Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008.
USU Repository © 2009
kehilangan keseimbangan yang hal ini akan mempengaruhi gerak tingkah kita masing-masing dalam kehidupan kita sehari-hari. Pada tahap selanjutnya, jika
kebutuhan akan seks ini tidak tersalurkan secara normal akan dapat terjadi penyimpangan-penyimpangan seperti perkosaan.
Psikolog Kartini Kartono mendeskripsikan latar belakang perkosaan: “Pada peristiwa perkosaan, sang pemerkosa selalu didorong oleh nafsu-nafsu
seks sangat kuat, dibarengi emosi-emosi yang tidak dewasa dan tidak mapan. Biasanya dimuati unsur-unsur kekejaman dan sifat sadistis”.
33
33
Kartini Kartono, 1981, Op Cit, hal. 169.
Psikolog itu lebih menekankan faktor kriminologi perkosaan terhadap anak- anak yang bersumber pada kesalahan pelaku, yang gagal mengendalikan nafsu
seksualnya. Hasrat seksualnya yang cukup besar tidak diikuti dengan upaya pelampiasan yang dibenarkan secara hukum dan agama.
c. Faktor Moral
Moral merupakan faktor penting untuk menentukan timbulnya kejahatan. Moral sering disebut sebagai filter terhadap munculnya perilaku yang menyimpang,
sebab moral itu adalah ajaran tingkah laku tentang kebaikan-kebaikan dan merupakan hal yang vital dalam menentukan tingkah laku. Dengan bermoralnya
seseorang maka dengan sendirinya dia akan terhindar dari segala perbuatan yang tercela. Sedangkan orang yang tidak bermoral cenderung untuk melakukan
kejahatan.
Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Pada umumnya, moral bukan sesuatu yang tidak bisa berubah melainkan ada pasang surutnya, baik dalam diri individu maupun masyarakat.
Timbulnya kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak, disebabkan moral pelakunya yang sangat rendah. Dari kasus-kasus tersebut banyak diantaranya
terjadi, korbannya bukanlah orang asing lagi baginya bahkan saudara atau anak kandungnya sendiri. Disaat interaksi antara pelaku dengan korban demikian dekat,
pihak korban kehilangan kontrol atau daya pengawasan untuk membentengi diri, sedangkan pihak pelaku seperti terdorong berbuat karena mendapat kesempatan
untuk melakukannya. Pelaku memanfaatkan kelengahan, kelemahan dan barangkali korban yang
tidak secara langsung perilakunya telah mendorong pelaku untuk berbuat jahat. Seperti misalnya Tragedi Buah Jambu yang terjadi di Palembang, Dua orang
bocah perempuan diperkosa tetangganya sendiri. Tetangganya mengaku terangsang melihat celana dalam milik korban yang terlihat pelaku ketika
korban sedang memanjat buah jambu di depan rumahnya.
34
Salah satu hal yang mempengaruhi merosotnya moral seseorang dipengaruhi oleh kurangnya pendidikan agama. Nilai-nilai keagamaan yang semakin terkikis di
masyarakat cenderung makin meniadakan peran agama adalah sangat potensial untuk mendorong seseorang berbuat jahat dan merugikan orang lain.
35
Sebab norma-norma ketuhanan dan segala sesuatu yang digariskan oleh agama adalah baik dan membimbing kearah jalan yang baik dan benar, sehingga bila
34
Kisah Nyata, 2007, hal.14.
35
Leden Marpaung, SH, 1996, Op Cit, hal.67.
Fernando Enrico Fermi : Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 232002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan, 2008.
USU Repository © 2009
manusia benar-benar mendalami dan mengerti isi agama, pastilah ia akan menjadi manusia yang baik dan tidak akan berbuat hal-hal yang merugikan atau kejahatan
walaupun menghadapi banyak godaan-godaan.
2. Faktor Ektern