Prof. Dr. R. Siti Zuhro, M.A.

5. Prof. Dr. R. Siti Zuhro, M.A.

 Pokok-pokok pikiran Ahli tentang Problematik Otonomi Daerah dan Pentingnya Peran DPD Dalam Meningkatkan Kualitas Hubungan Pusat- Daerah.

 Indonesia adalah negara yang unik, negara archipelago yang terdiri dari 33 provinsi, 497, yang membentang mulai Sabang sampai Merauke. Sejak tahun 2001 otonomi daerah diterapkan di Indonesia dan dengan otonomi daerah diterapkan di Indonesia sejak saat itu pula sebetulnya semangat dan antusiasme rakyat luar biasa, daerah luar biasa, terhadap ketetapan pemerintah nasional tentang otonomi daerah ini. Namun kita juga harus mengakui bahwa masih banyak sekali permasalah yang dihadapi oleh daerah, termasuk adalah kemiskinan, pengangguran, dan banyaknya ratusan jumlah dari daerah tertinggal dan dalam konteks itu pula sebetulnya muncul problematik, tantangan, dan implikasinya, berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang sudah berumur 11 tahun ini.

 Beberapa hal yang muncul khususnya yang paling krusial adalah masalah koordinasi dan sinergi antar jenjang pemerintahan dan antara pemerintahan dan antar daerah yang kurang memadai yang mengakibatkan koordinasi pembangunan antar sektor di pusat dan dinas di daerah lembaga lemah. Munculnya fragmentasi institusi lokal yang tidak sesuai kebutuhan dan potensi daerah, tumpang tindih dan kontradiksi peraturan daerah dengan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat. Munculnya resistansi dari  Beberapa hal yang muncul khususnya yang paling krusial adalah masalah koordinasi dan sinergi antar jenjang pemerintahan dan antara pemerintahan dan antar daerah yang kurang memadai yang mengakibatkan koordinasi pembangunan antar sektor di pusat dan dinas di daerah lembaga lemah. Munculnya fragmentasi institusi lokal yang tidak sesuai kebutuhan dan potensi daerah, tumpang tindih dan kontradiksi peraturan daerah dengan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat. Munculnya resistansi dari

 Tarik-menarik kewenangan antar pusat dan daerah dan antar daerah dalam mengelola sumber daya alam, sumber daya ekonomi, sumber daya manusia, menimbulkan kerumitan yang luar biasa di dalam pengelolaan hubungan antara pusat dan daerah. Demikian juga dengan pengelolaan pembagian khususnya pembagian sumber keuangan yang belum merata dan juga pelaksanaan pilkada yang acap kali mengintervensi kinerja pemerintah daerah.

 Masalah konsistensi pemerintah dalam bidang hukum atau pembuatan peraturan dan kurangnya harmonisasi antara Undang-Undang Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang terkait. Persepsi sepihak daerah tentang kewenangannya yang acap kali juga lebih mementingkan kepentingan daerahnya sendiri tanpa mempertimbangkan secara sungguh- sungguh manfaatnya dalam konteks yang lebih luas. Sehingga hal ini menimbulkan kerumitan pengelolaan hubungan daerah dan antardaerah. Akibatnya kedaerahan lebih menonjol daripada ke-Indonesiaan.

 Masalah kedaerahan dan ke-Indonesiaan ini semakin runcing dan kita rasakan munculnya ketidakharmonisan hubungan pusat dan daerah dan juga intensifnya kekerasan konflik, bahkan kerusuhan di daerah-daerah menjadi satu gambaran yang juga memperihatinkan dan ini justru yang harus kita respon bersama. Otonomi daerah juga diwarnai oleh kolaborasi elit dan pengusaha dalam mengeksploitasi daerah dan dalam mencari keuntungan. Praktik otonomi menjadi sangat elitis dan tidak menyentuh kebutuhan akan rumput. Otonomi hanya dinikmati kelompok elit saja. Tantangan krusialnya adalah bagaimana menyelaraskan hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah era otonomi saat ini sehingga menghasilkan satu sinergi koordinasi dan interaksi yang lebih baik antar jenjang pemerintahan.

 Rangkaian implikasi negatif pengelolaan hubungan kewenangan pusat dan daerah sangat jelas menghambat proses otonomisasi. Munculnya konflik kepentingan di daerah juga menunjukkan kurang memadainya pengelolaan kewenangan daerah dan antar daerah. Elit lokal di tingkat provinsi dan  Rangkaian implikasi negatif pengelolaan hubungan kewenangan pusat dan daerah sangat jelas menghambat proses otonomisasi. Munculnya konflik kepentingan di daerah juga menunjukkan kurang memadainya pengelolaan kewenangan daerah dan antar daerah. Elit lokal di tingkat provinsi dan

 Pembangkangan Pemerintah Daerah terhadap Pemerintah nasional tidak perlu terjadi bila Indonesia mampu memaksimalkan institusi demokrasi seperti DPD, baik dalam posisinya sebagai bridging maupun dalam sebagai perwakilan daerah. Masalahnya pola hubungan antara pemerintah nasional dan Pemerintah Daerah sejauh ini belum terformat. Adalah jelas bahwa negara kesatuan dan prinsip otonomi daerah tak perlu dibenturkan. Akibat tujuan ekonomi yang belum menjadi spirit praktik otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah yang harmonis relatif sulit diwujudkan. Maraknya pemekaran daerah, munculnya ribuan perda bermasalah, ratusan daerah tertinggal, dan besarnya ketimpangan sosial ekonomi yang terjadi di daerah, tidak semestinya dijadikan komoditas politik untuk memperoleh keuntungan, tapi semestinya untuk dicarikan jalan keluarnya.

 Peran DPD dalam konteks otonomi daerah sebagai lembaga politik dan lembaga tinggi negara, DPD berusaha memastikan secara politik bahwa apa yang dilakukan adalah penting di mata publik. Peran penting DPD-RI dalam konteks otonomi daerah sangat jelas, yaitu merepresentasikan aspirasi daerah. Meskipun belum maksimal, DPD relatif mampu membantu komunikasi antara pusat-daerah berkenaan dengan masalah yang dihadapi daerah, baik melalui sinergi dan partnership yang dilakukan dengan asosiasi-asosiasi pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Dengan keterbatasannya, sebagai lembaga legislatif, dimana DPD tidak memiliki mekanisme yang memadai. Selama periode 2009 dan 2012, institusi ini tetap berkinerja menyelesaikan tupoksinya (tugas, pokok, fungsinya). Hal ini bisa dilihat dari kinerjanya dalam menghasilkan, merampungkan usulan RUU sebanyak 15 buah pandangan yang berpandangan, dan pendapat 77 buah, juga pertimbangan, pengawasan, pertimbangan terkait anggaran, dan juga usul Prolegnas, serta rekomendasi DPD. Namun, tidak bisa ditutupi adanya masalah kelembagaan yang akut dan tidak tuntas, khususnya tugas internal lembaga legislatif. Para Ahli sebelumnya sudah menjelaskan dengan sangat gamblang tentang Pasal 22D ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

 Sebagai wakil daerah, DPD tidak hanya ditantang untuk merespons dan memperbaiki karut-marut yang dihadapi daerah tersebut, tapi juga harus  Sebagai wakil daerah, DPD tidak hanya ditantang untuk merespons dan memperbaiki karut-marut yang dihadapi daerah tersebut, tapi juga harus

 Masalahnya, bagaimana membuat daerah-daerah tersebut well on the right track dan menyukseskan otonomi daerah? DPD harus terus mendorong rasionalisasi hubungan pusat dan daerah melalui penyempurnaan atau tata ulang sistem kelembagaan di Indonesia, termasuk dalam menghadapi dilema dua sistem, yaitu sentralisasi dan desentralisasi yang sampai saat ini belum diselesaikan dengan baik, seperti dana bagi hasil. DPD yang saya amati sejauh ini, khususnya sejak tahun 2004 sampai tahun 2012, keberpihakan kepada daerah sangat kental dan sangat jelas terbaca. Oleh karena itu, Ahli bisa memaknai bahwa sebetulnya apa yang kita harapkan dengan otonomi daerah dan hadirnya DPD adalah ini saatnya Indonesia membangun dari daerah, pentingnya membangun Indonesia dari daerah. Keberadaan DPD untuk mewakili kepentingan daerah dalam proses dan produk legislasi di tingkat pusat legitimante. Keberadaan DPD sebagai vertical balance mestinya difungsikan supaya kewenangannya tidak bersifat konsultatif. Aspirasi dan kepentingan rakyat daerah tidak boleh mandek dan harus diperjuangkan oleh DPD.

 Pertama, DPD sangat mengharapkan dukungan publik dan kekuatan- kekuatan politik yang ada dalam mendorong penguatan lembaga DPD. DPD memerlukan payung hukum untuk memperjelas jenis kelaminnya dan untuk melaksanakan fungsi dan perannya secara maksimal. Apa artinya kata representasi kalau tidak bisa dikonkretkan, baik secara institusi maupun individu, DPD akan menanggung beban politik yang luar biasa bila terus- menerus tidak mampu membuktikan tupoksinya sebagai badan legislatif yang berkewajiban mengakomodasi aspirasi dan kepentingan daerah dalam bentuk legislasi. Sebagai perwakilan wilayah atau penyambung lidah rakyat daerah, DPD hadir untuk menjaga keragaman daerah agar karakteristik dan kekhasan yang dimiliki masing-masing daerah tetap menjadi kekayaan bagi

Indonesia. Karena itu, DPD juga dimaksudkan untuk memperkuat kedudukan pemerintahan daerah dan rakyat daerah dalam proses dan produk legislasi tingkat pusat. Menjaga keutuhan Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika tidak semudah membalikkan tangan, perlu membangun saling rasa percaya, juga membangun kelembagaan atau yang kita istilahkan dengan rasionalitas politik untuk menghasilkan institusi politik yang berkualitas dan efektif. Karena itu baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sama-sama mengemban dan melaksanakan amanat, mewujudkan kepentingan nasional yaitu menyejahterakan rakyat. Oleh karena itu, sudah saatnya kita menyudahi realitas kecelakaan perundang- undangan yang ada saat ini dengan menfungsikan DPD sebagai lembaga legislatif yang efektif yang menjalankan mekanisme checks and balances antara DPD dan DPR sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 Kesetaraan kewenangan merupakan hal penting untuk memberikan kesempatan yang sama kepada kedua kamar dalam memperjuangkan kepentingan yang diwakili. Cukup sudah apa yang dijalani DPD sebagai lembaga legislatif yang tidak memiliki satu kewenangan untuk ikut sampai tuntas mengantarkan aspirasi daerah. Fungsi legislasi DPD perlu diperkuat dalam rangka sistem checks and balances intraparlemen, dan untuk meningkatkan kualitas representasi DPD sebagai wakil daerah di tingkat nasional di tengah kompleksitas permasalahan yang dihadapi daerah. Kehadiran DPD untuk ikut mengurangi permasalahan dan memberikan jalan keluar serta mendorong kemajuan daerah sungguh sangat mendesak relevan dan signifikan dilakukan saat ini.

 Kuatnya tuntutan peningkatan peran DPD patut ditindaklanjuti mengingat besarnya harapan daerah agar DPD dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam memperjuangkan berbagai permasalah otonomi daerah yang selama ini belum diakomodasi oleh DPR dan pemerintah pusat.

Dokumen yang terkait

KETERAMPILAN MANAJEMEN KELAS MELALUI GERAKAN SEDERHANA SENAM OTAK (BRAIN GYM) DI SD PELITA 2, JAKARTA BARAT

0 1 70

PERBANDINGAN ESTIMASI KANAL DENGAN PENDEKATAN LINIER PIECEWISE DAN POLINOMIAL PADA SISTEM OFDM

0 0 8

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PELATIHAN PENGEMBANGAN METODE PEMBELAJARAN IPA BAGI GURU-GURU DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DI YAYASAN PERGURUAN BIRRUL WAALIDAIN

0 1 29

SUPPORT VECTOR REGRESSION UNTUK PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU

0 0 10

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI MELALUI METODE BERMAIN PERAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS IV A SDN KEBON JERUK 11 JAKARTA

0 0 9

BAB II KAJIAN TEORI - PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS III PADA MATA PELAJARAN IPS DI SDN KELAPA DUA 06 PAGI JAKARTA

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS III PADA MATA PELAJARAN IPS DI SDN KELAPA DUA 06 PAGI JAKARTA

0 10 13

USULAN PERBAIKAN KESELAMATAN KERJA UNTUK MEMINIMALKAN KECELAKAAN KERJA DENGAN PENDEKATAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA) PADA AREA LANTAI PRODUKSI DI PT. ALAM PERMATA RIAU

0 7 8

PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBIASAAN DI SDN KELAPA DUA 06 PAGI JAKARTA

0 0 135

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - FUNGSI DAN KEWENANGAN LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF SEBAGAI LEMBAGA YANG MENGHIMPUN DAN MENDISTRIBUSIKAN ROYALTI DALAM SUDUT PANDANG UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

0 1 22