Masalah: Apakah ada adzan bagi orang yang ketinggalan

Masalah: Apakah ada adzan bagi orang yang ketinggalan

sholat? Pendapat Syaikh al-Albani :

Orang yang ketinggalan sholat karena suatu hal yang syar'i hendaklah beradzan sekali sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw dalam sebuah riwayat, bahwa: 'Nabi saw ketinggalan sholat subuh karena ketiduran, kemudian beliau memerintahkan Bilal

mengumandangkan adzan.' Diriwayatkan oleh Muslim.

untuk

ats-Tsamaru al-Mustathab (1/142)

38 Hadits: "Tidak wajibbagiperempuan untuk adzan, iqamah, sholatjum'at, mandijum'at, danposisi

kedepan (saat menjadi imam) tetapi ia berada di tengah-tengah perempuan" Hadits ini maudhu', sebagaimana dalam as-Silsilah adh-Dhaifah No. 879.

84 — Ensiklopedi Fatwa Syekh Al-bani

Masalah: Kewajiban berniat mencari pahala bagi

muadzin. Pendapat Syaikh al-Albani :

Wajib bagi muadzin untuk berniat mencari pahala dalam melaksanakan adzan dan tidak mengharapkan imbalan. Sebagaimana firman Allah yang artinya: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama"(QS.al-Bayyinah : 5)

Usman bin' Ash mengatakan: 'Suatu hal terakhir yang Rasulullah sarankan kepadaku supaya aku memilih muadzin yang tidak mengharapkan imbalan.'

ats-Tsamaru al-Mustathab (1/146)

Masalah : Hukum orang memberi imbalan bagi muadzin

yang tidak meminta dan tidak melampui batas. Pendapat Syaikh al-Albani :

Hendaklah ia terima dan tidak perlu dikembalikan, sebab itu merupakan rizki yang diberikan Allah kepadanya, berdasarkan hadits dari Rasulullah saw:"Barang siapa yang diberi oleh saudaranya tanpa meminta-minta dan tidak melampui batas, maka hendaklah ia terima dan tidak perlu dikembalikan. Hal itu merupakan rizki yang diberikan Allah kepadanya." HR. Ahmad (5/320)

ats-Tsamaru al-Mustathab (1/148)

Masalah : Dimakruhkan adzan dalam kondisi tanpa

berwudhu. Pendapat Syaikh al-Albani :

Tirmidzi mengatakan : 'Ahli ilmu berbeda pendapat berkaitan dengan adzan dalam kondisi tidak berwudhu. Sebagian ahlul 'ilmi memakruhkannya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Syafi'i dan Ishaq. Dan sebagian ahlul ilmi memberikan keringanan sebagaimana pendapat Sufyan ats-Tsauri dan Ibnu al-Mubarak.'

ats-Tsamaru al-Mustathab (1/154)

Pasal Kedua : Masalah Sholat — 85

Masalah : Disyariatkan muadzin mengucapkan 'man qa’ ada fala haraj' (barang siapa yang tinggal dirumah maka tidak

berdosa) dalam adzannya ketika waktu sangat dingin. Pendapat Syaikh al-Albani :

Ini merupakan sunnah yang sangat penting, dimana sekarang ini sudah banyak ditinggalkan oleh para muadzin. Ucapan ini merupakan salah satu contoh yang menjelaskan firman Allah:

(Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan) 39 yaitu lafadz man qaada fala haraj diucapkan setelah

adzan, berdasarkan hadits dari Na'im an-Nahar ra , Beliau berkata: " Dikumandangkan adzan subuh diwaktu yang sangat dingin, sedangkan saya berada di dalam selimut isteriku, lalu aku mengatakan: 'Seandainya muadzin itu mengumandangkan: man qa’ada fa;a haraj , maka muadzin Nabi saw tersebut terdengar mengumandangkan:

Man qaada fala haraj , muadzin mengucapkannya diakhir adzannya saat cuaca sangat dingin

ash-Shahihah (VI/205/Bagian kedua)

Masalah : Disunnahkan adzan dengan berdiri.

Pendapat Syaikh al-Albani : Ibnu Mundzir berkata : 'Ahlul ilmi bersepakat, bahwa adzan dengan

berdiri termasuk sunnah.' ats-Tsamaru al-Mustathab (1/157)

Masalah : Disyariatkan memalingkan dada kekanan dan

kekiri pada lafadz : haya'alash shalah dan haya'alal-Falah. Pendapat Syaikh al-Albani :

Adapun memalingkan dada tidaklah berdasarkan sunnah sama sekali, dan tidak ada hadits yang menunjukkan disyariatkannya memalingngkan dada.

Tamaamu aJ-Minnah hal. I/ 150

39 QS.al-Hajj:78

86 — Ensiklopedi Fatwa Syekh Al-bani

Masalah : Disyariatkan mengikuti ucapan muadzin Pendapat Syaikh al-Albani :

Sebagian salaf dan lainnya berpendapat kewajiban bagi yang mendengar adzan untuk mengikuti ucapan muadzin sebagai wujud

pengamalan terhadap zhahir hadits 40 yang mengarah kepada suatu kewajiban.' Berbeda dengan pendapatyang lainnya yang

menyatakan sunnah, bukan wajib. Dalam syarah Muslim : yang benar menurut jumhur adalah sunnah. Pendapat ini juga dinyatakan oleh Syafi'i.

ats-Tsamaru al-Mustathab (1/180)

Masalah ; Cara menjawab muadzin pada lafadz : hayya'

alsh shalah dan hayya'alal-Falah. Pendapat Syaikh al-Albani :

Hendaklah menjawab dengan ucapan ( la haula wala quwata illa billah ) dan terkadang mengucapkan ( hayya alal falah, hayya alal falah ). Pendapat inilah yang diungkapkan Ibnu Hazm (III/148) dan insyaallah pendapat ini yang benar, sebab hal ini merupakan pengamalan dari dua hadits yang umum dan khusus yang keduanya masih dalam batas makna kedua hadits ini.

ats-Tsamaru al-Mustathab (1/181)

Masalah : Larangan keluar dari masjid setelah adzan

kecuali karena suatu keperluan. Pendapat Syaikh al-Albani :

[Tidak boleh] berdasarkan banyak hadits yang menunjukkan kewajiban sholat jama'ah, sedangkan keluar dari masjid setelah mendengar adzan bertentangan dengan kewajiban. Tetapi dibolehkan keluar dari masjid karena suatu keperluan berdasarkan hadits Nabi saw -."Tidaklah seseorang yang mendengar adzan dari masjidku ini kemudian keluar, kecuali karena suatu keperluan dan tidak

40 Pendapat ini yg diungkapkan Abu Hanifah, Ahlu azh-Zhahir dan Ibnu Rajab sebagaimana tercantum dalam al-Fath (11/73)

Pasal Kedua: Masalah Sholat — 87 Pasal Kedua: Masalah Sholat — 87

ash-Shahihah (VI/57/Bagian Pertama)

Masalah : Iqamah adalah fardhu kifayah seperti halnya adzan. Pendapat Syaikh al-Albani :

Yang benar, bahwa iqamah adalah fardhu kifayah sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam 'al- Ikhtiyaraat' (4-21). Dan ini pendapat Ahmad dan yang lainnya.

ats-Tsamaru al-Mustathab (1/202)

Masalah : Hukum iqamah bagi orang yang sholat sendirian. Pendapat Syaikh al-Albani :

Ibnu Hazm mengatakan (3-125): 'Orang yang sholat sendirian tidak harus adzan dan iqamah, namun jika ia adzan dan iqamah itu lebih baik, sebab nash tidak mewajibkan kepada dua orang keatas.'

ats-Tsamaru al-Mustathab (1/203)

Masalah : Hukum Tatsniyah (mengucapkan dua kali) dalam iqamah.

Pendapat Syaikh al-Albani : Kemudian Tirmidzi menyatakan: 'Sebagian ahlul ilmi berpendapat,

bahwa lafadz adzan dua kali-dua kali dan lafadz iqamah dua kali- dua kali' Pendapat ini juga dinyatakan oleh Sufyan ats-Tsauri, Ibnu Mubarak dan penduduk Kufah.

ats-Tsamaru al-Mustathab (1/207)

88 — Ensiklopedi Fatwa Syekh Al-bani

Masalah : Disyariatkan bagi yang mendengar iqamah

untuk menjawabnya. Pendapat Syaikh al-Albani :

Menjawab iqamah bagi orang yang mendengarnya hukumnya sama seperti orang yang mendengar adzan, berdasarkan keumuman sabda Rasulullah saw : " Jika kalian mendengar adzannya muadzin, maka ucapkanlah seperti ucapannya muadzin ." Juga iqamah dari segi bahasa secara syar'i artinya, adalah juga adzan, sebagaimana sabda Rasulullah saw : "Antara dua adzan (Adzan dan iqamah) ada sholat."

ats-Tsamaru al-Mustathab (1/214) Masalah : Bagaimana menjawab panggilan iqamah.

Pendapat Syaikh al-Albani : Jawaban iqamah seperti jawaban adzan., kecuali pada lafadz ( Qad

qomati sholah ) hendaklah ia menjawab seperti ucapan ini. Hal ini berdasarkan keumuman hadits: "Maka jawablah seperti ucapan muadzin."

ats-Tsamaru al-Mustathab (1/216)