Dasar-Dasar Perceraian Akibat Perceraian

pasal 115 dikatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah pengadilan agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 2 Bila kita melihat dari redaksi di atas bahwa yang dinamakan perceraian adalah menghilangkan atau melepas ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan tersebut maka tidak lagi halal bagi suami atas istrinya. Tetapi dari pengertian di atas ada perbedaan bahwa para ulama mendefinisikan perceraian bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun, tetapi hal ini berbeda jika kita melihat di dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam bahwa perceraian dapat dilangsungkan hanya pada pengadilan agama. Sehingga apabila ada orang Islam yang berada di negara Indonesia yang melakukan pernikahan secara sah baik secara agama atau negara dan ia melakukan perceraian di luar pengadilan agama maka perceraiannya itu tidak sah demi hukum atau batal demi hukum.

B. Dasar-Dasar Perceraian

Memang tidak terdapat dalam Al-qur’an ayat-ayat yang menyuruh atau melarang eksistensi perceraian itu, namun isinya hanya sekedar mengatur bila thalaq terjadi. Di dalam hal perceraian dasar-dasar perceraian itu dapat kita lihat dari beberapa ayat Al-Quran atau hadis, seperti : 1 R.Subekti, S.H dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Jakarta,2006 cet ke-37, h 549 2 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademika Persindo, Jakarta, 1992 h 141 1. Al-Baqarah Ayat 232 Artinya : “ Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu para wali menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya”.Q.S. Al-Baqarah Ayat 232 2. At-Thalaq Ayat 1 Artinya :“ Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat menghadapi iddahnya yang wajar”. Q.S. At-Thalaq :1 3. Hadits Abu Dawud dan Ibnu Majah ﹶﻝﺎﹶﻗﺮﻤﻋ ﹺﻦﺑ ﺍ ﹺﻦﻋ : ﻕﹶﻼﱠﻄﻟﺍِ ﷲﺍﺍ ﻰﹶﻟﺍ ﹺﻝﹶﻼﹶﳊﹾﺍ ﺾﻐﺑﹶﺍ ﻢﱠﻠﺳﻭ ﻪﻴﹶﻠﻋُ ﷲﺍﺍ ﻰﱠﻠﺻِ ﷲﺍﺍ ﹸﻝﻮﺳﺭ ﹶﻝﺎﹶﻗ ﺩﻭﺍﺩ ﻮﺑﺍ ﻩﺍﻭﺭ 4 Artinya :“Dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda Sesuatu yang halal yang paling dibenci Allah adalah talak “ Riwayat Abu Daud

C. Macam-Macam Perceraian

Dilihat dari kemaslahatan atau kemudaharatannya, hukum perceraian adalah sebagai berikut : 5

a. Wajib

4 Abi Daud Sulaiman bin As-as Sajastani, Sunan Abi Daud, Daarul Fikr, 1994 , h. 500 5 Syaikh Hasan Ayub. Fikih Keluarga, t.t., Pustaka Al-Kautsar, 2006 cet ke 5, h 208 Apabila terjadi perselisiahn antar suami isteri lalu tidak ada jalan yang dapat ditempuh kecuali dengan mendatangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya. Jika kedua orang hakim tersebut memandang bahwa perceraian lebih baik bagi mereka, maka saat itulah talak menjadi wajib.

b. Makruh

Talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan kebutuhan. Sebagian ulama ada yang mengatakan mengenai talak yang makruh ini terdapat dua pendapat, yaitu : Pertama, bahwa talak tersebut haram dilakukan. Karena dapat menimbulkan mudharat bagi dirinya juga bagi isterinya, serta tidak mendatangkan manfaat apapun. Talak ini haram sama seperti tindakan merusak atau menghamburkan harta kekayaan tanpa guna. Kedua, menyatakan bahwa talak seperti itu dibolehkan, hal itu didasarkan kepada sabda Rasulullah SAW, yaitu : ﹶﻝﺎﹶﻗﺮﻤﻋ ﹺﻦﺑ ﺍ ﹺﻦﻋ : ﻕﹶﻼﱠﻄﻟﺍِ ﷲﺍﺍ ﻰﹶﻟﺍ ﹺﻝﹶﻼﹶﳊﹾﺍ ﺾﻐﺑﹶﺍ ﻢﱠﻠﺳﻭ ﻪﻴﹶﻠﻋُ ﷲﺍﺍ ﻰﱠﻠﺻِ ﷲﺍﺍ ﹸﻝﻮﺳﺭ ﹶﻝﺎﹶﻗ ﻮﺑﺍ ﻩﺍﻭﺭ ﻪﺟ ﺎﻣ ﻦﺑ ﺍﻭ ﺩﻭﺍﺩ 6 Artinya : “ Dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda Sesuatu yang halal yang paling dibenci Allah adalah talak “ Riwayat Abu Daud Talak itu dibenci karena dilakukan tanpa adanya tuntutan dan sebab yang membolehkan, dank karena talak semacam itu dapat membatalkan pernikahan yang 6 Abi Daud Sulaiman bin As-as Sajastani, Sunan Abi Daud, h. 500 menghasilkan kebaikan yang memang disunnahkan sehingga talak itu menjadi makruh hukumnya.

c. Mubah

Talak yang dilakukan karena ada kebutuhan, misalnya karena buruknya ahlak isteri dan kurang baiknya pergaulan yang hanya mendatangkan mudharat dan menjauhkan mereka dari tujuan pernikahan.

d. Sunnah

Talak yang dilakukan pada saat isteri mengabaikan hak-hak Allah Ta’ala yang telah diwajibkan kepadanya, misalnya shalat, puasa dan kewajiban lainnya. Sedangkan suami juga sudah tidak sanggup lagi memaksanya. Atau isterinya sudah tidak lagi menjaga kehormatan dan kesucian dirinya.

e. Maz ĥur Terlarang

Talak yang dilakukan ketika isteri sedang haid, para ulama Mesir telah sepakat untuk mengharamkannya. Talak ini disebut juga dengan talak bid’ah. Disebut bid’ah karena suami yang menceraikan itu menyalahi sunnah Rasull dan mengabaikan perintah Allah dan Rasul-Nya, sesuaikan firman Allah, yaitu : Artinya : “Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat menghadapi iddahnya yang wajar” Q.S. At-Thalaq ayat 1 Sedangkan dilihat dari dibolehkannya sang suami untuk kembali kepada isterinya,adalah 7 : 1. Talak raj’iy, talak yang sang suami diberi hak untuk kembali kepada isterinya tanpa melalui nikah baru, selama isterinya itu masih dalam masa iddah. Talak raj’iy itu adalah talak satu atau talak dua tanpa didahului tebusan dari pihak isteri. Boleh ruju’ dalam talak satu atau dua itu dapat dilihat dalam firman Allah Swt, yaitu : Artinya : “ Talak yang dapat dirujuki dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang maruf atau menceraikan dengan cara yang baik. “ Q.S.Al- Baqarah : 229 2. Talak bain, talak yang putus secara penuh dalam arti tidak memungkinkan suami kembali kepada isterinya kecuali dengan nikah baru, talak bain inilah yang tepat untuk disebut putusnya perkawinan. Talak bain ini terbagi kepada dua macam : a Bain Sughra, ialah talak yang suami tidak boleh ruju’ kepada mantan isterinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa melalui muhallil. Yang termasuk bain sughra ini adalah : Pertama : talak yang dilakukan sebelum isteri digauli oleh suami. Talak dalam bentuk ini tidak memerlukan iddah, maka tidak ada kesempatan 7 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan UU Perkawinan, Jakarta, Prenada Media, 2006 h 220 untuk ruju’, sebab ruju’ hanya dilakukan dalam masa iddah. Hal ini sesuai firman Allah, yaitu : Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali- sekali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya.” Q.S Al-Ahzab ayat : 49 Kedua. Talak yang dilakukan dengan cara tebusan dari pihak isteri atau disebut khulu’, hal ini dipahami dari isyarat dalam firman Allah, yaitu : Artinya :“ Jika kamu khawatir bahwa keduanya suami isteri tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa yang melanggar hukum- hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.” Q.S. Al-Baqarah : 229 Ketiga. Perceraian melalui putusan hakim di pengadilan atau yang disebut fasakh. b Bain Kubra, yaitu talak yang tidak memungkinkan suami ruju’, kepada mantan isterinya, dia hanya boleh kembali kepada isterinya apabila isterinya telah kamin lagi dengan laki-laki lain dan bercerai pula dengan laki-laki itu dan habis masa iddahnya. Hal ini tersirat di dalamfirman Allah SWT yaitu : Artinya : “ Kemudian jika si suami mentalaknya sesudah Talak yang kedua, Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya bekas suami pertama dan isteri untuk kawin kembali “ Q.S. Al-Baqarah : 230 Sedangkan dilihat dari segi tegas atau tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu 8 : a Talak Sharih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika diucapkan, tidak mungkin dipahami lagi. Menurut Imam Syafi’I mengatakan bahwa kata-kata yang dipergunakan untuk talak sharih ada tiga, yaitu talak, firaq, dan sarah, ketiga ayat itu disebut dalam Al- qur’an dan hadits. Al-Zhahiriyah berkata bahwa talak tidak jatuh kecuali dengan mempergunakan salah satu dari tiga kata tersebut, karena syara’ telah 8 Abd.Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006 , cet Ke 2, h 194 mempergunakan kata-kata yang telah ditetapkan oleh syara’. Beberapa contoh talak sharih ialah seperti suami berkata kepada isterinya : 1. Engkau saya talak sekarang juga, engkau saya cerai sekarang juga. 2. Engkau saya firaq sekarang juga, engkau saya pisahkan sekarang juga. 3. Engkau saya sarah sekarang juga, engkau saya lepas sekarang juga. Apabila suami menjatuhkan talak terhadap isterinya dengan talak yang sharih maka menjadi jatuhlah talak itu dengan sendirinya, sepanjang ucapannya itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas kemauan sendiri. b Talak Kinayah, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata sindiran atau samar- samar seperti suami berkata kepada isterinya : 1. Engakau sekarang telah jauh dari diriku. 2. Selesaikan sendiri segala urusanmu. 3. Janganlah engkau mendekati aku lagi. 4. Keluarlah engkau dari rumah ini sekarang juga. 5. Pergilah engkau dari tempat ini sekarang juga. 6. Susullah keluargamu sekarang juga. 7. Pulanglah ke rumah orang tuamu juga sekarang. 8. Beriddahlah engkau dan bersihkanlah kandunganmu itu. 9. Saya sekarang telah sendirian dan hidup membujang. 10. Engkau sekarang telah bebas merdeka, hidup sendirian. Talak dengan kata-kata tersebut di atas bisa menjadi jatuh talak, apabila sang suami mengatakan hal tersebut dengan niat memang menceraikan isterinya, niatlah yang menjadi indikator menurut Taqiyudin Al-Husaini.

D. Akibat Perceraian

Apabila perkawinan yang diharapkan tidak tercapai, dan perceraian yang diambil sebagai jalan keluarnya maka akan timbul akibat dari perceraian itu sendiri. Dalam hal ini baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 atau Kompilasi Hukum Islam KHI mengatur hal tersebut pada pasal-pasal-pasal berikut ini, yaitu : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 9 : a Pasal 41 Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah : d. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan memberi keputusannya; e. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliaharaan dan pendidikan yang diperlakukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut; 9 R.Subekti dan R.Tjitrosudibio , Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , Jakarta, Pradnya Paramita, 2006 h 549. f. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan danatau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri; 2. Kompilasi Hukum Islam KHI 10 b Pasal 149 Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib : e. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda kecuali bekas isteri tersebut Qobla al Dukhul; f. Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil; g. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya, dan separoh apabila Qobla al Dukhul; h. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun; c Pasal 150 Bekas suami berhak melakukan ruju’ kepada bekas isterinya yang masih dalam masa iddah; d Pasal 151 10 Abdurrahman , Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, Akademika Presindo, 2004, h 149 Bekas isteri selama dalam masa iddah, wajib menjaga dirinya tidak menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain; e Pasal 152 Bekas isteri berhak mendapat nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali bila ia nusyuz; f Pasal 156 Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah : a. Anak yang belum mumayiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh : 1. Wanita-wanita dalam garis lurus dari ibu; 2. Ayah; 3. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah; 4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan; 5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu; 6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah; b. Anak yang sudah mumayiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya; c. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula; d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri 21 tahun ; e. Bilaman terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Penagdilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf a, b, c, dan d; f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya;

E. Hikmah Perceraian