Tujuan Transaksi Terapeutik Asas Konsensualitas dan Keterbukaan Dalam Perjanjian Informed Consent Sebagai Bagian dari Pertanggung Jawaban Pelayanan Medis

penerima pertolongan tidak melepaskan tanggung jawab atas dirinya seluruhnya atau pasrah kepada dokter sebagai pemberi pertolongan yang memiliki kemampuan profesional di bidang medis. 35 Didasarkan ketentuan Pasal 50 ayat 1, dan Pasal 53 ayat 1 Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, maka dokter bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahliannya dan atau kewenangannya, dengan mematuhi standar profesi, dan menghormati hak pasien antara lain hak informasi dan hak untuk memberikan persetujuan. Dengan demikian, berarti bahwa pada hakikatnya prinsip etis dalam hubungan antara dokter dan pasien merupakan salah satu sumber yang melandasi peraturan hukum di bidang kesehatan. 36

C. Tujuan Transaksi Terapeutik

Oleh karena transaksi terapeutik merupakan bagian pokok dari upaya kesehatan, yaitu berupa pemberian Pelayanan kesehatan yang didasarkan atas keahlian, keterampilan serta ketelitian, maka tujuannya tidak dapat dilepaskan dari tujuan ilmu kesehatan itu sendiri sebagaimana tersebut di bawah ini. 37 1. Menyembuhkan dan mencegah penyakit 35 Ibid, hal. 141. 36 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 37 “Persetujuan Atas Dasar Informasi”, http:elearning- 1.esaunggul.ac.idmodresourceview.php ?id=19633 12 Maret 201109:14 . Universitas Sumatera Utara Dalam hubungan ini, pemberi Pelayanan kesehatan berkewajiban untuk memberikan bantuan Pelayanan kesehatan yang dibatasi oleh kriterium memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan dapat mencegah atau menghentikan proses penyakit yang bersangkutan. Hal ini secara yuridis ditegaskan dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangannya. Untuk menjamin terselenggaranya kegiatan tersebut, maka setiap tenaga kesehatan termasuk dokter berhak memperoleh perlindungan hukum, sepanjang yang dilakukannya sesuai dengan standar profesi dan tidak melanggar hak pasienklien. Dengan demikian standar profesi sebagai pedoman yang harus digunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik, sebenarnya merupakan penyelenggaraan otonomi professional kesehatan dan sekaligus merupakan pembatasan dalam menjalankan profesi. Standar profesi yang dimaksud di atas adalah standar Pelayanan kesehatan yang disusun oleh masing-masing asosiasi profesi kesehatan seperti IDI, PDGI, PPNI, IBI, IFI dan asosiasi profesi kesehatan lainnya. Standar profesi tersebut dapat dirumuskan sebagai cara bertindak dalam peristiwa yang nyata berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman. 2. Meringankan penderitaan Oleh karena tindakan medik yang dilakukan dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien harus secara nyata ditujukan untuk memperbaiki Keadaan pasien atau agar Keadaan kesehatan pasien lebih baik dari sebelumnya, Universitas Sumatera Utara maka guna meringankan penderitaan pasien, penggunaan metode diagnostik atau terapeutik yang lebih menyakitkan seharusnya dihindarkan. Pemberian bantuan atau pertolongan untuk meringankan penderitaan ini merupakan bagian dari suatu tugas pemberi Pelayanan kesehatan professional, sehingga berlaku standar Pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ketelitian dan sikap berhati-hati. Di dalam pengertian upaya kesehatan terlihat bahwa kegiatan yang dilakukan adalah untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, oleh karena itu dalam pengertian upaya meringankan penderitaan atau mengurangi perasaan sakit, termasuk juga menghindarkan penderitaan yang diakibatkan oleh upaya perawatan kesehatan. Secara yuridis apabila dokterterapis tidak memenuhi kewajibannya dengan berbuat sesuatu yang meringankan atau mengurangi perasaan sakit, sehingga menimbulkan kerugian fisik ataupun non fisik pada pasien, maka dokter dan atau tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dituntut penggantian kerugian Pasal 58 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 . 3. Mendampingi pasien Di dalam pengertian ini termasuk juga mendampingi menuju kematiannya. Kegiatan mendampingi pasien ini seharusnya sama besar dengan kegiatan untuk menyembuhkan pasien. Sehubungan dengan hal tersebut seringkali tidak terpenuhinya kegiatan untuk meringankan penderitaan dan untuk mendampingi pasien dipersalahkan karena kurang atau tidak adanya waktu yang tersedia. Sekalipun kegiatan teknis medis dapat merupakan Pelayanan yang baik terhadap pasien, namun hukum mewajibkan seorang dokter atau tenaga kesehatan selaku professional untuk melakukan baik kegiatan pemberian pertolongan Universitas Sumatera Utara maupun kegiatan teknis medik sesuai dengan waktu yang tersedia dengan mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasienklien. D. Hubungan Hukum Antara Dokter dan Pasien Dahulu dokter dianggap tahu segalanya, dan dalam pandangan sehari-hari seorang pasien senantiasa menjalankan suatu peran yang sangat lemah, pasif, dan sangat tergantung kepada pihak lain akibat sakit yang dideritanya. Selain itu pasien juga dianggap tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kesehatan dan penyakit yang dideritanya. Keadaaan pasien yang demikian secara limitatif telah mengalami pengurangan, hal ini diakibatkan dengan perkembangan arus informasi dan komunikasi yang semakin global menimbulkan bertambahnya kecerdasan masyarakat yang menjadi kritis, sehingga kenyataan tersebut memperkecil kesenjangan ilmu pengetahuan anatara dokter dengan pasien. Dengan demikian, baik dokter maupun pasien mempunyai hak dan kewajiban yang dilindungi oleh Undang-Undang sehingga kedudukan hukumnya seimbang dan sederajat. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan: Pasal 4 : “Setiap orang berhak atas kesehatan” Pasal 12 : “Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan” Universitas Sumatera Utara Kemudian J. Gunadi juga mengemukakan bahwa timbulnya hubungan hukum antara dokter dan pasien dimulai saat pasien datang ke tempat praktek dokter dan dimulainya anamnesa dan pemeriksaan oleh dokter. 38 Hubungan yang sederajat merupakan titik pangkal dari hubungan perjanjian yang meghendaki adanya kesepakatan antara para pihak yang saling memberikan prestasi atau jasa. Masing-masing pihak dianggap mempunyai pengetahuan yang sama tentang penyakit dan cara-cara penyembuhannya, sehingga apabila salah satu pihak merasa tidak sesuai dengan apa yang diketahuinya atau tidak puas terhadap pelaksanaan perjanjian tersebut, masing- masig pihak mempunyai hak untuk membatalkan perjanjian tersebut. Hubungan hukum antara pasien dengan dokter dapat terjadi antara lain karena pasien sendiri yang mendatangi dokter untuk meminta pertolongan mengobati sakit yang dideritanya, dalam keadaan seperti ini terjadi persetujuan kehendak antara kedua belah pihak, dan terjadi hubungan hukum yang bersumber terhadap proses pengobatan dan nasihat yang diberikan oleh dokter akan tercapai bila dokter dapat mengadakan komunikasi timbal balik yang baik terhadap pasiennya. Dokter yang bersedia mendengarkan pendapat dan keluhan pasien, akan menyebabkan pasien lebih bersedia mematuhi proses upaya penyembuhan sehingga tujuan perjanjian yaitu kesembuhan dapat tercapai. Menurut hukum perdata, hubungan profesional antara dokter dengan pasien dapat terjadi karena 2 hal, yaitu: 39 38 J. Guwandi, Dokter, Pasien Dan Hukum, FKUI, Jakarta, 1996, hal. 11. 39 Chrisdiono M. Achadiat, Dinamika Etika hukum Kedokteran Dalam Tantangan Zaman, EGC, Jakarta, 2007, hal. 74. Universitas Sumatera Utara 1. Berdasarkan perjanjian ius contractu yang berbentuk kontrak terapeutik secara sukarela antara dokter dengan pasien berdasarkan kehendak bebas. Tuntutan dapat dilakukan bila terjadi wanprestasi, yakni pengingkaran terhadap hal yang diperjanjikan. Dasar tuntutan adalah tidak, terlambat, salah melakukan, ataupun melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan menurut perjanjian itu. 2. Berdasarkan hukum ius delicto, berlaku prinsip siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi. Rumusan perjanjian atau kontrak menurut hukum perdata ialah suatu tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan secara sukarela oleh dua orang atau lebih, yang bersepakat untuk memberikan prestasi satu kepada lainnya. Dalam hubungan antara dokter dengan pasien, timbul perikatan usaha inspanningsverbintenis dimana sang dokter berjanji memberikan prestasi berupa usaha penyembuhan yang sebaik-baiknya dan pasien selain melakukan pembayaran, ia juga wajib memberikan informasi secara benar atau mematuhi nasihat dokter sebagai kontra-prestasi. Disebut perikatan usaha karena didasarkan atas kewajiban untuk berusaha. Dokter harus berusaha dengan segala daya agar usahanya dapat menyembuhkan penyakit pasien. Hal ini berbeda dengan kewajiban yang didasarkan karena hasil resultaat pada perikatan hasil resultaatverbintenis, dimana prestasi yang diberikan dokter tidak diukur dengan apa yang telah dihasilkannya, melainkan ia harus mengerahkan segala kemampuannya bagi pasien dengan penuh perhatian sesuai standar profesi medis. Selanjutnya dari hubungan hukum yang terjadi ini timbullah hak dan kewajiban bagi pasien dan dokter. Universitas Sumatera Utara

E. Hak dan Kewajiban Antara Dokter dan Pasien.