Masalah: Kapan dibolehkannya puasa wajib dengan niat

Masalah: Kapan dibolehkannya puasa wajib dengan niat

disiang hari? Pendapat Syaikh al-Albani :

Pendapat ini merupakan pendapat pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab ‘al ikhtiyaraat al ilmiyah’ (IV/63): 'Dan dibenarkan puasa wajib dengan niat di siang hari, jika ia tidak mengetahui kewajiban tersebut di malam hari. Juga apabila adanya dalil melihat hilal ketika di tengah hari, hendaklah ia menyempurnakan sisa harinya, dan

tidak diharuskan mengqadhanya, walaupun ia sudah makan.' Pendapat ini juga diikuti oleh al-Muhaqqiq Ibnu al-Qayyim dan asy-Syaukani.

ash-Shahihah (VI/253/Bagian Pertama)

Masalah: Termasuk sunnah, menyegerakan berbuka dan

menyegerakan sholat Maghrib. Pendapat Syaikh al-Albani :

Benar, ada anjuran menyegerakan berbuka dalam hadits-hadits Nabi saw, di antaranya sabda Rasulullah saw: "Senantiasa manusia berada dalam kebaikan selagi menyegerakan buka puasa" Yaitu menyegerakan berbuka walaupun dengan beberapa suapan yang bisa menenangkan rasa laparnya, kemudian melaksanakan sholat, kemudian meneruskan makannya kalau ia mau hingga terpenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini adalah sunnah amaliyah sebagaimana yang dikatakan Anas: 'Rasulullah saw selalu berbuka sebelum sholat walaupun dengan beberapa Ruthab, Kalau tidak ada maka dengan beberapa kurma, kalau tidak ada maka dengan beberapa teguk air putih'. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan menghasankannya. Hadits ini terdapat di shahih Abu Daud No. 2040.

ash-Shahihah (II/'93)

Pasal Keenam: Masalah zakat, Puasa dan Itikaf — 193

Masalah: Apa yang disunnahkan ketika berbuka? Pendapat Syaikh al-Albani:

Rasulullah saw; senantiasa berbuka dengan beberapa biji Ruthab sebelum sholat, kalau tidak ada maka dengan beberapa kurma, kalau tidak ada

maka dengan beberapa teguk air pulih' 83 PendapatSyaikh al-Albani: Secara umum, hadits ini mengingatkan sunnah

yang sudah banyak ditinggalkan kebanyakan orang yang berpuasa, terutama yang berkaitan dengan slogan-slogan yang menyajikan ungkapan betapa lezatnva makanan dan minuman, adapun ruthab atau kurma, maka tidak pernah masuk pada ingatan mereka. Keengganan mereka juga terlihat dalam penyepelean mereka berkenaan dengan berbuka dengan beberapa teguk air putih. Pada dasamya beruntunglah orang-orang yang termasuk sebagaimana firman Allah yang artinya: "Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal" (QS. az-Zumar : 18)

ash-Shahihah (VI/181/Bagian Kedua)

Masalah: Tidak boleh puasa dalam perjalanan, jika hal itu

membahayakannya. Pendapat Syaikh al-Albani :

Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata: 'Nabi saw pernah melewati seseorang yang membolak-balikkan punggungnya (menahan rasa lapar), kemudian Rasulullah bertanya tentang orang itu. Para sahabat menjawab: Wahai Nabi Allah, ia sedang berpuasa. Maka Rasulullah memerintahkannya untuk berbuka, seraya bersabda: "Apakah tidak cukup bagimu berjalan dijalan Allah bersama Rasulullah saw hingga engkau

berpuasa" 84

83 Lihatash-ShahihahNo.2840 84 Lihatash-ShahihahNo. 2595

194 — Ensiklopedi Fatwa Syekh Al-bani

Hadits ini sebagai dalil yang jelas, bahwa tidak boleh berpuasa dalam perjalanan kalau membahayakannya. Hal ini juga

berdasarkan sabda Rasulullah saw : "Bukanlah suatu kebaikan berpuasa ketika dalam perjalanan" atau sabdanya : "Mereka itulah orang-

orang yang berbuat maksiat". Orang dalam perjalanan sesungguhnya boleh berpuasa atau berbuka.

ash-Shahihah (VI/186/Bagian Pertama)

Masalah: Bagi musafir lebih baik berpuasa atau berbuka? Pendapat Syaikh al-Albani :

Dari Hamzah bin Amr al-Aslami ra, ia bertanya kepada Rasulullah saw tentang puasa dalam perjalanan: maka beliau bersabda : "Mana yang lebih mudah bagimu, maka lakukanlah. Yaitu; berbuka dibulan

Ramadhan, atau puasa dalam perjalanan" 85 Disini saya ingin mentakhrij lafadz ini. Pertama, karena sumber

ucapan ini. Kedua, hadits ini mengandung keringanan Rasulullah saw dan pilihan bagi musafir antara puasa dan berbuka yang kesemuanya mengarah kepada kemudahan. Manusia dalam hal ini berbeda-beda kemampuan dan tabiatnya, sebagaimana yang kita saksikan dan kita pahami. Ada yang mudah baginya berpuasa bersama-sama dengan orang-orang, sehingga tidak perlu mengqadha ketika mereka tidak berpuasa. Ada yang tidak mementingkan hal ini, dan ia memilih berbuka, kemudian mengqadhanya. Semoga sholawat Allah tercurahkan kepada Nabi yang Ummi ini yang telah diturunkan kepadanya:

"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" 86

ash-Shahihah (VI/898-899/Bagian Kedua)

85 Diriwayatkan dengan sempurna dalam kitab al-Fawaid (1/161) 86 QSal-Baqarah:185

Pasal Keenam: Masalah zakat, Puasa dan itiqaf — 195

Masalah: Hukum mencium bagi orang yang berpuasa. Pendapat Syaikh al-Albani:

Dari Aisyah ra, ia berkata: 'Rasulullah saw pernah menciumku sedangkan beliau sedang berpuasa dan aku juga berpuasa'. 87

Hadits ini menunjukkan dibolehkannya orang yang berpuasa mencium isterinva di bulan Ramadhan.

Para Ulama berselisih pendapat lebih dari empat pendapat dan yang paling rajih adalah yang membolehkannya dengan memperhatikan sisi orang yang mencium; dalam arti kalau yang mencium adalah pemuda yang ditakutkan dirinya jatuh kedalam menggauli isterinya yang dapat merusak puasanya, maka hendaklah hal tersebut dihindari. Berdasarkan hal ini sayidah Aisyah ra mengisyaratkan dalam riwayat yang lain: 'Siapakah di antara kalian yang mampu menguasai hajatnya.'

ash-Shahihah (1/383)