Kajian Organologis Balobat Buatan Bapak Ropong Tarigan Sibero Di Berastagi

(1)

Gambar III. 50. Penulis dengan Ropong Tarigan Sibero


(2)

DAFTAR NARASUMBER

1. Nama : Ropong Tarigan Sibero Umur : 85 tahun

Alamat : Jln.Seroja Berastagi Kab.Karo Pekerjaan : Pembuat alat musik tradisonal Karo

2. Nama : Bangun Tarigan S.sn Umur : 50 tahun

Alamat : Kabanjahe

Pekerjaan : Pekerja seni musik tradisonal Karo

3. Nama : Drs. Yoe Anto Ginting MA Umur : 50 tahun

Alamat : Medan

Pekerjaan : Dosen Praktek musik Karo di Departemen Etnomusikologi USU.

4. Nama : Kebal Kaban Umur : 85 tahun Alamat : Desa Baguldah

Pekerjaan : Pekerja seni musik tradisional Karo Langkat

5. Nama : Kebun Tarigan Umur :85 tahun

Alamat :Jalan Luku 2 Gg Anggrek Medan Pekerjaan :Pemain musik tradisional Karo


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Bangun,Payung,1993.”Kebudayaan Batak” dalam Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Koentjaraningrat:ed). Jakarta, Penerbit Jembatan (hal 94-117).

Situmeang, Hendrik 2011 “Kajian Organologis Sarunei Simalungun Buatan Bapak Martuah Di Kecamatan Siantar Utara kota Pematang Siantar” Skripsi S-1 di Departemen

Etnomusikologi

Hood,Mantle 1982 . The Ethnomusicologist. Ohio : The Kent State University Press Hornbostel , Erich M. Von and Curt Sach, 1961. Clasification of Musical Instrument.

Translate from original Jerman by Antoni Brims and Klaus P. Wachsman.

Khasima , Susumu, 1978. Measuring and Ilustrating Musical Instrument dalam Musical Voice of Asia, Report of (Tradisional Performing Arts 1978), Tokyo: Heibonsha Limited, Publizer .Terjemahan Rizaldi Siagian.

Merriam , Alan P ,1964. The Antropology of Music, North western, University Press.

Poerwadarminta W.J.S 2003 Kamus Umum Bahasa Indonesia .Jakarta ,Penerbit Balai Pustaka.

Pusat Pembinaan Bahasa ,2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta,Penerbit Balai Pustaka.

Simbolon, J.Wely, 2010 : Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur , Kecamatan Helvetia Kota Medan.Skripsi S-1 pada Departemen Etnomusikologi FIB – USU

Koentjaraningrat. 1973. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. 1980.

Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. 1981. Pengantar Antropologi, Jakarta : Balai Pustaka. 1985. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru


(4)

BAB III

KAJIAN ORGANOLOGIS BALOBAT

3.1 Klasifikasi Balobat Karo

Dalam mengklasifikasikan instrumen sarunei, penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) yaitu:

Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu: Idiofon, (penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri), Aerofon, (penggetar utama bunyinya adalah udara), Membranofon, (penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran), Kordofon, (penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai).

Mengacu pada teori tersebut , maka balobat adalah instrumen musik Aerofon. Hal ini disebabkan suara yang dihasilkan instrumen tersebut penggetar utama bunyinya adalah udara.

Balobat adalah alat musik tiup yang terbuat dari bambu dan pada ujung nya dipasang blok kayu sebagai pembentuk lubang hembusan ( block flute).


(5)

3.2 Konstruksi Bagian Yang Terdapat Pada Balobat Karo

Untuk membahas bagian konstruksi ini, penulis mengacu pada balobat buatan bapak Ropong Tarigan Sibero

Instrumen balobat ini memiliki bagian-bagian yang mempunyai fungsi masing-masing, antara lain :

• Tuldak merupakan lubang pembelah udara yang terdapat pada bagian ujung

balobat.

• Lubang udara adalah lubang yang menentukan nada pada saat balobat

dimainkan, terdapat enam buah lobang nada yang ada pada balobat. Ukuran lubang nada yang ada pada balobat tidak sama.

• Sondel adalah blok yang terbuat dari kayu cemara yang dibentuk bulat sehingga sesuai dengan ukuran lubang bambu sehingga dapat dimasukan pada lubang bambu tersebut.

• Lubang hembusan adalah lubang untuk meniup udara yang dibuat dengan cara meraut blok kayu yang telah dibuat dari dahan kayu cemara, yang akan dimasukan ke dalam bambu.


(6)

Gambar III. 1. Bagian-bagian balobat

Gambar III .2. Bagian-bagian balobat

Tuldak

Lubang nada I Lubang nada II Lubang nada III Lubang nada IV Lubang nada V Lubang nada VI

Lubang tiupan Sondel/Block kayu


(7)

Gambar III. 3. Bagian balobat

3.3 Ukuran Bagian Balobat

Berikut adalah ukuran bagian-bagian yang ada pada balobat buatan bapak Ropong Tarigan Sibero.

• Panjang badan balobat : 28 cm • Jarak antara lubang nada : 2,3 cm • Jarak lubang tuldak ke pangkal

• Diameter lubang nada I,II,IV dan V : 0,2 cm • Diameter lubang nada III dan VI : 0,5 cm • Diameter pangkal: 2,3 cm

• Diameter ujung : 1,5 cm

Lubang resonator


(8)

Gambar III. 4. Diameter lubang nada balobat

Gambar III. 5. Panjang balobat dan jarak anatar luabang.

0,2 cm 0,2 cm 0,5 cm 0,2 cm 0,2 cm 0,5 cm

Panjang badan balobat 28 cm

Jarak lubang tuldak ke pangkal 2,3 cm Jarak antar

lubang nada 2,3 cm


(9)

Gambar III. 6. Diameter pangkal

Gambar III. 7. Diameter ujung

2,3 cm


(10)

3.4 Pembuatan Balobat

Dalam proses pembuatan balobat terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan mulai dari pemilihan bahan baku, alat yang digunakan, hingga proses pengerjaan balobat.

3.4.1 Bahan Baku Dalam Pembuatan Balobat

Berikut adalah bahan baku yang digunakan dalam pembuatan balobat butan bapak Ropong Tarigan Sibero yaitu:

3.4.1.1 Bambu

Bambu adalah bahan utama dalam pembuatan balobat, bambu yang digunakan adalah

bambu regen (Gigantochloa pruriens) , buluh regen (Karo). Bagian yang diambil adalah bagian pucuk bambu yang sudah tua. Bambu tua biasaanya tahan dan tidak keriput dan suaranya pun lebih bagus. Pucuk bambu yang diambil berukuran sejengkal tangan orang dewasa lebih.


(11)

3.4.1.2 Kayu cemara

Kayu cemara digunakan sebagai sondel untuk balobat, kayu cemara dipilih karena kayu tersbut tidak mudah rusak dan tidak mudah lapuk. Selain kayu cemara biasa juga dibuat dari pohon cabe, namun bapak Ropong Tarigan lebih sering menggunakan kayu cemara. Bapak Ropong Tarigan Sibero biasanya mengambil dahan pohon cemara yang jatuh di sekitar taman Gundaling yang tak jauh dari rumah beliau.

Gambar III. 9. Pohon cemara


(12)

3.4.2 Peralatan Yang Dipergunakan

Berikut adalah peralatan-peralatan yang dipergunakan Bapak Ropong Tarigan Sibero dalam pembuatan balobat yaitu:

Gambar III. 11. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan balobat

3.4.2.1 Pisau belati

Pisau digunakan untuk mengupas kulit bambu dan meratakan bagian bambu yang tidak rata dari berkas gergaji. Pisau yang digunakan harus sangat tajam.


(13)

3.4.2.2 Gergaji

Gergaji yang digunakan adalah gergaji potong atau gergaji kayu. Gergaji ini digunakan untuk memotong bambu.

Gambar III. 13. Gergaji kayu

3.4.2.3 Pisau Ukir Kecil

Pisau kecil digunakan untuk membuat lubang nada dan lubang tuldak dan meratakan bagian bambu yang telah dikupas agar lebih rata. Pisau-piau tersebut khusus dibuat sendiri oleh Bapak Ropong Tarigan Sibero untuk mendukung pekerjaanya.


(14)

3.4.2.4 Kikir

Kikir digunakan untuk menghaluskan kayu eru dan memmbentuk kayu hingga bulat agar bisa dimasukan ke lubang bambu sebagai sondel. Kikir yang digunakan adalah kikir persegi yang bermata kasar.

Gambar III. 15. Kikir persegi

3.4.2.5 Kertas Pasir

Kertas pasir digunakan untuk menghaluskan seluruh permukaan balobat agar lebih halus dan tidak berserabut. Kertas pasir yang digunakan adalah kertas pasir kayu yang halus.


(15)

3.4.2.6 Alat ukur

Untuk mempermudah pengukuran jarak antar lubang nada serta lebih lebih cepat dalam proses pembuatan maka digukan alat ukur seperti penggaris atau meteran.

Gambar III. 17. Alat ukur

3.4.3 Proses Pengerjaan Balobat

Proses pngerjaan balobat memiliki tahapan-tahapan yang harus diikuti untuk mencapai hasil pembuatan yang maksimal. Proses pengrjaan balobat yang penulis uraikan dalam tulisan ini adalah pembuatan balobat oleh bapak Ropong Tarigan Sibero.

3.4.3.1 Menebang Pohon Bambu

Pohon bambu yang dipilih adalah yang sudah tua, dalam pemilihan dan pemotongan pohon bambu tidak ada ritual khusus ataupun pemilihan hari yang khusus. Biasanya bapak Ropong Tarigan Sibero tidak kesulitan untuk mendapatkannya karena daerah Berastagi sekitarnya termasuk daerah yang banyak terdapat pohon bambu. Bapak Ropong Tarigan Sibero biasanya mengambil bambu ke daerah Doulu, namun karena usia beliau yang sudah cukup tua dan tidak sanggup lagi untuk menelusuri hutan, beliau kini lebih sering menyuruh orang lain untuk mengambil bambu.


(16)

Bambu yang telah ditebang kemudian diambil bagian pucuknya, biasanya diambil beberapa ruas saja yang dianggap paling bagus. Bambu yang telah diambil dan dibawa pulang tidak langsung dibuat balobat oleh beliau, ada beberapa proses lagi agar bambu yang dibuat menjadi balobat lebih bagus dan tidah mudah rusak.

3.4.3.2 Perendaman

Bambu yang digunakan untuk balobat biasanya direndam selama lima hari , setelah direndam selama lima hari bambu tersebut kemudian di keringkan dipanas matahari. Bambu yang telah kering kemudian diangkat dan biarkan terletak di ruangan terbuka selama sehari. Hal tersebut dilakukan beliau agar balobat yang dibuat bisa tahan lama sampai beberapa tahun, tidak dimakan rayap dan tidak keriput.

Ruas bambu yang telah dipotong kemudian direndam menggunakan air biasa di baskom bisa juga di bak air. Untuk membuat balobat , bambu harus satu sisi tidak dipotong ruasnya sedangkan satu sisi lagi ruasnya dipotong, ruas yang dipotong nantinya akan diberi sondol atau blok yang terbuat dari kayu cemara

Gambar III. 18. Bambu yang telah dikeringkan

Sisi ruas yang dipotong pada pangkal Ruas yang

tak dipotong pada ujung


(17)

3.4.3.3 Pemotongan Bambu

Bambu yang telah di keringkan tersebut kemudian diukur dan dipotong dengan gergaji sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan, balobat tidak mempunyai ukuran yang pasti dalam pembuatanya, namun menurut bapak Ropong Trigan Sibero dan Kebun Tarigan biasanya antara sejengkal tangan orang dewasa lebih beberapa jari.

Gambar III.19. Pengukuran panjang balobat.


(18)

3.4.3.4 Menentukan Jarak Lubang Nada dan Memberi Tanda

Setelah bambu selesai dipotong selanjutnya adalah menentukan jarak lubang nada dan memberi tanda sebelum dibuat lubang nada dan tuldak. Panjang badan balobat keseluruhan dibagi dua kemudian dibagi enam, dalam pembuatan ini, panjang balobat adalah 28 cm, lobang nada yang terdapat pada balobat berjumlah enam buah, jadi jarak lubang nada adalah sebagai berikut , 28 cm : 2 : 6 = 2,3 cm atau dengan kata lain jarak lobang nada I hingga lobang nada VI sama yaitu 1/12 dari panjang badan instrument balobat. Setelah didapat jarak lubang nada maka hal selanjutnya adalah memberi tanda dengan menggunakan pencil, pulpen atau memberi goresan dengan ujung pisau. Tanda pertama yang dibuat adalah lubang nada I yang berada ditengah badan balobat atau pada ukuran 14 cm, kemudian dilanjutkan untuk membuat tanda lubang nada berikutnya serta tanda tuldak.

Gambar III. 21. Pengukuran jarak lubang nada dan tuldak


(19)

3.4.3.5 Pembuatan Tuldak

Tuldak adalah lubang pembelah udara pada balobat, bila tidak ada tuldak maka

balobat tidak akan berbunyi. Jarak tuldak sama dengan jarak lubang nada pada balobat atau bisa juga sama dengan ukuran diameter bambu yang menjadi badan instrument balobat. Proses pembuatannya adalah dengan meraut kulit bambu agak mendalam pada bagian yang telah diberi tanda, bambu diraut dengan menggunakan pisau belati. Pada bagian bambu yang telah diraut tadi kemudian dibuat lubang udara dengan menggunakan pisau ukir yang kecil.

Gambar III. 23. Badan bambu diraut


(20)

3.4.3.6 Pembuatan Lubang Nada dan Lubang Resonator

Proses selanjutnya adalah pembuatan lubang nada balobat. Pada proses pembuatan lubang nada ini bapak Ropong Tarigan menggunakan beberapa jenis pisau ukir kecil yang dibuat sendiri oleh beliau.

Ada beberapa tahap yang dilakukan sebelum membuat lubang nada. Hal pertama yang dilakukan adalah menusuk tanda lubang nada yang telah dibuat pada bambu dengan menggunakan pisau ukir paling kecil, hal ini dilakaukan agar pada saat bambu dikupas tanda lubang nada yang telah dibuat tidak hilang, sehingga lebih memudahkan untuk proses pembuatan lubang nada.

Gambar III. 25. Penusukan bambu yang telah diberi tanda

Setelah seluruh tanda lobang nada selesai ditusuk , kulit bambu kemudian dikupas , bambu tidak sepenuhnya dikupas, bambu dikupas kurang lebih 2/3 bagian dari panjang bambu keseluruhan. Bagian yang dikupas adalah dari atas lobang nada I hingga kebawah.


(21)

Gambar III. 26. Pengupasan kulit bambu dengan pisau belati

Gambar III.27. Pengupasan kulit bambu dengan pisau belati

Kulit bambu dikupas secara perlahan-lahan agar hasilnya bagus dan merata, pisau belati yang digunakan juga harus sangat tajam, agar proses pengupasan kulit dapat lebih cepat .Setelah kulit bambu selesai dikupas , tahap pengerjaan selanjutnya adalah pembuatan ke enam lubang nada. Pada bagian bambu yang telah dikupas akan terlihat tanda lubang nada


(22)

yang sebelumnya ditusuk, tanda lubang nada tersebut kemudian ditusuk lebih dalam hingga menembus bambu dan berlubang.

Gambar III. 28. Penusukan bambu setelah dikuliti

Setelah bambu berlubang tahap selanjutnya adalah pembentukan lobang nada. Sebelum lobang nada dibentuk pada bagian yang telah dilubangi, badan bambu pada bagian tersebut terlebih dahulu diraut kira-kira 1,5 cm.

Gambar III.29. Bagian bambu yang diraut sekitar lubang nada.

Pada bagian bambu yang telah diraut tersebut kemudian dibentuk lubang nada

balobat, diameter lubang nada pada balobat tidak semua sama. Lubang nada I,II,IV,V adalah 0,2 cm, lubang nada III adalah 0,5 cm dan lubang nada VI adalah 0,4 cm


(23)

Proses pengerjaanya bapak Ropong Tarigan Sibero terlebih dahulu membentuk lubang nada III dan VI baru kemudian dilanjutkan dengan lubang nada yang lain. Dalam pembentukan lubang tersebut beliau mennggunakan beberapa pisau ukir kecil yang sangat tajam, pisau tersebut digunakan secara bergantian sesuai kebutuhannya.

Gambar III. 30. Proses pembentukan lubang nada

Gambar III. 31. Proses pembentukan lubang nada

Setelah seluruh lubang nada selesai dibuat, tahap selanjutnya adalah pembuatan lubang resonator yang ada pada ujung bawah badan balobat, sebelum lubang dibuat terlebih dahulu ujung bambu dirapikan menggunakan pisau belati dengan cara diraut pada ujungnya. Proses pembuatan lubang resonator adalah dengan cara ditusuk kemudian dibentuk dengan pisau


(24)

ukir. Ukuran lubang resonator tidak ditentukan namun biasanya tidak lebih besar dari lubang nada.

Gambar III. 32 . Ujung bambu diaraut dengan pisau belati


(25)

Gambar III. 34. Pembentukan lubang dengan pisau ukir

3.4.3.7 Pembuatan dan Pemasangan Sondel

Setelah lubang nada dan lubang resonator selesai tahap selanjutnya adalah pembuatan sondel / block kayu untuk lubang hembusan yang terbuat dari dahan kayu cemara. Dalam proses pembuatan sondel ini alat yang digunakan adalah pisau belati dan kikir persegi. Dahan kayu cemara yang telah dikuliti kemudian dibentuk bundar dan sesuai dengan lubang bambu, bila belum muat kedalam lubang bambu maka terus dikikir agar muat ke dalam bambu.


(26)

Gambar III. 35. Kayu dibentuk dengan menggunakan kikir

Gambar III. 36. Proses pemasangan sondel

Setelah dahan kayu sesuai dengan ukuran lubang bambu dan berhasil dimasukkan maka tahap selanjutnya adalah pembuatan lubang hembusan. Lubang hembusan dibuat dengan cara meraut kayu seuai lebar lubang tuldak dengan pisau belati, dalam hal ini kita harus meniup balobat untuk menentukan lubang hembusan sudah tepat atau belum, bila bunyinya belum bagus maka harus diraut lagi secara halus. Setelah bunyi yang didapat bagus dan sesuai yang diinginkan baru kemudian dahan tersebut dipotong dengan menggunakan gergaji.


(27)

Gambar III. 37. Pengikisan kayu cemara

Gambar III. 38. Pengikisan kayu cemara


(28)

Gambar III. 40. Bekas gergaji dirapikan dengan pisau

Setelah sondel selesai dipasang, maka seluruh badan balobat yang telah selesai dihaluskan dengan menggunakan kertas pasir / amplas, untuk menghaluskan lubang nada maka kertas pasir digulung dan dimasukkan kelubang tersebut , hal ini dilakukan agar seluruh bagian balobat terlihat rapi.


(29)

Gambar III. 42. Proses penghalusan lubang nada

3.4.4 Pembuatan Secara Konvensional

Pembuatan balobat secara konvensional tidak jauh beda dengan cara yang sebelumnya, menurut bapak Ropong Tarigan Sibero yang membedakanya adalah penentuan panjang balobat dan penentuan jarak tidak menggunakan alat ukur. Pada saat dahulu ketika menentukan panjang balobat si pembuat hanya menggunakan jengkal tangan, biasanya sejengkal lebih. Untuk menentukan jarak lubang biasanya menggunakan tali ataupun urat-urat kayu yang dapat dilipat. Tali ataupun urat-urat kayu tersebut kemudian diambil sepanjang bambu yang telah ditentukan kemudian dibagi dua untuk menentukan titik tengah atau lubang nada I, selanjutnya dibagi enam untuk menentukan jarak antar lubang nada. Untuk proses pembutan selanjutnya tidak berbeda dengan tahap yang telah diterangkan sebelumnya.


(30)

Gambar III. 43. Pengukuran dengan tali

Gambar III. 44. Tali dilipat dua


(31)

Gambar III. 46. Pengukuran dengan tali

Gambar III. 47. Pemberian tanda

3.5 Kajian Fungsional

Dalam kajian fungsional, penulis akan membahas mengenai posisi memainkan, teknik memainkan, penyajian sarunei dan perawatan sarueni, nada yang dihasilkan.

3.5.1 Posisi Memainkan

Dalam memainkan balobat posisi jari tangan kanan menutup dua lubang nada dibagian belakang yaitu lubang nada I dan II dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah, sedangkan posisi jari tangan kiri menutup empat lubang nada dibagian depan yaitu


(32)

lubang nada III,IV,V,VI bila dilihat dari arah penonton. Posisi tersebut bisa juga sebaliknya dengan mengganti posisi tangan kanan menutup empat lubang di depan dan tangan kiri menutup dua lubang dibelakang, disesuaikan dengan kebiasaan si pemain.

Gambar III. 48. Posisi jari

3.5.2 Posisi Tubuh

Utnuk posisi tubuh dalam memainkan balobat itu tergantung dari penggunaan balobat

tersebut. Bila balobat dimainkan pada acara ritual pada ensamble gendang telu sendalanen, si pemain balaobat duduk di lantai (bersimpuh atau kaki dilipat), dengan posisi badan tegak dan kepala sedikit menunuduk. Pada saaat balobat tidak dimainkan di dalam acara ritual misalnya hanya untuk menghibur diri sendiri di saat mengembala, maka posisi tubuh bebas.

3.5.3 Teknik Memainkan Balobat

Dalam memainkan balobat tidak ada tekhnik khusus dalam cara meniup untuk menghsailkan bunyi, berbeda dengan alat musik tiup karo seperti surdam dan sarune yang


(33)

mempnyai tekhnik khusus dalam menghasilkan bunyi, seperti halnya recorder ketika ditiup

balobat langsung berbunyi.

Menurut bapak Kebun Tarigan walaupun tidak ada tekhnik khusus dalam permaianan

balobat ketika meniup balobat kita juga harus mengatur nafas agar tiupan tetap konstan dan tidak mudah capek, yaitu menghirup udara melalalui rongga hidung dan memasukkan udara tersebut ke rongga perut, lalu mengeluarkan udara tersebut dengan tekanan tiupan dari mulut secara perlahan.

Tekhnik permainan balobat terletak pada posisi jari, dalam memainkan lagu-lagu dalam balobat biasanya lubang nada VI jarang dipakai, dalam permainanya biasanya lubang nada ke VI tidak ditutup sejak balaobat dimainkan.

Untuk memainkan melodi dengan baik pada balobat tergantung pada posisi jari dan kelincahan jari dalam memainkan lubang nada, pada saat jari menutup lubang nada harus dipastikan tertutup rapat, karena bila lubang nada tidak tertutup rapat maka bunyi yang disilkan juga tidak akan bagus.

3.5.4 Perawatan Balobat

Perwatan yang digunakan untuk balobat cukup sederhana, yaitu dengan cara sering dimainkan, sesekali dijemur bila basah.

3.5.5 Nada yang dihasilkan

Balobat mempunyai enam buah lubang nada, dari setiap lubang nada yang dimainkan akan dihasilkan bunyi berbeda. Berikut adalah nada yang dihasilkan oleh balobat butan bapak Ropong Tarigan Sibero berdasarkan posisi jari pada lubang nada. Nada yang dihasilkan balobat tersebut diukur dengan menggunakan Tuner.


(34)

Gambar III. 49. Seluruh lubang nada ditutup Gambar III. 49a. Lubang nada VI dibuka

Gambar III. 49b. lubang nada V dibuka Gambar III. 49c. Lubang nada IV dibuka


(35)

Gambar III. 49f. Lubang nada I dibuka

• Pada saat semua lubang nada tertutup (Gambar 49) maka nada yang dihasilkan adalah C

• Pada saat lubang nada VI dibuka Gambar 49a) maka nada yang dihasilkan adalah D • Pada saat lubang nada VI dan V dibuka (Gambar 49b) maka nada yang dihasilkan Eb • Pada saat lubang nada VI,V dan IV dibuka (Gambar 49c) maka nada yang dihasilkan

F

• Pada saat lubang nada VI,V,IV dan III dibuka (Gambar 49d) maka nada yang dihasilkan G

• Pada saat lubang nada VI,V,IV,III dan II dibuka (Gambar 49e) maka nada yang dihasilkan A

• Pada saat lubang nada VI,V,IV,III,II,I dibuka/ seluruh lubang dibuka (Gambar 49f) maka nada yang dihasilkan adalah Bb


(36)

(37)

BAB IV

EKSISTENSI DAN FUNGSI BALOBAT PADA MASYRAKAT KARO

4.1 Eksistensi Balobat

Balobat adalah alat musik Karo yang dapat dimainkan secara solo maupun ensambel. Secara solo balboat biasanya dimainkan oleh masyrakat Karo untuk mngibur diri, dahulu anak laki-laki yang lagi ermakan ( mengembala sapi) ataupun yang lagi muro ( menghalau burung di sawah) memainkan balobat untuk mengusir rasa suntuk, salah satu lagu yang biasa dimainkan adalah lagu io-io. Dengan memainkan balobat waktu tidak akan terasa cepat berjalan. Secara ensambel balobat dimainkan dengan alat musik tradisional yang lain yaitu

keteng-keteng dan mangkuk mbentar yang disebut dengan ensambel gendang telu sendalanen, dalam ensambel tersebut balobat berfungsi sebagai pembawa melodi. Menurut bapak Ropong Tarigan dan Kebun Tarigan, Ensambel gendang telu sendalanen biasanya dipakai untuk acara ritual yaitu raleng tendi, perumah begu, erpangir ku lau, namun lagu yang dimainkan berbeda dengan lagu balobatsaat dimainkan secara solo, lagu yang biasa dimainkan secara ensambel adalah mari-mari dan begu deleng.

Bila dilihat dari eksistensinya alat musik balobat semakin terlupakan dalam masyarakat Karo seiring berjalanya waktu, hal ini dapat dilihat di kehidupan masyrakat Karo sendiri, saat ini bila kita berkunjung ke desa-desa di Kabupaten Karo tidak akan kita temui lagi masyrakat yang membawa dan memainkan balobat di ladang mereka. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan zaman dan pengaruh budaya luar, serta masuknya agama di daerah Karo. Sebagian besar masyrakat masih percaya kalau setiap alat musik tradisional Karo itu berkaitan dengan hal-hal yang berbau mistis dan bertentangan dengan agama mereka saat ini. Masyrakat Karo sendiri juga sudah banyak meninggalkan acara-acara ritual tradisinya terlebih lagi yang berkaitan dengan hal-hal gaib seperti raleng tendi, perumah


(38)

begu, erpangir ku lau dan acara ritual lainya. Dengan berkurangnya acara ritual-ritual tersebut ditambah dengan perkembangan zaman serta pengaruh budaya luar dimana semakin banyaknya alat-alat musik modern yang masuk pada masyrakat maka secara otomatis penggunaan alat musik tradisional Karo juga semakin jarang dan mungkin akhirnya akan terlupakan.

Saat ini masih ada beberapa pengrajin yang membuat alat musik Karo termasuk

balobat dan menjual alat buatanya, yaitu Bapak Ropong Tarigan Sibero ( Berastagi), Bapak Fauzi Ginting ( Pancur Batu), Bapak Nampat Sinulingga ( Desa Lingga) dan beberapa pengarajin lainya yang tidak diketahui penulis.

Walaupun masih ada beberapa orang yang bisa membuat balobat dan menjual alat butannya di masyrakat, namun minat masyrakat tidak begitu besar lagi akan alat musik tersebut, bahkan masyarakat melihat balobat seperti barang antik yang dipajang di rumah sebagai hiasan, hal ini dapat dilihat di toko-toko souvenir yang ada di Berastagi, toko tersebut menjual beberapa macam alat musik tradisional Karo dan banyak turis yang membeli

balobat tsebagai cendramata tanpa tau fungsi dan cara memiankanya. Namun tetap ada orang membeli alat musik tresebut dan mencoba untuk terus mempelajari cara memainkannya, biasanya orang seperti ini berasal dari kalangan seniman maupun mahasiswa yang kuliah di jurusan seni.

Instrument balobat pada saat ini tidak lagi hanya dimainkan dalam bentuk ensambel

gendang telu sendalanen, tetapi sudah mulai digabungkan dengan alat-alat musik modern seperti gitar, keyboard, bass dan alat musik lainya. Lagu yang dimainkan pun tidak lagi lagu yang khusus untuk balobat seperti begu deleng maupun mari-mari, orang yang memainkan


(39)

4.2 Fungsi Balobat pada Masyarakat Karo

Dalam menuliskan fungsi balobat, maka penulis mengacu pada teori Alan P.Merriam, yaitu:

…use then refers to the situation in which is employed in human action : function concern the reason for its employment and particulary the broader purpose which it serves….(Merriam 1964:210)

Dari kalimat di atas, dapat diartikan bahwa use (penggunaan) bahwa menitikberatkan pada masalah situasi atau cara yang bagaimana musik itu digunakan, sedangkan function

(fungsi) yang menitikberatkan pada alasan penggunaan atau menyangkut tujuan pemakaian musik, terutama maksud yang lebih luas, sampai sejauh mana musik itu mampu memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri.

Menurut Allan P. Merriam (1964:219-226) fungsi musik dapat dibagikan dalam 10 kategori yaitu

1. Fungsi Pengungkapan Emosional 2. Fungsi penghayatan Estetis 3. Fungsi Hiburan

4. Fungsi Komunikasi 5. Fungsi Perlambangan 6. Fungsi Reaksi Jasmani

7. Fungsi yang berkaitan dengan reaksi social

8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan 9. Fungsi kesinambungan budaya


(40)

4.2.1 Fungsi Pegungkapan Emosional

Balobat dapat dimainkan secara solo maupun ensambel, pengungkapan emosional yang paling terasa adalah ketika balobat dimainkan secara solo, ketika dimainkan secara solo biasanya si pemain akan mamainkan perasaannya lewat balobat yang ditiup. Salah satu lagu yang dimainkan secara solo saat seorang berada di ladang ataupun lagi mengembala yaitu io-io, lagu tersebut adalah sebuah pengungkapan emosional dari sang pemain. Menurut bapak Yoe Anto Ginting melalaui lagu io-io tersebut si pemain seolah jungut-jungut ( sungut – sungut) dari hati nya ke alam sekitarnya, sehingga tidak jarang orang yang mendengarnya akan merasa terharu.

4.2.2 Fungsi Hiburan

Ketika balobat dimainkan secara solo walaupun lagu tersebut berisi sebuah kesedihan, seperti lagu yang dimainkan di ladang, namun lagu tersebut merupakan sebuah hiburan bagi si pemian sehingga kesendirian tidak terasa dan waktu akan terasa cepat berjalan.

Saat ini balobat juga dipergunakan untuk hiburan, ketika dalam sebuah pertunjukan

balobat digabung dengan beberapa ensambel seperti gitar,bas, keyboard dan alat musik lainya. Hal tersebut pernah dilakukan beberapa mahasiswa etnomusikologi di sebuah acara mahasiswa yang memainkan balobat dan keteng-keteng beserta alat musik modern lainya seperti gitar dan bass, dimana balobat dimainkan sebagai pembawa melodi lagu, hasilnya dosen beserta mahasiswa yang hadir pada tersebut merasa sangat terhibur.

4.2.3Fungsi Kesinambungan Kebudayaan

Ensambel gendang telu sendalanen merupakan bagian dari kebudayaan masyrakat Karo dimana ensambel tersebut sering dipakai untuk upacara ritual, kini walaupun ensambel


(41)

gendang telu sendalanen jarang dipakai seiring berkurangnya upacara–upacara ritual tersebut dalam masyrakat Karo, namun alat musik balobat dan keteng-keteng yang bagian dari ensambel tersebut masih dimainkan hingga saat ini walaupun dalam konteks yang berbeda.

Dengan masih dipergunakannya balobat dalam kehidupan masyarakat walaupun itu digabung dengan alat musik yang lain, dengan repertoar lagu yang berbeda hal tersebut akan menjadikannya tetap terpelihara dan berkesinambungan sebagai salah satu alat musik tradisonal Karo yang bertahan sampai saat ini.

4.3 Ensambel Gendang telu sendalanen

Ensambel gendang telu sendalanen adalah ensambel yang terdapa pada masyrakat Karo selain ensambel lima sendalanen, yang terdiri dari (1) Kulcapi (chordophone)/balobat(block flute), (2) keteng-keteng (idiochordophone), dan (3) mangkok (idiophone). Dalam ensambel ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu Kulcapi atau balobat. Sedangkan Keteng-keteng dan mangkok merupakan alat musik yang berfungsi sebagai ritem dan pembawa tempo.

4.3.1 Kulcapi

Kulcapi adalah alat musik petik tradisional Karo berbentuk lute yang terdiri dari dua buah senar, badan kulcapi terbuat dari pohon nangka, dahulu kala senarnya terbuat dari akar pohon aren (enau) namun sekarang telah diganti senar metal.

4.3.2 Balobat

Balobat merupakan alat musik tiup tradisional Karo yang tebuat dari bambu (block flute). Instrumen ini mirip dengan alat musik recorder pada alat musik barat. Balobat


(42)

memiliki enam buah lubang nada. Lubang nada pada balobat tersebut memiliki besar yang berbeda.

4.3.3 Keteng-keteng

Keteng-keteng merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Bunyi keteng-keteng

dihasilkan dari dua buah “senar” yang diambil dari kulit bambu itu sendiri (bamboo idiochord). Pada ruas bambu tersebut dibuat satu lobang resonator dan tepat di atasnya ditempatkan sebilah potongan bambu dengan cara melekatkan bilahan itu ke salah satu senar

keteng-keteng. Bilahan bambu itu disebut gung, karena peran musikal dan warna bunyinya menyerupai gung dalam Gendang sarune. Bunyi musik yang dihasilkan keteng-keteng

merupakan gabungan dari alat-alat

musik pengiring Gendang sarune (kecuali sarune) karena pola permainan keteng-keteng

menghasilkan bunyi pola ritem: gendang singanaki, gendang singindungi, penganak dan gung yang dimainkan oleh hanya seorang pemain keteng-keteng.

4.3.4 Mangkok

Mangkok yang dimaksud dalam hal ini adalah mangkuk yang berwarna putih polos, pada dasarnya bukan merupakan alat musik, namun dalam gendang telu sedalanen, mangkok tersebut digunakan sebagai instrumen pembawa tempo.

Ensambel gendang sendalanen dalam masyrakat Karo digunakan untuk beberapa acara ritual, seperti raleng tendi, perumah begu, dan erpangir kulau.

• Raleng tendi adalah sebuah acara ritual pada masyrakat Karo untuk memanggil roh orang yang terlepas dari tubuhnya. Masyrakat Karo meyakini bahwa roh manusia dapat terlepas dari badanya misalnya karena terkejut, ataupun karena melakukan hal yang terlarang di suatu tempat yang dianggap


(43)

keramat, seperti di gunung, taupun sungai-sungai besar. Untuk mengembalikan roh tersebut dilakukanlah acara ritual raleng tendi dimana ensambel gendang telu sendalanen digunakan sebagai musik pengiring.

• Perumah begu adalah acara yang dilakukan untuk memanggil roh yang telah meninggal, setelah orang yang meninggal dikuburkan, maka pada malam hari dilakukan acara perumah begu untk memanggil roh yang telah meninggal tersebut.

• Erpangir ku lau adalah acara pembersihan diri dari hal-hal yang tidak baik, acara erpangir kulau dilakukan di sebuah sungai, salah satu tempat untuk erpangir ku lau bagi masyrakat Karo adalah di Desa Doulu.


(44)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Terdapat dua buah ensambel pada masyrakat Karo yaitu ensambel gendang lima sendalanen dan telu sendalanen. Ensambel tersebut dipergunakan masyrakat Karo untuk mendukung upcara-upacara di dalam kehidupan mereka.

Balobat adalah alat musik tiup tradisional Karo yang daapat dimainkan secara solo maupun dalam ensambel gendang telu sendalanen. Balobat dibuat dari ujung bambu tua yang biasanya kurang lebih sejengkal dan mempunyai enam buah lubang nada. Dalam pembuatan

balobat terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh, mulai dari pemotongan bambu hingga pengukuran jarak lubang nada dan tuldak mempunyai aturan tersendiri yang telah dipakai dari dulu hingga sekarang.

Saat ini masih ada beberapa orang yang membuat balobat diantaranya adalah Ropong Tarigan Sibero ( Berastagi), Fauzi Ginting (Pancur Batu), Nampat Sinulingga ( Desa Lingga ) serta beberapa orang yang belum diketahui penulis.

Ropong Tarigan Sibero adalah salah satu pembuat balobat yang sudah cukup tua, beliau sudah berumur 85 tahun, namun dalam usia yang sudah tua beliau tetap bekerja membuat alat musik. Alat musik buatan beliau telah banyak terjual dan tersebar di Indonesia bahkan ke luar negeri seperti Jerman, India, Amerika dan Malaysia.

Keberadaan (eksistensi) instrument balobat dalam penggunanya sebagai bagian dari ensambel gendang telu sendalanen kini sudah sangat sulit ditemukan. Hal ini tidak terlepas dari semakin hilangnya acara-acara ritual dalam masyrakat karo yang menggunakan ensambel gendang telu sendalanen sebagai pengiringnya. Walaupun ensambel gendang telu sendalanen sudah jarang dimainkan, namun balobat sebagai instrument masih dipakai walaupun dalam fungsi dan pemakainnya mengalami pergeseran.


(45)

5.2. Saran

Adapun saran yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut yaitu.

1. Adanya pelatihan mengenai pembutan dan pelatihan alat musik tradisional Karo yang dilakukan oleh pemerintah sebagai agenda tahunan, khususnya Pemkab Karo sebagai pendukung kelestarian kebudayaan Karo.

2. Harus diadakan pensosialisasian mengenai musik tradisional Karo di masyrakat Karo, agar masyrakat tidak lupa akan budayanya.

3. Pembutan dan permainan balobat seharusnya bisa dimasukkan di dalam kurikukulum pendidikan khususnya di Kabupaten Karo. Sebagai jalan untuk mengenalkan alat musik tradisional sejak dini kepada generasi muda.


(46)

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK ROPONG TARIGAN SIBERO

Bab ini merupakan penjelasan tentang gambaran umum wilayah penelitian dan biografi singkat bapak Ropong Tarigan Sibero sebagai pembuat alat musik tradisional Karo. Wilayah yang dimaksud disini adalah bukan hanya lokasi penelitian, tetapi lebih terfokus kepada gambaran masyarakat Karo khususnya yang ada di Berastagi secara umum.. Namun sebelum membahas topik tersebut, akan diuraikan lebih dahulu Sejarah singkat Kecamatan Berastagi

2.1 Sejarah Singkat Kecamatan Berastagi

Kecamatan Berastagi adalah salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Karo, Kecamatan Berastagi dulunya merupakan bagian dari kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Daerah tingkat II Karo, dalam rangka pemekaran Kecamatan di Kabupaten Karo maka Kecamatan Kabanjahe dibagi menjadi dua wilayah yaitu Kecamatan Kabanjahe dan perwakilan Kecamatan Berastagi.

Adapun dasar pemikiran ataupun factor pendukung dari pembentukan dari Kecamatan Berastagi menjadi kecamatan Defenitif adalah sebagai berikut:

 Jumlah penduduk = 21.784 jiwa pada tahun 1984

 Kota Berastagi adalah merupakan kota tujuan utama pariwisata

 Kantor instansi tingkat kecamatn maupun tingkat II banyak yang berada di Berastagi

 Sebagai kota tujuan pariwisata selalu sibuk dengan segala bentuk kegiatan masyarakat yang perlu pelayanan segera.


(47)

Berdasarkan beberapa hal diatas maka ahirnya terbentuklah Kecamatan Berastagi sesuai dengan peraturan pemerintah Pemerintah RI Nomor 50 tahun 1991 tanggal 07 September 1991. Saat ini Kecamatan Berastagi terdiri dari enam desa dan empat lurah yaitu:

1. Guru Singa 2. Raya

3. Rumah Berastagi 4. Tl.Mulgap II 5. Gundaling II 6. Gundaling I 7. Tl.Mulgap I 8. Sempajaya 9. Doulu 10.Lau Gumba

Lokasi penulis melakukan penlitian adalah di rumah Bapak Ropong Tarigan Sibero yang terletak di Kelurahan Gundaling 1.

2.2 Letak dan Geografis

1. Letak di atas permukan laut : 1.375 meter dengan temperature 190-260 C 2. Luas wilayah : 30,50 Km2

3. Berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kab.Deli Serdang Sebelah Selatan : Kecamatan Kabanjahe

Sebelah Barat : Kecamatan Simpang Empat dan Kecamatan Merdeka Sebelah Timur : Kecamatan Tigapanah dan Kecamatan Dolat Rakyat 4. Jarak Kantor Camat ke Kantor Bupati : 11 Km


(48)

Topografi Kecamatan Berastagi datar sampai dengan berombak adalah 65 %, berombak sampai dengan berbukit 22%, berbukit sampai dengan bergunung 13 % dengan tingkat kesuburan tanahnya sedang sampai dengan tinggi, didukunga lagi dengan curah hujan rata-rata 2.100 sampai dengan 3.200 mm pertahun.

Kecamatan Berastagi terdiri dari enam desa dan empat kelurahan, dari data statistik tahun 2011 jumlah penduduk Kecamatan Berastagi adalah 44.734 . Dihitung berdasarkan jumlah Kepala Keluarga (KK), Kecamatan Berastagi terdiri 10.887 kepala keluarga.

Mayoritas penduduknya adalah suku Karo sebanyak 75 % dan selebihnya adalah suku Batak Toba, Nias, Jawa, Aceh, Simalungun, Keturunan Cina, Pakpak, Dairi dan lain-lain.

2.3 Sistem Bahasa

Bahasa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Karo (Cakap Karo), namun di pusat kota Berastagi selain bahasa Karo bahasa yang sering dipergunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa Indonesia, hal ini diakaibatkan karena Kota Berastagi merupakan pusat dari perdagangan, pajak tradisioanal, pajak buah, terminal angkutan umum, serta gerbang utama untuk wisatawan yang ingin berwisata di Tanah Karo, sehingga wajar bila selain bahasa Karo bahasa Indonesia juga kerap dipergunakan sebagai bahasa berkomunikasai sehari-hari.

2.4 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut sistem kekerabatan Patriliniel, seperti halnya yang dianut suku Batak lainnya (Simalungun, Toba, Mandailing, Pakpak/Dairi). Dalam sistem kekerabatan ini, setiap anak yang lahir dalam sebuah keluarga, baik laki-laki maupun perempuan, dengan sendirinya akan mengikuti garis keturunan atau marga dari ayahnya. Dengan demikian yang dapat meneruskan marga atau silsilah ayahnya


(49)

adalah anak laki-laki. Sehingga apabila seorang anak perempuan menikah, maka anak-anak yang dilahirkannya akan mengikuti marga suaminya. Hal ini yang membuat kedudukan seorang anak laki-laki sangat penting dalam masyarakat Karo.

Ada beberapa strukstur yang mendukung sistem kekerabatan pada masyarakat Karo yaitu:

• Merga Silima • Tutur Siwaluh • Rakut Si Telu

Merga Silima dalah jumlah marga (merga) yang ada pada suku Karo yaitu: 1. Karo-Karo

2. Ginting 3. Tarigan 4. Sembiring 5. Perangin-angin

Tutur siwaluh adalah delapan unsur keturunanan yang terdapat pada seorang yang bersuku Karo (kalak Karo), empat dari ayah dan empat dari ibu. Tutur siwaluh inilah yang selalu dipergunakan saat suku Karo bertutur satu sama lain, dari hasil tutur siwaluh inilah seseorang akan tau posisinya dengan orang lain dalam adat.

Berikut ini adalah beberapa cara dalam hal menarik garis keturunan seseorang dalam Suku Karo atau yang disebut dengan Tutur Siwlauh atau Terombo;

Merga/beru

Merga dalam Suku Karo dipakai oleh lelaki, sedangkan beru dalam Suku Karo itu dipakai oleh Perempuan. Merga/beru dalam Suku karo diambil dari Marga keluarga Ayahnya, yang


(50)

dimana dalam Suku Karo itu terdapat lima Marga besar yaitu Sembiring, Ginting, Perangin-Angin, Karo-karo dan Tarigan.

Contoh pemakain Merga atau Beru: Bapak saya bermarga Sembiring Brahmana, maka saya bermarga Sembiring Brahmana, begitu juga dengan adik perempuan saya yang mempunyai beru Sembiring Brahmana.

Bre-bre

Bere-bere yang dipakai seseorang dalam Suku Karo, berasal dari beru yang dipakai oleh ibu. Pengunaan bere-bere dalam Suku Karo sama dengan pemakaian Marga/beru dalam

seseorang, bedanya kalau Marga/ beru yang digunakan seseorang itu berasal dari Marga ayah, tetapi kalau bere-bere dalam seseorang itu berasal dari Beru ibu. Bere-Bere dalam Rakut Sitelu disebut juga dengan Kalimbubu Simupus.

Contoh pemakaian Bere-Bere dalam seseorang Suku Karo: Ibu saya Beru Ginting maka saya bere-bere Ginting, begitu juga dengan adik-adik saya.

-Binuang

Binuang yang terdapat dalam seseorang Suku Karo, berasal dari bere-bere ayah atau dengan kata lain beru yang digunakan oleh nenek(ibu dari ayah). Binuang dalam Rakut Sitelu disebut juga dengan kalimbubu Bena-Bena.

Contoh pemakaian Binuang dalam seseorang Suku Karo: ayah saya mempunyai bere-bere Ketaren, maka binuang dalam diri saya adalah Ketaren.

-Kempu atau Perkempun

Kempu atau Perkempun dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere ibu atau dengan kata lain beru yang dimiliki nenek (ibu dari ibu). Kempu dalam Rakut Sitelu disebut juga dengan Kalimbubu Singalo Perkempun.

Contoh pemakain Kempu atau Perkempun dalam seseorang Suku Karo: ibu saya mempunyai bere-bere Sitepu, maka Kempu atau Perkempun dalam diri saya adalah Sitepu.


(51)

-Kampah

Kampah dalam seseorang Suku Karo berasal dari beru dari ibu kakek, kakek yang dimaksud adalah ayah dari ayah, atau dengan kata lain bere-bere dari kakek (ayah dari ayah). Kampah sendiri disebut juga denggan kalimbubu dari seseorang.

Contoh pemakaian kampah dari seseorang Suku Karo; kakek( ayah dari ayah) mempunyai bere-bere Sebayang, maka Kampah dalam diri saya adalah Sebayang.

-Entah

Entah dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere dari nenek (ibu dari ayah), atau dengan lain Entah adalah beru dari nini (nenek dari bapak). Entah dalam Rakut Sitelu disebut jugad dengan puang kalimbubu.

Contoh pemakian Entah dalam seseorang Suku Karo: nenek( ibu dari ayah) saya mempunyai bere-bere Sembiring Kloko, jadi saya Entah saya adalah Sembiring Kloko.

-Ente

Ente dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere kakek (ayah dari ibu), dalam Ruku Sitelu Ente termasuk ke dalam Puang Kalimbubu.

Contoh pemakaian Ente dalam seseorang Suku Karo : kakek (ayah dari ibu) saya mempunyai bere-bere Sembiring Brahamana, sehingga Ente saya adalah Sembiring Brahmana.

-Soler

Soler dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere nenek( ibu dari ibu), yang dimana dalam Rakut Sitelu Soler termasuk ke dalam Puang ni Puang.

Contoh pemakaian Soler dalam seseorang Suku Karo: nenek(ibu dari ibu) saya mempunyai bere-bere Sembiring Depari, sehingga saya mempunyai Soler Sembiring Depari.

Rakut Si Telu adalah tiga ikatan hubungan pada masayarakat Karo yang menjadi

1. Sukut 2. Kalimbubu


(52)

3. Anak beru

Rakut Si Telu sangat berperan penting dalam upacara adat bagi masyarakat Karo, jika dalam

sebuah upacara adat salah satu dari Rakut Sitelu belum hadir maka acara adat tersebut tidak dapat dimulai.

2.5 Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk masyrakat Kecamatan Berastagi sebagian besar adalah sebagai petani meskipun ada beberapa sebagai PNS, pengusaha,pedagang serta kryawan swasta. Disamping itu penduduk juga mempunyai pekerjaan sambilan yaitu memelihara ternak ayam, lembu, kerbau, kambing, serta kolam ikan untuk menambah pendapatan.

Banyaknya orang bekerja sebagai petani dan beternak tak lepas kondisi alam yang subur dan curah hujan yang tinggi. Hasil pertanaian yang menonjol adalah sayur mayur, buah-buahan, bunga-bungaan, dan palawija lainya.

Tabel 1

Mata Pencaharian di Kecamatan Berastagi

NO Mata Pencaharian Jumlah

1. Pertanian 16.189

2. Industri Rumah Tangga 3139

3. PNS 2032

4. Lainya 1972


(53)

2.6 Sistem Kepercayaan

Sebelum menganut agama seperti pada saat sekarang ini, masayrakat Karo menganut keercayaan yang disebut pemena. Pemena mempercayai adanya penciptaan alam semesta yang disebut Dibata Kaci-Kaci atau lebih dikenal dengan nama Tonggal Sinasa. Masyarakat Karo juga mempercayai adanya tiga alam yaitu Banua Datas(alam bagian atas yang dikuasai oleh Dibata Atas

yang bernama Ompung Utara Diatas), Banua Teruh (alam yang dikuasai oleh Dibata Teruh yang bernama Panglima Duokah Ni Haji), dan Banua Tengah (alam yang dikuasai oleh Dibata Tengah yang bernama Beru Noman Kaci-kaci).

Dibata ini disembah agar manusia mendapatkan keselamatan, jauh dari marabahaya dan

mendapatkan kelimpahan rezeki. Mereka pun percaya adanya tenaga gaib yaitu berupa kekuatan yang berkedudukan di batu-batu besar, kayu besar, sungai, gunung, gua, atau tempat-tempat lain. Tempat inilah yang dikeramatkan. Dan apabila tenaga gaib yang merupakan kekuatan perkasa dari maha pencipta -dalam hal ini Dibata yang menguasai baik alam raya/langit, dunia/bumi, atapun di dalam tanah- disembah maka permintaan akan terkabul. Karena itu masyarakat yang berkepercayaan demikian melakukan berbagai variasi untuk melakukan penyembahan.

Ada beberapa upacara ritual yang dilaksanakan masyarakat Karo secara umum, yang bersifat mistis (gaib) sesuai dengan kepercayaan zaman dahulu, yaitu:

1. Perumah Begu yaitu upacara pemanggilan arwah seseorang yang sudah meninggal melalui media Guru Sibaso (dukun)

2. Ndilo Tendi upacara ini sering dilakukan apabila ada seseorang yang terkejut karena mengalami suatu kejadian, baik karena pengelihatan, pendengaran atau jatuh, hanyut, dan lain-lain. Dimana tendi tersebut akan meninggalkan tubuhnya karena terkejut. 3. Nengget adalah upacara yang di tujukan pada pasangan suami istri yang setelah sekian

tahun berumah tangga namun belum memiliki anak.

4. Ngarkari ialah upacara menghindari suatu kemalangan yang dialami oleh suatu keluarga dimana guru sibaso berperan penting dalam upacara ritual.


(54)

5. Perselihi ialah upacara pengobatan suatu penyakit seseorang, untuk memperoleh kesembuhan dan untuk menghindari penyakit menjadi semakin parah.

6. Ngulaken adalah upacara yang dilaksanakan karena suatu penyakit yang sengaja di buat oleh seseorang untuk menyerang orang lain hingga orang tersebut jatuh sakit. Orang yang jatuh sakit tersebut meminta kepada guru sibaso untuk memantulkan penyakit tersebut kepada si pembuatnya.

7. Erpangir Ku Lau adalah upacara untuk membersihkan diri seseorang atau keluarga secara keseluruhan, menghilangkan kesulitan, malapetaka, dan lainnya.

8. Ndilo Wari Udan adalah upacara untuk memanggil turunnya hujan kepada Tuhan agar kemarau tidak berkepanjangan.

9. Njujungi Beras Piher adalah suatu upacara selamatan dan doa agar orang tersebut dapat diberikan keteguhan iman, berkat, dan lain-lain.

10.Guro- Guro Aron pesta yang dilakukan oleh masyarakat desa setahun sekali. Guro-guro Aron adalah ungkapan rasa syukur atas pertanian yang dilaksanakan dalam waktu setahun telah membuahkan hasil yang melimpah, sehingga masyarakat desa berinisiatif untuk melakukan pesta syukuran.

Seiring berjalanya waktu masayrakat karo secara perlahan-lahan mulai meninggalkan kepercayaan tersebut, walaupun masih ada beberapa ritual yang masih dilaksanakan. Begitu juga dengan masayrakat karo di Kecamatan Berastagi, Saaat ini masayrakat Karo di Berastagi telah memeluk agama yang berkembang dan diakui oleh Negara. Rumah ibadah juga telah banyak berdiri di kecamatan Berastagi.


(55)

Tabel 2

Jumlah Pemeluk Agama di Kecamatan Berastagi

NO Agama Yang Dianut Oleh Masyrakat Jumlah

1 Islam 15.104

2 Kristen Protestan 19.713

3 Kristen Katholik 3.704

4 Hindu 67

5 Budha 720

jumlah 39308

2.7 Sistem Kesenian

Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraniningrat, 1980:395-397). Begitu juga dengan masyrakat Karo, mereka memiliki beragam kesenian dalam kehidupan masyrakatnya.

2.7.1 Seni musik

Dalam masyrakatKaro istilah musik disebut juga dengan gendang. Terdapa dua ensambel yang musik yang dipakai di masyrakat Karo, yaitu ensambel gendang lima sendalanen dan ensambel telu sendalanen. Ensambel lima sendalanen terdiri dari sarune, gendang singindungi, gendang singanaki, penganak dan gong , sedangkan telu sendalanen terdiri dari keteng-keteng, mangkuk mbentar, balobat / kulcapi.


(56)

2.7.2 Seni tari

Dalam masyarakat karo istilah tari disebut juga landek, Menurut masyarakat Karo, masing-masing gerakan tari (landek) selalu berhubungan dengan perlambangan tertentu. Salah satu tarian masyrakat Karo adalah Tari Lima Serangkai.

2.7.3. Seni Bela Diri

Ndikar adalah seni bela diri tradisional dari daerah Karo, dalam prakteknya ndikar sering juga dianggap sebagai tari-tarian karena dalam setiap penampilannya dalam acara-acara tertentu pertunjukkan ndikar kerap diiringi dengan musik tradisional Karo

2.7.4 Seni Ukir

Masyarakat Karo banyak membuat ukiran-ukiran ornamen di dalam kehidupan sehari-harinya, masyarakat juga percaya kalau ukiran tersebut mempunyai kekuatan mistis. Secara garis besar ada empat tempat dimana karya seni ini biasa ditempatkan, antara lain:.

Berikut adalah beberapa contoh ornamen yang ada pada masyrakat Karo 1. Pengretret

Motif : Cicak berkepala dua Fungsi : Tolak bala

Tempat: Dinding rumah adat Karo


(57)

Motif :Geometris Fungsi :Tolak bala

Tempat :Melmelen, Ukat, Gantang beru-beru, Buku Pustaka

3. Ampik – Ampik

Motif : Terdiri dari bermacam-macam motif yang bergabung yaitu: Bunga Gundur, Duri

Ikan, Tempune-tempune, Pakau-pakau, Anjak-anjak beru Ginting dan Pancung-pancung Cekala.

Fungsi : Tolak bala / hiasan

Tempat : Pada anyaman ayo-ayo rumah adat. 4. Bindu Metagah


(58)

Motif : Geometris Fungsi : Tolak bala

Tempat : Melmelen, Ukat, Gantang beru-beru, Buku Pustaka

5. Ukiran Pisau Tumbu Lada

Motif : Kepala burung Tempat : Gagang Pisau

Fungsi : Memperindah Tampilan Pisau

2.8 Biografi Ropong Tarigan Sibero

Biografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti hidup, dan graphien yang berarti tulis. Dengan kata lain biografi merupakan tulisan tentang kehidupan seseorang. Biografi, secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku.Biografi menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup seseorang.


(59)

Biografi yang dibahas disini hanyalah berupa biografi ringkas, artinya hanya memuat hal-hal umum mengenai kehidupan bapak Ropong Tarigan Sibero dimulai dari masa kecil hingga saaat ini. Biografi yang dibahas disini adalah hasil wawancara langsung dengan beliau

2.8.1 Latar Belakang Keluarga

Ropong Tarigan Sibero lahir di Desa Ndeskati, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo pada tanggal yang tidak diketahui, bulan 9 tahun 1927. Ayah Ropong Tarigan bernama Lameh Tarigan dan ibu Ropong Tarigan bernama Ronah br Sembiring. Ropong Tarigan sibero adalah anak kedua dari enam bersaudara , beliau merupakan anak laki-laki satu-satunya.

Orag tua beliau bekerja sebagai petani dan pembuat gula aren. Seperti anak-anak kecil yang lainya di Tanah Karo pada saat itu, beliau menghabiskan masa kecilnya hanya dengan bermain-main dengan anak sebayanya dan pergi ke ladang membantu orang tua,

2.8.2 Latar Belakang Pendidikan

Beliau hanya mejalani pendidikan samapai kelas 5 SD, pengertian SD disini bukan Sekolah Dasar seperti sekarang tapi Sekolah Desa, mulai dari kelas 1 SD hingga kelas 3 SD beliau sekolah di Naman sedangkan untuk kelas 4, 5, dan 6 harus diselesaikan di Berastagi begitu lah peraturan padaa saat itu menurut beliau. pada saat itu ia termasuk siswa yang pintar, matematika adalah salah satu pelajaran yang paling dia sukai, bahkan ketika masih di kelas 5 dia sering membantu guru di kelas untuk membimbing teman-temanya yang lain untuk bidang matematika ini, karena beliau adalah yang paling pintar matemaatika di sekolahnya. Pada saat itu ketersediaan tenaga pengajar sangat sedikit, apalagi untuk sekolah di wilayah desa, berbeda dengan sekolah belanda di kota yang khusus untuk orang-orang kaya, sehingga pada saat itu beliau ditawarkan menjadi tenaga pengajar di sekolahnya setelah


(60)

beliau lulus dari pendidikan SD-nya. Tapi hal itu tidak sempat terjadi karena ketika beliau masih kelas 5 SD terjadi lagi perang dengan penjajah yang mengakibatkan beliau dan masyrakat lainya harus meninggalkan kampungnya untuk mengungsi mencari tempat yang lebih aman agar terhindar dari para penjajah, bahkan beliau harus ikut berperang sebagai laskar untuk melawan penjajah walaupun beliau masih muda.

2.8.3 Masa Berumah Tangga

Setelah merdeka dan keadaan semakin kondusif maka para pengungsi kembali ke kampung masing-masing, pada saat itu beliau ditawarkan untuk kembali melanjutkan pendidikannya yang sempat terhenti, namun beliau menolak dan memilih untuk bekerja sebagai petani saja seperti masyrakat karo pada umumnya saat itu. Banyak jenis pekerjaan yang digeluti beliau mulai dari bertani, membuat gula aren, mengiris tembakau dan bekerja di pajak sayur Berastagi. Beliau mengiris tembakau bukan hanya di satu daerah saja beberapa desa di Tanah Karo seperti Batukarang, Tanjong Morawa, Payung, Sukatendel sebagai pengiris tembakau panggilan.

Ropong Tarigan Sibero menikah pada tahun 1950 saat usianya 23 tahun. Beliau menikah dengan Nanam br Sitepu. Dari pernikahan ini Ropong Tarigan dan istrinya dikarunai delapan orang anak tiga laki-laki dan lima perempuan. Berikut adalah nama-nama dari putra-putri Ropong Tarigan Sibero :

1. Dep Tarigan 2. Lot br Tarigan 3. Toma br Tarigan 4. Tamat Tarigan 5. Ani br Tarigan 6. Bukti br Tarigan


(61)

7. Ate Keleng br Tarigan 8. Mbantu Tarigan

2.8.4 Ropong Tarigan Sebagai Pekerja Seni

Sejak kecil Ropong Tarigan Sibero memang sudah memiliki keterampilan dalam bidang seni terutama dalam hal membuat alat musik tradisional Karo, alat musik keteng-keteng, surdam dan balobat sudah biasa dibuat oleh beliau sejak masih kecil. Beliau tidak mempunyai guru khusus yang mengajarinya untuk membuat alat musik, beliau belajar secara otodidak dengan memperhatikan orang lain, dan mempraktekkanya secara langsung. Menurut beliau setelah dirinya pindah dan menetap di Berastagi beliau sering berjumpa dengan bebrapa pemain musik tradisional Karo, secara tak langsung beliau pun semakin akrab dengan musik Karo bukan sebagai pemainnya tapi sebagai pembuat, Pada suatu malam beliau bermimpi, dalam mimpinya tersebut beliau berjumpa dengan seorang yang sedang bermain kulcapi lalu pria tersebut memberi kulcapinya tersebut kepada beliau,. Selain mimpi tersebut dia juga disuruh oleh beberapa teman-tamanya salah satunya adalah ayah dari alm.Tukang Ginting waktu itu untuk bekerja sebagai pembuat alat musik Karo. Berdasarkan mimpi dan desakan beberapa teman-teman beliau yang yakin dengan kemampuan beliau, maka beliau mencoba untuk membuat alat musik Karo.

Melihat alat musik hasil buatanya banyak diapresiasi oleh masyrakat maka pada tahun 1962, beliau mulai bekerja sebagai pembuat alat musik karo dan menjual alat musik buatanya. Kulcapi pertama yang dibuat oleh beliau diberi kepada Pa Tropong Purba. Secara perlahan beliau semakin dikenal sebagai pembuat alat musik Karo. Sejak bekerja sebagai pembuat alat musik beliau tidak pernah mempunyai galeri khusus untuk ataupun mendirikan tempat khusus untuk pekerjaan dan penjualan hasil karyanya, semua itu dilakukan di rumahnya sendiri.


(62)

2.8.5 Keberadaan Alat Musik Buatan Ropong Tarigan Sibero

Sejak mulai dikenal sebagai pembuat alat musik hingga saat ini, telah banyak alat musik yang dijual oleh beliau. Tidak hanya masyrakat Karo dan seniman karo saja yang membeli alat musik buatan beliau. Alat musik buatan beliau telah banyak terjual dan tersebar di Indonesia bahkan ke luar negeri seperti Jerman, India, Amerika dan Malaysia.

Pada tanggal 22 September 1989 seorang culutural anthropologist dari Jerman yang bernama Achim Sibeth datang menjumpai beliau dan memesan beberapa alat musik tradisional karo untuk dibawa ke museum di Jerman. Sebelumnya orang Jerman lainya juga sudah pernah datang menjumpai beliau yaitu Uli Kozok seorang peneliti budaya dan sastra batak untuk dimintai keterangan seputar pembuatan alat musik Karo.

Menurut Tri Syahputra Sitepu alat musik beliau juga banyak dipakai seniman di Taman Budaya yang memainkan musik tradisional Karo. Pada saat adanya pegelaran Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) di Medan yang merupakan pameran dan pegelaran seni dan budaya dari seluruh etnis Sumatera Utara khusus untuk Kabupaten Karo alat musik yang dipamerkan sebagian besar adalah buatan Ropong Tarigan Sibero. Toko Souvenir di Berastagi seperti Karo-Karo souvenir, Modesty souvenir juga menjual alat musik butan beliau. Museum Karo yang terdapat di Berstagi juga memajang beberapa alat musik buatanya di tempat tersebut.

Para konsumen alat musik buatan Ropong Tarigan juga banyak dari mahasiswa yang kuliah di jurusan seni musik seperti FBS UNIMED dan Departemen Etnomusikologi USU. Menurut Wanda Sitepu dan Ricky Bukit (mahasiswa unimed jurusan seni musik) mereka juga memakai alat musik tradisional karo buatan Ropong Tarigan, Wanda sitepu mengakui bahwa semua alat musik karo yang dipergunakanya adalah buatan Ropong Tarigan Sibero, menurutnya kualitas alat musik buatan beliau bagus, kokoh, tahan lama. Beberapa Mahasiswa Etnomusikologi Usu juga memakai alat musik buatan beliau.


(63)

Tidak susah untuk mengetahui alat musi buatan beliau, karena alat musik yang telah selesai dikerjakan dan siap untuk dijual akan diberi tanda oleh beliau sesuai dengan singkatan nama beliau yaitu RTS ( Ropong Tarigan Sibero). Khusus untuk alat musik balobat dan surdam beliau biasanya mengukir namanya di bambu tersebut dengan aksara Karo.

Gambar II.1. Singkatan nama RTS di kulcapi

Gambar II.2. Singkatan nama RTS di balobat.

Selain menulis namanya di setiap alat musik yang dibuatnya, beliau juga selalu menulis nama, orang yang membeli alat musiknya, tanggal pembelianya, bahkan khusus untuk kulcapi beliau menulis nomor penjualanya, sehingga beliau tau berapa kulcapi yang


(64)

telah dijualnya mulai dari dulu hingga saat ini. Sejak tahun 1962 sampai saat ini beliau telah menjual 275 kulcapi. Semua catatan ini ditulis di sebuah buku notes oleh beliau.


(65)

Gambar II.4. Catatan pembelian di buku notes

Berdasarkan catatan yang ditulis oleh beliau dapat diketahui siapa saja yang pernah membeli alat music buatan beliau, misalnya Jasa Tarigan membeli 5 kulcapi dengan harga Rp 75.000 pada tanggal 15-2-1986.

Dalam usia beliau yang sudah mencapai 87 tahun beliau masih tetap aktif membuat alat musik tradisional karo, dari ke delapan anak beliau tidak satupun yang meneruskan bakat beliau, sehinnga beliau senang bila ada yang ingin belajar darinya.

Saat ini beliau menjual balobat dan surdam seharga Rp. 30.000 per buah, sedangkan kulcapi Rp 800.000 perbuah, dari hasil penjualan alat musik tersebut lah beliau mencukupi kebutuhannya sehari-hari.


(66)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Karo adalah salah satu suku yang berasal dari propinsi Sumatera Utara. Etnis Karo merupakan salah satu dari lima kelompok etnis batak lainnya, yaitu, Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Mandailing-Angkola, ( Bangun, 1993:94). Seperti suku-suku lain yang ada di dunia ini suku Karo mempunyai budaya yang diwariskan secara turun temurun dari leluhur mereka, baik secara lisan maupun tulisan. Salah satu bentuk kebudayaan yang dapat kita lihat dalam kehidupan masyrakat adalah kesenian. Banyak ragam kesenian yang terdapat pada suku Karo yaitu seni ukir, seni musik, seni tari dan masih banyak lagi.

Bagi suku Karo, musik mempunyai peranan yang sangat penting dalam aspek kehidupan masyarakatnya, karena hampir seluruh kegiatan adat, ritual, hiburan, selalu menggunakan musik.

Masyrakat Karo mempunyai budaya musikal sendiri. Dalam penyajiannya ada yang menggunakan alat musik, ada vokal, gabungan vokal dengan musik, dalam penggunaan alat musiknya ada yang dimainkan secara ensambel ada juga yang secara solo .

Masyarakat Karo menyebut musik dengan istilah gendang, Musik tradisional Karo terbagi atas dua jenis yaitu ensambel gendang lima sendalanen dan ensambel telu sendalanen. Kedua ensambel tersebutlah sering dipergunakan masyarakat karo dalam kehidupan mereka sehari-hari baik dalam konteks ritual, upacara adat maupun hiburan. Ensambel gendang lima sendalanen terdiri dari lima instrumen musik yaitu sarune (aerophone),gendang singindungi (membranophone), gendangsinganaki (membranophone),

gung (idiophone),penganak (idiophone).


(67)

sedangkan gendang telu sendalanen terdiri dari keteng-keteng (idio-kordophone), kulcapi

(kordophone),balobat (aerophone), mangkuk mbentar (idiophone).

Balobat adalah salah satu jenis alat musik yang dipakai dalam bentuk solo instrumen dan juga digabungkan dalam ensambel musik tradisional Karo. Balobat merupakan alat musik tiup yang tebuat dari bambu (block flute). Bambu yang dipilih adalah pucuk atau ujung dari pohon bambu yang sudah tua, mempunyai enam buah lobang nada.

Saat ini pembuat balobat tidak banyak lagi. Hal ini mungkin diakibatkan tidak adanya ketertarikan untuk mempelajari pembuatan alat musik balobat pada saat ini sehingga tidak adanya regenerasi. Bapak Ropong Tarigan Sibero merupakan seorang yang masih bisa membuat alat musik balobat, tetapi beliau sudah berumur 85 tahun, Ropong Tarigan bukan hanya membuat balobat hampir seluruh alat musik Karo bisa dibuat oleh bapak ini. Bila dilihat dari segi umur beliau sudah cukup tua, walaupun sekarang beliau masih sanggup, melihat umur beliau, tidak tertutup kemungkinan beberapa tahun ke depan beliau tidak akan sanggup lagi. Dengan demikian akan semakin sedikit orang yang mengerti proses pembutan alat musik balobat.

Balobat dimainkan dengan cara ditiup, namun balobat juga mempunyai tekhnik permainan yang harus dipelajari agar ketika saat memainkanya bisa maksimal dan didapat hasil yang bagus.

Balobat dimainkan dalam satu ensambel yang terdiri dari mangkuk mbentar dan

keteng-keteng. Ensambel ini biasa dimainkan untuk memanggil roh, misalnya upacara raleng tendi,. Selain dimainkan secara ensambel dalam konteks ritual, belobat juga dimainkan oleh masayrakat karo secara solo instrument disebut tambar melungen, alang-alang melaun misalnya sebagai pengusir rasa sunyi di ladang,dan saat mengembala.


(68)

Alat musik buatan bapak Ropong Tarigan banyak dipakai oleh seniman-seniman karo yang berkecimpung di musik tradisi, bahkan alat musik buatanya sudah dijual ke luar negeri seperti Jerman dan Belanda.

Menurut beliau orang dari luar negeri tersebut membeli alat musiknya bukan hanya

sebagai cendera mata namun untuk di perkenalkan di negaranya dan juga untuk dimainkan. Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti,

mengkaji, serta menuliskanya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul ”KAJIAN ORGANOLOGIS BALOBAT BUATAN BAPAK ROPONG TARIGAN SIBERO Di BERASTAGI ”

1.2 Pokok Permasalahan

Dari latar belakang yang penulis kemukakan di atas, maka penulis mengambil beberapa pokok permasalahan utama , yang menjadi topik bahaan dalam tulisan ini :

1.Bagaimana proses pembuatan alat musik balobat

2.Tehknik memainkan balobat

4.Eksistensi balobat pada masyrakat Karo

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian terhadap balobat adalah :

1.Untuk mengetahui tekhnik dan proses pembuatan balobat

2.Untuk mengetahui tekhnik permianan balobat


(69)

1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian adalah :

1.Sebagai bahan dokumentasi dan bahan refrensi bagi penelitian berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik ini.

2.Sebagai upaya untuk melestarikan musik tradisional sebagai bagian dari budaya nasional 3.Sebagai tulisan yang dapat berguna dan memberi pengetahuan mengenai belobat bagi penulis dan pembaca khususnya masyarakat Karo.

4.Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program S-1 di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Kamus besar bahasa Indonesia,Balai Pustaka,2005).

Kajian berasal dari kata kaji yang berarti pelajaran dan agama.Mengkaji mempunyai arti 1.belajar,mempelajari, 2.memeriksa, menyelidiki, memikirkan (mempertimbangkan) menguji, menelaah secara mendalam .Kajian adalah hasil dari mengkaji w.J.S Poerwadarminta(2003:508).

Pengertian dari organologi merupakan ilmu tentang instrumen musik, yang tidak hanya meliputi sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan ilmu pengetahuan dari alat musik itu sendiri antara lain : teknik permainan, fungsi musikal, dan berbagai pendekatan tentang sosial budaya, Mantle Hood (1982:124)

Balobat merupakan instrumen musik karo yang terbuat dari bambu memiliki enam buah lobang nada dimainkan dengan cara ditiup, balobat secara umum bisa dimainkan secara solo maupun dalam ensambel.


(70)

Secara solo biasanya balobat hanya dimainkan sebagai hiburan di saat senggang di ladang. sedangkan dalam ensambel dipakai pada upacara ritual seperti raleng tendi.untuk memanggil roh yang terlepas.

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam tulisan ini penulis mengkaji tentang pembuatan instrumen musik balobat Karo. Penulis juga akan mempelajari, memeriksa, dan mendalami balobat dengan teliti.

1.4.2 Teori

Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991:1041). Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka penulis menggunakan beberapa teori yang berkaitan(relevan) dengan tulisan ini.

Dalam mengkaji cara pembuatan alat musik belobat, penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Kashima(1978:74) yaitu;

“Dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni pendekatanstruktural dan fungsional. Secara struktural, yaitu : aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur, merekam, bentuk serta menggambar bentuk instrumen, ukuran, konstruksi, dan bahan yang dipakai untuk membuat instrumen. Sedangkan pendekatan fungsional berhubungan dengan fungsi alat musik sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi (dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara”

Dalam pengklasifikasian instrument musik, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961),


(71)

‘’Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari :

idiofon (kelompok alat musik yang penghasil bunyinya adalah getaran badan dari alat musik itu sendiri ), aerofon (udara yang bergetar sebagai penghasil utama bunyi), membranofon (membran sebagai sumber penggetar utama penghasil bunyi ) dan kordofon (senar sebagai penggetar utama penghasil bunyi).”

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. (Koentjaraningrat 1997:16). Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memproleh fakta-fakta dan prinsip –prinsip dengan sabar dan hati-hati serta sistematis untuk mewujudkan kebenaran

Metode yang penulis gunakan adalah metode penelitian Kualitatif yaitu : rangkaian kegiatan atau proses menjaring data (informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada obyeknya. Penelitian ini tidak mempersoalkan sample dan populasi sebagaimana dalam penelitian kuantitatif (Nawawi dan Martini,1994:176).

Disamping itu, penulis juga menggunakan tekhnik penelitian ilmu Etnomusikologi yang terdiri dari dua disiplin, yaitu: kerja lapangan (fieldwork) dan analisis laboratorium (laboratory analisis). Data yang diperoleh kemudian dianalisis di laboratorium dan dikelompokan sesuai kepentingan,kemudian disusun dalam bentuk laporan akhir (Merriam, 1964 : 37).


(72)

1.5.1 Studi Kepustakaan

Pada tahap pra lapangan, sebelum mengerjakan penelitian, penulis terlebih dahulu

mengadakan studi pustaka. Penulis membaca buku-buku yang relevan dengan objek penelitian. Penulis juga membaca literatur, pencarian di situs internet, majalah, tulisan ilmiah

dan berbagai catatan yang berkaitan dengan objek penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang relevan untuk mendukung penulisan skripsi ini.

1.5.2 Kerja Lapangan 1.5.2.1 Observasi

Penulis melakukan kerja lapangan dengan observasi langsung terhadap objek penelitian dan juga melakukan wawancara dengan informan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang telah disusun sebelumnya, agar memproleh data-data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan.

1.5.2.2 Wawancara

Koentjaraningrat (1986:136) membagi wawancara ke dalam dua golongan besar yaitu wawancara berencana dan wawancara tak berencana .

Dalam melakukan wawancara penulis berpedoman pada metode wawancara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1985:139), ada tiga wawancara, yaitu : wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview), dan wawancara sambil lalu (casual interview).

Sebelum melakukan wawancara penulis terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan yang telah disusun mengenai pokok permasalahan yang ingin penulis ketahui.


(73)

Namun kenyataan di lapangan pertanyaan dapat berkembang sesuai dengan pembicaraan dengan informan, walaupun demikian pertanyaan tersebut masih tetap dalam pokok permasalahan seputar penelitian yang ingin dikerjakan.

1.5.2.3 Pemotretan dan Perekaman

Pemotretan dan Perekaman data dilakukan agar data yang diperlukan tidak lupa,sekaligus agar proses kerja laboratorium lebih mudah.Penulis menggunakan HP Nokia dan Kamera Canon EOS D1100 untuk perekaman dan pemotretan data-data yg diperlukan

1.5.3 Kerja Laboratorium

Data-data yang sudah diperoleh selanjutnya diolah dalam kerja laboratorium. Penulis melakukan penyeleksian dan penganalisaan data-data dan kemudian menyaringnya agar lebih akurat dan bermanfaat.Data diklasifikasikan untuk disusun sesuai tekhnik-tekhnik penulisan ilmiah. Data berupa gambar diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan. Semua hasil pengolahan data disusun dalam suatu laporan hasil penelitian yang berbentuk skripsi, (Merriam 1995:89).

1.5.4 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Jalan Seroja Kelurahan Gundaling 1 Kecamatan Berastagi Kab.Karo. Pembuatan alat musik langsung dikerjakan di rumah Bapak Ropong Tarigan .


(74)

ABSTRAKSI

Balobat adalah alat musik Karo yang dapat dimainkan secara solo maupun ensambel. Secara solo balboat biasanya dimainkan oleh masyrakat Karo untuk mngibur diri, dahulu anak laki-laki yang lagi ermakan ( mengembala sapi) ataupun yang lagi muro ( menghalau burung di sawah) memainkan balobat untuk mengusir rasa suntuk, salah satu lagu yang biasa dimainkan adalah lagu io-io. Dengan memainkan balobat waktu tidak akan terasa cepat berjalan. Secara ensambel balobat dimainkan dengan alat musik tradisional yang lain yaitu

keteng-keteng dan mangkuk mbentar yang disebut dengan ensambel gendang telu sendalanen, dalam ensambel tersebut balobat berfungsi sebagai pembawa melodi. Menurut bapak Ropong Tarigan dan Kebun Tarigan, Ensambel gendang telu sendalanen biasanya dipakai untuk acara ritual yaitu raleng tendi, perumah begu, erpangir ku lau, namun lagu yang dimainkan berbeda dengan lagu balobatsaat dimainkan secara solo, lagu yang biasa dimainkan secara ensambel adalah mari-mari dan begu deleng.

Saat ini pembuat balobat tidak banyak lagi. Hal ini mungkin diakibatkan tidak adanya ketertarikan untuk mempelajari pembuatan alat musik balobat pada saat ini sehingga tidak adanya regenerasi. Bapak Ropong Tarigan Sibero merupakan seorang yang masih bisa membuat alat musik balobat, tetapi beliau sudah berumur 85 tahun, Ropong Tarigan bukan hanya membuat balobat hampir seluruh alat musik Karo bisa dibuat oleh bapak ini. Bila dilihat dari segi umur beliau sudah cukup tua, walaupun sekarang beliau masih sanggup, melihat umur beliau, tidak tertutup kemungkinan beberapa tahun ke depan beliau tidak akan sanggup lagi. Dengan demikian akan semakin sedikit orang yang mengerti proses pembutan alat musik balobat.

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti, mengkaji, serta menuliskanya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul ”KAJIAN ORGANOLOGIS BALOBAT BUATAN BAPAK ROPONG TARIGAN SIBERO Di BERASTAGI ”


(75)

KAJIAN ORGANOLOGIS BALOBAT BUATAN BAPAK ROPONG

TARIGAN SIBERO DI BERASTAGI

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O

L

E

H

ADI SURANTA GINTING

NIM: 070707019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN


(76)

KAJIAN ORGANOLOGIS BALOBAT BUATAN BAPAK ROPONG

TARIGAN SIBERO DI BERASTAGI

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

ADI SURANTA GINTING NIM: 070707019

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Perikuten Tarigan, M.Si Drs. Bebas Sembiring, M.Si

NIP. 195804021987031003 NIP.196102201989031003

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(77)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi yang berjudul “KAJIAN ORGANOLOGIS BALOBAT BUATAN BAPAK ROPONG TARIGAN SIBERO Di BERASTAGI” ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni S-1 pada Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Bapak dr. Drs. Syahron Lubis. MA selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D selaku ketua departemen etnomusikologi yang telah memberi banyak bantuan.

3. Ibu Dra. Heristina Dewi M.Pd selaku sekretaris departemen etnomusikologi yang telah memberikan banyak dukungan dan bantuan kepada penulis

4. Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si selaku pembingbing I yang sangat banyak membantu dan memberikan banyak bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini

5. Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si selaku pembingbing II yang juga memberikan banyak bantuan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Drs.Setia Dermawan, M.Si selaku penguji.


(1)

Medan, Agustus 2013 Penulis


(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pokok Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Konsep dan Teori ... 4

1.4.1 Konsep ... 4

1.4.2 Teori ... 5

1.5 Metode Penelitian ... 6

1.5.1 Studi Kepustakaan... 7

1.5.2 Kerja Lapangan ... 7

1.5.2.1 Observasi... 7

1.5.2.2 Wawancara ... 7

1.5.2.3 Pemotretan dan Perekaman ... 8

1.5.3 Kerja Laboratorium ... 8

1.5.4 Lokasi Peneltian ... 8

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK ROPONG TARIGAN SIBERO 2.1 Sejarah Singkat Kecamatan Berastagi ... 9

2.2 Letak Geografis ... 10

2.3 Sistem Bahasa ... 11

2.4 Sistem Kekerabatan ... 11

2.5 Mata pencaharian ... 15

2.6 Sistem Kepercayaan ... 16

2.7 Sistem Kesenian ... 18

2.7.1 Seni Musik………. 18

2.7.2 SeniTari………. 19

2.7.3 Seni Bela Diri………...19

2.7.3 Seni Ukir……….19

2.8 Biografi Ropong Tarigan Sibero……… 21

2.8.1 Latar Belakang Keluarga...22

2.8.2 Latar Belakang Pendidikan...22

2.8.3 Masa Berumah Tangga...23

2.8.4 Ropong Tarigan Sebagai Pekerja Seni...24

2.8.5 Keberadaan Alat Musik Buatan Ropong Tarigan Sibero...25

BAB III KAJIAN ORGANOLOGIS BALOBAT 3.1 Klasifikasi Balobat ... 29

3.2 Konstruksi Bagian Yang Terdapat Pada Balobat ... 30


(3)

3.4 Pembuatan Balobat ... 35

3.4.1 Bahan Baku Pembuatan Balobat ... 35

3.4.1.1 Bambu ... 35

3.4.1.2 Kayu Cemara ... 36

3.4.2 Peralatan Yang Digunakan... 37

3.4.2.1 Pisau Belati ... 37

3.4.2.2 Gergaji... 38

3.4.2.3 Pisau Ukir Kecil ... 38

3.4.2.4 Kikir ... 39

3.4.2.5 Kertas Pasir ... 39

3.4.2.6 Alat Ukur ... 40

3.4.3 Proses Pengerjaan Balobat ... 40

3.4.3.1 Menebang Pohon Bambu ... 40

3.4.3.2 Perendaman ... 41

3.4.3.3 Pemotongan Bambu ... 42

3.4.3.4 Menentukan Jarak Lubang Nada ... 43

3.4.3.5 Pembuatan Tuldak ... 44

3.4.3.6 Pembuatan Lubang Nada dan Lubang Resonator ... 45

3.4.3.7 Pembuatan dan Pemasangan Sondel ... 50

3.4.4 Pembuatan Secara Konvensional ... 54

3.5 Kajian Fungsional ... 56

3.5.1 Posisi Memainkan ... 56

3.5.2 Posisi Tubuh ... 57

3.5.3 Tekhnik Memainkan Balobat ... 57

3.5.4 Perawatan Balobat... 58

3.5.5 Nada yang Dihasilkan ... 58

BAB IV EKSISTENSI DAN FUNGSI BALOBAT PADA MASYRAKAT KARO 4.1 Eksistensi Balobat ... 62

4.2 Fungsi Balobat Pada Masyrakat Karo ... 64

4.2.1 Fungsi Pengungkapan Emosional ... 65

4.2.2 Fungsi Hiburan... 65

4.2.3 Fungsi Kesinambungan Kebudayaan ... 65

4.3 Ensambel Gendang Telu Sendalanen ... 66

4.3.1 Kulcapi ... 66

4.3.2 Balobat ... 66

4.3.3 Keteng-Keteng ... 67

4.3.4 Mangkok ... 67

BAB V PENUTUP 5.1 Rangkuman ... 69

5.2 Kesimpulan ... 70

DAFTAR GAMBAR ... Gambar II.1.Singkatan nama RTS di kulcapi ... 26

Gambar II.2. Singkatan nama RTS di balobat. ... 26

Gambar II.3. Catatan pembelian di buku notes ... 27

Gambar II 4. Catatan Pembelian di buku notes ... 28


(4)

Gambar III .2. Bagian-bagian balobat ... 31

Gambar III. 3. Bagian balobat ... 32

Gambar III. 4. Diameter lubang nada balobat ... 33

Gambar III. 5. Panjang balobat dan jarak anatar luabang. ... 33

Gambar III. 6. Diameter pangkal ... 34

Gambar III. 7. Diameter ujung ... 34

Gambar III. 8. Bambu regen (Gigantochloa pruriens) ... 35

Gambar III. 9. Pohon cemara ... 36

Gambar III. 10. Kayu cemara yang telah dikuliti dan dibersihkan ... 36

Gambar III. 11. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan balobat ... 37

Gambar III. 12. Pisau belati ... 37

Gambar III. 13. Gergaji kayu ... 38

Gambar III. 14. Pisau ukir kecil ... 38

Gambar III. 15. Kikir persegi ... 39

Gambar III. 16. Kertas pasir ... 39

Gambar III. 17. Alat Ukur ... 40

Gambar III. 18. Bambu yang telah dikeringkan ... 41

Gambar III.19. Pengukuran panjang balobat ... 42

Gambar III. 20. Pemotongan bambu dengan gergaji ... 42

Gambar III. 21. Pengukuran jarak lubang nada dan tuldak ... 43

Gambar III. 22. pemberian tanda pada bambu ... 43

Gambar III. 23. Badan bambu diraut ... 44

Gambar III. 24. Pembuatan lubang tuldak ... 44

Gambar III. 25. Penusukan bambu yang telah diberi tanda ... 45

Gambar III. 26. Pengupasan kulit bambu dengan pisau belati ... 46

Gambar III.27. Pengupasan kulit bambu dengan pisau belati ... 46

Gambar III. 28. Penusukan bambu setelah dikuliti ... 47

Gambar III.29. Bagian bambu yang diraut sekitar lubang nada. ... 47

Gambar III. 30. Proses pembentukan lubang nada ... 48

Gambar III. 31. Proses pembentukan lubang nada ... 48

Gambar III. 32 . Ujung bambu diaraut dengan pisau belati ... 49

Gambar III. 33. Bagian bawah ujung bambu ditusuk hingga berlubang ... 49

Gambar III. 34. Pembentukan lubang dengan pisau ukir ... 50

Gambar III. 35. Kayu dibentuk dengan menggunakan kikir ... 51

Gambar III. 36. Proses pemasangan sondel ... 51

Gambar III. 37. Pengikisan kayu cemara ... 52

Gambar III. 38. Pengikisan kayu cemara ... 52

Gambar III. 39. Proses pemotongan dengan gergaji ... 52

Gambar III. 40. Berkas gergaji dirapikan dengan pisau... 53

Gambar III. 41. Penghalusan badan balobat dengan amplas ... 53

Gambar III. 42. Proses penghalusan lubang nada ... 54

Gambar III. 43. Pengukuran dengan tali ... 55

Gambar III. 44. Tali dilipat dua ... 55

Gambar III. 45. Tali dilipat menjadi enam lipatan ... 55

Gambar III. 46. Pengukuran dengan tali ... 56

Gambar III. 47. Pemberian tanda ... 56

Gambar III. 48. Posisi jari ... 57

Gambar III. 49. Seluruh lubang nada ditutup ... 59


(5)

Gambar III. 49b. lubang nada V dibuk ... 59

Gambar III. 49c. Lubang Nada IV dibuka ... 59

Gambar III. 49d. Llubang nada III dibuka ... 59

Gambar III. 49e. Lubang nada II dibuka ... 59

Gambar III. 49f. Lubang nada I dibuka ... 60

Gambar III.50. Penulis dengan Ropong Tarigan Sibero ... 71

Gambar III. 50. Penulis dengan Kebun Tarigan ... 71

DAFTAR TABEL Tabel 1. Mata Pencaharian di Kecamatan Berastagi ... 15

Table 2. Jumlah Pemeluk Agama di Kecamatan Berastagi ... 18

DAFTAR INFORMAN ... 72


(6)

ABSTRAKSI

Balobat adalah alat musik Karo yang dapat dimainkan secara solo maupun ensambel. Secara solo balboat biasanya dimainkan oleh masyrakat Karo untuk mngibur diri, dahulu anak laki-laki yang lagi ermakan ( mengembala sapi) ataupun yang lagi muro ( menghalau burung di sawah) memainkan balobat untuk mengusir rasa suntuk, salah satu lagu yang biasa dimainkan adalah lagu io-io. Dengan memainkan balobat waktu tidak akan terasa cepat berjalan. Secara ensambel balobat dimainkan dengan alat musik tradisional yang lain yaitu keteng-keteng dan mangkuk mbentar yang disebut dengan ensambel gendang telu sendalanen, dalam ensambel tersebut balobat berfungsi sebagai pembawa melodi. Menurut bapak Ropong Tarigan dan Kebun Tarigan, Ensambel gendang telu sendalanen biasanya dipakai untuk acara ritual yaitu raleng tendi, perumah begu, erpangir ku lau, namun lagu yang dimainkan berbeda dengan lagu balobatsaat dimainkan secara solo, lagu yang biasa dimainkan secara ensambel adalah mari-mari dan begu deleng.

Saat ini pembuat balobat tidak banyak lagi. Hal ini mungkin diakibatkan tidak adanya ketertarikan untuk mempelajari pembuatan alat musik balobat pada saat ini sehingga tidak adanya regenerasi. Bapak Ropong Tarigan Sibero merupakan seorang yang masih bisa membuat alat musik balobat, tetapi beliau sudah berumur 85 tahun, Ropong Tarigan bukan hanya membuat balobat hampir seluruh alat musik Karo bisa dibuat oleh bapak ini. Bila dilihat dari segi umur beliau sudah cukup tua, walaupun sekarang beliau masih sanggup, melihat umur beliau, tidak tertutup kemungkinan beberapa tahun ke depan beliau tidak akan sanggup lagi. Dengan demikian akan semakin sedikit orang yang mengerti proses pembutan alat musik balobat.

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti, mengkaji, serta menuliskanya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul ”KAJIAN ORGANOLOGIS BALOBAT BUATAN BAPAK ROPONG TARIGAN SIBERO Di BERASTAGI ”