Masalah: Apakah dibolehkan menikah dengan orang yang nyata-nyata

Masalah: Apakah dibolehkan menikah dengan orang yang nyata-nyata

berbuat zina? Pendapat asy-Syaikh al-Albani:

"Orang yang berzina yang dicambuk tidak boleh dinikahi kecuali yang sepertinya. " 126 Sabda Rasulullah saw "yang dicambuk" asy-Syaukani mengatakan (VI/124):

'Sifat ini merupakan pengecualian dari keumuman; dalam arti orang yang sudah jelas-jelas berzina. Hadits ini merupakan dalil, bahwa seorang wanita tidak dihalalkan menikahi seseorang yang sudah nyata-nyata berbuat zina.

126 Lihatash-ShahihahNo.2444 Pasal Kesepuluh . . . — 261

Demikian halnya seorang laki-laki tidak dihalalkan menikahi perempuan yang nyata-nyata berzina. Hal ini juga ditunjukkan oleh firman Allah ta'ala yang artinya: "Dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik" (QS. an-Nur : 3)

ash-Shahihah(V/573)

Masalah: Apakah perbuatan zina bisa terjadi di tengah-tengah

keluarga pelakunya? Pendapat asy-Syaikh al-Albani:

Ya, hal ini terjadi bila seorang laki-laki yang terang-terangan berzina, dan dilakukan dirumahnya, atau bahkan keluarganya ikut berzina -Wal 'iyaadu billahi ta'ala-. Tetapi hal ini tidak mesti terjadi sebagaimana yang dijelaskan hadits ini. Hal ini merupakan suatu

kebatilan. 127 ash-Shahihah (II/155)

Masalah: Haramnya alat-alat musik. Pendapat asy-Syaikh al-Albani:

Dari Anas bin Malik ra, bahwa Nabi saw bersabda: "Ada dua suara yang terlaknat; suara seruling ketika datang kenikmatan dan suara

raungan ketika datang musibah." 128 Hadits ini menunjukkan pengharaman alat-alat musik; sebab

seruling termasuk alat musik ketika ditiup. Hadits ini merupakan bagian dari deretan hadits-hadits yang membantah pendapat Ibnu Hazm yang membolehkan alat-alat musik.

ash-Shahihah (1/715)

Hadits: "Tidaklah seorang hamba berzina dan merasa ketagihan melakukan perbuatan zina melainkan ia akan diuji dalam anggota keluarganya." Lihat adh-Dhaifah No. 23

Lihat ash-Shahihah No. 226 262 — Ensiklopedi Fatwa Syekh Al-bani

Masalah: Ancaman keras bagi yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya.

Pendapat asy-Syaikh al-Albani: "Ditusuknya kepala seseornng dengan jarum dari besi itu lebih baik

daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya." 129 ash-Shahihah (1/396)

Masalah: Haramnya berjabat tangan dengan perempuan yang bukan mahram.

Pendapat Syaikh al-Albani : Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: "Setiap anak

cucu Adam akan mengalami zina yang tidak bisa terelakkan lagi; mata zinanya dengan melihat, tangan zinanya dengan menyentuh, jiwa dengan keinginan dan bisikan, yang dibenarkan atau didustakan dengan

kemaluannya". 130 Dalam hadits ini mengandung dalil yang jelas tentang haramnya

menyentuh wanita yang bukan mahramnya. Hal ini ibarat melihatnya atau bagian dari zina.

ash-Shahihah (Vl/721/Bagian Kedua)

Masalah :Apa hukuman bagi orang yang terbiasa

melakukan perbuatan zina. Pendapat Syaikh al-Albani :

Dari Abdullah bin Amr ra dari Nabi saw beliau bersabda : "Tidak masuk surga orang yang durhaka kepada orang tuanya, gemar minum khamr, dan waladuzaniyah (orang ynng terbiasa melakukan zina)

Sabda Rasulullah saw 'tidak masuk surga waladuzaniyah' bukanlah dimaknai secara harfiyah, tetapi yang dimaksud adalah orang yang benar-benar terbukti melakukan zina hingga perbuatan tersebut sering

Lihat ash-Shahihah No. 226

Lihat: ash-Shahihah No. 2804. Pasal Kesepuluh . . . — 263 Lihat: ash-Shahihah No. 2804. Pasal Kesepuluh . . . — 263

ash-Shahihah (II/283)

Masalah: Disunnahkan orang yang sholat menjawab salam

dengan isyarat dan dihapusnya syariat menjawabnya dengan

ucapan. Pendapat Syaikh al-Albani :

Dari Abu Said al-Khudriy ra bahwa seseorang pernah mengucapkan salam kepada Rasulullah saw yang sedang melaksanakan sholat, maka Nabi saw menjawab salamnya dengan isyarat. Ketika Nabi selesai sholat, Nabi saw bersabda kepada orang tadi: "Dahulu kami menjawab salam ketika dalam sholat, kemudian kami dilarang melakukan hal tersebut"

Dalam hadits ini mengandung dalil yang tegas, bahwa menjawab salam bagi orang yang sedang sholat dahulu pernah disyariatkan di permulaan Islam ketika di Makkah, kemudian dihapus dan diganti pada periode Madinah membalas salam dengan isyarat. Jadi dalam hal ini, dibolehkan mengucapkan salam kepada orang yang sedang sholat berdasarkan pernyataan Ibnu Mas'ud atas keberadaan sunnah ini dan juga selainnya dari kalangan orang-orang yang membiasakan diri memberikan salam kepada orang yang sedang sholat. Banyak sekali hadits yang sudah dikenal berkenaan dalam masalah ini.

ash-Shahihah (VI/999/Bagian Kedua)

264 —- Ensiklopedi Fatwa Syekh Al-bani

Masalah: Hukum orang yang melakukan gerakan-

gerakan kecil dalam sholat. Pendapat Syaikh al-Albani :

Tidak semua gerakan di dalam sholat dapat membatalkannya. Telah diriwayatkan dari Aisyah ra , ia berkata: 'Saya pernah mendatangi Rasulullah saw dan beliau sedang sholat di rumahnya, sedangkan pintu tertutup. Maka Rasulullah berjalan kearah kanan atau ke kiri untuk membukakan pintu untukku, lalu beliau kembali ketempatnya semula dan aku menandai bahwa pintu berada di arah kiblat. HR. Ashabu Sunan dan hadits ini tertera dalam shahih Abu Daud (885)

adh-Dhaifah(III/227)

Masalah: Orang yang mengancungkan senjatanya

kemudian membunuh orang lain. Pendapat asy-Syaikh al-Albani:

Dari Abdullah bin az-Zubair ra, ia berkata: 'Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa mengacungkan senjatanya kemudian

membunuh orang lain, maka darahnya telah mengalir. " 131 Makna hadits: "man sahru " dengan dibaca ringan, dan terkadang

dibaca dengan tasydid, yaitu: mencabut pedangnya, lalu meletakkannya pada orang lain untuk membunuh dengan pedang tersebut. yakni: tidak ada diyah ataupun qishash dengan membunuhnya. Imam Nasai menjabarkan hadits ini dengan ungkapannya: 'Barangsiapa yang mencabut pedangnya dan meletakkannya pada orang lain."

ash-Shahihah (V/456)

131 Lihat ash-Shahihah No. 2345

Pasal Kesepuluh . . . — 265

Masalah: Gugurnya had (hukuman) bagi yang bertaubat

dengan taubatan nasuha. Pendapat asy-Syaikh al-Albani:

Dari Wail bin Hajar ra, bahwa seorang perempuan keluar untuk melaksanakan sholat, lalu seseorang bertemu dengannya dan menutupinya dengan bajunya, lalu orang tersebut memuaskan hajatnya pada perempuan tadi, kemudian laki-laki tadi meninggalkannya dan seseorang menemuinya, maka perempuan tadi mengatakan kepadanya :'Sesungguhnya ada seorang laki -laki telah melakukan kepadaku ini dan ini,' maka orang tadi pergi mencarinya. Sekelompok kaum dari kaum Anshar bertemu dengan perempuan tadi. Kemudian perempuan tadi mengatakan kepada mereka: 'Sesungguhnya seseorang telah berbuat kepadaku begini dan begini' Kemudian mereka mencari orang tersebut. Lalu mereka membawa orang yang telah pergi mencari orang yang telah menggauli perempuan tadi, lalu membawanya ke Nabi saw. Perempuan tadi berkata :'Ini orangnya!' Ketika Nabi saw memerintahkan untuk merajamnya, berkatalah orang yang telah menggauli perempuan tadi :'Ya rasulullah, sayalah yang melakukannya.' Maka Rasulullah saw bersabda kepada perempuan tadi : "Pergilah, sesungguhnya Allah telah mengampunimu (karena perempuan tadi dalam posisi dipaksa) dan beliau berkata kepada orang yang kedua dengan perkataan yang baik." Maka dikatakan kepada Rasulullah saw :'Ya Nabi Allah, kenapa tidak engkau rajam dia?' Beliau bersabda : "Sesungguhnya orang tadi telah bertaubat, jikalau taubatnya dibagi kepada penduduk Madinah niscaya akan merata di

antara mereka." 132 Dalam hadits ini mengandung faedah yang penting yaitu hukuman

dapat gugur kepada orang yang bertaubat dengan taubat yang benar. Pendapat inilah yang diungkapkan oleh Ibnul Qayyim dalam makalahnya 'al-l'lam' (III/17-20) yang telah dimurajaah penerbit as-Sa'adah.

ash-Shahihah (II/569)

132 Lihat ash-Shahihah No. 900

266 — Ensiklopedi Fatwa Syekh Al-bani

Masalah: Dibolehkan memberi ampunan kepada selain

masalah hudud. Pendapat asy-Syaikh al-Albani:

Dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Maafkanlah orang-orang yang memiliki budi pekerti baik atas kesalahan mereka,

kecuali dalam masalah hudud. " 133 al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam kitab 'al-Fath' (XII/88)

setelah menyebutkan riwayat Abu Daud dari Aisyah sebagai sikap diam yang mengisyaratkan untuk menguatkannya: "Dari hadits ini diambil faedah dibolehkannya memberikan ampunan dalam masalah-masalah ta'zir. Dan telah dinukil dari Ibnu Abdilbar dan lainnya atas kesetujuannya dengan pendapat ini. Dan semua hadits tentang anjuran menutup aib sesama muslim masuk dalam permasalahan ini. Tetapi hal ini selama masalah belum sampai pada imam.

ash-Shahihah (II/239)

Masalah: Larangan membawa senjata tajam di hari

raya, di kota Makkah dan Madinah kecuali ada musuh. Pendapat asy-Syaikh al-Albani:

Dari Jabir ra, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak dihalalkan di dalamnya membawa senjata untuk

membunuh, yaitu Madinah. " 134 Tetapi secara zhahir hadits ini adalah larangan membawa senjata di Makkah yang digunakan untuk

memerangi, atas dasar ini, kalaupun hadits Jabir benar maka wajib ditafsirkan. Sebab hadits ini mutlak membutuhkan pembatasan. Mungkin inilah yang dimaksud Bukhari dalam kitab 'ash-Shahih' (XIII/ Al-'Idaini 9-Bab: Dimakruhkan membawa senjata di hari Raya dan di tanah Haram. al-Hasan mengatakan: 'Mereka dilarang membawa senjata di hari Raya kecuali takut adanya musuh'

Lihat ash-Shahihah No 638

Lihatash-ShahihahNo.2938 Pasal Kesepuluh . — 267

Kesimpulannya, diharamkan membawa senjata di Makkah dan Madinah untuk memerangi, dan dibolehkan membawanya karena takut musuh dan fitnah. Wallahu a'lam.

Masalah: Seseorang tidak berhak melarang tetangganya yang

minta ditopang. Pendapat asy-Syaikh al-Albani:

Dari Ibnu Abbas RA , bahwa Nabi saw bersabda: "Barangsiapa yang membangun bangunan hendaklah ia mengokohkan tembok tetangganya dengan bangunan tersebut." Dalam sebuah lafadz "Barang siapa yang tetangganya meminta untuk dikokohkan temboknya hendaklah ia mengokohkannya."

Para ulama berbeda pendapat berkaitan dengan masalah yang tersebut dalam hadits ini, apakah perintah ini merupakan suatu kewajiban atau anjuran. Imam Ahmad dan lainnya berpendapat atas diwajibkannya hal tersebut. Adapun jumhur ulama berpendapat atas dianjurkannya hal tersebut. Dengan hal ini ath-Thabari diawal pembahasannya cenderung pada pendapat ini. Setelah melakukan perdebatan dalam hal ini ia diakhir pembahasannya berpendapat seseorang tidak boleh menolak permintaan menopang dari tetangganya.

Saya (Syaikh) berkata :'Inilah kesimpulan dari pendapat Imam ath- Thabari, insyaallah pendapat inilah yang benar.'

ash-Shahihah (VI/1083-1084/Bagian Kedua)