B AB :S HOLAT D ALAM P ERJALANAN

B AB :S HOLAT D ALAM P ERJALANAN

Masalah : Diperbolehkan bepergian pada hari jum'at Pendapat Syaikh al-Albani :

Dalam sunnah tidak ada yang menghalangi bepergian pada hari jum'at secara mutlak, bahkan Rasulullah saw diriwayatkan pernah bepergian di hari jum'at sejak permulaan siang. Tetapi hadits ini dhaif karena hadits mursal.

adh-Dhaifah (1/386-387)

Masalah : Tidak disyariatkan sholat dua rakaat ketika hendak bepergian

Pendapat Syaikh al-Albani : Imam Nawawi menyatakan: 'Disunnahkan sholat dua rakaat bagi

musafir ketika hendak keluar.' Pendapat ini perlu diteliti, sebab sunnah adalah hukum syar'i yang tidak dibolehkan berdalil dengan

hadits dhaif 75 , sebab hadits dhaif menghasilkan prasangka yang lemah dan tidak dapat digunakan untuk menetapkan hukum syar'i.

Dan sholat seperti ini tidak diriwayatkan dari Rasulullah saw, maka sholat ini tidak disyariatkan. Berbeda halnya dengan sholat ketika pulang dari bepergian, sebab sholat ini termasuk sunnah.

adh-Dhaifah (1/551)

75 Hadits : "Tidaklah seorang hamba meninggalkan pada keluarganya yang lebih utama dari sholat dua rakaat yang ia kerjakan ketika hendak bepergian." HR. Ibnu Abi Syaibah dalam kitab 'al-Mushanaf'

Pasal Keempat: Masalah shalat sunnah — 151

Masalah: Sholat musafir bukanlah ringkasan dari sholat empat

rakaat? Pendapat Syaikh al-Albani :

Dari Aisyah ra, ia berkata : 'Dahulu sholat dhvajibkan dua rakaat, kemudian setelah Nabi saw hijrah, sholat diwajibkan empat rakaat dan

sholatnya musafir dibiarkan pada yang awal.' 76 Hadits di atas menunjukkan, bahwa sholatnya musafir adalah asal dari sholat dua

rakaat, dan ia bukanlah ringkasan dari empat rakaat sebagaimana yang diungkapkan oleh sebagian orang. Sholat musafir kedudukannya seperti sholat 'ied dan sholat yang lainnya. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Umar ra : 'Sholat safar, sholat 'iedul fitri, sholat 'iedul adha, dan sholat jum'at adalah dua rakaat sempurna, bukan qashar (ringkasan) berdasarkan lisan Nabi kalian saw.' Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.

ash-Shahihah (VI/747-748/Bagian Kedua)

Masalah : Sholat jama' dalam perjalanan Pendapat Syaikh al-Albani :

Dibolehkan menjamak dua sholat dalam perjalanan, walaupun selain di Arafah dan Muzdalifah. Ini merupakan pendapat jumhur ulama. Menjama' di akhirkan dan boleh di awalkan. Pendapat ini diungkapkan oleh Imam Syafi'i dalam kitab 'al-Umm' (1/67)

Dan dibolehkan menjama' sholat ketika selesai dari safar sebagaimana dibolehkan apabila dalam perjalanan jauh seperti yang diungkapkan oleh Imam Syafi'i dalam kitab 'al-Umm' setelah meriwayatkan hadits ini dari jalur Malik : 'Jama' ini dibolehkan ketika ia sampai dari suatu perjalanan bukan ketika ia sedang dalam perjalanan, sebab perkataan rawi :"Beliau masuk, kemudian keluar." Tidak diartikan kecuali dalam kondisi sampai dari perjalanan. Seorang musafir boleh menjama' sholat baik setelah

76 Lihatash-ShahihahNo.2814 152 — Ensiklopedi Fatwa Syekh Al-bani 76 Lihatash-ShahihahNo.2814 152 — Ensiklopedi Fatwa Syekh Al-bani

Masalah : Apakah menjama' sholat merupakan sunnah dalam

perjalanan seperti mengqashar sholat atau ini dilakukan karena

suatu keperluan yang lain? Pendapat Syaikh al-Albani :

Syaikhul Islam IbnuTaimiyah mengungkapkan dalam 'Majmu'atul Rosail dan Masail' (II/26-27): 'Menjama' sholat bukanlah termasuk sunnah perjalanan seperti mengqashar sholat, tetapi ia dilakukan karena suatu hajat baik ketika sedang dalam perjalanan atau tidak. Rasulullah juga menjama' sholat pada saat tidak dalam perjalanan supaya tidak memberatkan umatnya. Seorang musafir boleh menjama' sholat jika dibutuhkan baik dalam perjalanan yang kedua maupun yang pertama, apabila ia merasa keberatan untuk berhenti, atau ia menjama'nya bersamaan saat ia berhenti karena suatu keperluan.

ash-Shahihah (1/266)

Masalah: Safar yang diperbolehkan mengqashar sholat Pendapat Syaikh al-Albani:

Ibnu Qoyyim mengatakan dalam kitab 'Zad al-Ma'ad' (1/189) : 'Rasulullah saw tidak membatasi batas (jarak) tertentu bagi umatnya ketika dalam perjalanan, sebagaimana memutlakkan mereka tayamum dalam setiap perjalanan. Adapun riwayat yang menyatakan, bahwa membatasi perjalanan dengan satu hari, dua hari, atau tiga hari tidak ada sama sekali riwayat yang shahih. Wallahua'lam.'

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: 'Setiap penamaan yang tidak dibatasi oleh bahasa maupun syara' maka dikembalikan kepada 'urf( adat) Safar yang dikenal oleh masyarakat, maka itulah safar yang dijadikan dasar syariatyang bijaksana.'

Para ulama berbeda pendapat tentang batas perjalanan yang dapat mengqashar sholat. Pendapat mereka mencapai 20 pendapat. Apa

Pasal Kttmpat : Masala.fi sfiolat sunnad — 153 Pasal Kttmpat : Masala.fi sfiolat sunnad — 153

ash-Shahihah (1/261)

Masalah : Musafir menyempurnakan sholatnya apabila

menjadi makmum orang mukim Pendapat Syaikh al-Albani :

Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: 'Demikian itu merupakan sunnahnya Abu al-Qasim saw ; yakni musafir menyempurnakan sholathya apabila menjadi makmum orang mukim, ia menyempurnakan sholatnya bukan mengqasharnya.' Ini merupakan pendapat imam empat madzab.

ash-Shahihah (VI/387/Bagian Pertama)

Masalah: Penekanan sholat sunnah fajar dan witir dalam perjalanan

Pendapat Syaikh al-Albani : Telah diriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwa beliau tidak

meninggalkan sholat sunnah fajar baik ketika mukim maupun dalam perjalanan, demikian halnya dengan sholat witir. Lihat Fathu al-Bari (II/578-579)

ash-Shahihah (VI/766/Bagian Kedua)

Masalah: Apakah musafir diwajibkan mengqashar

sholat? Pendapat Syaikh al-Albani :

Yang saya yakini, bahwa yang benar adalah pendapat yang menyatakan kewajiban mengqashar sholat, berdasarkan hadits- hadits yang tidak saling bertentangan. Hadits-hadits ini dipaparkan oleh as-Syaukani dalam kitab 'as-Sail al-Jarar' (1/306-

154 — Ensiklopedi Fatwa Syekh Al-bani

307) di antaranya hadits Aisyah, ia berkata : 'Dahulu sholat diwajibkan dua rakaat-dua rakaat'

Tamaamu al-Minnah hal. 318

Pasal Keempat: Masalah sholat sunnah — 155

Pasal Kelima

Masalah Jenazah