Alternative Dispute Resolution (ADR)

C. Alternative Dispute Resolution (ADR)

Penyelesaian sengketa alternatif atau alternative dispute resolution kim) (ADR), adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan (Sulh) berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang dilakukan oleh para pihak atha) yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan bantuan pihak ketiga yang netral. Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa Umum, Pasal 1 angka 10, merumu- skan bahwa Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penye- lesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsul-

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

tasi, negosiasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Penjelasan tentang upaya resolusi konlik pada sub bab sebelu- mnya sangat sederhana dan bukan satu-satunya. Dalam konteks yang berbeda, terkait dengan konlik individu dengan individu lain, atau an- tara individu dengan indvidu lalin dan dalam satu ikatan sosial, ana- lisa Galtung belum bisa dijadikan panacea. Untuk itu, resolusi konlik sangat erat kaitannya dengan model konlik yang terjadi. Berikut ini, adalah uraian terkait dengan upaya resolusi konlik yang berkembang dalam spektrum yang lebih luas dengan istilah yang berbeda yaitu di- spute atau disaggrement.

Gerald Turkel 1 , membuat klasiikasi mengenai tipe-tipe penyele- saian sengketa secara hierarki atau berjenjang (Hierarchy of Dispute Re- solution). Penjenjangan dibuat dari tipe penyelesaian sengketa yang pa- ling rasional informal dan tidak berdasarkan hukum (the most informal and nonlegally rational type of dispute resolution) sampai dengan tipe yang paling rasional formal dan berdasarkan hukum (the most formal and legally rational type).

Dalam menyelesaikan sengketa, para pihak dapat menggunakan tipe-tipe penyelesaian sebagaimana disebutkan di atas mulai dari tipe yang paling informal sampai dengan tipe yang paling formal rasional. Oleh karena itu, apabila negosiasi tidak berhasil untuk menyelesaikan sengketa, para pihak dapat melanjutkan pada mediasi. Apabila mediasi juga tidak berhasil, mereka dapat melanjutkan pada arbitrase. Akhir- nya, apabila arbitrase pun tidak berhasil, maka para pihak dapat me- lanjutkan kepada adjudikasi (pengadilan).

Mas Achmad Santosa, mengemukakan sekurang-kurangnya ada

5 faktor utama yang memberikan dasar diperlukannya pengembangan penyelesaian sengketa alternatif di Indonesia, yaitu:

1. Sebagai upaya meningkatkan daya saing dalam mengundang pena- naman modal ke Indonesia. Kepastian hukum termasuk ketersediaan sistem penyelesaian sengketa yang eisien dan reliabel merupakan

1 Gerald Turkel, Law and Society: Critical Approaches, (Needham Heights: A Simon & Schuster Company, 1996), h. 208.

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

faktor penting bagi pelaku ekonomi mau menanamkan modalnya di Indonesia. Penyelesaian sengketa alternatif yang didasarkan pada prinsip kemandirian dan profesionalisme dapat menepis keraguan calon investor tentang keberadaan forum penyelesaian sengketa yang reliabel (mampu menjamin rasa keadilan);

2. Tuntutan masyarakat terhadap mekanisme penyelesaian sengketa yang eisien dan mampu memenuhi rasa keadilan.

3. Upaya untuk mengimbangi meningkatnya daya kritis masyarakat yang dibarengi dengan tuntutan berperan serta aktif dalam proses pembangunan (termasuk pengambilan keputusan terhadap urusa- nurusan publik). hak masyarakat berperan serta dalam penetapan kebijakan publik tersebut menimbulkan konsekuensi diperlukannya wadah atau mekanisme penyelesaian sengketa untuk mewadahi per- bedaan pendapat (conlicting opinion) yang muncul dari keperanser- taan masyarakat tersebut.

4. Menumbuhkan iklim persaingan sehat (peer pressive) bagi lembaga peradilan. Kehadiran lembaga-lembaga penyelesaian sengketa alter- natif dan kuasi pengadilan (tribunal) apabila sifatnya pilihan (option- al), maka akan terjadi proses seleksi yang menggambarkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelesaian sengke- ta tertentu. Kehadiran pembanding (peer) dalam bentuk lembaga penyelesaian sengketa alternatif ini diharapkan mendorong lemba- ga-lembaga penyelesaian sengketa tersebut meningkatkan citra dan kepercayaan masyarakat.

5. Sebagai langkah antisipatif membendung derasnya arus perkara mengalir ke pengadilan.