PERNYATAAN PENUTUP

V. PERNYATAAN PENUTUP

Konstitusi menempatkan DPD dalam kedudukan yang setara dengan DPR sebagai lembaga representasi. Namun kondisi faktualnya jelas berbeda dengan apa yang dimaksud oleh konstitusi. Dalam UU MD3 dan UU P3, kewenangan konstitusional DPD di bidang legislasi justru direduksi. Fakta-fakta yuridis yang ada jelas merupakan upaya inkonstitusional untuk memangkas kewenangan DPD di bidang legislasi yang dijamin oleh konstitusi karena dalam kedua undang- undang tersebut DPD hanya ditempatkan sebagai co-legislator di samping DPR.

Sifat tugasnya hanya menunjang terhadap tugas-tugas konstitusional DPR dalam proses pembentukan suatu undang-undang atau legislasi. DPD tidak mempunyai kekuatan untuk mengusulkan, membahas, dan berperan dalam proses pengambilan keputusan. Padahal sebagai lembaga perwakilan politik, anggota DPD memiliki mandat electoral atau bahkan persyaratan dukungan untuk menjadi anggota DPD, jauh lebih berat daripada persyaratan dukungan untuk menjadi anggota DPR. Artinya, kualitas legitimasi anggota DPR dan anggota DPD itu sama sekali tidak diimbangi secara sepadan oleh kualitas kewenangan sebagai wakil rakyat daerah. Implikasi tidak diberikannya kewenangan legislasi kepada DPD adalah sebagai berikut.

Pertama, DPD akan menjadi lembaga perwakilan dengan mandat elektoral, Pertama, DPD akan menjadi lembaga perwakilan dengan mandat elektoral,

Kedua, mengingkari harapan dan mandat yang telah diberikan rakyat daerah, ketika mereka memilih wakilnya di DPD dalam Pemilihan Umum. Karena mereka berharap bisa mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan daerahnya dalam proses kebijakan nasional, yang berkaitan dengan negara dan daerah melalui wakilnya di DPD. Namun, anggota DPD dan yang mewakilinya tidak mempunyai kewenangan untuk mentransformasi aspirasi dan mandat tersebut menjadi produk kebijakan nasional.

Ketiga, pemangkasan kewenangan DPD akan menyulitkan terbangunnya checks and balances karena DPR tidak mempunyai penyeimbang dalam menjalankan fungsinya. Akibatnya, produk kebijakan nasional yang dihasilkan oleh lembaga perwakilan politik menjadi kurang berkualitas.

Menyadari kondisi di atas seharusnya DPD dipulihkan kedudukannya sebagai lembaga representasi daerah. Sebagai lembaga representasi daerah, DPD seharusnya bisa menjalankan sepenuhnya mandat perwakilan karena semua anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum seperti halnya dengan anggota DPR. Proses pemilihan secara langsung oleh rakyat mempertegas bahwa DPD adalah lembaga perwakilan politik, bukan semata- mata utusan atau perwalian. Sebagai lembaga perwakilan politik, maka fungsi utama DPD adalah menjalankan fungsi artikulasi dan agregasi aspirasi daerah yang diwakilinya. Dan dalam menjalankan fungsi artikulasi dan agregasi, dan aspirasi itu DPD seharusnya memiliki kewenangan legislasi terhadap RUU tertentu. Selaku lembaga konstitusi DPD harus pula mendapatkan kehormatan,harus mendapatkan (de eere) yang menjadi hak dan kewenangan konstitusionalnya. Pepatah Belanda mengatakan, “Eere wien eere toekomst.”

Berdasarkan keterangan dan argumentasi tersebut di atas, Pemohon dapat menyimpulkan bahwa UU MD3 dan UU P3 bertentangan dengan UUD 1945 karena telah mereduksi kewenangan konstitusional Pemohon dalam pembentukan Berdasarkan keterangan dan argumentasi tersebut di atas, Pemohon dapat menyimpulkan bahwa UU MD3 dan UU P3 bertentangan dengan UUD 1945 karena telah mereduksi kewenangan konstitusional Pemohon dalam pembentukan

mengajukan permohonan pengujian UU MD3 dan UU P3 terhadap UUD 1945 karena Pemohon yang dalam hal ini bertindak mewakili Lembaga Negara (DPD) menganggap kewenangan konstitusionalnya dirugikan akibat berlakunya ketentuan materiil UU MD3 dan UU P3. Kerugian konstitusionalnya yang dimaksud oleh Pemohon adalah Pemohon merasa tereduksi kewenangannya dalam proses legislasi.

Berdasarkan keterangan dan argumentasi sebagaimana diuraikan dalam kesimpulan ini, Pemohon memohon kepada yang Majelis Hakim MK yang memeriksa dan mengabulkan permohonan pengujian materiil UU MD3 dan UU P3 terhadap UUD 1945, sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing);

2. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

3. Menolak Keterangan Pemerintah dan DPR sepanjang yang bertentangan dengan alasan permohonan (posita) Pemohon;

Namun demikian, apabila Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Dokumen yang terkait

KETERAMPILAN MANAJEMEN KELAS MELALUI GERAKAN SEDERHANA SENAM OTAK (BRAIN GYM) DI SD PELITA 2, JAKARTA BARAT

0 1 70

PERBANDINGAN ESTIMASI KANAL DENGAN PENDEKATAN LINIER PIECEWISE DAN POLINOMIAL PADA SISTEM OFDM

0 0 8

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PELATIHAN PENGEMBANGAN METODE PEMBELAJARAN IPA BAGI GURU-GURU DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DI YAYASAN PERGURUAN BIRRUL WAALIDAIN

0 1 29

SUPPORT VECTOR REGRESSION UNTUK PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU

0 0 10

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI MELALUI METODE BERMAIN PERAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS IV A SDN KEBON JERUK 11 JAKARTA

0 0 9

BAB II KAJIAN TEORI - PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS III PADA MATA PELAJARAN IPS DI SDN KELAPA DUA 06 PAGI JAKARTA

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS III PADA MATA PELAJARAN IPS DI SDN KELAPA DUA 06 PAGI JAKARTA

0 10 13

USULAN PERBAIKAN KESELAMATAN KERJA UNTUK MEMINIMALKAN KECELAKAAN KERJA DENGAN PENDEKATAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA) PADA AREA LANTAI PRODUKSI DI PT. ALAM PERMATA RIAU

0 7 8

PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBIASAAN DI SDN KELAPA DUA 06 PAGI JAKARTA

0 0 135

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - FUNGSI DAN KEWENANGAN LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF SEBAGAI LEMBAGA YANG MENGHIMPUN DAN MENDISTRIBUSIKAN ROYALTI DALAM SUDUT PANDANG UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

0 1 22