Secara Fisik Secara mental dan kejiwaan

Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008. USU Repository © 2009 Perjalanan penderitaan yang panjang dalam proses peradilan pidana, lebih banyak berakhir dengan kepedihan. Hukuman yang dijatuhkan hakim terkadang terlampau ringan jika dibandingkan dengan trauma yang diakibatkan oleh kekerasan seksual itu dalam kehidupan anak-anak yang menjadi korbannya sepanjang hayat. Ancaman hukuman maksimal 12 tahun hanya menjadi sederetan kata-kata di dalam KUHP, karena rata-rata hakim menjatuhkan pidana kepada pelaku berkisar 5 bulan hingga 2 tahun penjara. 45

2. Secara Fisik

Deskripsi ini makin jelas menunjukkan mengenai posisi korban yang tidak berdaya dimata praktik peradilan pidana. Artinya, derita korban tidak dijembatani oleh penegak hukum, dalam hal ini hakim, hakim yang berkewajiban menjatuhkan vonis. Terbukti putusan-putusan yang dijatuhkan tidak sebanding dengan tindak kejahatan yang dilakukan pada korban. a. Kebanyakan kasus baru terbongkar setelah korban mengalami gejala fisik serius, seperti pendarahan di dubur atau vagina, rasa sakit didaerah perut dan vagina, korban mengalami iritasi pada bagian leher kelami, sekitar dubur dan wilayah alat kemaluan. b. Korban Paedofilia ini sukar berjalan dan duduk c. Lambat dalam pertumbuhan dan perkembangan 45 Suparman Marzuki, Op Cit, hal. 194-195. Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008. USU Repository © 2009 d. Korban Padofilia juga kelihatan pucat, sukar berkosentrasi dan pelajarannya terganggu. e. Nafsu makan menurun, susah tidur, mual, sakit kepala, merasa bersalah dan merasa pembengkakan di seluruh tubuh.

3. Secara mental dan kejiwaan

a. Korban mengalami berbagai gangguan seperti mudah marah, tersinggung tanpa sebab, menangis sendiri, susah tidur dan sering mengigau, cenderung mengasingkan diri dari pergaulan teman sebaya. b. Mengalami depresi, kekhawatiran yang berlebihan dan cenderung menarik diri dari lingkungannya, kecemasannya, perasaan berdosa dan perasaan lain yang sulit diungkapkan. c. Korban biasanya mengalami kesulitan dalam mengintegrasikan kesadaran, perasaan dan emosinya. Sebagian mengalami stress pasca truma. Mereka juga menghukum diri dengan berbagai cara, antara lain dapat muncul dalam bentuk gangguan makan seperti masalah seksual, penganiayaan diri dan bunuh diri, kecemasan, atau depresi berkepanjangan. 46 “Stres pasca perkosaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu stres yang langsung terjadi dan stres jangka panjang. Stres yang langsung terjadi adalah reaksi pasca perkosan seperti kesakitan secara fisik, rasa bersalah, takut, cemas, malu, marah, dan tidak berdaya. Sedangkan stres jangka panjang Hal itu seperti laporan Rafika Annisa Woman Crisis Center yang secara umum memaparkan bahwa : 46 Herman Elia, Korban Pelecehan Seksual Usia Muda, Kompas 210703,hal. 8. Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008. USU Repository © 2009 adalah gejala psikologis tertentu yang dirasakan korban sebagai suatu trauma yang menyebabkan korban memiliki rasa tidak percaya diri, konsep diri yang negatif, menutup diri dari pergaulan dan juga reaksi somatis seperti jantung berdebar atau keringat berlebihan”. 47 Suparman Marzuki menyatakan, “korban perkosaan tidak dapat dibandingkan dengan korban perampokan, pencurian dan penjambretan. Korban kejahatan terakhir ini umumnya terbatas kehilangan harta benda. Relatif tidak menderita batin dan tekanan social berkepanjangan. Tidak ada beban untuk melapor dan menceritakan seluruh peristiwa kepada siapapun. Jika pelakunya tertangkap, diadili dan dijatuhi hukuman pidana berat atau ringan tidak akan banyak berpengaruh pada mental korban. Sanksi pidana itu barangkali dirasa adil karena yang langsung menjadi korban bukan fisik dan kehormatan, tetapi harta benda. Sebaliknya korban kekerasan seksual, mereka kehilangan kehormatan, harga diri dan masa depan yang tidak mungkin diganti sekalipun mencincang pelaku hingga mati berkali-kali”. 48 Penderitaan yang harus ditanggung anak-anak yang menjadi korban perkosaan bukan sekedar kesakitan secara fisik, tetapi campur aduk perasaan terhina, ketakutan, dan siksaan batin yang tak berkesudahan. Secara medis setelah memperoleh perawatan, benar penderitaan fisik dan trauma fisiologik yang dialami korban telah sembuh. Namun, aib deperesi dan penderitaan niscaya akan tetap menghantui korban sepanjang hidupnya. Bagi seorang gadis hilangnya keperawanan, kemungkinan terjadinya kehamilan oleh orang yang tidak dapat dimintakan pertanggung-jawaban, serta perasaan tercemar, ibaratnya adalah benalu yang selalu kuat dan melekat dan menghantui perasaan korban. 49 47 Ibid, hal.237. 48 Ibid, hal. 70. 49 Bagong Suyatno dan Emy Susanti, Op Cit, hal.13. Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008. USU Repository © 2009 Kalau benar-benar terpaksa, barangkali wanita manapun akan cenderung memilih mati secara terhormat daripada menanggung aib seumur hidup sebagai korban perkosaan Keadilan yang diberikan oleh penerapan hukum melalui penjatuhan sanksi hukum kepada pelaku belum dapat mengobati penderitaannya, apalagi jika sanksi hukum yang dijatuhkan pada pelaku tidak adil atau tidak sesuai dengan akibat yang ditimbulkannya. Ketidakadilan hukum inilah yang disebut-sebut menjauhkan masyarakat yang tertimpa musibah menjadi korban suatu kejahatan untuk bersedia berurusan dengan dunia peradilan. Barangkali anak-anak korban perkosaan yang mampu bersikap tegar dan optimis dengan masa depannya, jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Kalaupun mereka berhasil mengatasi trauma luka-luka bekas perkosaan, di hadapan mereka masih menghadang tantangan-tantangan yang tidak kalah menyiksa. Penderitaan anak-anak korban perkosaan benar-benar berat, karena dalam kenyataan sesungguhnya mereka mengalami perkosaan rangkap tiga, yaitu pada saat kejadian, pada saat diperiksa penyidik dan pada saat menjadi pemberitaan media massa.

D. UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PAEDOFILIA

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)

2 81 104

Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Hubungan Seksual Sedarah (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Binjai

7 146 111

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. 142/Pid.Sus/2011/Pn-Bi)

5 92 87

Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan

3 83 90

Tanggung Jawab Pelaku Tindak Pidana Korupsi Atau Ahli Warisnya Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Lubuk Pakam)

1 33 248

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pelaku Tindak Pidana Perusakan dan Pencemaran Lingkungan (Studi Putusan MA RI No. 755K/PID.SUS/2007)

1 50 100

Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah (Studi Putusan Hakim No. 945/PID.B/2010/PN.TK)

0 4 71

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. 142/Pid.Sus/2011/Pn-Bi)

0 1 20

Penerapan Sanksi Tindakan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana (Studi Putusan Raju di Pengadilan Negeri Stabat)

0 1 100

Delik Kesusilaan Yang Dilakukan Oleh Anak Ditinjau Dari Aspek Kriminologi (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan No. 326/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 0 95