Subyek Hukum dan Persoalan Disekitarnya

B. Subyek Hukum dan Persoalan Disekitarnya

Bagian Pertama dari buku 1 menjelaskan tentang Kecakapan Hukum. Pada pasal 2 dijelaskan yaitu: (1) seseorang dipandang memi-

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

liki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal telah mencapai umur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau pernah menikah. (2) badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum, dapat melakukan perbuatan hukum dalam hal tidak dinyata- kan talis/pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempero- leh kekuatan hukum tetap. Kecakapan pernah menikah menegasikan batasan umur 18 tahun, karena di dalam pernikahan dikenal dengan permohonan akad nikah.

Selanjutnya di dalam pasal 3 disebutkan (1) dalam hal seseorang anak belum berusia 18 (delapan belas) tahun dapat mengajukan per- mohonan penga-kuan cakap melakukan perbuatan hukum kepada pengadilan. (2) pengadilan dapat mengabulkan dan atau menolak per- mohonan pengakuan cakap melakukan perbuatan hukum. Pertanyaan- nya adalah, apakah pengajuan kecakapan dalam pernikahan otomatis menjadi cakap dalam tindakan hukum lainnya?

Terkait dengan perwalian, dalam pasal 4 disebutkan orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum berhak mendapat pewalian. Sementara pasal 5 keterangan berikutnya bahwa (1) dalam hal seseo- rang sudah berumur 18 tahun atau pernah menikah, namun tidak ca- kap melakukan perbuatan hukum, maka pihak keluarga dapat men- gajukan permohonan kepada pengadilan untuk menetapkan wali bagi yang bersangkutan. (2) dalam hal badan hukum terbukti tidak mam- pu lagi berprestasi sehingga menghadapi kepailitan, atau tidak mam- pu membayar utang dan meminta permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, maka pengadilan dapat menetapkan kurator atau pengurus bagi badan hukum tersebut atas permohonan pihak yang ber- kepentingan.

Pasal 6 menjelaskan tentang (1) pengadilan berwenang untuk me- netapkan pewalian bagi orang yang dipandang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. (2) pengadilan berwenang untuk mene-tapkan orang untuk bertindak sebagai wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 7 menyebutkan bahwa Pengadilan dapat menetapkan orang yang berutang berada dalam pewalian berdasarkan permohonan orang yang berpiutang. Penjelasan pasal 7 ini bahwa permintaan penatapan

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

hukum terhadap seseorang atau badan hukum dapat dimintakan ke pengadilan. Ini menunjukkan upaya pengawasan agar satu pihak tidak berlaku sewenang-wenang merugikan pihak lain. Pasal 7 juga dengan tegas menetapkan wewenang pengadilan untuk menentukan status hukum seseorang. Sehingga ada tindakan preventif untuk mencegah terjadinya kerugian yang lebih besar. Diperkuat lagi dalam pasal 8 yang menjelaskan bahwa pengadilan berwenang menetapkan pewalian bagi orang yang tindakannya menyebabkan kerugian orang banyak.

Pasal 9 menyebutkan (1) muwalla dapat melakukan perbuatan hukum yang menguntungkan dirinya, meskipun tidak mendapat izin wali. Pasal 9 ayat 1 tersebut memberikan asas kemaslahatan dapat di- lakukan sendiri secara langsung oleh muwallah, sementara yang me- rugikan harus melalui izin walinya. Pertanyaannya adalah apa yang menjadi ukuran bahwa perbuatannya terhadap hartanya akan mem- berikan implikasi yang menguntungkan dan kapan pula tindakannya dianggap merugikan? Sebagaimana dijelaskan pada ayat 2 berikutnya, bahwa Muwalla tidak dapat melakukan perbuatan hukum yang meru- gikan dirinya, meskipun mendapat izin wali. Penjelasan ayat berikutnya menegaskan keabsahan perbuatan hukum muwalla atas hak kebenda- annya yang belum jelas akan menguntungkan atau merugikan dirinya bergantung pada izin wali.

Oleh karena itu, kehadiran penjelasan ayat 3 dari pasal 9 ini, se- olah memberikan ketegasan terhdap keraguan tindakan muwalla apa- kah menguntungkan atau merugikan. Terhadap tindakan yang tingkat probabilitas kerugian dan kemanfaatannya berimbang, maka izin wali diperlukan.

Bagimana apabila terdapat perselisihan antara keduanya? Dalam ayat 4 dipasal yang sama disebutkan apabila terjadi perselisihan an- tara muwalla dengan wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), muwalla dapat mengajukan permohonan ke pengadilan untuk dite- tapkan bahwa yang bersang-kutan memiliki kecakapan melakukan perbuatan hukum. Ayat 4 ini mengatur penyelesaian sengketa apakah si muwallah sudah merasa cakap hukum atau tidak, karena pada dasarnya bisa saja dilakukan musyawarah di antara wali dan muwala.

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

Kesimpulan yang bisa diperoleh adalah: terhadap masalah tinda- kan, maka si wali terikat dengan perjanjian-perjanjian. Wali tidak ber- sifat mutlak mengatur dan menentukan tindakan muwalla. Wali hanya berhak pada tindakan-tindakan yang jelas-jelas merugikan si muwalla serta masih belum pastinya kerugian dan kemalahatan.

Pasal 10 menyatakan izin pewalian yang dimaksud dalam Pasal

9 ayat (2) dan ayat (3) dapat dinyatakan secara tulisan atau lisan. Se- mentara pasal 11 menyebutkan bahwa Wali terdiri atas: (a) orang tua muwalla; (b) orang yang menerima wasiat dari orang tua muwalla; (c) orang lain atau badan hukum yang ditetapkan oleh pengadilan.

Sistem perwalian pada poin (a) menganut asas nasb. Sistem na- sab masih menjadi sistem yang sangat dominan dalam berbagai pen- gampuan tidak hanya dalam bidang ekonomi tetapi juga dalam bidang ibdah. Sebut saja pada bidang pernikahan dan warisan. Namun pada poin b menganut asas otoritas. Hal ini tentu saja dapat bertentangan dengan konsep nasab pada poin a. Jika orang tua muwalla memberikan kekuasaannya pada orang lain, sementara tidak memiliki hubungan nasab dengan muwallah, maka bisa saja terjadi keraguan dan konlik. Serta poin c menganut asas litigasi. Poin ini sifatnya sangat umum. Oleh karena itu, dapat disimpulkan, bahwa sistem perwalian dalam KHES menganut sistem piramida. Puncak tertinggiyang paling berhak adalah wali nasab, kemudian diikuti dengan wali otoritas serta wali penetapan pengadilan.

Pasal berikutnya pasal 13 menyatakan wali wajib menjamin dan melindungi muwalla dan hak-haknya sampai cakap melakukan per- buatan hukum. Apa yang dimaksud dengan menjamin dan melindun- gi sangat subyektif sekali. Bisa saja menjamin dimaknai dengan mem- berikan jaminan bahwa hartanya akan tetap aman dari penggunaan yang salah. Sementara melindungi adalah bahwa muwalla berhak un- tuk mendapatkan kemasalahatan dari hartanya tersebut. Perlindungan bukan justru menyebabkan si muwalla mengalami kehidupan yang sen- gsara dan menderita.

Sebagai contoh, seorang anak yang yang masih berumur 10 tahun ditinggal oleh kedua orang tuanya yang memiliki harta berlimpah. Ka-

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

rena si anak dipandang belum cakap untuk bertindak hukum terhadap hartanya, maka perlindungan yang diberikan harus bisa menjamin dan melindungi si anak melalui harta warisan orang tuanya itu dengan men- dapatkan hak-haknya seperti, hak pendidikan, hidup yang sehat serta kebutuhan lainnya hingga si anak dewasa. Kemudian pasal 14 menyata- kan Wali dapat mencabut atau memberi izin kepada muwalla un- tuk melakukan perbuatan hukum tertentu dengan mempertimbangkan keuntungan atau kerugian dari perbuatan hukum tersebut. Selanjutnya pasal 15 menjelaskan tentang kekuasaan wali berakhir karena: me- ninggal dunia; muwalla telah memiliki kecakapan melakukan perbua- tan hukum; atau dicabut berdasarkan penetapan pengadilan. Pasal 16 menyatakan (1) wali wajib mengganti kerugian yang diderita muwalla atas kesalahan perbuatannya. (2) penetapan kesalahan perbuatan wali dan penggantian kerugian muwalla ditetapkan oleh pengadilan.

Berdasarkan penjelasan pasal-pasal tentang perwalian, pada da- sarnya KHES ingin menegaskan pentingnya pengelolaan harta. Harta tidak boleh disimpan saja. Harta harus dikelola dan dimanfaatkan bagi kepentingan pemiliknya. Asas yang digunakan adalah menjaga harta dari penyalahgunaan. Mencegah satu pihak merugikan pihak lainnya. Sehingga, terkesan pendekatan litigasi sangat dominan dalam menye- lesaian sengketa ketidakmampuan pemilik harta untuk mengelola har- tanya. Sebagai misal, pada keadaan di mana satu pihak tidak mampu kecakapan hukum, maka pengadilan berhak membatasi hak dan kewaji- bannya terhadap pihak lain.

Pertanyaan yang tersisa adalah, KHES hanya memberikan kewe- nangan berupa kewajiban antara wali dan muwalla. Apa keuntungan yang didapat oleh wali dari hasil menjaga dan menjamin terpenuhinya hak-hak si muwalla. Kalau walinya adalah wali nasb, dapat dipahami hubungannya adalah hubungan pertalian darah. Sementara kalau wa- linya adalah orang lain atau yang ditunjuk oleh pengadilan, maka pen- ting juga memperhatikan uapaya yang telah dilakukan oleh wali sebagai jerih payahnya untuk menjaga harta si muwalla.

Oleh karena itu, subyek hukum dalam KHES ada dua kelompok besar; satu kelompok adalah subyek hukum asal, sementara kelompok

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

lainnya adalah subyek hukum pengganti, yang keberadaannya bersifat sementara. Jika pada subyek hukum asli bersifat mutlaqah sementara subyek hukum dengan perwalian atau pengganti sifatnya muqayyadah.