tidak hanya sistem politik demokrasi tetapi juga kemampuan-kemampuan lain yang dianggap penting untuk suatu sistem politik agar dapat lestari.
Sedangkan Rauf 1994 berpandangan bahwa pembangunan politik tidak lain sebagai demokratisasi kehidupan politik dengan tujuan yang ingin dicapai, terbentuknya
sebuah sistem politik yang demokratis dimana suara rakyat merupakan pedoman bagi pemerintah dalam menjalankan tugasnya dan rakyat memiliki kebebasan termasuk
kebebasan menjalankan pengawasan terhadap pemerintah.
2.2. Pengertian Partisipasi Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu
untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Dalam kamus Litre mendefenisikan politik sebagai ilmu memerintah dan mengatur
Negara sementara konsep lain mengatakan bahwa politik adalah cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat undang-undang untuk
mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan bagi kepentingan manusia Hamid, 2001:3
Ampe Sahrianita Boangmanalu : Pandangan PKS Pakpak Bharat Terhadap Partisipasi Politik Perempuan, 2009
Disamping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
1. Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama teori klasik Aristoteles. 2.
Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara. 3.
Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
4. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan
publik. Kata partisipasi merupakan hal tentang turut berperan serta dalam suatu kegiatan,
keikutsertaan atau berperan serta. Peran politik terkait erat dengan aktivitas-aktivitas politik mulai dari peranan para politikus profesional, pemberian suara, aktivitas partai
sampai demonstrasi. Secara umum apa-apa saja yang menjadi indikator bagi peran atau partisipasi politik adalah menarik apa yang diawarkan Rush dan Althoff mengenai
hierarki peran atau partisipasi politik. Anggota masyarakat suatu negara mempunyai hak-hak tertentu yang juga harus
diperhatikan oleh negara melalui aktifitas pemerintahannya. Dalam hubungannya dengan hak-hak ini, Jellienk membagi hak-hak ini berdasarkan dua tolak ukur yaitu perbedaan
antara hak aktif dan hak pasif, serta hak positif dan negatif. Dengan hak aktif seorang warga masyarakat memperoleh kesempatan untuk ikut secara aktif bail langsung maupun
tidak langsung dalam mengatur dan menyelenggarakan negara, sedangkan dengan hak pasif seorang warga masyarakat bisa dipilih, ditunjuk, diangkat untuk melaksanakan
Ampe Sahrianita Boangmanalu : Pandangan PKS Pakpak Bharat Terhadap Partisipasi Politik Perempuan, 2009
tugas-tugas kenegaraan. Sementara hak positif yang melekat padanya, warga masyarakat akan menerima sesuatu dari negara dan pemerintah, sedangkan hak negatif seorang warga
masyarakat harus rela mengorbankan sesuatu untuk negara dan pemerintahnya. Salah satu hak dan kewajiban warga masyarakat yang erat hubungannya dengan hak aktif
adalah partisipasi politik. Lebih jauh lagi Locke menyatakan bahwa yang disebut hak-hak politik rakyat
adalah hak-hak yang mencakup hak atas hidup, kebebasan serta hak milik. Sedangkan Montesquie mencoba menyusun suatu system yang dapat menjamin hak-hak politik itu
yang dikenal dengan trias politikal. Lebih lanjut Jellinek menjelaskan bahwa partisipasi politik diartikan sebagai suatu usaha terorganisir dari para warga negara untuk
mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum. Dalam konteks Negara, partisipasi politik rakyat adalah keterlibatan rakyat secara
perseorangan privat citizen untuk mengerti, menyadari, mengkaji, melobi dan memprotes suatu kebijakan yang ditelurkan oleh pemerintah dengan tujuan
mempengaruhi kebijakan agar aspiratif terhadap kepentingan mereka. Dari ilustrasi di atas, partisipasi rakyat bisa dipahami sebagai keterlibatan rakyat dalam pengertian politik
secara sempit hubungan Negara dan masyarakat dalam bingkai governance dan juga politik secara luas semua bentuk keterlibatan masyarakat dalam proses berhimpun untuk
mempengaruhi ataupun melakukan perubahan terhadap keputusan yang diambil partisipasi politik rakyat sebetulnya adalah tema sentral dari proses demokratisasi.
Dalam kerangka inilah masyarakat bisa berperan sebagai Partisipasi secara harfiah dimaknai sebagai pengambilan bagian atau pengikutsertaan Echols, 1996:419.
Ampe Sahrianita Boangmanalu : Pandangan PKS Pakpak Bharat Terhadap Partisipasi Politik Perempuan, 2009
Rousseau dalam bukunya The Social Contrac mengatakan, partisipasi sangat penting bagi pembagunan diri dan kemandirian warga negara. Melalui partisipasi individu menjadi
warga publik, mampu membedakan persoalan pribadi dengan persoalan masyarakat. Hal ini ditegaskan Mill, bahwa tanpa partisipasi nyaris semua orang akan ditelan oleh
kepentingan pribadi dan pemuasan kebutuhan pribadi mereka yang berkuasa. Di sini partisipasi dalam kata lain menjadi ukuran adanya kemandirian dan kedewasaan individu
warga dalam melihat batasan antara kepentingan privat dan publik. Urusan publik memiliki hukum dan nilainnya sendiri yang tidak bisa dicampur adukkan dengan urusan
privat. Maka dari itu, penggunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau golongan dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang karena melukai partisipasi dan melanggar
hukum publik. Dalam konteks ini, partisipasi menjadi fungsi demokrasi, agar kekuasaan selalu berorientasi pada publik. Tiada demokrasi tanpa partisipasi politik warga, sebab
partisipasi merupakan esensi dari demokrasi. Bila suatu negara membatasi akses dan keterlibatan warganya dalam setiap pengambilan keputusan, maka demokrasinya belum
dapat dikatakan berkembang secara baik. Adanya kebebasan rakyat dalam menjalankan partisipasi politik menjadi ukuran elementer, untuk melihat eksistensi demokrasi dalam
suatu negara. Demokrasi sebagai suatu sistem politik berupaya untuk memberikan wadah
seluas-luasnya kepada rakyat untuk turut berpartisipasi atau ikut serta secara politik dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kekuasaan yang otoriter, fasis dan anti demokrasi
biasanya menenggelamkan adanya partisipasi politik warga. Urusan kekuasaan disederhanakan hanya sebatas milik para elite politik. Sedangkan rakyat dikondisikan
Ampe Sahrianita Boangmanalu : Pandangan PKS Pakpak Bharat Terhadap Partisipasi Politik Perempuan, 2009
kearah apatisme. Dalam pemikiran Abrahamsen, apatisme sebenarnya merupakan produk sosial, ekonomi dan pengaturan politik tertentu. Seperti di masa orde baru,
berbagai regulasi digunakan untuk membungkam partisipasi politik rakyat. Rakyat tidak bebas berekspresi, berorganisasi. Adanya perbedaan pendapat, kritik dan protes massa
dikendalikan dengan teror, kekerasan dan bentuk-bentuk represi lainnya. Menurut Huntington dan Nelson 1994: 6 partisipasi politik adalah kegiatan
warga private citizen yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang bertujuan mempengaruhi keputusan oleh pemerintah. Partisipasi ini dapat bersifat idividual atau
kolektif, terorganisir atau spontan, mantap sporaadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif. Partisipasi mencakup kegiatan-
kegiatan tidak mencakup sikap-sikap. Sementara para ahli lain mendefenisikan Partisipasi politik mencakup orientasi-orientasi para warga negara terhadap politik, serta prilaku
politik mereka yang nyata. Hal ini dapat terwujud dalam pengetahuan tentang politik, minat terhadap politik, perasaan-perasaan terhadap kompetisi, dan keefektifan politik,
persepsi-persepsi tentang relevansi politik yang semua ini berkaitan dengan tindakan politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan,
mulai dari pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanan keputusan serta merupakan kegiatan seseorang
atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalm kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
kebijaksanaan pemerintah.
Ampe Sahrianita Boangmanalu : Pandangan PKS Pakpak Bharat Terhadap Partisipasi Politik Perempuan, 2009
Menurut Rush dan Althoff 1993:23 partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik. Menurut
Surbakti 1984:140 bahwa partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi
kehidupannya. Budiarjo 1998:9 mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau
sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
kebijakan pemerintah public policy. Kegiatan ini mencakup pemberian suara lewat pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok
kepentingan, mengadakan hubungan conctracting dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya.
Sementarara Milbrath dan Goel membedakan partisipasi menjadi beberapa teori. Pertama adalah apatis, yaitu orang yang menarik diri dari proses politik. Kedua adalah
spektator yakni orang yang setidak-tidaknya pernah ikut dalam pemilihan umum. Ketiga gladiator yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam proses politik yakni sebagai
komunikator dengan tugas khusus mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye serta aktivis masyarakat. Keempat pengkritik yaitu orang yang
berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional.Sastroatmodjo, 1995:74-75 Goel dan Olsen dalam buku Sastroatmodjo 1995:77 memandang partisipasi
sebagai dimensi utama kehidupan stratifikasi sosial. Menurut mereka partisipasi dibagi dalam enam lapisan yakni pemimpin politik, aktivitas politik, komunikator orang yang
Ampe Sahrianita Boangmanalu : Pandangan PKS Pakpak Bharat Terhadap Partisipasi Politik Perempuan, 2009
menerima dan menyampaikan ide-ide, sikap dan informasi politik lainnya pada orang lain, warga negara marjinal orang yang sedikit melakukan kontak dengan sistem politik
dan orang-orang yang terisolasi orang yang jarang melakukan partisipasi politik. Partisipasi berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi pertama, partisipasi yang bersifat
sukarela otonom. Kedua, atas desakan orang lain mobilisasi. Hal ini senada dengan Nelson yang menyatakan dua sifat partisipasi yakni autonomous partisipation partisipasi
otonom dan mobilized partisipation partisipasi yang dimobilisasi. Menurut Sastroatmojo 1995:68 pengertian partisipasi dibatasi oleh beberapa hal.
Pertama, partisipasi politik hanyalah mencakup kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap. Kedua, yang dimaksud dalam partisipasi politik itu adalah warga negara biasa bukan
pejabat pemerintah. Ketiga, kegiatan partisipasi politik itu hanyalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah terlepas apakah
tindakan-tindakan tersebut legal atau tidak. Keempat, partisipsi politik juga mencakup semua kegiatan yang mempengaruhi pemerintah terlepas dari kegiatan tersebut efektif
atau tidak, berhasil atau gagal. Kelima, partisipasi berupa kegiatan mmempengaruhi pemerintah yang dilakukan langsung atau tidak langsung, maksudnya apakah pelaku
tersebut langsung berhubungan dengan pemerintah atau melalui perantara dalam menyampaikan aspirasinya.
Menurut Hasyim di antara peran politik perempuan yang dimaksud adalah: peran memberikan suara pada pemilihan, peran untuk menjadi anggota legislatif parlemen dan
peran menjadi pemimpin tertinggi dalam suatu pemerintahan atau Presiden. Sementara menurut Fanin peran perempuan dalam politik dapat dikelompokkan kepada tiga peran,
Ampe Sahrianita Boangmanalu : Pandangan PKS Pakpak Bharat Terhadap Partisipasi Politik Perempuan, 2009
peran normative, peran memilih atau dipilih dalam suatu proses Pemilihan Umum, perempuan memperoleh hak-hak politiknya untuk memilih atau dipilih setelah
kemerdekaan yaitu dalam Pemilu 1955. Peran aktif, sebagai fungsionaris partai politik atau sebagai anggota legislatif dan peran pasif, turut berpartisipasi dalam mengontrol
jalannya pembangunan. Partisipasi merupakan salah satu aspek penting dalam sistim demokrasi, bahkan
yang mendasari demokrasi adalah nilai-nilai partisipasi. Karena partisipasi adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik. Surbakti, 1992:141 Partisipasi politik adalah kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses
pemilihan penguasa baik secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum. Hungtington, dan Nelson 1994:6 berpendapat bahwa: partisipasi
politik merupakan kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi dengan maksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan pemerintah, dan partisipasi dapat
bersifat individual atau kelompok. Wiener dalam Huntigton 1994:10 menekankan sifat sukarela dari partisipasi dan mengemukakan menjadi anggota organisasi atau menghadiri
rapat umum atas perintah pemerintah, tidak termasuk partisipasi politik. Dari berbagai defenisi yang diberikan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
konsep partisipasi politik mengacu pada kegiatan warga Negara pada dua hal pokok yaitu pada proses pemilihan penguasa pemerintah dan pengawasan pada aktifitas
penguasa yang terpilih. Aktifitas kedua ini berupa kegiatan mempengaruhi proses pengambilan keputusan kebijakan.
Ampe Sahrianita Boangmanalu : Pandangan PKS Pakpak Bharat Terhadap Partisipasi Politik Perempuan, 2009
Setelah mengetahui konsep partisipasi politik maka partisipasi bukanlah hal yang susah bahkan partisipasi politik tampak sederhana dan mudah dilakukan, maka
partisipasi dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh para aktivis perempuan pada hakekatnya adalah usaha menggali dan memberdayakan potensi-potensi yang dimiliki
oleh perempuan. Secara umum partisipasi tidak hanya pada bidang politik akan tetapi dalam segala bidang kehidupan perempuan mempunyai hak dan kewajibannya untuk ikut
serta atau berpartisipasi aktif, hanya saja karena selama ini terjadi kesenjangan antara kaum laki-laki dan perempuan yang diakibatkan oleh produk-produk kebijakan yang bias
gender. Sehingga dibutuhkan perjuangan keras dan holistic dari segenap perempuan dalam segala lini, terlebih pada lini politik, karena sangat berpengaruh terhadap produk
kebijakan. Menurut Lester dalam bukunya Political Participation, menyebutkan adanya dua orientasi dalam partisipasi politik berhubungan dengan proses politik yaitu :
partisipasi politik yang berhubungan pada output proses politik disebut partisipasi pasif dan pada input proses politik disebut partisipasi aktif, dimana aktivitas individu atau
kelompok yang berkenaan dengan masukan-masukan proses pembuatan kebijakan. Dalam partisipasi politik berlaku proses-proses politik yang harus difahami dan diikuti,
baik laki-laki atau pun perempuan. Yang dikatakan oleh Easton, proses politik adalah
merupakan interaksi diantara lembaga-lembaga pemerintahan kelompok-kelompok sosial. Hal ini menunjukkan tidak hanya aktivitas yang ada pada tingkat elit tetapi melihat
sudut pandang yang lebih pluralistic yang menyertakan analisis pada aktivitas-aktivitas berbagai kelompok yang terorganisir di luar pemerintahan dengan memberikan
penekanan pada individu-individu, kepentingan-kepentingan bersama dan nilai normatif.
Ampe Sahrianita Boangmanalu : Pandangan PKS Pakpak Bharat Terhadap Partisipasi Politik Perempuan, 2009
Sehinga berpartisipasi tidak sekedar ikut – ikutan tanpa tujuan dan arah yang jelas bagi setiap anggota akan tetapi dalam proses partisipasi keterlibatan secara aktif mental, emosi
dan prilaku untuk memperoleh sesuatu yang diharapkan menjadi bagian yang penting. Partisipasi politik perempuan saat ini semakin dibutuhkan dalam upaya
pengintegrasian kebutuhan gender dalam berbagai kebijakan publik dan menggolkan instrumen hukum yang sensitif gender yang selama ini terabaikan dan banyak
menghambat kemajuan perempuan di berbagai sektor kehidupan. Partisipasi politik menurut Closky merupakan kegiatan sukarela dari warga negara melalui mana mereka
mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum Budiarjo, 1998:2.
Ditegaskan oleh Moore 1988 bahwa salah satu ciri yang penting dari kedudukan perempuan dalam masyarakat ialah mereka adakalanya mempunyai kekuasaan politik
tetapi tidak mempunyai kekuatan, legitimasi, dan otoritas. Dalam banyak sistem politik di dunia sekarang ini, perempuan mempunyai kekuasaan politik, misalnya mereka
mempunyai hak suara. Akan tetapi, mereka kurang memiliki otoritas yang nyata dalam menjalankan kekuasaan tersebut Moore, 1988:134. Berdasarkan definisi partisipasi
politik diatas, maka penyusun dapat menarik satu definisi tentang partisipasi politik, yaitu keterlibatan warga negara dalam jabatan politik khususnya dalam legeslatif dan struktur
partai.
Ampe Sahrianita Boangmanalu : Pandangan PKS Pakpak Bharat Terhadap Partisipasi Politik Perempuan, 2009
2.3. Bentuk dan Klasifikasi Partisipasi Politik