PUU-IX/2012). Dengan demikian kata "dapat" pada frasa "DPD dapat

82/PUU-IX/2012). Dengan demikian kata "dapat" pada frasa "DPD dapat

mengajukan rancangan undang-undang....", adalah tidak tepat jika disamakan maknanya dengan berhak atau kewenangan. Apabila dikaitkan dengan permohonan uji materiil Pasal 147 ayat (7) UU tentang P3, akan menghilangkan kewenangan adalah tidak benar. Oleh karena kata "dapat" boleh berpendapat maupun boleh tidak.

9. Bahwa terhadap pendapat Pemohon pada halaman 13 angka 23 dan 24 yang menyatakan Pemohon mempunyai hak dan peluang yang sama besarnya dengan Presiden dan DPR dalam hal pembentukan UU, DPR berpendapat bahwa pernyataan tersebut adalah tidak tepat, karena dalam Konstitusi pilihan penggunaan kata "dapat" dengan kata "berhak" dan kata "memegang kekuasaan" adalah berbeda makna. Semua katakata tersebut

telah dipilih dengan cermat dan sesuai dengan maknanya dan telah melalui perdebatan dengan mendengar perti inbangan dari ahli bahasa dan legal drafter. UUD Negara RI Tahun 1945 menggunakan kata-kata yang berbeda dalam menjelaskan fungsi lembaga-lembaga yang disebut di dalam UUD, sesuai dengan maksud dibentuknya lembaga-lembaga tersebut. Hal mana tampak di dalam berbagai pasal yang memuat ketentuan mengenai lembaga-lembaga di dalam UUD seperti antara lain: BAB II,Pasal 3, MPR "berwenang"; BAB III,Pasal 4, Presiden "memegang kekuasaan pemerintahan"... BAB III,Pasal 5, Presiden,"berhak mengajukan ruu"....: BAB VI,Pasal 18 ayat (6),Pemerintahan Daerah "berhak menetapkan perda dan ...”; BAB VI, Pasal 18A ayat (1), "Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah"; BAB VII, Pasal 20 ayat (1), DPR "memegang kekuasaan membentuk undang-undang" BAB VII, Pasal 21, Anggota DPR "berhak" mengajukan usul rancangan undang-undang”; BAB VIIA, Pasal 22D ayat (1), DPD "dapat" mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang...”; BAB VIIA, Pasal 22D ayat (2), DPD "ikut" membahas"...; BAB VIII, Pasal 23D, Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan independensinya daitur dengan undang-undang.; BAB VIIIA, Pasal 23E,Untuk memeriksa pengelolaan dar tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan Negara. yang bebas dan mandiri.; BAB IX, Pasal 24A, Mahkamah Agung "berwenang" mengadii pada tingkat kasasi,menguji peraturan parundangundangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang,dan mempunyai wewenang Iainnya yang diberikan oleh undang-undang.

BAB IX, Pasal 24B, Komisi Yudisial bersifat mandiri yang" berwenang" mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka BAB IX, Pasal 24C, MK "berwenang "mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;

Dengan demikian tidaklah tepat apabila Pemohon membuat penafsiran yang berbeda terhadap makna makna kata-kata yang digunakan pada Pasal 22D. Misalnya kata "dapat" sama artinya dengan kata "berhak" dan kata "memegang kekuasaan", kata ikut diberi arti sampai memberi persetujuan.

Rumusan ketentuan tentang DPD dalam Pasal 22C dan Pasal 22D, harus dipahami dalam sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan prinsip otonomi. Artinya keberadaan DPD tidak tepat apabila dipadankan dengan lembaga perwakilan dalam sistem bikameral yang dianut oleh negara lain, oleh karena sistem perwakilan Indonesia adalah khas yang tidak sama dengan negara lain. Sesuai dengan ketentuan herarkhi peraturan perundang-undangan, DPR sebagai lembaga yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang DPR menjabarkan ketentuan UUD Negara RI untuk dapat dilaksanakan kedalam undang- undang. Didalam menjabarkan ketentuan UUD Negara RI Tahun 1945, DPR tidak boleh menambah, atau mengurangi ketentuan tersebut kedalam undang-undang yang dibentuk. Di dalam menafsirkan maksud dari ketentuan UUD Negara RI Tahun 1945, DPR mengacu pada "original intent' ketentuan tersebut dalam satu kesisteman, agar dapat berjalan dengan baik.

Penafsiran terhadap keberadaan DPD tidak bisa dilakukan dengan menggunakan pengertian atau contoh negara lain, tetapi harus berdasarkan original intend di dalam kesisteman ketatanegaraan NKRI. Dengan demikian adalah tidak tepat apabila ketentuan-ketentan tentang DPD di dalam UUD Negara RI Tahun 1945 ditafsirkan berdasarkan sistem bikameral yang berlaku di negara lain. Terlebih lagi apabila tafsir sepihak tersebut digunakan sebagai dasar penilaian terhadap rumusan ketentuan di dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 dan UU Nomor 12 Tahun 2011, sehingga akan menimbulkan penyimpangan yang semakin meluas, maka asumsi yang Penafsiran terhadap keberadaan DPD tidak bisa dilakukan dengan menggunakan pengertian atau contoh negara lain, tetapi harus berdasarkan original intend di dalam kesisteman ketatanegaraan NKRI. Dengan demikian adalah tidak tepat apabila ketentuan-ketentan tentang DPD di dalam UUD Negara RI Tahun 1945 ditafsirkan berdasarkan sistem bikameral yang berlaku di negara lain. Terlebih lagi apabila tafsir sepihak tersebut digunakan sebagai dasar penilaian terhadap rumusan ketentuan di dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 dan UU Nomor 12 Tahun 2011, sehingga akan menimbulkan penyimpangan yang semakin meluas, maka asumsi yang

Selain itu, tidak kurang dari delapan kali penyebutan persetujuan di dalam Pasal 28B dan C Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sangat konstitusional di dalam undang-undang tersebut bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan haruslah berdasarkan persetujuan DPR dengan Pemerintah karena merupakan perintah konstitusi.

10. Menurut pendapat Prof. Dr. I Gde Pantja Astawa dalam RDPU Pansus RUU Susduk, Rabu 6 Februari 2008 menyatakan bahwa “DPD sudah diatur dalam konstitusi, jadi ketika menyusun RUU tidak boleh melebihi apa yang diatur dalam konstitusi. Kewenangan legislasi ada pada DPR”.

11.Bahwa kewenangan konstitusional dalam pembahasan dan persetujuan rancangan undang-undang telah secara jelas diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UUD Tahun 1945 yang menyebutkan "setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama", Pasal a quo mengandung makna bahwa kewenangan untuk membahas RUU dan kewenangan memberi persetujuan terhadap RUU berada pada DPR dan Presiden. Memang benar dalam Pasal 22D ayat (2) UUD Tahun 1945 mennyebutkan “Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang...”. Pasal 22D ayat (2) UUD Tahun 1945 tersebut hanya memberikan peran kepada DPD untuk ikut membahas RUU dan tidak terdapat kata atau kalimat yang memberi kewenangan kepada DPD untuk memberikan persetujuan terhadap RUU. Berbeda dengan DPR dan Presiden yang secara jelas diberikan kewenangan untuk memberikan persetujuan terhadap suatu rancangan undang undang (Vide Pasal 20 ayat 2 UUD Tahun 1945). Peran

Dokumen yang terkait

KETERAMPILAN MANAJEMEN KELAS MELALUI GERAKAN SEDERHANA SENAM OTAK (BRAIN GYM) DI SD PELITA 2, JAKARTA BARAT

0 1 70

PERBANDINGAN ESTIMASI KANAL DENGAN PENDEKATAN LINIER PIECEWISE DAN POLINOMIAL PADA SISTEM OFDM

0 0 8

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PELATIHAN PENGEMBANGAN METODE PEMBELAJARAN IPA BAGI GURU-GURU DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DI YAYASAN PERGURUAN BIRRUL WAALIDAIN

0 1 29

SUPPORT VECTOR REGRESSION UNTUK PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU

0 0 10

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI MELALUI METODE BERMAIN PERAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS IV A SDN KEBON JERUK 11 JAKARTA

0 0 9

BAB II KAJIAN TEORI - PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS III PADA MATA PELAJARAN IPS DI SDN KELAPA DUA 06 PAGI JAKARTA

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS III PADA MATA PELAJARAN IPS DI SDN KELAPA DUA 06 PAGI JAKARTA

0 10 13

USULAN PERBAIKAN KESELAMATAN KERJA UNTUK MEMINIMALKAN KECELAKAAN KERJA DENGAN PENDEKATAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA) PADA AREA LANTAI PRODUKSI DI PT. ALAM PERMATA RIAU

0 7 8

PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBIASAAN DI SDN KELAPA DUA 06 PAGI JAKARTA

0 0 135

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - FUNGSI DAN KEWENANGAN LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF SEBAGAI LEMBAGA YANG MENGHIMPUN DAN MENDISTRIBUSIKAN ROYALTI DALAM SUDUT PANDANG UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

0 1 22