39
2.5.1 Lagu dan Tari
Lagu atau nyanyian pesisir merupakan pantun bersahut-sahutan, berisi nasehat jelmaan perasaan, sindiran dan kasih sayang menurut tradisinya. Alam pesisir
menciptakannya sedemikian rupa, hingga begitu syahdu sampai-sampai para nelayan terlena dibuai. Riak ombak yang lemah gemulai dan sekali-sekali
berombak besar, menjadikan gerak tarinya lemah gemulai atau tiba-tiba menyentak keras.
Pesisir kaya dengan lagu dan tari. Lagu kapri dengan tari saputangan menggambarkan kisah permulaan muda-mudi dalam mengikat persahabatan,
perlambang keterbukaan dan etika sosial. Lagu kapulo pinang dengan tari payung menggambarkan kisah suami istri
yang baru saja melangsungkan pernikahan pengantin baru. Suatu hari ketika sang suami hendak meninggalkan istrinya untuk pergi berlayar mencari nafkah di
negeri orang dengan mempergunakan sebuah kapal pembawa dagangan dari Pulau Poncan ke Pinang-sang suami sempat menyampaikan kata-kata berisi ungkapan
hati. Lagu sikambang dengan tari anak. Lagu dan tari ini mengisahkan seluruh
rangkaian peritiwa yang terjadi, mulai dari kegembiraan hati menyebut kelahiran sibuah hati, sampai kepada perjalanan ke rumah dukun dan cara-cara
pengobatannya. Lagu dampeng dengan tari randai, dipakai untuk mengarak pengantin. Selain
itu ada lagu duo dinyanyikan ketika meminang. Untuk hiburan atau persembahan ada talibun dengan tari piring, lagu sinando dengan tari sinando, lagu sikambang
Universitas Sumatera Utara
40 botan dengan tari sikambang botan. Tari hiburan lainnya tari perak-perak dan tari
sampaya.
2.5.2 Alat Musik
Setelah adanya lagu Sikambang secara vokal maka para nelayan selalu menyatukan dengan memukul papan pinggiran perahu sebagai instrument.
Pukulan pinggiran perahu diiringi dengan siulan pengganti melodi. Terpadulah satu kesatuan bunyi alami antara instrument dan vocal di tengah lautan.
Lambat laun, para nelayan menciptakan gandan Sikambang terbuat dari kayu bulat dengan nelayan belakang dilapisi kulit kambing sedangkan bagian satu lagi
dibiarkan kosong. Bagian yang kosong diganjal dengan kayu tipis diikat dengan rotan sebagai stem membran.
Setelah tercipta gandang sikambang tercipta pula singkadau terbuat dari bamboo, panjang 25 cm dengan tujuh lobang di atas berjarak masing-masing
lobang 1 cm dan sebelah bawah terdapat satu lobang. Lobang ini untuk keserasian suara.
Masuknya bangsa Eropa pada abad ke 16, datang pelabuhan Barus untuk berdagang mencari rempah-rempah, kemenyan dan kapur barus. Para pedangang
juga alat musik biola dan accordion. Lambat laun alat musik tersebut dipakai dalam kesenian Pesisir.
Dengan demikian terpadulah ensambel sikambang yang terdiri dari alat musik pukul yakni gandang sikambang sebagai pembawa ritem konstan. Alat musik tiup
yaitu singkadu sebagai pembawa melodi lagu sama dengan viola dan accordion.
Universitas Sumatera Utara
41 Di dalam literatur penulis menemukan ada alat musik yakni gendang batapik
dan carano yang dimasukkan ke dalam ensambel sikambang. Mengenai hal itu, sejauh pengamatan penulis dan wawancara penulis dengan orang yang
berkompeten dalam bidangnya menegaskan bahwa gendang batapik tidak dipakai dalam kesenian sikambang masyarakat pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Gendang
batapik digunakan oleh masyarakat pesisir yang ada Tapanuli Selatan. Begitu juga halnya dengan carano. Carano adalah sejenis mangkuk yang terbuat dari
tembaga berfungsi sebagai tempat tembakau dan kapur sirih. Carano ini merupakan bagian dari tempat sirih, bukan sebagai alat musik struck idiofon yang
berfungsi sebagai pulsa dasar. Penulis menemukan hal ketimpang siuran dalam ensambel Sikambang, namun
ini bukanlah topik pembahasan utama dalam tulisan ini. Kiranya ini membuka jalan untuk penelitian berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
42
BAB III GANDANG SIKAMBANG
3.1 Perspektif Sejarah Sikambang
Menurut sejarahnya, ada beberapa versi tentang asal mula terjadinya nama kesenian pesisir Sikambang ini. Versi pertama mengatakan bahwa Sikambang
berawal dari masuknya agama Islam di nusantara, khususnya di Barus kesenian ini sudah dikenal oleh masyarakat setempat. Para pembawa agama tersebut setelah
singgah di pulau Mursala kemudian melanjutkan perjalanannya ke Barus dengan maksud untuk menyiarkan agama yang mereka bawa. Pada masa itu masyarakat
Barus belum mengenal suatu agama apapun. Maka para pembawa agama Islam tersebut untuk “mengembangkan” agamanya melalui kesenian daerah setempat.
Akhirnya kata Sikambang melekat pada masyarakat setempat melalui kesenian berdasarkan ajaran agama Islam yang dibawa oleh para pedagang Persia.
Versi lain mengatakan bahwa asal mula terjadinya kesenian pesisir Sikambang berasal dari nama seorang pemuda. Pemuda tersebut adalah tukang
kayuh nahkoda sampan daripada Putri Runduk, yang ketika itu berlayar dari desa lobu tua menuju pulau mursala. Disepanjang perjalanan sikambang sang
nahkoda melantunkan syair-syair yang indah sambil memukul papan dinding sampan.
Namun ada versi dari masyarakat di desa Jago-Jago mengatakan bahwa Sikambang berasal dari nama seorang anak yang bernama Sikambang. Anak
tersebut anak yang dibuang dari Bengkulu hingga ia terdampar di pulau Mursala.
Universitas Sumatera Utara