31
M. Joustra, tokoh Bataks Institut, juga menulis Natal dengan sebutan Natar dalam tuliasannya De toestanden in Tapanoeli en de Regeeringscommissie 1917. Lebih tua dari itu
adalah laporan perjalanan dan penelitian Dr S Muler dan Dr L Horner di Mandailing tahun 1838. mereka menggambarkan keadaan Air Bangis yang dikuasai Belanda sejak tahun 1756 dan Natar
yang dikuasai Inggris 1751-1756.
4.2. Kota Pemerintahan
Jika ditinjau dari fakta sejarah dan fakta terkini, Natal selalu menjadi pilihan sebagai basis pemerintahan di kawasan Pantai Barat. Lebih dari itu Natal juga telah menjadi pusat
pendidikan dan perdagangan di kawasan Pantai Barat sejak berabad-abad lalu.
Terkini, bisa dilihat dari pilihan Pemerintah Provinsi Sumut yang menetapkan lokasi mess mereka di kota Natal. Pemerintah Kabupaten Madina juga membangun mess Pemkab
Madina kota ini. Tentunya, pilihan itu berdasarkan pertimbangan dari berbagai sudut alasan dan kelayakan.
Pada situs-situs di internet menyebutkan bahwa dahulu Natal adalah kota pelabuhan penting di muara Batang Sungai Natal, tempat berlabuh kapal-kapal besar. Gambaran itu
dikisahkan William Marsden yang pernah tinggal di sana beberapa tahun, dalam bukunya The History of Sumatera yang terbit di London tahun 1788.
Marsden bertutur, Natal adalah basis yang nyaman untuk berdagang dengan Aceh, Riau, dan Minangkabau. Semua itu membuat Natal jadi kota yang padat dan makmur. Daerah ini juga
memiliki emas yang sangat baik hingga kini, sejumlah penambang emas tradisional masih bisa ditemui di Batang Sungai Natal maupun di kawasan hutan sekitar Natal.
Universitas Sumatera Utara
32
Selanjutnya, pada tahun 1950 terbentuklah Kabupaten Tapanuli Selatan yang terdiri dari 11 kecamatan, dua diantaranya berada pada wilayah pantai barat, yakni Kecamatan Natal dan
Kecamatan batang Natal. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kecamatan yang berdiri pertama kali di wilayah pantai barat adalah Natal dan Batang Natal. Pada tahun 1992 Kecamatan Natal
dipecah menjadi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Natal, Kecamatan Batahan, dan Kecamatan Muara Batang Gadis. Berdasarkan peraturan daerah no.7 tahun 2002, Kecamatan Batang Natal
dipecah lagi menjadi dua kecamatan, yakni Kecamatan Natal dan Kecamatan Lingga Bayu. Sesuai peraturan daerah no.10 tahun 2007 dua kecamatan dimekarkan, yakni Kecamatan Batahan
dipecah menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Batahan dan Kecamatan Sinunukan.
Bekas bangunan kantor kontrolir yang ditempati Dowes Dekker atau lebih dikenal dengan sebutan Multatuli masih berdiri di Natal. Sekitar tahun 1850-an kota Natal menjadi
kawasan sangat ramai sebagai dampak melimpahnya hasil kopi di Mandailing yang digalakkan Asisten Residen Mandailing Angkola Philipis Godon yang berkedudukan di Panyabungan.
Godon membukan jalur dari Mandailing ke Natal untuk kepentingan pengangkutan kopi ke pelabuhan laut di Natal. Kopi itu dikapalkan ke Eropa melalui pelabuhan Sikara-kara yang saat
itu dapat disinggahi kapal-kapal besar.Wilayah ini merupakan bagian dari wilayah pemerintahan kolonial Belanda yang terkenal dengan sebutan Sumatras Weskust. Keharuman nama itu terkait
dengan keharuman kopi Mandailing.
Perkembangan kota Natal yang agak signifikan di abad XIX dimulai pada tahun 1840-an ketika Asisten Mandailing Angkola, Philipis Godon yang berkedudukan di Panyabungan
merehabilitasi jalur dari Mandailing ke Natal dalam memperlancar pengangkutan kopi yang saat itu melimpah di Mandailing untuk diangkut ke Eropa melalui pelabuhan di Natal. Rehabilitasi
Universitas Sumatera Utara
33
jalan Mandailing-Natal ini dilakukan Godon sebagai dampak terjadinya reorganisasi pemerintahan kolonial pada tahun 1843, berupa penghapusan residensi Air Bangis dengan
membentuk Residensi Tapanuli. Air Bangis dan Rao masing-masing masuk ke Residensi Padang, sedangkan Mandailing Angkola masuk Residensi Tapanuli. Maka, jalur Mandailing-Air
bangis itu dihentikan. Alternatif terakhir ialah merehabilitasi jalur Mandailing-Natal menghubungkan Mandailing dengan Natal melalui kaki gunung Sorik Marapi terus ke arah
Natal. Pelabuhan di Natal menjadi penting bagi kolonial dalam upaya memperlancar angkutan kopi ke Eropa. Situasi ini berdampak pada semakin berkembangnya pula kota Natal saat itu.
4.3. Keadaan Penduduk