Clark 1996 mencoba mengambil keuntungan dari posisi kerja duduk dan berdiri kemudian mengkombinasikan desain stasiun kerja untuk posisi duduk dan
berdiri. Kemudian disimpulkan bahwa pemilihan posisi kerja harus sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada Tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1 Pemilihan Sikap Kerja Terhadap Jenis Pekerjaan yang Berbeda
Jenis Pekerjaan Sikap Kerja yang Dipilih
Pilihan Pertama Pilihan Kedua
Mengangkat beban 5kg Berdiri
Duduk – Berdiri Bekerja di bawah tinggi siku
Berdiri Duduk – Berdiri
Menjangkau horizontal di luar daerah jangkauan optimum
Berdiri Duduk – Berdiri
Pekerjaan ringan dengan pergerakan berulang
Duduk Duduk – Berdiri
Pekerjaan perlu ketelitian Duduk
Duduk – Berdiri Inspeksi dan monitoring
Duduk Duduk – Berdiri
Sering berpindah-pindah Duduk – Berdiri
Berdiri Sumber: Helander 1995:60. A Guide to the Ergomic of Manufacturing.
3.2 Gangguan
Musculoskeletal
2
Gangguan musculoskeletal yang sering juga disebut Work-related Musculoskeletal Disorder WMSD adalah rasa sakit yang mempengaruhi tulang,
otot, dan persendian tubuh yang diderita oleh seseorang. Gangguan
2
Serge, simoneau,”Work related musculoskeletal disorders WMSDs: A better understanding for more effective prevention”. Ch 1 pg 3.
musculoskeletal pada umumnya disebabkan pemberian beban kerja yang melebihi kemampuan tubuh overuse untuk melakukan pemulihan, pada proses kerja yang
berulang, dan dalam waktu yang lama.
3.2.1 Penyebab Gangguan Muskuloskeletal
Gangguan muskuloskeletal memiliki banyak penyebab, pekerjaan yang repetitive, yang paling sering menjadi penyebab gangguan ini, adalah salah satu
faktor dari faktor risiko risk factor yang dimiliki oleh stasiun kerja. Faktor risiko dapat menjadi penyebab langsung dari masalah kesehatan, adanya faktor risiko
bukan berarti merupakan salah satu faktor penyebab. Faktor risiko merupakan suatu kondisi yang menunjukkan tingkat risiko yang dimiliki suatu pekerjaan
terhadap masalah kesehatan yang mungkin muncul di stasiun kerja. Faktor risiko yang dapat menjadi penyebab gangguan muskuloskeletal
diantaranya: 1. Pekerjaan repetitif
Pekerjaan repetitif memberikan beban kerja pada bagian tubuh secara konstan. Apabila pekerjaan ini dilakukan dalam waktu yang lama dan melebihi
kemampuan bagian tubuh untuk melakukan pemulihan, maka risiko terjadi gangguan muskuloskeletal sangat tinggi.
2. Postur tubuh Berdasarkan karakteristik stasiun kerja dan metode kerja yang digunakan,
pekerja sering menggunakan postur yang tidak baik. Postur tubuh yang tidak baik biasanya terjadi saat otot yang digunakan berada pada posisi yang sulit
sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik dan menyebabkan rasa rasa sakit, seperti pada saat peregangan maksimum.Apabila postur tubuh yang tidak baik
ini dibiarkan dan dilakukan dalam waktu yang lama, maka resiko terjadi gangguan muskuloskeletal sangat tinggi.
3. Tingkat kekuatan pekerjaan akan membutuhkan tingkat kekuatan force saat menggunakan peralatan atau saat mendorong dan menahan. Tingkat kekuatan
akan memberikan beban kerja berlebih pada bagian tubuh. Kemampuan bagian tubuh untuk dapat menahan beban kerja dalam waktu tertentu sangat
menentukan tingkat kekuatan yang dikeluarkan, risiko terjadi gangguan muskuloskeletal semakin tinggi.
4. Kerja otot statis Kerja otot statis adalah pada saat otot berkontraksi tanpa adanya jedaimtrupsi.
Otot membutuhkan darah yang lebih banyak saat berkotraksi daripada saat relaksasi. Pada saat otot dalam kondisi kerja statis, otot memberikan tekanan
yang konstan pada saluran darah sehingga darah yang dibutuhkan dalam jumlah besar terhambat, akibat otot cepat lelah dan akan merasakan rasa sakit.
Apabila kerja otot statis ini dibiarkan dan dilakukan dalam waktu yang lama, maka risiko terjadi gangguan muskuloskeletal sangat tinggi.
5. Lingkungan kerja Lingkungan kerja seperti suhu yang dingin mempengaruhi kekuatan otot
sehingga memerlukan tingkat kekuatan yang lebih besar dalam melakukan pekerjaan. Penggunaan sarung tangan yang tidak baik dapat menguarangi
kemampuan tangan dalam memegang peralatan atau bahan, sehingga