Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008.
USU Repository © 2009
keagamaan. Salah satu praktik seks yang menyimpang adalah bentuk kekerasan seksual sexual violence. Artinya praktik hubungan seksual yang dilakukan dengan
cara-cara kekerasan, di luar ikatan perkawinan yang sah dan bertentangan dengan ajaran agama. Kekerasan ditonjolkan untuk membuktikan pelakunya memiliki
kekuatan fisik yang lebih, atau kekuatan fisiknya dijadikan alat untuk memperlancar usaha-usaha jahatnya.
8
8
Adami Chazawi, Op Cit, hal.87.
2. Teknik dan Taktik Penyidikan
Seringkali kita dihadapkan dengan sejumlah kasus yang menunjukkan mengenai proses jalur hukum yang belum mampu menjembatani aspirasi pencari
keadilan. Pihak penegak hukum belum mampu menjalankan tugasnya secara Profesional, sehingga mengecewakan dan merugikan korban kejahatan yang
merindukan keadilan. Dalam hal ini pihak korban masih dituntut secara detail untuk
mendeskripsikan kasus yang dialaminya, menceritakan mengenai kronologis peristiwa yang melecehkannya atau mengupas ulang tragedi yang menimpanya. Hal
ini selain disampaikan didepan penyidik juga masih dikupas oleh pers secara detail. Bahkan pers biasanya cukup gencar menjadikannya sebagai objek jual yang kadang-
kadang pemberitaannya tidak memperhatikan perasaan, harkat dan masa depan korban. Pihak korban lebih ditempatkan sebagai sasaran yang empuk untuk mencari
keuntungan ekonomi.
Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Berbeda dengan korban kejahatan konvensional lainnya, korban perkosaan mengalami penderitaan lahir dan batin. Keputusan korban untuk melaporkan
kejadian yang menimpa dirinya pada pihak yang berwajib bukanlah keputusan yang mudah. Peristiwa yang begitu traumatik dan memalukan harus dipaparkan kembali
secara kronologis oleh korban. Prosedur pemeriksaan sejak dari penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan di pengadilan harus dilalui oleh korban, sama seperti
korban kejahatan lainnya apabila memperjuangkan hak perlindungan hukumnya.
9
Sehingga korban sebagai pihak yang paling dirugikan didalam proses peradilan menurut KUHP seolah-olah tidak dimanusiakan, dia hanya menjadi saksi
yang hanya penting guna memberikan keterangan tentang apa yang dilakukan pelaku, dijadikan barang bukti guna mendapatkan visum et repertum untuk
membuktikan kesalahan pelaku bahwa kejahatan perkosaan ini benar-benar dilakukan terdakwa. Segala keperluan korban dari sejak kejadian hingga proses
Pendapat itu kembali menegaskan mengenai penanganan perkara hukum oleh penegak hukum. Pihak penegak hukum dalam menangani suatu perkara belum
memperhatikan mengenai aspek psikologi korban kejahatan, namun lebih terfokus pada problem teknis-formal. Prosedur pemeriksaan semata-mata mengacu pada
perundang-undangan meskipun hal ini dilakukan dengan mengabaikan kepentingan kejiwaan korban. Penderitaan korban kian bertambah karena dalam proses peradilan
pidana korban hanya menjadi saksi, dalam hal ini adalah saksi korban.
9
Suparman Marzuki, Pelecehan seksual, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1955, hal.25.
Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008.
USU Repository © 2009
pengadilan harus ditanggung sendiri dari tahap penyidikan sampai pemeriksaan pengadilan. Dari sini jelas posisi korban sangat tidak menguntungkan, bilamana
dibandingkan dengan posisi pelaku.
F. METODE PENELITIAN