Diagram Alir Pembuatan Beton Polimer Densitas

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

3.4 Diagram Alir Pembuatan Beton Polimer

Gambar 3.1 Diagram alir pembuatan beton polimer

3.5 Preparasi Sampel Beton

Bahan baku yang digunakan pada pembuatan beton terdiri dari pasir silika, serbuk kulit kerang dan resin epoksi. Untuk menentukan komposisi bahan baku mengacu pada proporsi beton konvensional, seperti untuk campuran agregat di dalam PASIR 100 mesh PENIMBANGAN PENCAMPURAN PENCETAKAN Thinner x 0,5 volume resin epoksi PENGERASAN PENGUJIAN SERBUK KULIT KERANG 100 mesh RESIN EPOKSI dan HARDENER 2:1 Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. beton, yaitu sekitar 70 – 80 volume total atau perbandingan matriks terhadap agregat MA = 1 : 4 Tri Mulyono, 2005. Jadi untuk memudahkan dalam proses pencampuran maka semua komposisi bahan baku ditentukan dalam persentase volume. Proses pengeringan dilakukan tidak pada kondisi room temperature atau pengeringan konvensional tetapi pada kondisi suhu dan waktu tertentu yang telah dikondisikan. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan agar untuk mempercepat proses pengeringan dan menghemat biaya. Selain itu, agar selama proses pengeringan beton tidak mengalami shock hydratation yang mengakibatkan muncul retak-retak di permukaan atau di dalam beton, maka ditetapkan waktu pengeringan selama 8 jam pada temperatur 60 o C. Penentuan waktu pengeringan mengacu pada referensi Reis J. M. L., 2006, yaitu penggunaan epoxy polimer sebagai binder membutuhkan waktu curing selama 7 jam pada suhu 60 o C. Pada penelitian ini matriks yang digunakan adalah resin epoksi, sedangkan agregat terdiri dari pasir dan serbuk kulit kerang. Apabila sampel beton yang dibuat untuk satu kali adukan menggunakan agregat sebanyak 90 cm 3 yang terdiri dari pasir dan serbuk kulit kerang maka volume masing-masing dapat dihitung berdasarkan perbandingan komposisi yang diinginkan. Contoh perhitungan untuk pasir : serbuk kulit kerang adalah 1 : 2, maka jumlah agregat untuk satu adukan yaitu 90 cm 3 , terdiri dari jumlah pasir 30 cm 3 atau ekuivalen 33,33 volume dan kulit kerang 60 cm 3 atau 66,67 volume. Jumlah resin epoksi 5 atau 4,5 cm 3 , lihat Tabel 3.1. Dengan cara yang sama maka volume agergat dan resin epoksi dapat dihitung berdasarkan variasi penambahannya. Data Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. lengkap dari masing-masing komposisi bahan baku dapat dilihat pada Tabel 3.1 sampai dengan Tabel 3.4. Tabel 3.1 Komposisi bahan baku pembuatan beton dengan 5 volume resin epoksi Kode Sampel Volume Pasir Silika Volume Serbuk kulit kerang Volume Resin epoksi cm 3 cm 3 cm 3 1.1 30 33,33 60 66,67 4,5 5 1.2 22,5 25 67,5 75 4,5 5 1.3 18 20 72 80 4,5 5 1.4 15 16,67 75 83,33 4,5 5 Tabel 3.2 Komposisi bahan baku pembuatan beton dengan 10 volume resin epoksi Kode Sampel Volume Pasir Silika Volume Serbuk kulit kerang Volume Resin epoksi cm 3 cm 3 cm 3 2.1 30 33,33 60 66,67 9 10 2.2 22,5 25 67,5 75 9 10 2.3 18 20 72 80 9 10 2.4 15 16,67 75 83,33 9 10 Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. Tabel 3.3 Komposisi bahan baku pembuatan beton dengan 15 volume resin epoksi Kode Sampel Volume Pasir Silika Volume Serbuk kulit kerang Volume Resin epoksi cm 3 cm 3 cm 3 3.1 30 33,33 60 66,67 13,5 15 3.2 22,5 25 67,5 75 13,5 15 3.3 18 20 72 80 13,5 15 3.4 15 16,67 75 83,33 13,5 15 Tabel 3.4 Komposisi bahan baku pembuatan beton dengan 20 volume resin epoksi Kode Sampel Volume Pasir Silika Volume Serbuk kulit kerang Volume Resin epoksi cm 3 cm 3 cm 3 4.1 30 33,33 60 66,67 18 20 4.2 22,5 25 67,5 75 18 20 4.3 18 20 72 80 18 20 4.4 15 16,67 75 83,33 18 20 Preparasi pembuatan sampel beton secara rinci diperlihatkan diagram alir pada Gambar 3.1. Untuk pembuatan beton, masing-masing bahan baku ditakar sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan seperti pada Tabel 3.1 sampai dengan Tabel 3.4. Setelah ditakar bahan baku tersebut dicampur dalam suatu wadah dan diaduk hingga merata dengan menggunakan sendok semen atau mixer. Selanjutnya proses penambahan thinner sebagai bahan pengencer resin epoksi sebanyak 0,5 sebagai pengganti air pada semen fas = 0,5. Jadi jumlah thinner yang ditambahkan seperti Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. pada Tabel 3.1 adalah 0,5 x 4,5 cm 3 = 2,25 cm 3 , dengan demikian resin epoksi tercampur lebih merata atau homogen keseluruh bahan baku yang digunakan. Selanjutnya adonan atau pasta yang dihasilkan dituangkan dalam cetakan yang terbuat dari besi baja dengan ukuran 16 x 4 x 4 cm. Bentuk sampel uji lainnya adalah berupa selinder dengan ukuran diameter 5,25 cm dan tinggi 3,2 cm. Kemudian adonan dicetak dan dikeringkan untuk proses pengerasan dengan waktu yang telah ditetapkan selama 8 jam pada suhu 60 o C. Setelah benda uji mengalami proses pengerasan, kemudian dilakukan pengujian yang meliputi densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, konduktivitas termal, ketahanan api, ketahanan kimia dan analisis mikrostruktur dengan menggunakan Scanning Electron Microscope SEM. 3. 6 Pengujian Beton Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, konduktivitas termal, ketahanan api, ketahanan kimia dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan Scanning Electron Microscope SEM.

3.6.1 Densitas

Pengukuran densitas bulk density dari masing-masing komposisi beton yang telah dibuat, diamati dengan menggunakan prinsip Archimedes dan mengacu pada standar ASTM C 134 – 1995. Pada proses awal dilakukan penimbangan massa Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. benda di udara atau massa sampel kering, seperti halnya pada penimbangan biasa, sedangkan penimbangan massa benda di dalam air diperlihatkan pada Gambar 3.2. Metoda pengukuran densitas: 1. Sampel yang telah mengalami pengerasan selama 8 jam pada suhu 60 o C, dikeringkan dan kemudian ditimbang massa sampel keringnya, m s dengan menggunakan neraca digital. 2. Sampel yang telah ditimbang, kemudian direndam di dalam air selama 1 jam, bertujuan untuk mengoptimalkan penetrasi air terhadap sampel uji. Setelah waktu penetrasi terpenuhi, seluruh permukaan sampel dilap dengan kain flanel dan dicatat massa sampel setelah direndam di dalam air, m b . 3. Gantung sampel, pastikan tepat pada posisi tengah dan tidak menyentuh alas beker gelas yang berisi air, dimana massa sampel berikut penggantung di dalam air adalah m g . 4. Selanjutnya sampel dilepas dari tali penggantung dan catat massa tali penggantung yaitu m k . 0.2567 Sampel digantung di dalam air Aquades Beaker Glass Timbangan Gambar 3.2 Prinsip penimbangan massa benda di dalam air Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut diatas, maka nilai densitas beton dapat ditentukan sesuai dengan persamaan 2.6.1.

3.6.2 Penyerapan Air

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air dari beton yang telah dibuat, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 20 – 2000. Prosedur pengukuran penyerapan air adalah sebagai berikut: 1. Sampel yang telah dikeringkan, ditimbang massanya dengan menggunakan neraca digital, disebut massa sampel kering. 2. Kemudian sampel direndam di dalam air selama 1 jam sampai massa sampel jenuh dan catat massanya. Dengan menggunakan persamaan 2.6.2 maka nilai penyerapan air dari beton dapat ditentukan.

3.6.3 Penyusutan

Pengukuran penyusutan shrinkage dari beton dilakukan berdasarkan perubahan dimensi, sesuai dengan persamaan 2.6.3 Ramamurthyand K. et al, 2000; ASTMC-1386-1998. Mula-mula ukur panjang sampel yang baru dikeluarkan dari cetakan, disebut panjang awal Lo. Setelah sampel mengalami proses pengeringan atau pengerasan selama 8 jam pada suhu 60 o C, kemudian diukur panjangnya, disebut sebagai panjang akhir, Lt. Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

3.6.4 Konduktivitas Termal

Untuk menentukan besarnya konduktivitas termal dari beton, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 177 – 1997. Metoda yang digunakan untuk menguji konduktivitas termal dari beton dihitung menggunakan less method, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.3. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui peristiwa perpindahan panas secara konduksi, sehingga dengan mengetahui besarnya konduktivitas termal dari suatu bahan atau material maka dapat diperkirakan aplikasi material tersebut untuk selanjutnya. Prosedur pengujian konduktivitas termal dari beton adalah sebagai berikut: Gambar 3.3 Skema pengujian konduktivitas termal dengan less method Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. 1. Sampel beton dibuat berbentuk selinder atau koin dengan diameter 10 cm, dan tebal 3 - 5 mm, untuk kepastian pengukuran dimensi digunakan mikrometer dan jangka sorong dengan minimal tiga kali pengulangan. 2. Timbang pelat alas kuningan, C dan catat massanya m, kemudian gantungkan dengan tali penggantung, X pada statip penggantung. 3. Letakkan benda uji, B beton di atas pelat alas tersebut dan olesin permukaan benda uji tersebut dengan bahan pelumas agar kontak panasnya menjadi lebih baik 4. Ketel uap, S diletakkan diatas benda uji dan hubungkan dengan ketel air panas dengan menggunakan selang. 5. Masukkan termometer T 1 pada lubang ketel uap dan termometer T 2 pada pelat alas kuningan. 6. Catat kenaikan temperatur T 1 dan T 2 setiap dua menit sampai kondisi kesetimbangan stady state tercapai. Keadaan setimbang dinyatakan apabila kenaikan temperatur ± 0,1 o C selama 10 menit. 7. Apabila T 1 dan T 2 sudah mencapai setimbang angkat ketel uap dan panaskan pelat alas beserta benda uji dengan alat pemanas, hingga temperatur T 2 naik sekitar 10 o C. 8. Setelah temperaturnya tercapai, matikan alat pemanas dan catat penurunan temperatur T 2 untuk setiap dua menit, sehingga selisih suhunya mencapai sekitar 20 o C. Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. 9. Kemudian plot kurva kenaikan temperatur selama pemanasan dan penurunan temperatur sewaktu pendinginan terhadap waktu. Dengan menggunakan persamaan 2.6.4 maka nilai konduktivitas termal dari beton dapat ditentukan.

3.6.5 Kuat Tekan

Untuk mengetahui besarnya nilai kuat tekan dari beton, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 1386-1998; ASTM C 39C 39M- 2001. Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalah Universal Testing Mechine UTM. Model uji kuat tekan dengan benda uji berupa selinder, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.4. Gambar 3.4 Pengujian kuat tekan dengan alat Universal Testing Mechine UTM benda uji Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. Prosedur pengujian kuat tekan adalah sebagai berikut: 1. Sampel berbentuk silinder diukur diameternya, minimal dilakukan tiga kali pengulangan. Dengan mengetahui diameternya maka luas penampang dapat dihitung, A = π d 2 4. 2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur atau gaya terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol. 3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya, lihat gambar dan arahkan switch ONOFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mmmenit. 4. Apabila sampel telah pecah, arahkan switch kearah OF maka motor penggerak akan berhenti. Kemudian catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton polimer tersebut rusak. Dengan menggunakan persamaan 2.6.5 maka nilai kuat tekan dari beton dapat ditentukan. Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

3.6.6 Kuat Tarik

Untuk mengetahui besarnya kuat tarik dari beton, maka perlu dilakukan pengujian. Alat yang digunakan untuk menguji kuat tarik adalah Universal Testing Mechine UTM. Sedangkan model penjepit sampel dan teknik pengujiannya, diperlihatkan pada Gambar 3.5. Prosedur pengujian kuat tarik adalah sebagai berikut: 1. Sampel berbentuk silinder diukur diameternya d, minimal dilakukan tiga kali pengulangan, kemudian pasang tali penggantung yang telah tersedia gambar 3.5 sebagai dudukan sampel. 2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur atau gaya terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol. Gambar 3.5 Pengujian kuat tarik dengan alat Universal Testing Mechine UTM Sample uji Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. 3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya dan arahkan switch ONOFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mmmenit. 4. Apabila sampel telah putus, arahkan switch kearah OFF maka motor penggerak akan berhenti. Catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton polimer tersebut putus. Dengan menggunakan persamaan 2.6.6 maka nilai kuat tarik dari beton dapat ditentukan. 3.6.7 Kuat Patah Untuk mengetahui besarnya kuat patah dari beton, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 133 – 1997 dan ASTM C 348 – 1997. Alat yang digunakan untuk menguji kuat patah adalah Universal Testing Mechine UTM. Pengujian kuat patah dengan Universal Testing Mechine UTM dan benda uji untuk kuat patah benda berbentuk balok, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.6. Gambar 3.6 Pengujian kuat patah dengan alat Universal Testing Mechine UTM Sample uji Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. Prosedur pengujian kuat patah adalah sebagai berikut: 1. Sampel berbentuk balok diukur lebar dan tingginya, minimal dilakukan tiga kali pengulangan, kemudian atur jarak titik tumpu span sebesar 10 cm sebagai dudukan sampel, lihat Gambar 3.6. 2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur atau gaya terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol. 3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya lihat gambar dan arahkan switch ONOFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mmmenit. 4. Apabila sampel telah patah, arahkan switch ke arah OF maka motor penggerak akan berhenti. Kemudian catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton tersebut patah. Dengan menggunakan persamaan 2.6.7 maka nilai kuat patah dari beton dapat diperoleh.

3.6.8 Ketahanan Api

Uji ketahan api atau Firing test dari material beton adalah untuk mengetahui sejauh mana kamampuan material beton atau kekuatan mekanik setelah mengalami kebakaran oleh nyala api. Pengujiannya dilakukan dengan cara kontak langsung Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. material beton dengan api atau suhu nyala api selama waktu tertentu 30, 60, 120, 180, 240 dan 300 menit. Pada pengujian ini dipilih salah satu sampel beton yang mempunyai sifat fisis dan mekanik yang terbaik, yaitu pada komposisi 80 serbuk kulit kerang dan 20 resin epoksi yang telah dikeringkan selama 8 jam pada suhu 60 o C. Dari hasil ini akan ditunjukkan apakah sampel beton tersebut setelah dibakar, masih kondisi baik atau tidak mengalami degradasi.

3.6.9 Ketahanan Kimia

Pengujian terhadap ketahanan kimia dilakukan dengan cara perendaman kedalam larutan 5 sodium sulfat Na 2 SO 4 dan 10 larutan asam sulfat H 2 SO 4 . Analisa dilakukan dengan mengamati secara visual visual appearance, perubahan massa dan kuat tekan setelah mengalami proses perendaman selama 7, 14, 21, 28 dan 56 hari. Mekanisme pengujian terhadap bahan kimia dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Rendam sampel uji beton dalam masing–masing larutan asam sulfat Na 2 SO 4 dan sodium sulfat H 2 SO 4 untuk rentang waktu yang ditentukan, yaitu 7, 14, 21, 28 dan 56 hari. 2. Setelah 7 hari beton tersebut diamati secara visual apakah terjadi kerusakan terhadap beton karena pengaruh bahan kimia asam sulfat H 2 SO 4 maupun sodium sulfat Na 2 SO 4 . Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. 3. Lakukan penimbangan terhadap sampel beton setelah mengalami perendaman, apakah terjadi perubahan massa dan gunakan neraca digital untuk penimbangan massa sampel. 4. Lakukan pegujian kuat tekan beton setelah mengalami proses perendaman dan gunakan universal testing mechine UTM untuk pengukurannya. 5. Lakukan juga pengamatan secara visual, pengujian perubahan massa dan kuat tekan untuk sampel lainnya setelah perendaman selama 14, 21, 28, dan 56 hari.

3.6.10 Scanning Electron Microscope SEM

Bentuk dan ukuran partikel penyusun secara mikroskopik dari beton dapat diidentifikasikan berdasarkan micrograph data yang diperoleh dari pengujian Scanning Electron Microscope SEM, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.7. Gambar 3.7 Foto alat ukur Scanning Electron Microscope SEM Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. Mekanisme alat ukur SEM dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Sampel diletakkan di dalam cawan, kemudian sampel tersebut dilapisi emas. 2. Sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga kurang lebih 20 kV sehingga sampel memancarkan elektron turunan secondary electron dan elektron terpantul back scattered electron yang dapat dideteksi dengan detector scintilator yang diperkuat sehingga timbul gambar pada layar CRT. 3. Pemotretan dilakukan setelah pengaturan setting pada bagian tertentu dari objek dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang mewakili untuk dapat diidentifikasi. Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Beton yang telah dibuat dari campuran serbuk kulit kerang, pasir dan resin epoksi, yang kemudian dikeringan selama 8 jam pada suhu 60 o C. Dilakukan pengujian sifat-sifat beton yang meliputi fisika, mekanika, termal, kimia dan analisa mirostrukturnya. Karakteristik beton ternyata sangat ditentukan oleh komposisi bahan baku penyusun, yaitu perbandingan antara pasir silika : serbuk kulit kerang : resin epoksi dan proses pengeringan. Adapun karakterisasi beton tersebut, antara lain densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, konduktivitas termal, ketahanan api, ketahanan kimia dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan SEM.

4.1 Densitas

Hasil pengukuran densitas beton yang berbasis campuran serbuk kulit kerang, pasir dan resin epoksi, setelah dikeringkan selama 8 jam pada suhu 60 o C, diperlihatkan seperti pada Lampiran A. Pada Gambar 4.1, diperlihatkan kurva densitas dari beton yang dibuat dengan variasi komposisi 66,67 – 83,33 volume serbuk kulit kerang dan penambahan resin epoksi 5, 10, 15, dan 20 volume dari total agregat serta dikeringkan selama 8 jam 60 o C. Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. Pada Gambar 4.1 nilai densitas beton berkisar antara 2,286 – 2,716 gcm 3 . Nilai densitas beton dengan variasi komposisi serbuk kulit kerang 1:2, 1:3, 1:4, 1:5 dan penambahan resin epoksi sebanyak 5 volume adalah sekitar 2,286 – 2,631 gcm 3 . Pada komposisi yang sama dan kemudian dilakukan penambahan masing- masing sebesar 10, 15 dan 20 volume resin epoksi, maka nilai densitas cenderung mengalami peningkatan menjadi 2,32 – 2,66; 2,354 – 2,691 dan 2,375 – 2,716 gcm 3 . Dari hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa penambahan serbuk kulit kerang optimum adalah sebesar 80 volume dan apabila ditingkatkan jumlahnya menjadi 83,33 volume, maka nilai densitas beton cenderung akan menurun. Terjadinya penurunan nilai densitas ini disebabkan oleh karena kurangnya jumlah resin yang digunakan untuk mengikat agregat tersebut, sehingga relatif berongga. Sedangkan Gambar 4.1 Hubungan antara densitas terhadap penambahan serbuk kulit kerang dan resin epoksi dalam volume dengan proses pengeringan selama 8 jam 60 o C 2.2 2.6 3 3.4 65 70 75 80 85 Serbuk kulit kerang volume D en si tas g cm 3 5 resin 10 resin 15 resin 20 resin Densitas beton normal = 2,4 gcm 3 Densitas beton berat = 3,3 gcm 3 Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. penambahan resin epoksi cenderung meningkatkan nilai densitas. Artinya fungsi resin epoksi untuk menutupi rongga atau pori pada beton, selain itu juga berfungsi sebagai perekat dan pengikat bahan baku serta dapat mempengaruhi kualitas beton tersebut. Berdasarkan referensi, klasifikasi beton dapat dibagi berdasakan nilai densitas, antara lain beton berat dengan densitas 3,3 – 3,8 gcm 3 http:artana.wordpress.com.beton spesial, October 20, 2008. Sedangkan untuk beton normal dengan densitas 2,016 gcm 3 Carolyn Schierhorn, 2008 dan untuk beton semen portland nilai densitasnya berkisar antara 2240 – 2400 kgm 3 http:www.engineeringtoolbox.comconcrete-properties-d_1223.html, 2009 . Kemudian apabila hasil yang diperoleh dibandingkan dengan produk batako yang mempunyai densitas sekitar 1100 kgm 3 atau jenis batu bata 1500 kgm 3 http:estate.co.idindex.php?option Ternyata dari klasifikasi tersebut, dapat dinyatakan bahwa pada komposisi 66,67 volume serbuk kulit kerang, menghasilkan densitas dibawah nilai beton normal untuk semua persentase penambahan resin epoksi. Pada penambahan semua persentase resin epoksi serta serbuk kulit kerang sebesar 75, 80 dan 83,33 volume, nilai densitasnya berada diatas beton normal. Jadi dengan demikian fungsi serbuk kulit kerang dapat mensubsitusi atau mengganti bahan agregat murah, khususnya untuk dapat dikembangkan pada daerah pesisir pantai. Dengan demikian penambahan serbuk kulit kerang sebanyak 80 volume dan 20 volume resin epoksi, diperkenankan sebagai beton struktural. , 02 Mei, 2006, maka produk tersebut termasuk katagori berat. Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

4.2 Penyerapan Air