Bentuk-Bentul Alternative Dispute Resolution (ADR)

G. Bentuk-Bentul Alternative Dispute Resolution (ADR)

1. Konsultasi

Merujuk pada Black’s Law Dictionary dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan konsultasi (consultation) adalah: act of consulting or conferring: e.g. patient with doctor, client with lawyer, deliberation of per-

sons on some subjects. 15 Dalam pengertian yang lain, konsultasi ini dapat dimaknai dengan tindakan minta pendapat hukum (legal opinion). Rumusan yang tertulis dalam Black’s Law Dictionary menjelaskan bahwa konsultasi adalah tindakan personal dengan kedudukan yang bertingkat. Satu pihak memiliki pengetahuan tentang sesuatu, semen- tara pihak yang lain membutuhkan pertimbangan atau pengetahuan tentang sesuatu hal itu. Karena sifatnya hanya “meminta” pertimban- gan hukum (legal opinion/juridisch advies), keputusan akhirnya bukan pada orang yang diminta pendapat tersebut. Tidak ada suatu rumusan yang menyatakan sifat keterikatan atau kewajiban untuk memenuhi dan

mengikuti pendapat yang disampaikan oleh pihak konsultan. 16 Perlu ditegaskan, bahwa konsultan dalam tindakan konsultasi ini, bukanlah pihak ketiga dalam konteks resolusi konlik. Karena keterlibatannya bukan atas keinginan keduabelah pihak dan juga bukan untuk menye- lesaikan masalah.

Setelah konsultasi dilakukan oleh pihak tertentu atas keawaman- nya dalam satu masalah, maka dapat dilanjutkan pada tindakan be- rikutnya yaitu negosisasi. Karena dalam negoisasi diasumsikan bahwa kedua belah pihak sudah saling memahami masalahnya, posisi mereka juga sama dan memiliki jalan keluarnya masing-masing.

2. Negosiasi

Dalam buku Business Law, Principles, Cases and Policy karya Mark

E. Roszkowski disebutkan bahwa: Negotiation is a process by which two

15 Konsultasi adalah tindakan pertemuan atau perundingan, misalnya pasien dengan dokter, klien dengan pengacara, yang dipersoalkan seseorang tentang beber- apa masalah.

16 Gunawan Widjaya, Alternatif Penyelesaian Sengketa, dalam Seri hukum Bisnis, (Jakarta: Raja Graindo Persada, 2001), h. 85-96.

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

parties, with difering demand reach an agreement generally through com- promise and concession. 17

Hingga di sini, jelaslah dalam sebuah rentetan penyelesaian secara informal, yang paling awal dilakukan melibatkan pihak-pihak adalah negosiasi. Adapun konsultasi hanya tindakan sepihak dan bukan do- rongan pihak-pihak yang berperkara. Tindakan negosiasi ini tidak me- libatkan adanya pihak ketiga. Murni dilakukan oleh pihk-pihak yang terlibat perselisihan. Kemudian dalam perkembangan berikutnya, ne- gosiasi menjadi bahagian dari proses berikutnya jika tidak tercapai ke- sepatan, yaitu mediasi.

3. Mediasi

Alasan penyelesaian perselisihan dengan cara non-litigasi dipa- kai di Indonesia: pertama, penyelesaian dengan non-litigasi telah lama dan bisasa dipakai oleh masyarakat Indonesia. Beberapa masyarakat adat masih menggunakan hukum adat sebagai jalan keluar perselisi-

han di antara mereka. 18 Kedua, adanya ketidakpuasan atas penyelesaian perkara melalui litigasi. Ketiga, proses litigasi yang rumit dan tidak at

17 Negosiasi adalah sebuah proses dimana dua pihak, dengan masing-masing per- bedaannya berupaya mencapai kesepakatan secara umum melalui kompromi dan konsesi.

18 Misalnya di Minangkabau yang bertindak sebagai mediator yang juga mem- punyai wewenang untuk memberikan putusan atas perkara yang dibawa kehadapan- nya adalah sebagai berikut:

1. Tungganai atau mamak kepala ahli waris pada tingkatan rumah gadang 2. Mamak kepala kaum pada tingkatan kaum 3. Penghulu suku pada tingkat suku 4. Penghuku-penghulu fungsional pada tingkatan nagari.

Semua fungsionaris tersebut berperan penting dalam menyelesaikan sengke- ta-sengketa, baik sebagai penegah atau tanpa kewenangan memutus. Takdir rah- madi dan Achmad Romsan, Tehnik Masyarakat Adat Minangkabau, Sumatera Barat dan Masyarakat Adat di Dataran Tinggi, Sumatera Selatan, (Indonesia Cen- ter For Environmental Law (ICEL), he Ford Foundation 1997-1998. Sementara itu, ada juga tradisi Adat Badamai pada masyarakat Banjar yang dikenal dengan istilah babaikan, baparbaik, bapatut atau mamatut, baakuran atau suluh, Ahmadi Hasan, Penyelesaian Sengketa Melalui Upaya (non litigasi) Menurut Peraturan Pe- rundang-Undangan, (Al-Banjari vol. 5, No. 9, Januari-Juni 2007.

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

home bagi orang-orang yang tidak terbiasa dengan suasana formalistik. Keempat, cara litigasi untuk sampai mengikat kedua belah pihak meng- habiskan waktu yang lama, pikiran dan biaya yang besar.

Mediasi merupakan proses kerelaan (voluntary process) pihak-pi- hak yang sedang mengalami perselisihan (dispute) untuk menyelesai- kannya dengan bantuan pihak lain atau pihak ketiga (third party) yang bersikap netral yaitu mediator. Mediasi lazimnya dilakukan di luar pen- gadilan, meskipun dalam kasus perdata -termasuk masalah perceraian di Pengadilan Agama- mediasi dianjurkan di dalam pengadilan oleh hakim. Perbedaannya adalah, ide mediasi yang terjadi dalam pengadi- lan berasal dari “perintah” hakim, sementara mediasi yang dimaksud dalam pengertian penelitian ini adalah keinginan masing-masing pihak untuk menyelesaikan perselisihan mereka. Perintah damai datangnya dari keinginan internal tanpa adanya intervensi atau paksaan dari pihak lain.

Secara ipso jure, dalam Pasal 6 ayat (2) undang-undang Nomor

30 Tahun 1999, dinyatakan bahwa pada dasarnya para pihak dapat dan berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul di antara mereka. Kemudian ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung Re- publik Indonesia Nomor 02 tahun 2003 tentang prosedur mediasi di pengadilan pasal 1 angka 6 jo Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Penga- dilan pasal 1 angka 7, disebutkan bahwa mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

Mediasi secara literal berarti ide negosiasi yang dibantu untuk mencapai kesepakatan (idea of assisted negotiation for agreement). 19 Black’s Law Dictionary menyebutkan bahwa mediasi dan media- tor adalah:

Mediation is a method of non binding dispute revelation in- volving a neutral third party who tries to help the disputing

19 James Melamed, at http://www.mediate.com/articles/what. cfm#top.

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

parties reach a mutually agreeable solution. 20 Atau media-

tion is an informal process in which a neutral third party helps other resolve a dispute or plan a transaction but does not (and ordinarily does not have the power to) impose a solution. 21

Defenisi yang sama dikemukakan oleh Nolan-Haley mendeini- sikan:

Mediation is generally understood to be a short term, struc- tured, task-oriented, participatory intervention process. Disputing parties work with a neutral third party, the me- diator, to reach a mutually process, where a third party in- tervenor imposes a decision, no such compulsion exists in mediation. 22

Selanjutnya juga dapat dilihat dalam ketentuan yang diatur dalam WIPO Mediation Rules (efective October 1, 1994) bahwa:

Mediation Agreement means an agreement by the parties to submit to mediation all or certain disputes which have aris- en or which may arise between them; a Mediation Agree- ment may be in the from of a mediation clause in a contract or in the from of a separate contract. he mediation shall

be conducted in the manner agreed by the parties. If, and to the extent that, the parties have not made such agreement, the mediator shall, in accordance with the Rules, determine the manner in which the mediation shall be conducted.

20 Mediasi merupakan model penyelesaian sengketa di mana pihak luar tidak memihak dan netral (mediator) membantu pihak-pihak yang bersengketa guna mem- peroleh penyelesaian sengketa yang disepakati para pihak. Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Editor in Chief, (Minnesota: St. Paul, 2004), h. 1003.

21Mediasi adalah sebuah proses informal dimana seorang pihak ketiga mem- bantu menyelesaikan sebuah perselisihan atau merencanakan sebuah perjanjian na- mun pihak ketiga tersebut tidak memiliki kekuatan untuk memaksakan sebuah solusi. Ibid.,

22 Nolan-Haley, Alternative Dispute Resolution, (Minnesota: St. Paul, 1992), h. 56

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

Each party shall cooperate in good faith with the mediator to advance the mediation as expeditiously as possible. 23

Jay Folberg dan Alison Taylor memberikan pengertian media- si adalah proses dimana pihak-pihak terkait secara bersama dengan bantuan pihak lain yang netral, kemudian secara sistematik mengiso- lasi isu-isu perselisihan untuk mengem-bangkan pilihan-pilihan, mem- pertimbangkan alternatif-alternatif dan mencari sebuah penyelesaian yang disepakati dan mengakomodir kebutuhan-kebutuhan pihak yang berselisih. 24 Mediasi menurut Folberg dan A. Taylor sebagaimana dike- mukankan oleh John Wade adalah a comprehensive guide to resolving conlict without litigation.

Sementara itu, Laurence Bolle menyebutkan:

Mediation is a decision making process in which the parties are assisted by a third party, the mediator attemp to improve the process of decision making and to assist the parties reach an outcome to which of them can assent. 25 Mediation is a process in which two or more people involved in a dispute come together, to try to work out a solution to their problem with the help of a neutral third person, called the “Mediator”. 26 Mediation is a process in which the parties to a dispute, with the assistance of a dispute resolution practitioner (the medi- ator), identify the disputed issues, develop options, consider alternatives and endeavours to reach an agreement. 27

23 WIPO, Mediation Rules (Efective October 1, 1994). 24 Jay Folberg and Alison Taylor, Mediation: A Comprehensive Guide to Re-

solving Conlicts Without Litigation (San Francisco: Jossey-Bass, 1984), h. 7. Mediation is the process by which participants, together with the assistance of a neutral person or persons, systematically isolate disputed issues in order to develop options, consider alter- natives, and reach a consensual settlement that will accommodate their needs.

25 John Wade, Sekitar Mediasi, MARI, Jakarta, 2004, h. 158. 26 Peter Lovenheim, How to Mediate Your Dispute, (Berkeley: Nolo-Press,

1996), h. 13. 27 Diadosi dari National Alternative Dispute Resolution Advisory Council of

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

Berdasarkan berbagai defenisi mediasi yang disebutkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: (1). Mediasi adalah sebuah proses in- formal mencapai kesepakatan. (2). Dalam mencapainya dibantu oleh pihak ketiga atau mediator. (3). Namun, pihak ketiga tersebut tidak me- miliki kekuatan memaksakan jalan keluar. Hal yang dapat ditambahkan dari defenisi mediasi tersebut (4). Mediasi sifatnya tertutup, rahasia dan hanya boleh diketahui oleh pihak-pihak terlibat dalam mediasi. Penga- dilan sekalipun, jika kesepakatan tidak tercapai, tidak berhak menja- dikannya sebagai barang bukti atau pertimbangan putusan.

Saat ini di Indonesia, proses mediasi pada kasus perdata khusu- snya sangat mementingkan proses mediasi ini. Bahkan dinyatakan den- gan tegas dalam Perma No.1 tahun 2008 pasal 2 ayat (3) menyebutkan tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupa- kan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.

4. Arbitrase

Sebelum membahas lebih lanjut tentang arbitrase, terdapat tin- dakan yang harus dilakukan dahulu yaitu konsiliasi. Dalam Black’s Law Dictionary konsiliasi adalah:

Conciliation is the adjustment and settlement of a dispute in a friendly, un antagonistic manner used in court before trial with a view towards avoiding trial in labor disputes before arbitration. Court of Conciliation is a court which proposes terms of adjustment, so as to avoid litigation. 28

Sydney. Lihat Charlton & Dewdney , he Mediator`s Handbook, 2 nd , (Sydney : Law- book Co., 2004), h. 30.

28 Konsiliasi adalah penyesuain dan kesepakatan terhadap sebuah perselisihan dalam bingkai persahabatn, sikap yang tidak bermusuhan yang dilakukan sebelum pemesiksaan di pengadilan dan pemeriksaan di arbitrase. Pengadilan konsiliasi adalah sebuah pengadilan yang mengajukan bentuk-bentuk kesepakatan. Henry Campbell Black, A Dictionary of Law: Containing Deinitions of he Terms and Phrases of Ameri- can and English Jurisprudence, Ancient and Modern, (St. Paul, Minn.: West Publishing

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

Konsiliasi adalah apabila pihak yang bersengeta tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan dan pihak ketiga mengajukan usulan jalan keluar dari sengketa. Penyelesaian ini mengacu pada pola proses penyelesaian senketa secara konsensus antar pihak, dimana pihak ne- tral dapat berperan secara aktif (neutral act) maupun tidak aktif. Da- lam Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa pada prisispnya konsiliasi merupakan perdamaian. Dalam hal yang demikian sebagaimana yang diatur dalam pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864 Bab kedelapan belas Buku III Undang-Undang Hukum Perdata, berarti segala sesuatu yang dimaksudkan untuk diselesaikan melalui konsiliasi tunduk pada keten- tuan KUH Perdata, dan secara khusus Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864, harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani secara bersama oleh para pihak yang bersengketa. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (7) jo Pasal 6 ayat (8) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999. Kesepakatan tertulis hasil konsiliasi juga harus didatarkan di Pengadilan Negeri da- lam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pendata- ran di Pengadilan Negeri. Kesepakatan tertulis hasil konsiliasi bersifat inal dan mengikat para pihak.

Berbeda dengan negosiasi, konsiliasi, dari pengertian yang dibe- rikan dalam Black’s Law Dictionary, merupakan langkah awal perda- maian sebelum sidang peradilan (litigasi) dilaksanakan, konsiliasi tidak hanya dapat dilakukan untuk mencegah dilaksanakannya proses litigasi, melainkan juga dapat dilakukan oleh para pihak, dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berlangsung, baik di dalam maupun di luar pen- gadilan sebelum diperoleh suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Setelah tidak tercapai konsiliasi, maka dapat ditempuh model resolusi berikutnya yaitu arbitrase. Riskin and West- brook mendefenisikan arbitrase adalah; form of adjudication in which the neutral decision maker is not a judge or an oicial of an administra- tive agency. 29

Co., 1891), h. 1003. 29 Bentuk ajudikasi dimana pembuat keputusan netral bukan seorang hakim

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

Jika merunut arah hirarki resolusi konlik mulai dari informal sampai yang formal, prose arbitrase sesungguhnya –menurut beberapa ahli- tidak termasuk bentuk alternatif penyelesaian sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR), karena arbitrase pada dasarnya tergolong kelompok Adjudicatory methods of settlement atau adjudica-

tion, 30 yang terdiri atas dua prototipe yakni litigasi di pengadilan (public adjudication) dan arbitrase (private adjudication). Sedangkan metode ADR termasuk dalam kelompok non-adjudicatory methods of settlemen-

t, 31 yang meliputi mediasi (mediation) dan konsiliasi (conciliation). 32 Oleh karena itu, berbeda dengan arbitrase, mediasi dan konsilia- si tidak dapat menghasilkan putusan yang mengikat yang dapat dilak- sanakan. Mediator tidak dapat memaksa para pihak untuk mencapai penyelesaian; begitu pula konsiliator tidak memiliki kekuasaan untuk

menjatuhkan putusannya kepada para pihak. 33 Aturan yang tegas un-

atau sebuah agen administrasi yang resmi. Riskin and Westbrook, Dispute Resolution and Lawyer, American Casebook Series, (St. paul: West Publishing Company, 1987), h. 250.

30 Menurut Goldberg, Sander dan Roger, “Adjudication is a process in which disputans present proofs and arguments to a neutral third party who has the power to hand down a binding decision, generally based on objective standards”. Lihat Chris- tian Buhring – Uhle, Arbitration and Mediation in International Business. (he Hague: Kluwer Law International, 1996), h. 43. Bdgk. Sofyan Mukhtar, “Mekanisme Alter- natif Bagi Penyelesaian Sengketa Perdata-Dagang (Dispute Resolution);” dalam Varia Peradilan No. 48, 1989, h. 126.

31 Meliputi negosiasi (negotiation), konsiliasi (conciliation), mediasi (media- tion), dan lain-lain. Lihat David H. Ott, Public International Law..., h. 333-334. Bdgk. Liem Lei heng, “Court Connected ADR in Singapore;” Makalah Seminar Court Con- nected ADR, Jakarta: Departemen Kehakiman RI, 21 April 1999. Namun demikian penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa (ADR) memang bukan merupakan panacea yang mampu mengatasi semua sengketa. Lihat Arthur Mariot, “he Role of ADR in the Settlement of Commercial Disputes;” dalam Asia Paciic Law Review, Vol. 1 Summer 1994, h. 1-19.

32 Menurut Hakim Manly O. Hudson, Conciliation “is a process of formulating proposals of settlement ater an investigation of the facts and an efort to reconcile oppos- ing contentions, the parties to the dispute being let free to accept or reject the proposals formulated.”

33 Alan Redfern selanjutnya mengemukakan: “If the parties are seeking a deci- sion on their dispute, as opposed to a negotiated settlement, then mediation or concilia-

Sosio Ekonomi Pedalaman

(Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Pedalaman Kalimantan Barat)

tuk memahami proses dan wewenang yang terjadi selama arbitrase dilakukan dapat merujuk pada Undang-Undang Undang-Undang No.

30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Prinsip-prinsip penyelesain sengketa melalui arbitrase 34 Kesimpulan yang dapat diambil dari tata urutan resolusi konlik di atas, pihak-pihak bebas memilih untuk menempuh proses yang salah satu diantara disebutkan. Tata urutan ini bukanlah bersifat mutlak, na- mun dalam kondisi yang ada saat ini, maka penyelesaian secara infor- mal diluar penegadilan (non-litigasi) adalah pilihan yang terbaik untuk dilakukan. Dengan segala kekurangannya, proses non litigasi lebih da- pat menciptakan kebersamaan bagi pihak-pihak yang berselisih, bahwa tidak perlu ada yang merasa kalah dan terhina.