Efektivitas Pelayanan Pajak Kenderaan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara

(1)

Disuusun dan D Gel DEPART U Diajukan Un lar Sarjana Unive M.DIN TEMEN HU FA UNIVERSI

S K R I P

ntuk Melen Hukum Pa ersitas Sum Oleh NUL KHOI 0902003 UKUM AD AKULTAS ITAS SUM MEDA 2013

P S I

ngkapi Persy ada Fakulta matera Utara h IR GINTIN 359 DMINISTR HUKUM MATERA U AN 3 yaratan Me as Hukum a NG RASI NEGA UTARA emperoleh ARA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

EFEKTIVITAS PELAYANAN PAJAK KENDERAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDERAAN BERMOTOR PADA DINAS

PENDAPATAN DAERAH KOTA MEDAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI

NEGARA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

M.DINUL KHOIR GINTING 090200359

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

SURIA NINGSIH, SH., M.Hum NIP. 196002141987032002

Pembimbing I Pembimbing II

Surianingsih, SH., M.Hum Dr. Jusmadi Sikumbang, SH., MS NIP. 196002141987832002 NIP. 195204111980031002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

(4)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PELAYANAN PAJAK KENDERAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDERAAN BERMOTOR PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA MEDAN DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA M.Dinul Khoir Ginting*

Suria Ningsih** Jusmadi Sikumbang***

Pelaksanaan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh unit pelayanan Kantor Bersama SAMSAT ini terdapat 3 unit kerja yang terkait dan berhubungan, yaitu pihak Pemerintah Provinsi c.q. Dinas Pendapatan Daerah, Polri c.q. Kepolisian Daerah dan PT. AK Jasa Raharja.

Perumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana kebijakan publik dibidang perpajakan?Bagaimana peraturan tentang Pajak Kenderaan Motor dan Biaya Balik Nama Kenderaan Motor? Bagaimana pelayanan pajak dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan?Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan empiris menurut penelitian hukum sosiologis untuk mengetahui efektivitas dan dampak hukum dari adanya kebijaksanaan publik pelayanan di bidang perpajakan.

Kebijakan publik dibidang perpajakan adalah Pelayanan Kantor Bersama Samsat melibatkan 3 (tiga) instansi yaitu, Dina Pendapatan Daerah (Dispenda), Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah (Ditlantas Polda) dan PT Jasa Raharja (Persero). Ketiga instansi ini bekerja sama melayani masyarakat dan bernaung dibawah satu atap atau satu kantor yang disebut dengan sistim Administrasi Manunggal Dibawah Satu Atap (Samsat). Pengurusan PKB, BBN-KB dan SWDKLLJ oleh masyarakat pada awalnya dilakukan di ibu kota provinsi, karena belum dibentuknya cabang-cabang samsat di daerah kabupaten atau kota.Peraturan tentang Pajak Kenderaan Motor dan Biaya Balik Nama Kenderaan Motor yaitu Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara, Pajak Kendaraan Bermotor dinyatakan bahwa Dengan nama PKB dipungut pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor yang terdaftar di Daerah. Pelayanan pajak dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan adalah Pelayanan Kantor bersama samsat selama ini sering mendapat sorotan tajam dari masyarakat, terutama yang berurusan dengan kantor tersebut.

Kata Kunci : Pajak Kenderaan Bermotor, Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul Efektivitas Pelayanan Pajak Kenderaan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. DR. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM selaku pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak M. Husni, SH, MH selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara dan sekaligus Dosen Pembimbing I penulis yang telah memberikan saran dan petunjuk dalam pengerjaan skripsi ini.


(6)

6. Bapak Dr. Jusmadi Sikumbang, SH., MS selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan skripsi ini.

7. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu khususnya dalam bidang hukum.

8. Kedua orang tua penulis Ayahanda dan Ibunda, yang selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun material sehingga terselesaikanya skripsi ini.

9. Teman-Teman stambuk 2008 yang telah mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan sampai selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan. Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca skripsi ini karena keterbatasan pengetahuan dari penulis. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kita semua dan semoga doa yang telah diberikan mendapatkan berkah dari Tuhan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan hukum di negara Republik Indonesia.

Medan, Agustus 2013 Hormat Saya


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 25

G. Sistematika Penulisan ... 31

BAB II KEBIJAKAN PUBLIK DIBIDANG PERPAJAKAN ... 33

A. Pengertian Kebijakan Publik ... 33

B. Perumusan Kebijakan dan Analisis Publik ... 34

C. Negara Pelayanan dan Pelayanan Umum ... 36

D. Perencanaan sebagai Subsistem Manajemen ... 38

BAB III PERATURAN DAERAH TENTANG PKB DAN BBN-KB ... 41

A. Efektivitas Pajak Daerah ... 41

B. Kebijaksanaan Nasional Untuk Efektivitas Pelayanan ... 42


(8)

D. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 1 Tahun 2011

Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara ... 52

BAB IV PELAYANAN PAJAK DAN BEA BALIK NAMA KENDERAAN BERMOTOR PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA MEDAN ... 62

A. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Kota Medan ... 62

B. Efektivitas Pelayanan Pajak Kenderaan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor ... 64

C. Hambatan yang timbul dalam Pemungutan PKB dan Bea Balik Nama ... 69

D. Upaya mengatasi hambatan ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PELAYANAN PAJAK KENDERAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDERAAN BERMOTOR PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA MEDAN DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA M.Dinul Khoir Ginting*

Suria Ningsih** Jusmadi Sikumbang***

Pelaksanaan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh unit pelayanan Kantor Bersama SAMSAT ini terdapat 3 unit kerja yang terkait dan berhubungan, yaitu pihak Pemerintah Provinsi c.q. Dinas Pendapatan Daerah, Polri c.q. Kepolisian Daerah dan PT. AK Jasa Raharja.

Perumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana kebijakan publik dibidang perpajakan?Bagaimana peraturan tentang Pajak Kenderaan Motor dan Biaya Balik Nama Kenderaan Motor? Bagaimana pelayanan pajak dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan?Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan empiris menurut penelitian hukum sosiologis untuk mengetahui efektivitas dan dampak hukum dari adanya kebijaksanaan publik pelayanan di bidang perpajakan.

Kebijakan publik dibidang perpajakan adalah Pelayanan Kantor Bersama Samsat melibatkan 3 (tiga) instansi yaitu, Dina Pendapatan Daerah (Dispenda), Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah (Ditlantas Polda) dan PT Jasa Raharja (Persero). Ketiga instansi ini bekerja sama melayani masyarakat dan bernaung dibawah satu atap atau satu kantor yang disebut dengan sistim Administrasi Manunggal Dibawah Satu Atap (Samsat). Pengurusan PKB, BBN-KB dan SWDKLLJ oleh masyarakat pada awalnya dilakukan di ibu kota provinsi, karena belum dibentuknya cabang-cabang samsat di daerah kabupaten atau kota.Peraturan tentang Pajak Kenderaan Motor dan Biaya Balik Nama Kenderaan Motor yaitu Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara, Pajak Kendaraan Bermotor dinyatakan bahwa Dengan nama PKB dipungut pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor yang terdaftar di Daerah. Pelayanan pajak dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan adalah Pelayanan Kantor bersama samsat selama ini sering mendapat sorotan tajam dari masyarakat, terutama yang berurusan dengan kantor tersebut.

Kata Kunci : Pajak Kenderaan Bermotor, Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU


(10)

D. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 1 Tahun 2011

Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara ... 52

BAB IV PELAYANAN PAJAK DAN BEA BALIK NAMA KENDERAAN BERMOTOR PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA MEDAN ... 62

A. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Kota Medan ... 62

B. Efektivitas Pelayanan Pajak Kenderaan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor ... 64

C. Hambatan yang timbul dalam Pemungutan PKB dan Bea Balik Nama ... 69

D. Upaya mengatasi hambatan ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak diberlakukannya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 dan kemudian dirubah menjadi Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai penganti Undang Undang No. 5 Tahun 1974, diskusi tentang efektivitas pelayanan publik dalam otonomi daerah menjadi semakin menarik untuk dibicarakan.

Permasalahannya karena sudah 2 (dua) kali perubahan undang-undang tersebut dilakukan, namun peningkatan pelayanan publik publik sebagai sasarannya selalu dipertanyakan, bahkan ada diskusi yang membahas bahwa Undang Undang No. 32 Tahun 2004 perlu lagi perubahan.

Undang-undang ini merupakan implimentasi Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 yang mengatakan bahwa Negara Republik Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibagi atas daerah-daerah propinsi dan propinsi terdiri dari daerah kabupaten dan kota yang mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dalam undang-undang. Selanjutnya, pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi dan tugas perbantuan. Dalam menjalankan otonomi dan tugas perbantuan, kecuali urusan pemerintah pusat, pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain sesuai dengan ketentuan berlaku.


(12)

Pada dasarnya, maksud Pasal 18 UUD 1945 tersebut adalah mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.1 Selanjutnya dijelaskan bahwa pemerintahan daerah dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan antar susunan pemerintahan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan RI. Dalam berbagai aspek UU No. 32 Tahun 2004 mengatur hubungan keuangan pusat dan daerah, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya secara adil dan selaras.

Di samping itu, dalam menjalankan perannya, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan Otonomi Daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.2

Masalah pelayanan publik di Indonesia masih sangat memprihatinkan, karenanya pemerintah masih perlu membuat strategi dan kebijakan agar dapat memenuhi hak azazi warga negara dan membutuhkan solusi menyeluruh untuk membuat pelayanan publik yang baik.3 Sebagai gambaran dan fenomena pelayanan publik di Provinsi Sumatera Utara saat ini seperti terlihat rendahnya tingkat kinerja aparatur penyelenggara pemerintahan di daerah. Indikasi menunjukan bahwa Pemerintah Daerah melalui Peraturan Gubenur Sumatera

       1

Penjelasan Umum, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Publik CV. Jaya Jakarta, Cetakan Pertama, 2004. hal. 125.

2

Ibid, hal. 123, 124 3

Wacana HAM, Pandangan Publik yang memprihatinkan Edisi 17, Tahun III, 15 Oktober 2005, hal. 1


(13)

Utara Nomor 74 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2006-2010 menempatkan hal ini sebagai skala prioritas utama. Dalam bagian IV, (Agenda penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik dan bersih Bab II diatur tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik)4 yang menerangkan bahwa berdasarkan hasil identifikasi dalam pembinaan pelayanan publik masih banyak permasalahan yang perlu ditindaklanjuti dan diselesaikan seperti : belum kompetitif, transfaran dan akuntabilitas proses pelayanan publik, rendahnya etos kerja aparatur, pelayanan publik belum didukung oleh teknologi informasi serta belum ada instrumen yang jelas untuk mengevaluasi kualitas pelayanan.

Sasaran yang hendak dicapai dalam peningkatan kualitas pelayanan publik tahun 2008-2012 ke depan adalah :

1. Terlaksananya pelayanan publik kepada masyarakat sesuai dengan standar layanan yang ditetapkan.

2. Tercapainya transparansi dalam proses pelayanan publik.

3. Meningkatnya etos kerja, profesionalisme dan kompetensi aparatur. 4. Meningkatnya kemandirian masyarakat dalam mendapatkan pelayanan

publik.

5. Meningkatnya pengguna teknologi informasi dalam pemberian pelayanan publik.

6. Meningkatnya peran masyarakat terhadap penilaian kinerja aparatur pelayanan publik.

       4

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara


(14)

Dalam RPJMD tersebut ditetapkan arah kebijakan, program pengembangan pelayanan publik dan pengembangan partisipasi publik (masyarakat) yang berada dalam agenda penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih bersamaan dengan sub-sub agenda lainnya, yaitu : peningkatan kemampuan pemerintah daerah, peningkatan kualitas pelayanan publik, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, pembangunan hukum dan perlindungan hak azazi manusia, peningkatan keamanan dan ketertiban.

Dengan demikian "masalah" Pelayanan publik sudah diakomodir dalam suatu konsepsi dan strategi kebijakan untuk kurun waktu 2006-2010 mendatang yakni dengan isu bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan publik tersebut dari tahun ke tahun yang disinyalir seakan-akan berjalan di tempat.

Berdasarkan fakta dalam RPJMD Propinsi Sumatera Utara, betapa rendahnya kualitas pelayanan publik tersebut, salah satu diantaranya terdapat pada Perangkat Daerah/Dinas (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yaitu Dinas Pendapatan Daerah. Fakta lain menjelaskan, walaupun jumlah penerimaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) cenderung menunjukan peningkatan dan memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan daerah, pencapaian hasil relatif masih dibawah target. Khususnya pencapaian target (realisasi) penerimaan pajak daerah dari sub-sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB).

Bertitik tolak dari fakta dan kenyataan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan penulisan ilmiah dengan menyingkap dan menganalisanya secara mendalam dengan penekanan yang diarahkan kepada


(15)

peningkatan pelayanan publik terutama terhadap sub sektor pajak daerah yang berasal dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor melalui Dinas Pendapatan Daerah Cq. UPTD Pelayanan Pendapatan Provinsi Sumatera Utara di Medan, melalui Kantor Bersama SAMSAT.

Pelaksanaan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh unit pelayanan Kantor Bersama SAMSAT ini terdapat 3 unit kerja yang terkait dan berhubungan, yaitu pihak Pemerintah Provinsi c.q. Dinas Pendapatan Daerah, Polri c.q. Kepolisian Daerah dan PT. AK Jasa Raharja. Dengan adanya 3 unit kerja masalah yang ditemukan dalam pelayanan adalah bertemunya 3 (tiga) kepentingan yang berbeda yang saling membutuhkan dan saling berhubungan, namun menyatu dan saling berkaitan (Simbiose Mutualistis).

Ketiga unit kerja ini sama-sama bertujuan memberikan pelayanan publik secara prima kepada masyarakat. Pihak Pemda dalam memberikan pelayanan bertujuan untuk peningkatan penerimaan daerah yang diperlukan bagi keperluan dana pembangunan yang berasal dari sumber-sumber PAD, sedangkan di pihak lain Polda lebih berkepentingan dalam masalah pengidentifikasian kepemilikan dan keamanan.

Pengelolaan kebijakan melalui Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) sudah sesuai dengan maksud Undang Undang 32 Tahun 2004, namun efektivitas keberadaan pola dan sistem SAMSAT masih perlu penyempurnaan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan kajian karena sepengatahuan penulis belum ada yang menelaahnya, terutama bila dikaitkan dengan suasana dan nuansa tuntutan tatanan Pemerintahan yang Baik


(16)

dan Bersih (Good Governance and Clean Government). Penulisan dan penganalisaan mempedomani teori-teori menurut Ilmu Hukum Administrasi Negara, dikaitkan dengan aspek normatif dari berbagai ketentuan peraturan perundangan dengan judul : Efektivitas Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor pada Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Suatu Kajian Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara).

B. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kebijakan publik dibidang perpajakan?

2. Bagaimana peraturan tentang Pajak Kenderaan Motor dan Biaya Balik Nama Kenderaan Motor?

3. Bagaimana pelayanan pajak dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kebijakan publik dibidang perpajakan.

2. Untuk mengetahui peraturan tentang Pajak Kenderaan Motor dan Biaya Balik Nama Kenderaan Motor

4. Untuk mengetahui pelayanan pajak dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan


(17)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sumbangan pemikiran untuk pengembangan Hukum Administrasi Negara di Bidang Tata Pemerintahan Daerah pada umumnya, serta Hukum Perpajakan/Pajak Daerah pada khususnya. 2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis, hasil penelitian diharapkan sebagai kontribusi sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan kinerja SKPD serta kualitas kerja aparat pemerintahan daerah dalam memberikan pelayanan publiknya kepada wajib pajak/masyarakat.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Sekolah Pascasarjana, maka penelitian dengan judul “Efektivitas Pelayanan Pajak Kenderaan Bermotor dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya. Dengan demikian keaslian penulisan tesis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.


(18)

F. Tinjauan Pustaka 1. Otonomi Daerah

Pengertian otonomi daerah yang melekat dalam keberadaan pemerintah daerah, juga sangat berkaitan dengan desentralisasi. Baik pemerintahan daerah, desentralisasi maupun otonomi daerah, adalah bagian dari suatu kebijakan dan praktek penyelenggaraan pemerintahan, tujuannya adalah demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang tertib, maju dan sejahtera, setiap orang bias hidup tenang, nyaman, wajar oleh karena memperoleh kemudahan dalam segala hal di bidang pelayanan masyarakat.5

Oleh karena itu keperluan otonomi di tingkat lokal pada hakekatnya adalah untuk memperkecil intevensi pemerintah pusat kepada daerah. Dalam Negara Kesatuan (unitarisme) otonomi daerah itu diberikan oleh pemerintah pusat (central government), sedangkan pemerintah daerah hanya menerima penyerahan dari pemerintah pusat.6 Berbeda halnya dengan otonomi daerah di Negara federal, dimana otonomi daerah sudah melekat pada negara-negara bagian.

Secara normatif, penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pihak lain (pemerintah daerah) untuk dilaksanakan disebut dengan desentralisasi. Desentralisasi sebagai suatu system yang dipakai dalam system pemerintahan merupakan kebalikan sentralisasi. Dalam system sentralisasi, kewenangan

       5

Parjoko, Filosofi Otonomi Daerah Dikaitkan dengan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Nomor 25 Tahun 1999, makalah, Makalah Falsafah Sains (Pps 720) Program Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor, Februari, 2002, hal. 1.

6

Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Pustaka SInar Harapan, Jakarta, Cetakan 1, Juli, 1999.


(19)

pemerintah baik di pusat maupun di daerah, dipusatkan dalam tangan pemerintahan pusat.7

Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara yang menganut prinsip pemencaran kekuasaan secara vertikal, membagi kewenangan kepada pemerintah daerah bawahan dalam bentuk penyerahan kewenangan. Penerapan prinsip ini melahirkan model pemerintahan daerah yang menghendaki adanya otonomi dalam penyelenggaraannya. Dalam sistem ini, kekuasaan negara terbagi antara pemerintah pusat di satu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak. Penerapan pembagian kekuasaan dalam rangka penyerahan kewenangan otonomi daerah, antara negara yang satu dengan negara yang lain tidak sama, termasuk Indonesia yang menganut negara kesatuan.8

Philip Mawhood menyatakan desentralisasi adalah pembagian dari sebagian kekuasaan pemerintah oleh kelompok yang berkuasa di pusat terhadap kelompok-kelompok lain yang masing-masing memiliki otorisasi dalam wilayah tertentu suatu negara.9

Sementara itu, B.C. Smith mendefenisikan desentralisasi sebagai proses melakukan pendekatan kepada pemerintah daerah yang mensyaratkan terdapatnya pendelagasian kekuasaan (power) kepada pemerintah bawahan dan pembagian

       7

Soetijo, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, PT Rineka Ripta, Jakarta, 1990.

8

Bambang Yudoyono, makalah Telaah Kritis Implementasi UU No. 22/1999, Upaya Mencegah Desintegrasi Bangsa, disampaikan pada seminar dalam rangka kongres ISMAHI di Bengkulu, 22 Mei 2000.

9

Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.


(20)

kekuasaan kepada daerah. Pemerintah pusat diisyaratkan untuk menyerahkan kekuasaan kepada Pemerintah Daerah sebagai wujud pelaksanaan desentralisasi.10

Tujuan desentralisasi secara umum oleh Smith dibedakan atas 2 (dua) tujuan utama, yakni tujuan politik dan ekonomis. Secara politis, tujuan desentralisasi antara lain untuk memperkuat pemerintah daerah, untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan politik para penyelenggara pemerintah dan masyarakat, dan untuk mempertahankan integritas nasional. Sedangkan secara ekonomi, tujuan desentralisasi, antara lain adalah untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan public good and service, serta untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di daerah.11

D. Juliantara, dkk memberikan pengertian desentralisasi dengan merujuk pada asal katanya, bahwa istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin, de artinya lepas dan centrum artinya pusat.12 Lebih jauh ia menyebutkan desentralisasi yang dimaknai dalam konteks yang lebih luas, bahwa konstek negara-negara demokrasi modern, kekuasaan politik diperoleh melalui pemilihan umum yang diselenggarakan secara regular dan serentak di setiap daerah untuk memberikan legitimasi terhadap tugas dan wewenang lembaga-lembaga politik di tingkat nasional dan juga di tingkat local sendiri. Dengan kata lain, kekuasaan pemerintah daerahlah yang memintah dan menarik kembali sebagian kewenangan yang telah

       10

Ibid.

11

Syarif Hidayat (editor), Kegamangan Otonomi Daerah? Pustaka Quantum, Jakarta, 2004. 12

D. Juliantara, dkk. Desentralisasi Kerakyatan, Gagasan da Praksis, Pondok Edukasi, Bantul, 2006.


(21)

diberikan kepada pemerintah pusat, bukan karena kebaikan hati pemerintah pusat.13

Desentralisasi akan melahirkan otonomi daerah dan bahkan kadangkala sulit untuk membedakan pengertian diantara keduanya secara terpisah. “Desentralisasi dan otonomi daerah bagaikan dua sisi mata uang yang saling memberi makna satu sama lainnya. Lebih spesifik, ungkin tidak berlebihan ila dikatakan ada atau tidaknya otonomi daerah sangat ditentukan oleh beberapa jauh wewenang yang telah didesentralisasikan oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Itulah sebabnya, dalam studi Pemerintahan Daerah, para analis sering menggunakan istilah desentralisasi dan otonomi daerah secara bersamaan,

interchange”.

Adanya otonomi daerah dalam negara, dilatarbelakangi oleh pengalaman masa lalu dimana keberadaan negara hanya dianggap sebagai instrument oleh kaum kapitalis. Kondisi ini kemudian melahirkan konsep Marxis tentang

Instrumental State. Demikian halnya paham Sosialis yang menghendaki adanya otonomi dari pengaruh partai politik (partai komunis) yang cenderung mengintervensikan kehidupan negara. Dalam hubungan ini negara menginginkan otonomi untuk memperkecil dan bahkan menghilangkan pengaruh-pengaruh ataupun intervensi kaum-kaum kapitalis dan sosialis. Berbeda halnya dengan pemberian otonomi dengan pemerintah lokal, yaitu untuk memperbesar kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.14

       13

Ibid.

14


(22)

Oleh karena itu, keperluan otonomi di tingkat local pada hakikatnya adalah untuk memperkecil intervensi pemerintah pusat kepada daerah. Dalam negara kesatuan (unitarisme) otonomi daerah itu diberikan oleh pemerintah pusat (central government), sedangkan pemerintah daerah hanya menerima penyerahan dari pemerintah pusat. Berbeda halnya dengan otonomi daerah di negara federal, di mana otonomi daerah sudah melekat pada negara-negara bagian.

Reuter, mengemukakan, desentralisasi adalah sebagian pengakuan atas penyerahan wewenang oleh badan umum yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan dalam pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi. Dalam hal itu Rondineli, mengatakn bahwa desentralisasi dari arti luas mencakup setiap penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat baik kepada daerah maupun kepada pejabat pemerintah pusat yang ditugaskan di daerah.15

Koeswara, mengemukakan, bahwa pengertian desentralisasi pada dasarnya mempunyai makan bahwa melalui proses desentralisasi urusan-urusan pemerintahan yang semua termasuk wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat, sebagian diserahkan kepada badan/lembaga pemerintahan di daerah.16

Prakarsa untuk menemukan prioritas, memilih alternatif dan mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan daerahnya, baik dalam hal menentukan

       15

Oentara Sm, dkk, Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan, Samitra Media Utama, Jakarta, 2004.

16

Koeswara, Prospek Pengembangan desentralisasi dan Otonomi Daerah dengan Titik Berat pada Daerah Tingkat II, Badan Pendidikan dan Latihan Departemen Dalam Negeri, 1996.


(23)

kebijaksanaan, perencanaan, maupun pelaksanaan sepenuhnya diserahkan kepada daerah.

Lebih dalam lagi, bila kita cermati prinsip-prinsip hukum dalam pengelolaan masalah-masalah bangsa (nation affairs) ke depan governance

dikatakan baik (good atau sound) apabila sumber daya dan masalah-masalah publik dikelola secara efektif dan efisien serta aspiratif yang didasarkan kepada transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat serta rule of law.

Pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah layanan tersebut perlu memperhatikan prinsip-prinsip hukum pengelolaan sumber daya yang dimiliki, seperti prinsip good governance, subsidiarity, equity, privaty use, prier appropriation (first in time, first in right), sustainable development, good sustainable development govermance dan

participatory development.

Kemampuan pemerintah provinsi dalam menjalankan urusan otonomi daerahnya di bidang perpajakan including/ termasuk di dalamnya pemberian pelayanan publik yang baik terhadap wajib pajak sektor tertentu jelas akan menjadi ukuran tingkat kemampuan yang realistas bagi suatu pemerintah provinsi tersebut. Artinya bila pemerintah provinsi ternyata tidak mampu mengelola kewenangan dan administrasi pengelolaannya dengan baik, maka pemerintah pusat memiliki otoritas penuh untuk menarik kembali penyerahan/pemberian kewenangan untuk mengelola urusan seperti kewenangan mengelola/memungut pajak daerah tertentu.


(24)

Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat memahami bahwa salah satu tujuan otonomi yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang semakin baik. Untuk itu dengan desentralisasi diharapkan daerah akan memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan sistem sentralistik. Pelayanan pemerintah dengan sistem sentralistik. Pelayanan pemerintah di era otonomi, diharapkan akan lebih baik dan aspiratif, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sasaran dari kemandirian daerah adalah agar daerah dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kertergantungan daerah terhadap pusat dalam pengambilan berbagai keputusan publik diminimalkan. Diharapkan keputusan publik yang dibuat oleh daerah bagi kepentingan masyarakatnya akan lebih cermat, lebih tepat dan lebih cepat atau dengan kata lain pelayanan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna.17

Kemandirian daerah ini adalah dimaksudkan untuk tujuan pemberian pelayanan yang efisien, partisipatif dan akhirnya peningkatan daya saing daerah. Keputusan publik yang cermat, tepat dan cepat itu adalah merupakan cerminan dari efisiensi pelayanan. Pendirian sebuah sekolah dikatakan efisien bila daya tampungnya terpenuhi. Keputusan pembuatan jalan raya efisien bila jalan tersebut bermanfaat oleh masyarakat yang ada di sekitarnya. Begitu juga halnya dengan pendirian rumah sakit pada lokasi tertentu.

Dalam rangka itu reposisi daerah hendaknya dipahami sebgai upaya mengaktualisasikan berbagai potensi dan aspirasi masyarakat daerah, sehingga

       17

Syahruddin dan Werry Darta Taifur, Peranan DPRD untuk Mencapai Tujuan

Desentralisasi dan Perspektif tentang Pelaksanaan Desentralisasi, Laporan penelitian Iris Indonesia dan Pusat Studi Kependudukan UNAND Padang, Tahun 2002, hal. 28.


(25)

rakyat di daerah dapat mengekspresikan kepentingan dan kehendaknya. Untuk itu pemerintah daerah perlu menyusun kerangka kerja yang memungkinkan terserapnya berbagai potensi dan aspirasi rakyat terutama prinsip pelayanan.

Mengingat tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga sistem ketertiban di dalam masyarakat, sehingga bisa menjalani kehidupannya secara wajar. Pemerintah diadakan tidaklah untuk melayani dirinya sendiri tetapi juga untuk melayani masyarakat,18 dalam mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai tujuan bersama.

Untuk mencapai pelaksanaan pelayanan umum tersebut dibutuhkan oaparatur yang berkualitas, memiliki kemampuan dalam melayani, memenuhi kebutuhan, menanggapi keluhan masyarakat secara memuaskan, sesuai dengan ekspektasi (harapan) mereka melalui kebijaksanaan, perangkat hukum yang berfungsi sebagai acuan dalam pengendalian, pengaturan agar kekuatan sosial dan aktivitas masyarakat tidak membahayakan negara dan bangsa.

Teori pemerintahan modern mengajarkan bahwa untuk mewujudkan good governance perlu dijalankan desentralisasi pemerintahan.19 Dengan desentralisasi pemerintahan maka pemerintahan akan semakin dekat dengan rakyat. Asumsinya pemerintahan yang dekat denagn rakyat, maka pelayanan yang diberikan menjadi lebih cepat, hemat, murah, responsif, inovatif, akomodatif dan produktif. Ryaas Rasyid mengatakan ”the closer givernment, the better it service”.20 Dalam desentralisasi terkandung makna otonomi dan demokratisasi. Dua kata tersebut

       18

Ryaas Rasyid, Makna Pemerintahan : Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan, PT. Yarsif Watampone, Jakarta, 1997.

19

Baca David Osborne dan Ted Gaebler, Reinventing Government, 1993, hal. 250 dst. 20

M. Ryaas Rasyid, Desentralisasi dalam Rangka Menunjang Pembangunan Daerah, dalam Administrasi Pembangunan Indonesia, LP3ES, 1998, hal. 140.


(26)

yakni otonomi dan demokrasi tidak mungkin dipisahkan, ia iUtara dua sisi mata uang yang satu dan yang lain saling memberi nilai. Otonomi tanpa demokratisasi merupakan suatu keniscayaan21 dan sebaliknya demokratisasi tanpa otonomi adalah kebohongan. Dalam sejarah otonomi di Indonesia sejak kemerdekaan memang sarat dengan kebohongan. Yuridis formal dalam undang-undang pemerintahan daerah otonomi diakui, tetapi dalam implementasinya terjadi pemasungan-pemasungan melalui filter-filter yuridis peraturan pelaksanaan undang-undang tersebut, akibatnya kemandirian dan otoaktivitas daerah menjadi tersumbat. Hal itulah yang kemudian melahirkan resistensi daerah terhadap pusat yang sangat menguras energi menyelesaikannya. Adanya otonomi kebijakan otonomi khusus bagi Propinsi Aceh dan Irian Jaya memang lahir di tengah derasnya tuntutan disintegrasi. Hal itu jika pusat menyadari secara filosofis dan sosiologis otonomi yang dibangun bikan linear atau simetris tetapi suatu asymmetric decentralization.22

2. Pelayanan Umum

Pelayanan pemerintahan daerah merupakan tugas dan fungsi utama pemerintah daerah. Hal ini berkaitan dengan fungsi dan tugas pemerintahan secara umum, yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat, maka pemerintah akan dapat mewujudkan tujuan negara yaitu menciptakan kesejahteraan masyarakat.

       21

Yuslim, Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II, Tesis, Pascasarjana Unpad, 1997. Kasus Pemilihan Gubernur Riau tanggal 2 September 1985 di mana Ismail Suko yang memperoleh dukungan DPRD dengan 19 suara, sementara H. Imam Munandar yang memperoleh dukungan 17 suara, karena kuatnya arus sentralisasi Ismail Siko menyatakan mundur dari pencalonan Gubernur setelah diminta menghadap Ketua Golkar, waktu itu Wakil Presiden Sudarmono.

22

Kebijakan otonomi yang uniformitas tidak sesuai dengan esensi kebhinekaan di Indonesia, dan juga tidak sesuai dengan ajaran rumah tangga riil.


(27)

Pelayanan kepada masyarakat tersebut terintegrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.23 Pelayanan publik berhubungan dengan pelayanan yang masuk kategori sektor publik, bukan sektor privat. Pelayanan tersebut dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan BUMN/BUMD. Ketiga komponen yang menangani sektor publik tersebut menyediakan layanan publik, seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, dan ketertiban, bantuan sosial dan penyiaran.24 Dengan demikian yang dimaksud pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh negara/daerah dan perusahaan milik negara kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah baik pusat maupun daerah mempunyai tiga fungsi utama : 1) memberikan pelayanan (service) baik pelayanan perorangan maupun pelayanan publik/khalayak, 2) melakukan pembangunan fasilitas ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (development for economic growth), dan 3) memberikan perlindungan (protective) masyarakat.25 Sebagai fungsi public services, pemerintah wajib memberikan pelayanan publik secara perorangan maupun khalayak/publik. Pelayanan untuk orang perorangan misalnya pemberian KTP, SIM, IMB, Sertifikat tanah, paspor, surat izin dan keterangan. Pelayanan publik misalnya pembuatan lapangan sepakbola, taman kota, hutan lindung, trotoar, waduk, taman nasional, panti anak yatim/jompo/cacat/miskin, tempat

       23

Hanif Nurcholish, Teori dan Pratek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, 2005, hal. 175.

24

Ibid, hal. 176. 25


(28)

pedagang kaki lima dan lain-lain.26 Oleh karena itu pemerintah daerah wajib memberikan pelayanan perorangan dengan biaya murah, cepat dan baik, harus mendapatkan pelayanan yang sama. Disamping itu juga harus diperlakukan oleh petugas dengan sikap yang sopan dan ramah. Semua orang tanpa kecuali baik kaya, miskin, pejabat, orang biasa, orang desa atau kota, harus diperlakukan sama.

Tidak boleh dibeda-bedakan baik dengan sikap, biaya maupun waktu penyelesaian. Pelayanan pemerintah daerah kepada khalayak juga harus adil dan merata. Pemerintah Daerah tidak boleh menganakemaskan atau menganaktirikan kelompok masyarakat tertentu, sehingga yang satu diberi lebih dan yang lain diberi sedikit.27

Dengan demikian pelayanan publik oleh pemerintah daerah harus dapat memuaskan publik. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah bisa diukur dengan indikator-indikator : mudah, murah, cepat, tidak berbelit, petugasnya murah senyum, petugasnya membantu jika ada kesulitan, adil dan merata serta memuaskan.

a. Kualitas Pelayanan

Vincent Gesperz, mengemukakan bahwa kualitas pelayanan, meliputi dimensi-dimensi berikut :28

i. Ketaatan waktu pelayanan, berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses

ii. Akurasi pelayanan, berkaitan dengan keakuratan pelayanan dan bebas dari kesalahan-kesalahan.

       26

Ibid.

27

Ibid, hal. 182. 28


(29)

iii. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, berkaitan dengan prilaku orang-orang yang berintegrasi langsung kepada pelanggan eksternal.

iv. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan pelanggan eksternal (masyarakat).

v. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya petugas yang melayani dan fasilitas pendukung.

vi. Kenyamanan mendapat pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan petunjuk panduan lainnya.

vii. Atribut pendukung lainnya, seperti lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas musik, AC, dan lain-lain.

Vincent Gesperz juga mengemukakan manajemen perbaikan kualitas yang dikenal dengan konsep Vincent.

Konsep ini terdiri dari strategi perbaikan kualitas yaitu : viii.Visionary transformation (tranformasi misi)

ix.Infrastructure (infrastruktur)

x.Need for Improvement (kebutuhan untuk perbaikan) xi.Customer Focus (Fokus Pelanggan)

xii.Empowerment (Pemberdayaan)

xiii.NewViews of Quality (pandangan baru tentang kualitas) xiv.Top Management ( Komitmen manajemen puncak)


(30)

b. Prinsip Good Governance

Word Bank maupun UNDP mengembangkan istilah baru yaitu

”governace” sebagai pendamping kata ”government”. Istilah tersebut sekarang sedang sangat populer digunakan dikalangan akademisi maupun masyarakat luas. Kata ”governace” kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dalam berbagai kata. Ada yang menterjemahkan menjadi ”tata pemerintahan”, ada pula yang menterjemahkan menjadi ”kepemerintahan”.29

Perubahan penggunaan istilah dengan pengertiannya akan mengubah secara mendasar pratek-pratek penyelenggaraan pemerintahan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Perubahannya akan mencakup tiga dimensi yaitu dimensi struktural, dimensi fungsional serta dimensi kultural. Perubahan struktural menyangkut struktur hubungan antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah, struktur hubungan antara eksekutif dan legislatif maupun struktur hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Perubahan fungsional menyangkut perubahan fungsi-fungsi yang dijalankan pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat. Sedangkan perubahan kultural menyangkut perubahan pada tata nilai dan budaya-budaya yang melandasi hubungan kerja intraorganisasi, antarorganisasi maupun eksraorganisasi.30

United Nation Development Programe (UNDP), memberikan batasan pada kata governance sebagai “pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa”. Governance dikatakan baik (good atau sound) apabila sumber daya publik dan masalah-masalah publik

       29

Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Alqprint Jatinangor, Bandung, hal. 27.

30


(31)

dikelola secara efektif dan efisien, yang merupakan respon terhadap kebutuhan masyarakat. Tentu saja pengelolaan yang efektif dan efisien dan responsive terhadap kebutuhan rakyat menuntut iklim demokrasi dalam pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan masalah-masalah publik yang didasarkan pada keterlibatan masyarakat, akuntabilitas, serta transparan.

Governance berarti pelaksanaan pemerintahan. Ini berarti good governance adalah pemerintahan yang baik (lembaga), sedangkan (good governance) adalah pelaksanaan pemerintahan yang baik (penyelenggaraannya).

Clean government mengandung arti pemerintahan yang bersih (lembaga), sedangkan Clean government berarti pelaksanaan pemerintahan yang bersih.

Baik buruknya suatu pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance sebagaimana tersebut di bawah ini.31

Partisipasi (Participation) Sebagai pemilik kedaulatan rakyat, setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mengambil bagian dalam bernegara, berpemerintahan serta bermasyarakat. Partisipasi tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun melalui institusi intermediasi seperti DPRD, LSM dan lain sebagainya. Partisipasi rakyat warga negara dilakukan tidak hanya pada tahapan implementasi, tetapi secara menyeluruh mulai dari tahapan penyusunan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasilnya. Syarat utama warga

       31

Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Alqaprint Jatinangor, Bandung, hal. 27, lihat juga dalam Agung Hendarto, nazar Suhendar (eds), Good government dan Penguatan Institusi Daerah, Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), 2002, hal 2-3.


(32)

negara disebut transparansi dalam kegiatan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan, yaitu :

a. Ada rasa kesukarelaan (tanpa paksaan) b. Ada keterlibatan secara emosional

c. Memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya.

Penegakan Hukum (Rule of Law). Good governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu syarat kehidupan demokratisasi adalah adanya penegakan hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. Tanpa penegakan hukum yang tegas, tidak akan tercipta kehidupan yang demokratis, melainkan anarki. Tanpa penegakan hukum, orang secara bebas berupaya mencapai tujuannya sendiri tanpa mengindahkan kepentingan orang lain, termasuk menghalalkan segala cara. Oleh karena itu, langkah awal penciptaan good governance adalah membangu sistem hukum yang sehat, baik perangkat lunak (software), perangkat keras (hardware) maupun sumber daya manusia yang menjalankan sistemnya (human ware).

Transparansi (Transparancy). Salah satu karakteristik good governance

adalah keterbukaan. Karakteristik ini sesuai dengan semangat zaman yang serba terbuka akibat adanya revolusi informasi. Keterbukaan tersebut mencakup semua aspek aktivitas yang menyangkut kepentingan publik mulai dari proses pengambilan keputusan, penggunaan dana-dana publik sampai pada tahap evaluasi.


(33)

Daya Tanggap (Responsiveness).Sebagai konsekwensi logis dari keterbukaan, maka setiap komponen yang terlibat dalam proses pembangunan

good governance perlu memiliki daya tanggap terhadap keinginan maupun keluhan para pemegang saham (satake holder). Upaya peningkatan daya tanggap tersebut terutama ditujukan pada sektor publik yang selama ini cendrung tertutup, arogan serta berorientasi pada kekuasaan. Untuk mengetahui kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh sektor publik, secara periodik perlu dilakukan survey tingkat kepuasan konsumen (custumer satisfaction).

Berorientasi pada Konsenseus (Consensus Orientation). Kegiatan bernegara, berpemerintahan dan bermasyarakat pada dasarnya adalah kreatifitas politik, yang berisi dua hal utama yaitu konflik dan konsensus. Di dalam good governance, pengambilan keputusan maupun pemecahan masalah bersama lebih diutamakan berdasarkan konsensus, yang dilanjutkan dengan kesedian untuk konsisten melaksanakan konsensus yang telah diputuskan bersama. Konsensus bagi bangsa Indonesia sebenarnya bukanlah hal baru, karena nilai dasar kita dalam memecahkan persoalan bangsa adalah melalui “musyawarah”.

Keadilan (Equity). Melalui prinsip good governance, setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan. Akan tetapi karena kemampuan masing-masing warga negara berbeda-beda, maka sektor publik perlu memainkan peranan agar kesejahteraan dan keadilan dapat berjalan seiring sejalan.

Keefektifan dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency). Agar mampu berkompetisi secara sehat dalam percaturan dunia, kegiatan domain dalam


(34)

governance perlu mengutamakan efektivitas dan efisiensi dalam setiap kegiatan. Tekanan perlunya efektivitas dan efisiensi terutama ditujukan pada sektor publik karena sektor ini menjalankan aktivitasnya secara monopolistik. Tanpa adanya kompetensi tidak akan tercapai efisiensi.

Akuntabilitas (Accountability). Setiap aktivitas yang berkaitan dengan kepentingan publik perlu mempertanggungjawabkan kepada publik. Tanggung gugat dan tanggung jawab tidak hanya diberikan kepada atasan saja melainkan juga pada para pemegang saham (stake holder), yakni masyarakat luas. Secara teoritis, akuntabilitas itu sendiri dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu sebagai berikut :

a. Akuntabilitas Organisasional / administratif. b. Akuntabilitas legal

c. Akuntabilitas politik d. Akuntabilitas professional e. Akuntabilitas moral

Visi Strategis (Strategic Vision). Dalam era yang berubah secara dinamis seperti sekarang ini, setiap domain dalam good governance perlu memiliki visi yang strategis. Tanpa adanya visi semacam itu, maka suatu bangsa dan negara akan mengalami ketertinggalan. Visi itu sendiri dapat dibedakan antara visi jangka panjang (long term vision) antara 20 sampai 25 tahun (satu generasi) serta visi jangka pendek (short term vision) sekitar 5 tahun.


(35)

F Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan empiris menurut penelitian hukum sosiologis untuk mengetahui efektivitas dan dampak hukum dari adanya kebijaksanaan publik pelayanan di bidang perpajakan. Yang diukur dari standar waktu dan biaya berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Dalam hal ini secara normatif apakah telah berhasil atau gagal menciptakan kinerja (pencapaian target penerimaan/ pemungutan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor) secara bersamaan yang ditilik dari aspek kepatuhan wajib pajak (kesadaran hukum masyarakat) dan pemahaman aparat perpajakan dalam memberikan pelayanan saat mengemban tugasnya sehari-hari. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan kualitatif yang diperdapat saat survey deskriptif, yang disampaikan dalam bentuk deskripsi kualitatif.

2. Metode dan Alat Pengumpulan bahan hukum.

Teknik pengumpulan data yang digunakan tergantung kepada data dan sumber data yang dibutuhkan, antara lain adalah :

1) Dokumentasi; untuk mengumpulkan data primer dan sekunder, penulis menganalisa dokumen-dokumen dalam bentuk tulisan. Data yang dikumpulkan antara lain tentang APBD, Pendapatan Asli Daerah, Hukum Pajak Daerah, data kepegawaian, data statistik berupa PDRB, laporan-laparan dan lain-lain yang berkaitan dengan tujuan penelitian.


(36)

2) Observasi; untuk memperoteh informasi serta gambaran empirik tentang data-data yang diperlukan dengan mengadakan pengamatan langsung pada obyek penelitian.

3) Wawancara; adalah percakapan langsung dengan maksud untuk memperkuat data sekunder yang diperlukan dalam penelitian. Percakapan itu dilakukan aleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai

(responden). Tehnik wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka (open interview) dengan maksud agar responden tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud wawancara tersebut. Untuk itu instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara (indepth interview) yang merupakan penuntun bagi peneliti dalam mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka sehingga memberikan kebebasan yang seluas-luasnya bagi responden untuk menyampaikan pendapatnya.

4) Untuk melengkapi sumber data primer dalam penelitian ini, juga ditetapkan para fungsionaris pejabat terkait yang berkompeten mengambil kebijakan terhadap kinerja Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara dan UPTD Samsat Medan yakni pejabat yang menempati tingkatan (top management, middle management, dan lower rrranagement' serta staf) serta para penentu kebijakan


(37)

pada Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan Jajaran Polda Sumatera Utara.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden (wajib pajak) dan petugas pajak serta pejabat yang berwenang/ terkait. Untuk melengkapi data yang diperoleh secara langsung dari responden tersebut, data juga diperoleh dari beberapa informan tertentu, yaitu orang-orang yang relevan dianggap mengetahui masalah objek penelitian dengan melakukan wawancara.

Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari buku referensi dan data yang ada di Dispenda Provinsi Sumatera Utara, Ditlantas Polda Sumatera Utara, PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara dan Kantor Bersama Samsat Sumatera Utara di Medan. Data yang diperoleh antara lain yang berkaitan dengan situasi dan Kondisi Samsat, seperti sumber daya yang tersedia, meliputi manusia (kualitas dan kuantitas) dan prasarana serta wajib pajak yang dilayani.

Selain itu, Data Sekunder ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari :

1. Bahan Hukum Primer, antara lain :

a. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.

c. Instruktur Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan.


(38)

d. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintahan Kepada Masyarakat.

e. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/KEP/ M.PAN/2003 tentang Pedoman Umum Penyeleng-garaan Pelayanan Publik.

f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah. g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

h. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara : Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.

i. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Kep/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

j. Surat Keputusan Bersama Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima ABRI, Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor PoI/KEP/13/XII/1976, Nomor KEP.1693/MK/TU/12/1976 dan Nomor 311 Tahun 1976, tentang Peningkatan Kerjasama antara Pemerintah Daerah Tingkat I, Komando Daerah Kepolisian dan Aparat Departemen Keuangan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta


(39)

peningkatan Pendapatan Daerah khususrya mengenai Pajak Kendaraan Bermotor;

k. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;

l. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;

m. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan;

n. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1973 tentang Pembentukan Dinas Pendapatan Daerah;

o. Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Provinsi Sumatera Utara;

p. Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 57 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

q. Surat Keputusan Bersama Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Utara dan Kepala Cabang Jasa Raharja ( Persero ) Sumatera Utara Nomor : B/24/I/2006/DITLANTAS per Nomor: 973/043/ PAJAK-2006/ Nomor: P/1/SPP/2006, tanggal 24 Januari 2006, tentang Standar Pelayanan Minimal Penerbit STNK, Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor ( PKB ), Bea


(40)

Balik Nama Kendaraan Bermtor ( BBNKB ), dan Sumbangan Wajib dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( SWDKLLJ ). Pada Kantor Bersama SAMSAT Di Sumatera Utara.

r. Surat Edaran Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 065/181/Dipenda-2006, 28 Februari Tahun 2006 tentang Standar Pelayanan Minimal ”Penerbitan Naskah Dinas dalam bentuk surat yang berkaitan dengan Pelayanan Umum yang diberikan oleh Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara.

s. Produk hukum yang berlaku dan relevan lainnya. 2. Bahan Hukum Sekunder

Dihimpun melalui kegiatan penelitian dengan memanfaatkan media cetak dan elektronik berupa buku-buku, tesis, majalah, surat kabar, internet dan sebagainya.

3. Bahan Hukum Tertier

Yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, seperti ensiklopedi, kamus, dan lain-lain

3. Analisis Data

Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Setelah data primer terkumpul, dilakukan pengelompokan data dan pengeditan guna mengidentifikasi data yang relevan dengan pokok permasalahan penelitian. Setelah itu data dianalisis.

Analisis data dimaksudkan adalah untuk menyederhana-kan data agar menjadi informasi yang dapat digunakan dalam menjelaskan permasalahan


(41)

penelitian. Pada tahap ini analisis data dilakukan setelah semua informasi dianggap cukup memadai oleh peneliti. Langkah yang dilakukan untuk menganalisi data yaitu melakukan penyederhanaan informasi yang diperoleh dengan memilah-milah informasi berdasarkan kategori yang telah disiapkan dalam blanko tanggapan dan daftar wawancara dengan menggunakan aturan positif yang ada dan teori-teori maupun pendapat yang disinggung dalam tinjauan pustaka, sehingga dapat ditafsirkan untuk merumuskan kesimpulan penelitian.

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan membahas tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan

BAB II KEBIJAKAN PUBLIK DIBIDANG PERPAJAKAN

Pada bab ini akan membahas tentang Pengertian Kebijakan Publik, Perumusan Kebijakan dan Analisis Publik, Negara Pelayanan dan Pelayanan Umum dan Perencanaan sebagai Subsistem Manajemen BAB III PERATURAN DAERAH TENTANG PKB DAN BBN-KB

Pada bab ini akan membahas mengenai Efektivitas Pajak Daerah, Kebijaksanaan Nasional Untuk Efektivitas Pelayanan dan Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara


(42)

BAB IV PELAYANAN PAJAK DAN BEA BALIK NAMA KENDERAAN BERMOTOR PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA MEDAN

Akan membahas tentang Gambaran Umum Dinas Pendapatan Kota Medan dan Efektivitas Pelayanan Pajak Kenderaan Bermotor, Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor serta Hambatan yang timbul dalam Pemungutan PKB dan Bea Balik Nama serta Upaya mengatasi hambatan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah kesimpulan dari permasalahan dan saran dalam menyelesaikan permasalahan


(43)

E. Pengertian Kebijakan Publik

Beberapa definisi kebijakan publik menurut para ahli antara lain :

Thomas R Dye menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk menentukan langkah untuk “berbuat”atau “tidak berbuat” (to do or not to do). Define Thomas ini kata Said zanal Abidin adalah hasil gabungan dari definsi yang dibuat David Easton, Lasswell dan Kaplean dan dari Carl Fredich32

Carl J. Friedrich menyatakan kebijakan adalah serangkain konsep tindakan yang diusulkan oleh seorang atau sekelompok orang atau pemerintah dalam satu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan peluang terhadap pelaksanaan usulan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. 33

Carl Friedrich merinci apa-apa yang pokok dalam suatu kebijakan yaitu adanya :

1. Tujuan (goal)

2. Sasaran (objectives)

3. Kehandak (purpose)

Amara Raksasataya, kebijakan adalah suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Ada tiga unsur dalam mencapai suatu tujuan :

       32

Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, Jakarta: Yayasan Pancur Siwah, hal 20-21 33


(44)

1. Identifikasi tujuan yang akan dicapai

2. Strategi untuk mencapainya (Apa yang dimaksud dengan strategi)

3. Penyediaan berbagai input atau masukan yang memungkinkan pelaksanaanya Jika definisi Amara itu digambarkan dalam skema berupa chart maka akan Nampak sebagai berikut :

Paradigma Misi Visi

Feed Back

Hugo Hegio, dalam said, menyatakan kebijakan sebagai suatu tindakan yang bermaksud mencapai tujuan (goal, end) tentu (a course of action intended to accomplish some end)34

F. Perumusan Kebijakan dan Analisis Publik

Perumusan kebijakan berarti penetapan langkah-langkah yang akan atau seharusnya ditempuh untuk mencapai sesuatu tujuan, misalnya Garis-Garis Besar

       34

Ibid, hal 22-24

Potensi A  Sumber 

daya 

 

Interaksi  Identifikasi 

Dasar‐dasar  filosofi 

Program 

Strategis   & Taktik  Yang jelas  

Identik  Tujuan  (goal) 

Moneva  

Input tentang  Sixon (situasi & 


(45)

Haluan Negara, Repelita, Rancangan Pembangunan Nasional, sedangkan “analisis kebijakan” adalah upaya evaluatif atau upaya “penilaian” bermuatan sorotan kritik dan sumbang-saran terhadap pelaksanaan sesuatu konsep kebijakan yang ditetapkan semula, misalnya evaluasi terhadap pelaksanaan konsep pembangunan nasional dan daerah.

Kegiatan analisis kebijakan juga bersifat audit yang sering diiringi tuntutan pertanggungjawaban atas suksesnya tidaknya pelaksanaan sesuatu konsep kebijakan.

Kategori pertanggungjawaban itu, mungkin “politis” ataupun “yuridis” risiko kegagalan bertanggungjawab politis, umumnya risiko terhadap posisi jabatan. Tanggung jawab yuridis bisa berupa tanggungjawab secara hukum “keperdataan”, “pidana” atau secara hokum administrasi Negara.”

Bentuk-bentuk risiko itu misalnya secara politis copot kedudukan, secara keperdataan misalnya membayar ganti rugi mengembalikan asset kepada yang berhak dan secara hukum pidana misalnya masuk penjara, penjara atau kurungan. Secara administrasi Negara dikenakan sanksi hukum administrasi, misalnya

dischor (non aktif sementara), on’slage (pecat), turun pangkat, mutasi dan sebagainya.

William N. Dann dalam bukunya “pengantar analisis kebijakan public” seraya menunjuk tulisan Duncan Mac Rac, Jr. mengatakan analisis kebijakan,


(46)

melibatkan berbagai disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat deskriptif, evaluative dan preskriptif)35

Sebagai disiplin ilmu terapan (applied science), analisis kebijakan meminjam tidak hanya ilmu social dan perilaku, tetapi juga administrasi public, hukum, etika dan berbagai macam cabang analisis sistem dan matematika terapan.

G. Negara Pelayanan dan Pelayanan Umum 1. Negara pelayanan (service state)

Public service (penyelenggaraan kepentingan umum) adalah istilah cakupan meliputi seluruh peranan dan fungsi pemerintah baik sebagai legal state (negara hukum) maupun sebagai administrative state (administrasi negara)36

Sebagai political state (semata-mata Negara politik) pemerintah menjalankan empat fungsi politik pokok (the classical functions of go government) yaitu

a. Maintenance of peace and order (memelihara ketertiban dan ketenangan) yaitu mengatasi gangguan terhadap ketertiban baik gangguan-gangguan yang datang dari warga masyarakat sendiri maupun pertahanan dan keamanan.

b. Fungsi pertahanan dan keamanan c. Fungsi diplomatic

d. Fungsi perpajakan

       35

William N. Dann, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, ed II, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 2003, hal 97

36


(47)

Karena pengaruh dinamika dan perubahan masyarakat, baik yang timbul karena perkembangan kesadaran hukum (rechtsbeustzijn), dan sebagainya, maka warga masyarakat makin sadar akan hak dan kewajibannya dan semakin berusaha melindungi kepentingan mereka baik terhadap sesama warga negara maupun terhadap kesewenangan penguasa.

Mengenai hal ini, di Indonesia, landasan konstitusional bagi hak perlindungan hukum (rechtsbe rscherming law protection) dan kewajiban masyarakat itu, ialah Pasal 27 UUD 1945 ayat (1) yang berbunyi: segala warga Negara Indonesia bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjungi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya

Berdasarkan kesadaran hukum masyarakat yang demikian pemerintah berkembang kearah pemerintahan menurut hukum (the rule of law) dan tugas pemerintahan pun berkembang kearah protective function (fungsi perlindungan) dan Negara dikembangkan sebagai legal state (Negara hukum)

2. Pelayanan umum (public service)

Dalam bukunya “beberapa catatan hukum tata pemerintahan dan peradilan administrasi Negara”, Koentjoro Poerbopranoto, mengatakan bahwa tindakan aktif dan positif daripada tindakan pemerintahan ialah penyelenggaraan kepentingan umum, tugas mana merupakan tugas dari semua aparat pemerintahan termasuk para pegawai negeri sebagai alat pemerintahan. Sehubungan dengan perihal tugas tersebut, Koentjoro menunjuk Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian di mana disebut sebagai


(48)

berikut37”pegawai negeri adalah unsur aparatur Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan”.

Kepentingan umum, menurut Koentjoro meliputi kepentingan nasional dalam arti kepentingan bangsa, masyarakat dan Negara bahwa kepentingan umum mengatasi kepentingan individu, kepentingan golongan dan kepentingan daerah.

Kepentingan umum atau kepentingan nasional menjadi tugas daripada eksistensi pemerintah Negara, demikian Koentjoro menegaskan seraya menitisir tujuan pemerintah Negara RI yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut;”Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan social”.

H. Perencanaan sebagai Subsistem Manajemen

Banyak definisi atau rumusan mengenai perencanaan M. Manullang, mengemukakan batasan yang diberikan Newman yang menyatakan “planning is deciding in advance what is to be done” berarti perencanaan adalah penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan38

       37

Koentjoro Poerbopranoto. Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Cara Peradilan Administrasi Negara, Jakarta: Binacipta, hal 36

38

William Newman dalam M. Manullang. Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta:Ghalia, tanpa tahun, hal 47


(49)

Louis A Allen menyatakan planning is the determination of a course of action to achieve a desired result. Maksudnya perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkan39

Mirip dengan rumusan Allen Charles Bettleheim menyatakan : A plan carry consists of the totality of arrangements decided upon in order to carry out a project, dan disebutnya dua unsur yang terdapat pada setiap rencana yaitu:

1. a project, that is art and which one proposer to achieve dan

2. the arrangement decided upon in order that this and may be achieved, that is the determination of the means

Dalam setiap rencana terdapat dua unsur yaitu “tujuan dan alat” yang perlu untuk mencapai tujuan itu.40 Pengertian perencanan menurut Koont’z dan Cyril O Donnel di dalam bukunya “principle of management” adalah persiapan yang diatur dari setiap usaha yang mewujudkan / mencapai tujuan yang telah ditemukan41

Sondang P. Siagian mengemukakan perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran penentuan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan pada masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.42

Berdasarkan kedua pengertian / definisi di atas dapat dikatakan bahwa perencanaan adalah rumusan yang diteliti daripada kebijaksanaan-kebijaksanaan mengenai berbagai aspek serta kegiatan termasuk penggunaan sumber-sumber

       39

Ibid

40 Ibid. 41

Sarwoto, Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen,, Jakarta: Ghalia, 1985, hal 28 42


(50)

dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam hal mana kebijaksanaan-kebijaksanaan itu mencakup:

a. Struktur organisasi yang hendak diciptakan b. Pengadaan serta penggunaan tenaga kerja

c. Sistem dan prosedur yang hendak digunakan dan

d. Alat-alat diperlukan untuk kelancaran kegiatan-kegiatan itu

Dengan titik focus yang sedikit berbeda, walaupun masih sejalan dengan pengertian diatas T. Hani Handoko, mengatakan bahwa perencanaan adalah sebagai pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan dan bagaimana serta oleh siapa43

Pengertian ini adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dalam arti ada beberapa alternatif yang harus dipertimbangkan untuk dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan. Alternatif-alternatif adanya beberapa alternatif berarti dalam setiap perencanaan ada skala prioritas, yaitu penentuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sehubungan dengan alternatif-alternatif tersebut berarti ada :

a. Suatu proses pengambilan keputusan yang menentukan skala prioritas b. Sistem dan prosedur kerja

c. Struktur organisasi

d. Sumber-sumber yang digunakan

       43


(51)

E. Efektivitas Pajak Daerah

Dalam membahas efektivitas pajak daerah terhadap penerimaan daerah, penulis menguraikan kemampuan daerah dalam pemungutan pajak daerah, khususnya penerimaan daerah yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama (BBN). Untuk menjelaskan efektivitas pemungutan pajak daerah ini, kemampuan untuk merealisasikan target yang telah ditetapkan di awal tahun anggaran berjalan dengan realisasi pemungutan yang dilakukan pada tahun bersangkutan.

Kemampuan daerah dalam memajukan perekonomian daerahnya terlihat dari perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang positif disisi penerimaan dan peranannya dari tahun ketahun yang semakin meningkat. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu sumber utama keuangan daerah untuk membiayai biaya administrasi umum dan biaya operasi pemeliharaan disamping penerimaan lainnya berupa bagi hasil pajak/bukan pajak, bantuan pembangunan serta pinjaman daerah. Keuangan daerah merupakan salah satu faktor terpenting dalam menganalisa potensi dan kebutuhan daerah. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Sumatera Barat dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan rata-rata 32,69% pertahun, akan tetapi persentase pertumbuhannya berfluktuatif.


(52)

F. Kebijaksanaan Nasional Untuk Efektivitas Pelayanan

Dalam rangka penyelenggaraan peningkatan Pelayanan Publik44 peran pemerintah sebagai konsekuensi logis dari adanya kepentingan publik, maka pemerintah secara nasional telah menetapkan kebijakan yang mengarah pada kepuasan masyarakat terhadap pelayanan public yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara menerbitkan berbagai landasan peraturan perundang-undangan, pedoman, dan surat edaran dibidang pelayanan publik antara lain : Keputusan Men PAN Nomor : 63lKEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Keputusan Men PAN Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat pada Unit PelayananInstansi Pemerintah dan KEP/26/ M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang optimal menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pelayanan publik harus memperoleh perhatian dan penanganan yang sungguh-sungguh, karena merupakan tugas dan fungsi yang melekat pada setiap aparatur pemerintah. Tingkat kualitas kinerja pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam berbagai aspek kehidupan, terutama untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu upaya penyempurnaan pelayanan publik harus dilakukan secara

       44

Komisi Hukum Indonesia, Hasil Penelitian Normatif Sistem Penyelenggaraan Pelayanan Publik Indonesia, 2006, hal. 19-35.


(53)

terus menerus, berkelanjutan dan dilaksanakan oleh jajaran aparatur pemerintah daerah.45

Menurut Progo Nurdjaman ada 8 prinsip-prinsip Pokok Pelayanan Publik sebagai berikut :

a). Kesederhanaan

Prinsip kesederhanaan ini mengandung arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.

b). Kejelasan dan kepastian

Prinsip ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai : 1) Prosedur tatacara pelayanan, baik persyaratan teknis maupun

administrative;

2) Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan;

3) Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; 4) Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

c). Keamanan

Prinsip ini mengandung arti proses serta hasil pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

       45

Progo Nurdjaman., Penyelenggaran Pemarintahan Umum, (Jakarta; Departemen Dalam Negeri RI)., 2004. ha1. 33


(54)

d). Keterbukaan

Prinsip ini mengandung arti bahwa prosedur/tatacara, persyaratan satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya/tariff serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.

e). Efisiensi

Prinsip ini mengandung arti : Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan. Mencegah adanya pengulangan pernenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan memper-syaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.

f). Ekonomis

Prinsip ini mengandung arti pengenaan biaya dalam penyelenggaraan pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan :

(1) Nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi di luar kewajaran;

(2) Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar; (3) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(55)

g). Keadilan yang Merata

Prinsip ini mengandung arti cakupan/jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat,

h). Ketepatan Waktu

Prinsip ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang ditentukan.

G. Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumatera Barat dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Barat serta Kepala Cabang PT. Jasa Raharja (Persero) Sumatera Barat No.B/24/I/2006 DITLANTAS per Nomor : 973/043/PAJAK-2006 per Nomor : P/1/SPP/I/2006 24 Januari 2006, bahwa Standar Pelayanan Minimal adalah ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan penertiban Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) yang wajib ditaati oleh aparatur Kantor Bersama Samsat di Medan sebagai pemberi pelayanan maupun pemilik kendaraan bermotor sebagai penerima pelayanan.

Standar Pelayanan Minimal ( SPM ) tersebut dalam penerbitan STNK, pembayaran PKB, BBN-KB dan SWDKLLJ adalah sebagai berikut :


(56)

a. Prosedur Pelayanan

Prosedur Pelayanan penerbitan STNK, pembayaran PKB, BBN-KB dan SWDKLLJ telah diatur dan ditetapkan dalam petunjuk pelaksanaan Keputusan Bersama Kepolisian RI, Dirjen PUOD dan Direktur Utama PT. Jasa Raharja (Persero) Nomor : SKEP/06/10/1999, Nomor : 9731228 dan Nomor : SKEP/02/X/1999 tanggal 15 Gktober 1999. Prosedur pelayanan diumumkan secara terbuka pada ruangan pelayanan atau loket-loket pelayanan Kantor Bersama Samsat. Hal ini telah didapatkan pamflet dipajangkan pada Loket Pelayanan, tetapi masih dengan gambaran sistem 5 Loket dan belum sistem 2 Loket.

b. Persyaratan Administratif

Dalam penyelenggaraan pelayanan Penerbitan STNK, Pembayaran PKB, BBN-KB dan SWDKLLJ telah ditetapkan dalam Keputusan Bersama Kepclisian RI, Dirjen PUOD dan Direktur Utama PT. Jasa Raharja (Persero) Nomor : SKEP/06/10/1999, Nomor : 973-1228 dan Nomor : SKEP/02/X/1999 tanggal 15 Oktober 1999. Persyaratan Administratif telah diumumkan secara terbuka pada ruangan pelayanan pada loket - loket pelayanan yang tersedia di Kantor Bersama Samsat.

c. Waktu Penyelesaian

1) Pengesahan STNK, pembayaran PKB dan SWDKLLJ setiap tahun selesai dalam waktu 1 (satu) hari kerja.

2) Perpanjangan STNK dan TNKB setelah 5 tahun, pembayaran PKB dan SWDKLLJ selesai dalam waktu 1 (satu) hari kerja.


(57)

3) Pembayaran BBN-KB, penggantian STNK dan TNKB selesai dalam waktu 2 (dua) hari kerja.

4) Pengurusan kendaraan bermotor yang pindah dalam Daerah dan Luar Daerah selesai dalam waktu 1 (satu) hari kerja.

5) Pengurusan kendaraan bermotor yang masuk dari dalam Daerah dan luar Daerah selesai dalam waktu 2 (dua) hari kerja.

Dalam penyelenggaraannya belum terlaksana sebagaimana mestinya. d. Biaya Pelayanan

1) Biaya pelayanan adalah beberapa jenis biaya yang dipungut oleh Aparatur Kantor Bersama Samsat berdasarkan Ketentuan Perundang-undangan yang berlaku yaitu sebagai berikut :

a) Pajak Kendaraan Bermotor terhutang sebesar tercantum dalam SKPD sesuai dengan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat tentang Pajak Kendaraan Bernnotor dan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor sebesar tercantum dalam SKPD sesuai dengan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat tentang Pajak Kendaraan Bermotor dan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

c) Biaya SWDKLLJ sebesar tercantum dalam SKPD sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang


(58)

Penetapan Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

d) Khusus Angkutan Penumpang Umum, dipungut Premi Asuransi Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (termasuk kru angkutan) besarnya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Penetapan Santunan dan lyuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penurnpang Umum di Uarat, Sungai/Danau, Ferry/ Penyeberangan, Laut dan Udara.

e) Biaya Administrasi STNKITNKB/BPKB besarnya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

f) Semua biaya pelayanan terbuka untuk masyarakat dan diumumkan melalui ruangan pelayanan dan diketahui secara jelas oleh masyarakat.

g) Semua pernbayaran oleh pemilik kendaraan bermotor harus mempunyai tanda bukti penerimaan yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.

e. Produk Pelayanan

1) Hasil pelayanan yang akan diterima oleh pemilik kendaraan bermotor sebagai penerima pelayanan adalah:


(59)

b) Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) c) Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB). d) Buku Pemilik Kendaraan Bermotor.

2) Penyerahan STNK, TNKB, BPKB dan SKPD dilakukan melalui loket penyerahan. Khusus penyerahan STNK bagi Kendaraan Angutan Umum, diwajibkan terlebih dahulu melampirkan Asli Bukti Pelunasan Premi Asuransi Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (termasuk kru angkutan) untuk beberapa bulan kedepan sesuai masa jatuh tempo pengesahan STNK tahun berikutnya.

f. Sarana dan Prasarana.

1) Prasarana pelayanan pernbayaran Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan serta penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan yaitu berupa Kantor Bersama Samsat yang sekaligus berupa Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pelayanan Pendapatan Propinsi Sumatera Barat di Medan.

2) Sarana pelayanan juga dilengkapi fasilitas pendukung dan sistim komputer dalam rangka mempercepat penyelesaian produk pelayanan, sehingga batas waktu pelayanan yang dijanjikan dapat dipenuhi.

g. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan

Kompetensi petugas ditetapkan berdasarkan keteram-pilan sikap dan prilaku. Petugas harus menjaga kesopanan, ramah tamah dan kejujuran dalam pemberian pelayanan.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

C. Kesimpulan

1. Kebijakan publik dibidang perpajakan adalah Pelayanan Kantor Bersama Samsat melibatkan 3 (tiga) instansi yaitu, Dina Pendapatan Daerah (Dispenda), Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah (Ditlantas Polda) dan PT Jasa Raharja (Persero). Ketiga instansi ini bekerja sama melayani masyarakat dan bernaung dibawah satu atap atau satu kantor yang disebut dengan sistim Administrasi Manunggal Dibawah Satu Atap (Samsat). Sebelum ada nya samsat, masyarakat harus mendatangi ketiga instansi tersebut di tempat yang berbeda, sehingga membutuhkan waktu biaya dan tenaga dan hal ini sangat dirasakan tidak efesien serta memberatkan masyarakat. Pengurusan PKB, BBN-KB dan SWDKLLJ oleh masyarakat pada awalnya dilakukan di ibu kota provinsi, karena belum dibentuknya cabang-cabang samsat di daerah kabupaten atau kota.

2. Peraturan tentang Pajak Kenderaan Motor dan Biaya Balik Nama Kenderaan Motor yaitu Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara, Pajak Kendaraan Bermotor dinyatakan bahwa Dengan nama PKB dipungut pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor yang terdaftar di Daerah

3. Pelayanan pajak dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan adalah Pelayanan Kantor bersama samsat


(2)

selama ini sering mendapat sorotan tajam dari masyarakat, terutama yang berurusan dengan kantor tersebut. Sorotan dilakukan karena lambatnya proses pelayanan pengurusan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), maupun Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), serta masih adanya pungutan-pungutan yang tidak resmi atau pungutan liar, sarana, prasarana dan fasilitas yang tidak memadai, banyaknya calo, sikap petugas yang kurang simpatik dalam melayani masyarakat sampai kepada tidak terampilnya petugas dalam melaksanakan pekerjaannya.

D. Saran

1. Regulasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai acuan bagi aparatur Dinas Pendapatan Daerah dalam memberikan Pelayanan PKB dan BBN-KB bagui Wajib Pajak dan untuk menerbitkan surat dinas yang dibutuhkan oleh penerima pelayanan, agar dapat dievaluasi oleh Gubernur Sumatera Barat selaku unsur Pembina SAMSAT dan atau bahkan ditinjau kembali, sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai penerima pelayanan sesuai dengan yang diharapkannya.

2. Dalam rangka rneningkatkan pendapatan Daerah, UPTD Pelayanan Pendapatan Propinsi Sumatera Barat di Padang dapat lebih berperan aktif lagi dalam rnengelola sumber pendapatan Daerah yang ada dalam wilayah kerjanya. Aparat UPTD dapat lebih jeli dalam memantau, mendata dan sekaligus menagih terhadap objek pajak yang masih menunggak dan


(3)

belum terpantau dan terdata, karena masih banyak tunggakan kendaraan bermotor yang tidak membayar pajak dan BBN–KB.

3. Perlunya adanya penetapan atau produk hukum yang disepakati oleh ketiga instansi di Kantor SAMSAT tentang tata cara penunjukan personil masing-masing yang akan bertugas di SAMSAT sehingga diharapkan jumlah personil yang bertugas di SAMSAT sebanding dengan beban kerja yang ada, dan hubungan kerja antara satu dengan lainnya berjalan harmonis.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bambang Yudoyono, makalah Telaah Kritis Implementasi UU No. 22/1999, Upaya Mencegah Desintegrasi Bangsa, disampaikan pada seminar dalam rangka kongres ISMAHI di Bengkulu, 22 Mei 2000.

Baca David Osborne dan Ted Gaebler, Reinventing Government, 1993.

D. Juliantara, dkk. Desentralisasi Kerakyatan, Gagasan da Praksis, Pondok Edukasi, Bantul.

Hanif Nurcholish, Teori dan Pratek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, 2005.

Koeswara, Prospek Pengembangan desentralisasi dan Otonomi Daerah dengan Titik Berat pada Daerah Tingkat II, Badan Pendidikan dan Latihan Departemen Dalam Negeri, 1996.

Koentjoro Poerbopranoto. Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Cara Peradilan Administrasi Negara, Jakarta: Binacipta

M. Ryaas Rasyid, Desentralisasi dalam Rangka Menunjang Pembangunan Daerah, dalam Administrasi Pembangunan Indonesia, LP3ES, 1998.

Oentara Sm, dkk, Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan, Samitra Media Utama, Jakarta, 2004.

Progo Nurdjaman., Penyelenggaran Pemarintahan Umum, (Jakarta; Departemen Dalam Negeri RI)., 2004.

Parjoko, Filosofi Otonomi Daerah Dikaitkan dengan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Nomor 25 Tahun 1999, makalah, Makalah Falsafah Sains (Pps 720) Program Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor, Februari, 2002.

Ryaas Rasyid, Makna Pemerintahan : Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan, PT. Yarsif Watampone, Jakarta, 1997.

Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara, Jakarta, PT. Raja Grafindo

Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Pustaka SInar Harapan, Jakarta, Cetakan 1, Juli, 1999.


(5)

Soetijo, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, PT Rineka Ripta, Jakarta, 1990.

Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

Syarif Hidayat (editor), Kegamangan Otonomi Daerah? Pustaka Quantum, Jakarta, 2004.

Syahruddin dan Werry Darta Taifur, Peranan DPRD untuk Mencapai Tujuan Desentralisasi dan Perspektif tentang Pelaksanaan Desentralisasi, Laporan penelitian Iris Indonesia dan Pusat Studi Kependudukan UNAND Padang, Tahun 2002.

Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Alqprint Jatinangor, Bandung.

Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Alqaprint Jatinangor, Bandung, hal. 27, lihat juga dalam Agung Hendarto, nazar Suhendar (eds), Good government dan Penguatan Institusi Daerah, Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), 2002.

Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, Jakarta: Yayasan Pancur Siwah S.P. Siagian. Administrasi Pembayaran, Jakarta: Gunung Agung T.Hani Handoko. Management, Yogyakarta: BPFE, 1984

Wacana HAM, Pandangan Publik yang memprihatinkan Edisi 17, Tahun III, 15 Oktober 2005

William N. Dann, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, ed II, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 2003.

Yuslim, Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II, Tesis, Pascasarjana Unpad, 1997. Kasus Pemilihan Gubernur Riau tanggal 2 September 1985 di mana Ismail Suko yang memperoleh dukungan DPRD dengan 19 suara, sementara H. Imam Munandar yang memperoleh dukungan 17 suara, karena kuatnya arus sentralisasi Ismail Siko menyatakan mundur dari pencalonan Gubernur setelah diminta menghadap Ketua Golkar, waktu itu Wakil Presiden Sudarmono.

William Newman dalam M. Manullang. Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta:Ghalia, tanpa tahun


(6)

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Publik CV. Jaya Jakarta, Cetakan Pertama, 2004.

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara

Kebijakan otonomi yang uniformitas tidak sesuai dengan esensi kebhinekaan di Indonesia, dan juga tidak sesuai dengan ajaran rumah tangga riil.

Komisi Hukum Indonesia, Hasil Penelitian Normatif Sistem Penyelenggaraan Pelayanan Publik Indonesia, 2006.

C. Internet

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27875/3/Chapter%20II.pdf, diakses tanggal 1 Oktober 2013

Hasil wawancara dengan Kepala Unit Administrator Pelayanan PKB dan BBNKB Pendapatan Propinsi Kota Medan Tanggal 19 September 2013

Wawancara dengan salah satu wajib pajak di Kantor Bersama SAMSAT Kota Medan Tanggal 26 September 2013

wawancara dengan Kepala Unit Administrator Pelayanan PKB dan BBNKB Pendapatan Propinsi Sumatera Utara Tanggal 26 September 2013

Hasil wawancara dengan salah satu wajib pajak di Kantor Bersama SAMSAT MojokertoTanggal 26 September 2008


Dokumen yang terkait

Prosedur Pelaksanaan Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) di Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Medan Utara

5 111 72

Dasar Penetapan Pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Pada Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Kabanjahe.

2 76 52

Prosedur Pelaksanaan Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Kantor Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Tebing Tinggi.

1 81 52

Pelaksanaan Pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Pada Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Pada Kantor Sistem Administrasi Manunggal Bawah Satu Atap (SAMSAT) Kabanjahe

0 66 58

Pelaksanaan Pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) Pada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Sidikalang

1 48 63

Prosedur Pelaksanaan Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pada Kantor Samsat Pematang Siantar

12 125 58

Prosedur Pelaksanaan Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) Di Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Medan Utara

4 84 71

Prosedur Pelaksanaan Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ( Bbn-Kb ) Di Kantor Bersama Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap ( Samsat ) Medan Utara

4 71 140

BAB II KEBIJAKAN PUBLIK DIBIDANG PERPAJAKAN E. Pengertian Kebijakan Publik - Efektivitas Pelayanan Pajak Kenderaan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 0 8

Efektivitas Pelayanan Pajak Kenderaan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara

0 0 33