya. Alam pesisir menciptakannya sedemikian rupa, hingga begitu syahdu sampai-sampai para nelayan terlena dibuai. Riak ombak yang lemah gemulai dan sekali-sekali berombak besar, menjadikan gerak tarinya lemah gemulai atau tiba-tiba menyentak keras.

Pesisir kaya dengan lagu dan tari. Lagu kapri dengan tari saputangan menggambarkan kisah permulaan muda-mudi dalam mengikat persahabatan, perlambang keterbukaan dan etika sosial.

Lagu kapulo pinang dengan tari payung menggambarkan kisah suami istri yang baru saja melangsungkan pernikahan (pengantin baru). Suatu hari ketika sang suami hendak meninggalkan istrinya untuk pergi berlayar mencari nafkah di negeri orang dengan mempergunakan sebuah kapal pembawa dagangan dari Pulau Poncan ke Pinang-sang suami sempat menyampaikan kata-kata berisi ungkapan hati.

Lagu sikambang dengan tari anak. Lagu dan tari ini mengisahkan seluruh rangkaian peritiwa yang terjadi, mulai dari kegembiraan hati menyebut kelahiran sibuah hati, sampai kepada perjalanan ke rumah dukun dan cara-cara pengobatannya.

Lagu dampeng dengan tari randai, dipakai untuk mengarak pengantin. Selain itu ada lagu duo dinyanyikan ketika meminang. Untuk hiburan atau persembahan ada talibun dengan tari piring, lagu sinando dengan tari sinando, lagu sikambang


(41)

botan dengan tari sikambang botan. Tari hiburan lainnya tari perak-perak dan tari sampaya.

2.5.2 Alat Musik

Setelah adanya lagu Sikambang secara vokal maka para nelayan selalu menyatukan dengan memukul papan pinggiran perahu sebagai instrument. Pukulan pinggiran perahu diiringi dengan siulan pengganti melodi. Terpadulah satu kesatuan bunyi alami antara instrument dan vocal di tengah lautan.

Lambat laun, para nelayan menciptakan gandan Sikambang terbuat dari kayu bulat dengan nelayan belakang dilapisi kulit kambing sedangkan bagian satu lagi dibiarkan kosong. Bagian yang kosong diganjal dengan kayu tipis diikat dengan rotan sebagai stem membran.

Setelah tercipta gandang sikambang tercipta pula singkadau terbuat dari bamboo, panjang 25 cm dengan tujuh lobang di atas berjarak masing-masing lobang 1 cm dan sebelah bawah terdapat satu lobang. Lobang ini untuk keserasian suara.

Masuknya bangsa Eropa pada abad ke 16, datang pelabuhan Barus untuk berdagang mencari rempah-rempah, kemenyan dan kapur barus. Para pedangang juga alat musik biola dan accordion. Lambat laun alat musik tersebut dipakai dalam kesenian Pesisir.

Dengan demikian terpadulah ensambel sikambang yang terdiri dari alat musik pukul yakni gandang sikambang sebagai pembawa ritem konstan. Alat musik tiup yaitu singkadu sebagai pembawa melodi lagu sama dengan viola dan accordion.


(42)

Di dalam literatur penulis menemukan ada alat musik yakni gendang batapik dan carano yang dimasukkan ke dalam ensambel sikambang. Mengenai hal itu, sejauh pengamatan penulis dan wawancara penulis dengan orang yang berkompeten dalam bidangnya menegaskan bahwa gendang batapik tidak dipakai dalam kesenian sikambang masyarakat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Gendang batapik digunakan oleh masyarakat pesisir yang ada Tapanuli Selatan. Begitu juga halnya dengan carano. Carano adalah sejenis mangkuk yang terbuat dari tembaga berfungsi sebagai tempat tembakau dan kapur sirih. Carano ini merupakan bagian dari tempat sirih, bukan sebagai alat musik struck idiofon yang berfungsi sebagai pulsa dasar.

Penulis menemukan hal ketimpang siuran dalam ensambel Sikambang, namun ini bukanlah topik pembahasan utama dalam tulisan ini. Kiranya ini membuka jalan untuk penelitian berikutnya.


(43)

BAB III

GANDANG SIKAMBANG

3.1Perspektif Sejarah Sikambang

Menurut sejarahnya, ada beberapa versi tentang asal mula terjadinya nama kesenian pesisir Sikambang ini. Versi pertama mengatakan bahwa Sikambang berawal dari masuknya agama Islam di nusantara, khususnya di Barus kesenian ini sudah dikenal oleh masyarakat setempat. Para pembawa agama tersebut setelah singgah di pulau Mursala kemudian melanjutkan perjalanannya ke Barus dengan maksud untuk menyiarkan agama yang mereka bawa. Pada masa itu masyarakat Barus belum mengenal suatu agama apapun. Maka para pembawa agama Islam tersebut untuk “mengembangkan” agamanya melalui kesenian daerah setempat. Akhirnya kata Sikambang melekat pada masyarakat setempat melalui kesenian berdasarkan ajaran agama Islam yang dibawa oleh para pedagang Persia.

Versi lain mengatakan bahwa asal mula terjadinya kesenian pesisir Sikambang berasal dari nama seorang pemuda. Pemuda tersebut adalah tukang kayuh (nahkoda) sampan daripada Putri Runduk, yang ketika itu berlayar dari desa lobu tua menuju pulau mursala. Disepanjang perjalanan sikambang sang nahkoda melantunkan syair-syair yang indah sambil memukul papan dinding sampan.

Namun ada versi dari masyarakat di desa Jago-Jago mengatakan bahwa Sikambang berasal dari nama seorang anak yang bernama Sikambang. Anak tersebut anak yang dibuang dari Bengkulu hingga ia terdampar di pulau Mursala.


(44)

Ketika itu si anak melantunkan syair-syair yang menyentuh hati dipinggir pantai, di dalam hutan Putri Diana6 mendengar lantunan syair-syair dari si anak tersebut. Putri Diana mengikuti lantunan syair-syair yang didengarnya itu dan melantunkannya ketika membuaikan (menidurkan) anaknya. Lantunan tersebut terdengar orang seorang nelayan yang melintas di pulau Mursala. Lantunan menyentuh hati si nelayan, si nelayan menikmati dan menghafalkan lantunan dari tersebut. Sesampai nelayan di rumahnya, dia duduk di bawah pohon kelapa yang ada di depan rumahnya sambil lantunkan syair yang didengarnya tadi di laut. Tetangga si neleyan mendengar lantunan tersebut, sungguh indah dan menyentuh hatinya. Si tetangga penasaran apa judul dari lantunan itu, kemudian dia menjumpai si nelayan dan menayakan judul dari lantunan tersebut. Si nelayan menjawab saya tidak tahu apa judul lantunan itu, lantunan itu yang saya dengar dari seorang wanita di pulau seberang kata si nelayan. Kalau begitu kata tengganya kepada si nelayan tolong bapak cari tahu ya apa judul lantunan itu, sanagt indah dan menyentuh hati saya. Si nelayan juga ikut penasaran siapa wanita yang dingarnya melantunkan syair-syair indah tersebut. Menjawab penasaran siapa yang lentuntankan syair itu, si nelayan berangkat ke pulau mursala dan menjumpai Putri Diana. Apa benar ibu yang lantunkan syair ini? Sambil si nelayan malantunkan lantun tersebut, benar pak, saya yang melantunkan itu jawab Putri Diana, jadi jawab nelayan, kalau ibu yang melantukan itu, apa judul lantunan itu bu? Jawab Putri Diana, saya juga tidak tahu pak, lantunan itu

6

Putri Diana atau lebih dikenal dengan Putri Runduk merupakan masyarakat biasa, bukan seorang putri keturunan raja seperti yang berkembang saat ini. Putri Diana adalah seorang wanita yang sangat sopan santun, ketika berpapasan dengan orang siapapun dan dimanapun, dia selalu menunduk memberi salam kepada orang yang dijumpainya. Dengan tingkahnya sedemikian maka masyarakat memanggilnya Putri Runduk.


(45)

yang saya dengar dari pinggir pantai di sana. Kemudian nelayan dan putri Diana pergi ke pinggir pantai menjumpai si anak yang melantunkan syair tersebut. Apa benar anak yang melantunkan tanya nelayan ini sambil melantunkan syair, apa judulnya nak? Iya pak, saya yang melantunkan itu, kalu judul lantunan itu tidak ada pak, itu ungkapan hati untuk menghibur saya pak. Kalau begitu siapa nama anak? Tanya nelayan, Sikambang pak jawab anak tersebut. kemudian mereka (nelayan dan putri Diana) kembali ke rumah masing-masing. Ketika ada yang menanya mereka judul lantunan itu maka mereka itu lantunan sikambang.

Setelah adanya lagu Sikambang secara vokal maka para nelayan selalu menyatukan dengan memukul papan pinggiran perahu sebagai instrument. Pukulan pinggiran perahu diiringi dengan siulan pengganti melodi. Terpadulah satu kesatuan bunyi alami antara instrument dan vokal di tengah lautan.

Lambat laun, para nelayan menciptakan gandang sikambang terbuat dari kayu bulat dengan nelayan belakang dilapisi kulit kambing sedangkan bagian satu lagi dibiarkan kosong. Bagian yang kosong diganjal dengan kayu tipis diikat dengan rotan sebagai stem membran. Setelah tercipta gandang sikambang tercipta pula singkadu terbuat dari bambu. Singkadu merupakan alat tiup pada masyarakat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga.


(46)

3.2Struktur dan Ukuran gandang Sikambang 3.2.1 Struktur Gandang Sikambang

Berikut struktur atau bagian-bagian gandang sikambang :

Gambar 1. Strukur Gandang Sikambang 3.2.1.1Kulit/Membran

Kulit atau membran terbuat dari kulit kambing. Biasanya menggunakan kulit kambing yang berusia muda sekitar usia 1 – 2 tahun. Tidak hanya usia, dari jenis kelamian kambing, kulit kambing yang digunakan baiknya kulit kambing betina karena dibandingkan kulit kambing jantan memiliki kulit yang tebal sehingga dengan menggunakan kulit yang tipis, bunyi yang dihasilkan lebih nyaring.

Kulit/Membran

Galewang Simpei Bingkei


(47)

Gambar 2a. Kulit Kambing

Kulit kambing yang digunakan bapak Kharil biasanya diperoleh dari masyarakat punya hajatan atau pesta yang menyembelih kambing. Satu ekor kambing, kulitnya hanya bisa menghasilkan satu membran saja.

Sebelum kulit kambing tersebut dijemur, kulit harus dibersihkan, membuang daging maupun lemak-lemak yang menepel pada kulit bagian dalam kambing agar memudahkan dalam membului kulit kambing nantinya. Setelah bersih, kulit kambing tersebut di jemur sampai kering agar tidak menimbulkan bau amis.

Setelah kulit kering, kulit kemudian membului bulu pada kulit kambing tersebut. Bapak Charil mempunyai cara sendiri untuk membului bulu kulit kambing tersebut. Beliau mengunakan abu sisa pembakaran kayu dan bambu yang diruncingkan kedua ujungnya. Alasan beliau menggunakan cara ini agar kulit kambing tersebut tidak robek ataupun rusak.


(48)

Abu tersebut dituang sekucupnya ke atas bulu yang mau dicukur kemudian ujung bambu yang diruncingkan tersebut digunakan sebagai alat pencukur bulu kambing dengan cara menggesekkan ujung yang runcing bambu secara maju mundur dengan konstan.

Gambar 2b. Membului Bulu Pada Kulit Kambing 3.2.1.2Galewang

Galewang adalah resonator/badan gendang yang terbuat dari batang pohon kelapa, nangka atau cempedak. Bahan yang digunakan bapak Chairil adalah batang pohon kelapa, beliau menggunakan batang pohon karena mudah didapat dibandingkan pohon nangka ataupun cempedak. Dalam pemilihan bahan yang digunakan, bapak Chairil memilih untuk menggunakan batang kelapa yang sudah tua. Batang kelapa yang tua menurut beliau, pohon kelapa yang sudah berusia 10 tahun atau ketinggian pohon kelapa mencapai 10 meter dari permukaan tanah. Satu batang pohon kelapa dapat menghasilkan 12 unit gendang.


(49)

Gambar 3. Galewang

Beliau memilih batang kelapa yang tua karena menurut beliau dapat menghasilkan bunyi yang lebih bagus dan mempunyai daya tahan yang cukup jika dibandingkan dengan batang pohon kelapa yang muda. Beliau lebih mementingkan bunyi dan daya tahan gendang buatannya sekalipun Ia tahu bahwa batang pohon kelapa yang muda dalam proses pengerjaannya lebih menghemat waktu dibandingkan batang pohon kelapa yang tua.


(50)

Dalam pembuatan diameter gendang, bapak Chairil tidak menggunakan jangka beliau menggunakan tali, dimana tali tersebut berukuran setengah dari diameter yang dikenal dengan istilah „r‟ (jari-jari). Setelah lingkaran gendang dibentuk, patang pohon tersebut mulai dikerjakan melalui tahap kasar dan halus.

Tahap kasar yakni menggunakan kampak untuk membentuk sisi luar dan dalam gendang. Pada tahap ini alat yang digunakan berupa kampak, parang dan martil. Kemudian tahap halus,mengunakan pahat, ketam dan kertas pasir.

3.2.1.3Simpei

Simpei terbuat dari rotan berjenis pilade masyarakat setempat menyebutnya. simpei berfungsi sebagai pengikat antara kulit dan bingkei.

Gambar 5. Rotan Pilade

Dalam membuat simpei, rotan dibelah menjadi dua dan kemudian mengiris atau menghaluskan rotan sampai lentur dapat digunakan untuk mengikat. Ujung dari simpei harus dibuat runcing agar memudahkan dalam proses menyimpei.


(51)

a b

c d

Gambar 6. Proses membuat simpei, (a) Rotan Dibelah, (b) Rotan Dihaluskan, (c) Simpei, (d) ujung simpei 3.2.1.4Bingkei


(52)

Bingkei terbuat dari kawat maupun rotan yang berfungsi sebagai pengetat membran dan sebagi tempat pengikat simpei. Bingkei yang dibuat dalam ini ada dua, biasanya bapak Chairil menggunakan jenis rotan batu untuk membuat bingkei bagian bawah gendang yang berfungsi sebagai tempat pengikat simpei. Kemudian bingkei dari kawat, Beliau menggunakan jenis ini untuk menjaga kerenggangan membran.

a b

Gambar 8. (a) Bingkei dari Rotan Batu, (b) Bingkei dari Kawat 3.2.1.5Pasak

Pasak terbuat dari papan, kemudian dibentuk yang berfungsi sebagai pengetat simpei dan steam sehingga membuat membran semakin ditarik dan membranpun makin ketat serta warna suara yang dihasilkan lebih nyaring.


(53)

3.2.1.6Sidak

Gambar 10. Sidak

Sidak terbuat dari rotan yang dipasang gendang ketika hendak dimainkan. Sidak berfungsi sebagai pengetat membran sehingga menghasilkan warna bunyi yang semakin nyaring.

3.2.2 Ukuran Gandang Sikambang 3.2.2.1Kulit /Membran

Ukuran kulit atau membran yang dibutuhkan untuk membuat gendang adalah lebih besar dari diameter galewang/resonator gendang. Tujuannya agar kulit yang dilebihkan itu dapat dipakai untuk menutup bingkei nantinya.


(54)

3.2.2.2Galewang

Galewang mempunyai ujung yang nantinya dilapisi oleh kulit berdiameter 33 centimeter dengan ketebalan 1,5 centimeter dan tinggi 10 centimeter. Ini adalah ukuran dari tampak atas dan samping galewang

r = 16,5 cm

1,5 cm

10 cm

Gambar 12. (a) Ukuran Bagian Atas Galewang

Jika tampak bagian bawah galewang mempunyai diameter 27 centimeter dengan ketebalan 3 centimeter

r = 13,5 cm

3cm


(55)

3.2.2.3Simpei

Simpei mempunyai ukuran ketebalan 5 millimeter dengan ujung yang diruncingkan dengan tujuan untuk memudahkan dalam proses menyimpei.

0,5 cm

Gambar 13. Ukuran Simpei

3.2.2.4Bingkei (Kawat dan Rotan)

Bingkei yang menggunakan bahan kawat berdiameter 35 centimeter. Bingkei berukuran lebih besar daripada galewang karena bingkei ini berfungsi sebagai penjaga agar kulit tidak mudah renggang.

r = 17,5 cm

r = 14 cm

Gambar 14. Ukuran Bingkei Kawat dan Rotan

Bingkei yang menggunakan bahan rotan berdiameter 28 centimeter yang berfungsi sebagai tempat pengikat simpei.


(56)

3.2.2.5Pasak

Pasak dibuat sedemikian rupa dengan kemiringan di ujung agar memudahkan memudahkan masuknya pasak antara celah dari bingkei dengan resonator

gendang. Berikut ukuran pasak.

3cm

1,5 cm 4 cm

6 cm

Gambar 15. Ukuran Pasak 3.2.2.6Sidak

Sidak berukuran tiga kali ukuran diameter sidak dan dilebihkan sedikit. Tiga kali diameter gendang sama dengan bulatan gendang tersebut, dilebihkan sedikit agar sidak dapat dibuka ketika selesai dimainkan. Begitulah cara bapak Chairil membuat ukuran untuk sidak.


(57)

3.3Bahan Baku Yang Dipergunakan

Berikut bahan baku yang digunakan dalam membuat gandang sikambang yakni :

3.3.1 Batang Kelapa

Batang kelapa (cocos nucifera) karambih masyarakat etnis pesisir menyebutnya digunakan sebagai badan/resonator gendang. Pada umunya yang digunakan untuk membuat resonator gendang tersebut adalah bahagian bawah batang pohon kelapa.

Dalam pemilihan bahan untuk membuat resonator gendang, batang pohon yang digunakan baiknya batang pohon yang sudah tua7 karena memiliki daya tahan yang kuat dan menghasilkan ruang akustik yang bagus. Batang pohon kelapa yang tua juga memiliki kelemahan, dalam pengerjaannya yang memakan waktu yang lama dan resonatornya bisa retak.

3.3.2 Kulit Kambing

Kulit kambing adalah bahan yang digunakan untuk membuat membaran gendang. Kulit kambing yang digunakan baiknya mempunyai ketebalan yang tipis. Kulit kambing yang tipis dapat diperoleh dari kulit kambing betina, dibandingkan kulit kambing jantang yang lebih tebal.

3.3.3 Rotan

Rotan adalah bahan yang digunakan untuk pengikat antara resonator dengan membaran gendang.

7

Kategori pohon kelapa tua adalah sudah berumur 10 tahun atau ketinggiannya mencapai 10 meter dari permukaan tanah.


(58)

3.3.4 Kawat

Kawat adalah bahan yang digunakan berdiameter 0,05 centimeter, yang berfungsi untuk menjepit dan menjaga kerenggangan selaput gendang di atas resonator gendang.

3.3.5 Abu Bakar

Gambar 17. Abu Bakar

Abu sisa pembakaran kayu ini digunakan bapak Chairil sebagai salah satu dari dua bahan untuk membului bulu kulit kambing.

3.3.6 Bambu

Gambar 18. Bambu

Bambu atau buluh ini, dimodifikasi oleh bapak Chairil untuk digunakan sebagai alat untuk mencukur bulu pada kulit kambing.


(59)

3.4Peralatan yang dipakai 3.4.1 Kapak/Kampak

Kapak atau kampak menurut KBBI adalah alat terbuat dari logam, bermata, dan bertangkai panjang; beliung besar untuk menebang pohon (membelah kayu dsb).

Gambar 19. Kapak

Kapak pada pembuatan gandang sikambang digunakan sebagai alat menebang pohon kelapa untuk membuat resonator gendang.

3.4.2 Parang dan Pisau

Pisau adalah bilah besi tipis dan tajam yg bertangkai sebagai alat pengiris, pemotong dsb, parang adalah pisau besar (lebih besar daripada pisau biasa, tetapi lebih pendek daripada pedang).

Kedua alat ini dipakai untuk mengiris dan memotong bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan gandang sikambang.


(60)

Gambar 20. Parang dan Pisau 3.4.3 Pahat

Pahat adalah alat (perkakas) bertukang berupa bilah besi yg tajam pada ujungnya untuk melubangi atau mengukir kayu

Gambar 21. Pahat

Bapak Chairil menggunakan pahat ini untuk mengikis dan memahat batang pohon kelapa untuk membuat resonator gendang/galewang.


(61)

3.4.4 Ketam

Ketam adalah alat untuk melicinkan kayu; Ketam ini digunakan bapak Charil untuk melicinkan bagian luar dari resonator/galewang.

Gambar 22. Ketam 3.4.5 Palu/Martil

Palu adalah pemukul dari besi (bertangkai besi atau kayu). Martil digunakan untuk memalu paku, pahat, dan jarum dalam pembuatan gendang.


(62)

3.4.6 Obeng

Obeng adalah alat untuk memutar sekrup. Namun pada pembuatan gendang ini tidak ada sekrup yang diputar. Obeng ini dimodifikasi bapak Chairil dengan untuk mempermudah dalam pengerjaan gendang tersebut. Beliau membengkokkan ujung obeng.

Gambar 24. Obeng 3.4.7 Pensil

Pensil adalah alat tulis yang ujungnya lunak, dipakai untuk menulis di kertas. Bapak Chairil menggunakan Pencil Sebagai penanda dalam pembuatan galewang.


(63)

3.4.8 Tali/Benang

Tali adalah barang yg berutas-utas panjang, dibuat dr bermacam-macam bahan (sabut kelapa, ijuk, plastik, dsb) ada yg dipintal ada yg tidak, gunanya untuk mengikat, mengebat, menghela, menarik.

Gambar 26. Tali

Dalam pembuatan gendang ini, bapak Chairil menggunakan taliu sebagai pengikat dan alat untuk menguur membuat lingkarang sebagai pengganti jangka. 3.4.9 Tang

Gambar 27. Tang

Pada pembuatan gendang, tang digunakan bapak Chairil untuk menarik simpei pada proses menyimpei


(64)

3.4.10 Meter

Gambar 28. Meter

Meter adalah alat yang berfungsi sebagai alat ukur dengan satuan dasar ukuran panjang 39,37 inc. Meteran digunakan ketika pengukurun bahan-bahan yang dibutuhkan oleh bapak Chairil.

3.4.11 Amplas

Gambar 29. Kertas Pasir

Amplas (disebut juga kertas pasir) adalah sejenis kertas yang digunakan untuk membuat permukaan benda-benda menjadi lebih halus dengan cara menggosokkan salah satu permukaan amplas yang telah ditambahkan bahan yang kasar kepada permukaan benda tersebut.


(65)

3.4.12 Pernis

Pernis adalah campuran minyak cat, damar, untuk mengecat dan mengilapkan barang dari kayu

3.4.13 Kuas

Kuas adalah alat yang dipakai dalam men cat dan berfungsi sebagai perata cat pada bagian bahan yang dicat

3.5Teknik Pembuatan Gendang

Dalam pembuatan gendang, bapak Chairil tidak mengunakan tenaga mesin. Beliau menggunakan kemampuannya dan alat seadanya untuk membuat alat musik ini. Berikut tahap pembuatan gandang sikambang oleh bapak Chairil Siregar di desa Jago-Jago.

3.5.1 Membuat Membran

Garis tengah kulit

Kulit luar

Gambar 30. Posisi Membran

Pada tahap membuat membaran gendang, bagian galewang yang akan dilapisi dengan kulit adalah bagian galewang yang memiliki diameter lebih besar.


(66)

Terlebih dahulu kulit direndam, agar kulit lentur dan mudah diatur. Dalam melapisi galewang dengan kulit, perlu diperhatikan posisi bagian kulit. Pada kulit, tampak garis seperti membelah kulit tersebut. Garis tersebut merupakan bagian pundak/atas dari kambing. Dalam melapisi galewang, posisi bagian kulit ini diletakkan pada bagian tengah gendang. Bagian kulit, ada kulit bagian dalam dan kulit bagian luar. Yang menjadi sisi gendang adalah kulit bagian luar.

Setelah letak dan posisi kulit sudah tepat melapisi galewang, maka bingkei yang terbuat dari kawat digunakan sebagai penjaga kerengagangan kulit. Bingkei tersebut menjepit kulit dan galewang, kulit ditarik dengan tangan agar kulit semakin ketat. Semakin ketat kulit di tarik maka bunyi gendang akan lebih nyaring nantinya.

Bingkei

` Kulit ditarik


(67)

3.5.2 Menyimpei

Sebelum menyimpei, agar kulit tidak rengang maka pasak diikat dengan rotan secara simetris tujuannya menahan ketegangan kulit. Biasanya bapak Charil membuat empat ikatan yang simetris.

\b

Bingkei Rotan

Simpei/Rotan

Bingkei kawat Empat ikatan yang simetris

Gambar 32. Proses Menyimpei

Setelah keketatan gendang sudah terjaga, maka proses selanjutnya adalah menyimpei. Cara menyimpei yakni, lobang, ganjal, masukkan simpei, Tarik simpei, melilit simpei begitulah seterusnya. Cara melobang yang dimaksud adalah melobangi diantara kulit dan bingkei. Sisa kulit yang lebih dari bingkei tersebut dilipat atau ditarik ke atas sehingga menutupi bingkei. Setelah itu dilobangikulitnya jangan di Tarik jarumnya, diganjal terlebih dahulu dengan kayu kemudian jarum dicabut dan simpei pun dimasukkan ke lobang tersebut. Setelah


(68)

simpei masuk, simpei ditarik dan dililitkan ke bingkei rotan. Cara melilitnya, simpei dimasukkan dari sisi luar simpei, kemudian ujung simpei menyebrangi bagian sisi luar simpei, ujung simpei masuk melalui sisi dalam bingkei dan membentuk celah. Dilanjutkan denagn menarik ujung simpei dan dimasukkan kecelah yang terbentuk tadi. Ujung simpei ditarik dan akhir dari jalan simpei itu menuju lobang awal masuknya simpei, begitulah proses menyimpei seterusnya.

Sisa kulit dilipat ke atas

Jarum menenbus kulit

pengganjal


(69)

Gambar 34. Langkah Menyimpei Keterangan:

1. Simpei memasuki lobang

2. Simpei masuk dari bagian luar bingkei 3. Simpei keluar dari bagian dalam bingkei

4. Simpei menyimpul ikatan yang pertama dan masuk melalui bagian dalam bingkei

5. Ujung simpei keluar dari bagian dalam bingkei. 6. Ujung simpei masuk dari celah yang terbentuk 7. Ujung simpei keluar dari celah yang terbentuk.

1

2

3 4

5 6


(70)

3.5.3 Menutup Simpei

Setelah menyimpei, proses selanjutnya menutupi simpulan yang ada di membran. Sisa kulit yang ada, digunakan sebagai penutup simpulan agar kelihatan rapi. Pada tahap ini bapak Chairil membentuk kulit seperti bentuk ibu jari. Kulit tersebut dibentuk disetiap simpulan yang berada pada membran. Setelah selesai membuat penutup simpulan, Tahap selanjutnya menutupi simpulan dengan memasukkan kulit ke dalam bingkei dengan menggunakan obeng yang telah dimodifikasi oleh beliau. Setelah selesai, biarkan gendang kering sendirinya jangan dijemur. Memerlukan beberapa hari untuk menunggu membran kering. Pada tahap ini juga bapak Chairil mencat gendang dengan menggunakan pernis.

Gambar 35. Mentup Simpei 3.5.4 Memasang Pasak

Setelah membran kering dengan sendirinya, saatnya memasang pasak, ini adalah tahap akhir dalam proses pembuatan gandang sikambang. Pasak dipasang ketika membran kering karena kulit tidak bisa rengang lagi, disinilah fungsi pasak sebagi penyetem bunyi gendang yang menghasilkan suara gendang lebih nyaring.


(71)

Gambar 36. Memasang Pasak

Dalam pemasangan pasak dilakukan secara simetris dan harus rata dengan tujuan agar setiap pasak yang dipasang dapat mengimbangi keketatan tiap sisi membran.

3.6Klasifikasi Alat Musik

Dalam mengklasifikasikan instrumen gandang sikambang, penulis mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Sachs dan Horn Bostel (1914), yaitu: sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari: idiofon (alat itu sendiri sebagai sumber penggetar utama bunyi), membranofon (kulit sebagai sumber penggetar utama bunyi), aerofon (udara sebagai sumber penggetar utama bunyi), dan kordofon (senar sebagai sumber penggetar utama bunyi).


(72)

Berdasarkan teori di atas, gandang sikambang dapat dimasukkan dalam klasifikasi membranofon. Di dalam klasifikasi ini, curt sach memperhatikan bentuk dari membrnofon itu sendiri dan membaginya ke dalam: cylindrycal drums, barrel drums, conical drums, hourglass drums, footed drums, goblet drums, kettle drums, handle drums, dan frame drum.

Melihat dari bentuknya, gandang sikambang dapat dimasukkan dalam klasifikasi frame drum. Frame drum adalah bentuk gendang yang ketebebalan badannya relatif lebih kecil dari diameter membran penghasil bunyi yang diikat di atas badan alat musik tersebut.

Dari ketebalan gendang, Curt Sacs membagi dalam kedua kategori yakni, gendang berbingkai tebal dan berbingkai tipis. Gendang berbingkai tebal adalah ketebalan badan gendang melebihi seperempat dari diameter membrannya. Sedangkan gendang berbingkai tipis adalah gendang yang ketebelan badan gendangnya kurang dari seperempat dari diameter membaran. Berdasarkan kategori ketebalan badan gendang, gandang sikambang dapat dikategorikan gendang berbingkai tipis.


(73)

BAB IV

KAJIAN GANDANG SIKAMBANG

Pada bab ini, penulis mendiskusikan kajian dari gandang Sikambang. Penulis akan membahas mengenai, warna bunyi dari gendang sikambang, teknik pukulan, posisi memainkan, dan pola dasar ritem gandang sikambang.

4.1Warna Bunyi

Setiap suku bangsa mempunyai persepsi yang berbeda terhadap bunyi yang dianggap musikal maupun cara menghasilkan bunyi tersebut (Merriam, 1964: 3). kondisi yang menyebabkan penulis mengalami kesulitan dalam mengukur bunyi mana yang dianggap benar-benar musikal dan yang dianggap tidak musikal oleh masyarakatnya.

Setelah penulis mengamati persepsi masyarakat pesisir mengenai warna bunyi dari gendang sikambang, ternyata persepsi mereka berdasarkan onomatope. Onomatope adalah kata atau sekelompok kata yang menirukan bunyi-bunyi dari sumber yang digambarkannya dengan kata lain penamaan berdasarkan peniruan bunyi. Tidak ada satu ketentuan yang baku dan bisa dipakai sebagai pedoman yang tetap dalam memainkan gendang ini.

Ada berbagai versi mengenai warna bunyi yang dihasilkan oleh gandang sikambang, menurut bapak Charil menyatakan warna bunyi gendang ini ada dua, yakni warna “tak” dengan memukul bagian pinggir gendang dan warna bunyi “tung/dung” dengan memukul bagian tengah gendang. Selanjutnya dari bapak


(74)

Radjoki, beliau menyatakan ada 4 warna bunyi yang dihasilkan oleh gandang sikambang yakni, “tak”, “tung”, “dum”, “bak”.

Warna bunyi “tak” dihasilkan jika memukul bagian tepi gendang dengan menggunakan tiga ujung jari yakni, jari tengah, jari manis dan jari kelingking. Warna bunyi “dum” dihasilkan jika memukul bagiang tengah gendang, telapak tangan tidak menempel pada membran. Warna bunyi “tung” dihasilkan jika memukul di bagian antara tepi dan tengah gendang dengan tiga ujung jari seperti di atas. Warna bunyi “bak” dihasilkan jika memukul bagian tengah dan menekannya.

Tepi gendang dipukul


(75)

Telapak tangan tidak menempel pada membran

Gambar 38. Warna Bunyi Dum

Bagian Antara Tepi dan Ujung yang Di pukul


(76)

Telapak Tangan Menekan Membran

Bagian Tengah Gendang

Gambar 40. Warna Bunyi Bak

Penyaji Warna Bunyi

Bpk. Chairil Siregar Tung Tak -

-Bpk. Radjoki Nainggolan Tung Tak Dum Bak

Sekalipun penulis menyadari bahwa mendeskripsikan satu bunyi ke dalam tulisan adalah tidak mungkin, namun dengan mendeskripsikan letak tangan dan lokasi permukaan gendang yang dipukul mampu memberikan gambaran kepada pembaca. Penulis juga menyadari bahwa sekalipun deskripsi memukul gendang ini dipraktekkan oleh orang yang tidak tahu bermain gendang, belum tentu dapat mewakili bunyi yang diharapkan kecuali ada alat bantu seperti kaset rekaman yang bisa dijadikan orientasi bunyi atau belajar langsung dengan bimbingan seorang guru.


(77)

4.2Posisi Memainkan

Gambar 38. Posisi Memainkan

Inilah posisi dalam memainkan gendang Sikambang, menjepitkan gendang dengan kedua belah paha dalam posisi duduk bersila. Posisi gendang dibuat miring agar memudahkan dalam memainkan gendang.

4.3Pola Ritem Gendang Sikambang

Yang dimaksud penulis pola ritem di sini ialah pola irama dari gandang sikambang yang dimankan ketika mengiringi baik tari maupun lagu. Dalam menganalisis pola ritem, penulis melakukan pendekatan yang dikemukakan oleh netll (1964) yakni: dalam menganalisis ritem maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pola dasar ritem, repetisi, dan variasi dari pola dasar ritem.


(78)

Untuk menjelaskan hal yang dikemukakan oleh netll penulis menggunakan teknik transkripsi análisis. Transkripsi adalah proses penotasian bunyi, mengalihkan bunyi menjadi simbol visual (Nettl, 1964 : 98). Pentranskripsian bunyi musik merupakan suatu usaha untuk mendeskripsikan musik, yang mana hal ini merupakan bagian penting dalam disiplin etnomusikologi.

Dalam mentranskripsikan pola ritem gendang sikambang, penulis menggunakan notasi Barat. Adapun alasan penulis memilih sistem notasi barat karena sistem notasi barat sangat cocok untuk menunjukkan nilai ritmis dari setiap nada. Lebih dari pada itu simbol-simbol yang terdapat dalam sistem notasi barat bersifat fleksibel, artinya untuk menyatakan sebuah nada yang sulit untuk ditranskripsikan dapat dibubuhkan atau ditambahkan simbol lain sesuai dengan kebutuhan yang penulis inginkan.

Sebagai bahan transkripsi pola dasar ritem penulis mengambil tiga lagu, yakni lagu kapri, kapulo pinang dan lagu duo dengan dua orang penyaji yakni bapak Charil Siregar dan Radjoki Nainggolan8. Alasan penulis mengambil tiga lagu tersebut karena memilki pola ritem dasar yang berbeda dan melihat variasi yang terjadi dari setip lagu pola ritem dasarnya dan penulis melihat kedua penyaji ini memiliki pengajaran secara oral tradisi yang berbeda.

Dalam penyajiannya gendang ini diamainkan bersama dengan accordian dan biola. Gendang dimainkan tidak bersamaan masuknya dengan accordion maupun biola dalam satu komposisi repertoar. Tidak ada ketentuan kapan dimulainya

8

Radjoki Nainggolan merupakan budayawaan dan musisi Sikambang, beliau merupakan staf pengajar kesenian Sikambang di departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara.


(79)

memainkan gendang dalam komposisi namun sejauh pengamatan penulis gendang mulai dimainkan setelah accordion main sudah 2 bar pada komposisi.

4.3.1 Lagu Kapri

Lagu kapri dengan tari saputangnya menceritakan perkenalan muda-mudi untuk mencari pasangan. Pada lagu ini penari menggunakan saputangan atau selendang.

Ritem pada lagu ini memiliki pola dasar ritem

Secara oral tradisi bapak Chairil dengan dua bunyi suara menyajikan lagu kapri sebagai berikut:


(80)

Variasi yang terjadi

Tung Tak Tung Tak Tak Tak

Berikut pola ritem lagu kapri dengan pendekatan warna bunyi yang dikemukakan oleh bapak Radjoki

Tak Tung Tak Dum Bak

Variasi yang terjadi


(81)

ada variasi yang muncul dari siklus ritem ini terdengar saling mengisi ritem yakni not ¼ ( q ) dibagi menjadi dua not 1/8 ( e ).

Analisis yang dapat penulis Tarik dari ritem lagu kapri : 1. Tempo M.M = 110

2. Durasi not = q (1/4) dan e (1/8),

3. Metter = 4 ketukan dalam satu birama 4. Warna suara = versi I. tak, tung

versi II. Tak, tung, dum, bak

4.3.2 Lagu Kapulo Pinang

Lagu kapulo pinang dengan tarinya selendang menggambarkan hubungan yang sudah serius terjadi pada muda-mudi dan ingin menuju kepelaminan

Siklus ritem pada lagu ini yakni,


(82)

Siklus ritem dasar versi I oleh Bapak Chairil

Tung Tak Tak Tak Tak Tak Tak Tak Tung Tung Tung Tak Tak Tung

Variasi yang terjadi

Tung tak tak tak tak tak tak tung tak tung tung tung tak tak tung

Variasi yang muncul pada siklus ini adalah not e diubah menjadi x

Siklus ritem dasar versi II oleh Bapak Radjoki


(1)

BIOGARAFI CHAIRIL SIREGAR

Chairil Siregar, pria kelahirin Jago-Jago 53 tahun yang lalu pada tanggal 19 Juni 1959, merupakan anak 3 dari 7 bersaudara dari pasangan Abd. Hasni Siregar dan Nurzaidani br. Tarihoran. Beliau memulai jenjang pendidikannya di bangku Sekolah Dasar (Sekolah Rakyat dulunya) Negeri Jago-Jago pada tahun 1965 dan berhubung SD di desa tersebut hanya sampai kelas 4, beliau melanjutkan jenjang pendidikannya di SD Hutabalang dan menamatkan pada tahun 1971. Beliau ingin melanjutkan studinya ke SLTP dengan mengikuti tes beasiswa yang diadakan oleh RRI, atas keinginan yang kuat dari beliau, nama beliau terdaftar sebagai salah satu penerima beasiswa. Usaha beliau untuk melanjutkan sia-sia walau sudah mendapatkan beasiswa dengan alasan orang tua tidak mengijinkan Bapk Chairil jauh dari mereka.

Keaktifan bapak ini menggeluti dunia seni berawal dari kesehariaanya diliputi oleh aktifitas ayahnya yang merupakan musisi dan sekaligus pembuat alat musik.


(2)

Beliau tertarik kesibukan ayahanda tercintanya tersebut. pada tahun 1977 Sinar Komedi Seri Tanju Medan beliau belajar seni didalam opera tersebut selama 9 bulan dan dilanjutkan Sinar Komedi Medan selam 1 tahun. Pada umur 18 tahun beliau sudah menjadi musisi yang profesional dan membuat alat musik pada umur 25 tahun.

Pada tahun 1984 beliau mengakhiri masa lajangnya denagn menikahi Bayani br. Pasaribu dan dikaruniai 3 orang anak Perempuan. Dua anak perempuan beliau sudah menikah dan tanggungan beliau tinggal seorang lagi kini duduk di bangku SLTP.

Sekarang keseharian beliau adalah petani dan juga nelayan. Jika laut bersahabat beliau pergi melaut menagkap ikan. Ketika laut tidak bersahabat beliau pergi ke ladang untuk mengurus pohon kelapa. Pemusik dan membuat alat musik adalah kerja sampingan beliau. Kehidupan beliau menjadi musisi dan pembuat alat musik tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga seharinya karena hajatan dan pesanan ada tiap harinya.

Karier beliau sebagai pemusik Sikambang dan pembuat alat musik sudah tidak diragukan lagi di Tapanuli Tengah dan Sibolga. Alat musik buatan beliau dipakai dan dipinjam oleh group-group kesenian yang ada di Tapanuli Tengah dan Sibolga. Beliau juga sering dipanggil keluar daerah seperti Natal, Singkil, Medan, Bengkulu, Jakarta untuk mengisi acara dengan membawakan kesenian Sikambang.


(3)

Foto Bapak Chairil Bersama Isteri


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Chrysti, Decy 2007. Kajian Organologis Rebab Sunda Buatan Bapak Hikmat Kurnia Di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Polonia Kota Medan. Skripsi Hood, Mantle 1982. The Ethnomucicologist. Ohio : The Kent State University

Press

Hornbostel, Erich M. Von and Curt Sach, 1961. Clasification of Musical Instrument. Translate from original jerman by Antoni Brims and Klausss P. Wachsmann.

J. Weely Simbolon, 2010. Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia Kota Medan. Skripsi Sarjana Etnomusikologi.

Kartomi, Margaret J. 1985. Musical instruments of Indonesia. Indonesian Arts Society,

Khasima, Susumu. Asia Performing Art

Khasima, Susumu, 1978. Ilustrasi dan Pengukuran Instrument Musik. Terjemahan Rizaldi Siagian

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Koenjaraningrat 1973, Metode Wawancara Dalam Penelitian Masyarakat Jakarta :gramedia

Koenjaraningrat, 1985. Persepsi Masyarakat Tentang Kebudayaan: Persepsi Tentang Kebudayaan Nasional

Meriam, Alan P. 1964. Antropology Of Music. Bloomington, Indiana: University Press, 1964

Mengenal Nusantara Provinsi Sumatera Utara. Jakarata : Sari Ilmu Pratama 2010 Moleong, Lexi J. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Poskakarya

Nettle, B. 1964. Theory ang Method in Ethomusicology. New York : Free Press of Glencoe


(5)

Royal Institute of Linguistics and Anthropology,, 1994. Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (Netherlands). Afdeling Documentatie Modern Indonesie, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde. Netherlands: Bibliotheek Centre for Documentation of Modern Indonesia. Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001

Sinar, Lukman dkk, 2010. Mengenal Adat dan Budaya Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga : FORKALA- SUMUT

Sinar, Luckman, 1998. Sibolga Dalam Lintas Sejarah. Medan : Perwira

Suwardi Endraswara, 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Widyatama

Takari, Muhammad, 2008. Jurnal Etnomusikolgi : Potensi Perdaban Etnik Dalam Konteks Pembangunan Sumatera Utara

Tua, Saridin Sinaga 2007. Kajian organologis arbab simalungun buatan Bapak Arisden Purba di Desa Maniksaribu Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun. Skripsi

http://en.wikipedia.org/wiki/ http://kbbi.web.id/


(6)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Chairil Siregar Umur : 53 tahun Pekerjaan : Nelayan

Alamat : Jl. Jago-Jago, desa Jago-jago Tapanuli Tengah.

2. Nama : Elias Lubis Umur : 75 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta (tokoh adat Pesisir) Alamat : Jl. Midin, Sibolga

3. Nama : Siti Zubaida Umur : 33 tahun Pekerjaan : PNS Alamat : Jl. Sibolga

4. Nama : Radjokki Nainggolan Umur : 64 tahun

Pekerjaan : tokoh adat Pesisir Alamat : Jl. Sei Bamban, Medan