Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Islam kedudukan ekonomi sangat penting, karena ekonomi merupakan salah satu faktor penting yang membawa pada kesejahteraan umat. Ismail al-Faruqi berpendapat bahwa kegiatan ekonomi adalah pernyataan- pernyataan dan semangat ajaran Islam, karena ekonomi umat dan kemakmurannya adalah cita-cita yang ingin dicapai oleh umat Islam. 1 Keberhasilan ekonomi dalam suatu masyarakat dapat dicapai antara lain melalui perbankan, terutama dalam dunia modern. Sistem perbankan telah menjadi bagian dari kegiatan kehidupan perekonomian masyarakat. Dewasa ini sistem perbankan diharapkan untuk lebih berperan dalam usaha-usaha pembangunan ekonomi, guna meningkatkan taraf hidup kehidupan manusia. 2 Dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997 sampai sekarang, sangat berpengaruh pada perekonomian umat manusia terutama pada ekonomi masyarakat kecil. Namun, bagi masyarakat kecil dampak yang paling dirasakan adalah menurunnya daya beli karena harga-harga kebutuhan pokok meningkat dari harga sebelum krisis terjadi. Bagi masyarakat pelaku ekonomi rakyat pengusaha kecilmikro yang bergerak dalam penyediaan kebutuhan 1 Ahmad Dimyati, Islam dan Koperasi, Jakarta: KOFINFO, 1998, h. 48. 2 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah “Deskripsi dan Ilustrasi”, Yogyakarta: EKONOSIA, 2003, edisi 2, h. 97. pokok bisnis retail krisis ekonomi tidaklah menghancurkan usaha mereka, namun bagi pelaku yang bergerak dalam usaha di luar kebutuhan pokok, dampak krisis ekonomi lebih terasa dengan merosotnya omzet mereka. Sehingga mereka sulit untuk memenuhi kebutuhan permodalan. Walaupun bank-bank banyak tersebar diseluruh Indonesia, namun sebagian besar belum mampu menyentuh lapisan bawah. Apa terpikir oleh kita ada suatu bank yang mau memberikan modal kepada pedagang yang tanpa proposal, tanpa jaminan, dan tanpa rekomendasi. Sedangkan jumlah yang dibutuhkannya pun tidak banyak. Sisi lain yang patut menjadi catatan, pengusaha kecil umumnya mereka adalah pekerja keras, ulet dan mandiri. Kemampuan mereka untuk bertahan hidup dengan kondisi yang ada menjadi catatan penting yang harus menjadi perhatian. Keinginan besar mereka untuk mengoptimalkan jiwa kewirausahaan dengan kondisi yang ada haruslah didukung oleh pihak lain, dalam hal ini lembaga keuangan. Upaya membesarkan usaha tentu membutuhkan suntikan permodalan, namun karena keterbatasan mereka, kondisinya tidak mengalami perubahan, karena daya dukung yang terbatas dari sisi permodalan. Keinginan mereka untuk menambah permodalan, tentu harus didukung, namun infrastruktur yang ada tidak serta merta memudahkan urusan permodalan ini, sehingga keterbatasan mereka dimanfaatkan oleh para rentenir yang berbunga sangat besar walau dengan prosedur yang lebih sederhana. Melihat permasalahan yang terjadi, maka dirasakan perlu adanya lembaga keuangan non bank yang dapat menjangkau kebutuhan masyarakat pada skala mikro yang tidak terjangkau lembaga perbankan. Dalam kondisi krisis sekarang ini, suatu paradigma baru bagi pengembangan usaha kecil sangat diperlukan. Pemberdayaan ekonomi rakyat perlu dilaksanakan lebih konsisten dan lebih berpihak sehingga usaha-usaha kecil yang notabene merupakan sumber nafkah terbesar bagi sebagian besar rakyat Indonesia dapat terselamatkan dari kondisi krisis. Pada kondisi demikianlah, BMT memosisikan diri, dengan tujuan untuk membantu masyarakat ekonomi lemah dan pengusaha kecil dalam memberikan modal atau pembiayaan agar usaha yang mereka tekuni dapat berkembang dan produktif tanpa memberatkan masyarakat. Pada sisi birokrasi, BMT berupaya menyederhanakan, demikian pula pada aspek jaminan. Jaminan bukanlah syarat pokok seseorang memperoleh pembiayaan pinjaman akan tetapi kepercayaan yang sudah dijalin, menjadi syarat pokok bekerjasama dengan BMT. Kehadiran Baitul Maal wat Tamwil yang disingkat BMT, dalam pedoman bahasa Indonesianya adalah Balai Usaha Mandiri Terpadu, merupakan lembaga keuangan syari’ah yang tumbuh seiring dengan perkembangan lembaga keuangan maupun non keuangan syari’ah lainnya di Indonesia. BMT adalah salah satu lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan landasan sistem syari’ah. 3 BMT merupakan sebuah lembaga ekonomi yang menggalang kegiatan menabung dan memberikan pembiayaan pada pengusaha kecilmikro. Selain itu, BMT juga dilengkapi dengan kegiatan Baitul Maal yang lebih bersifat sosial. Ini berarti secara kelembagaan BMT merupakan lembaga sosial dan komersial. Sebagai lembaga sosial BMT menghimpun dana dari zakat, infak, shadaqah ZIS, hibah dan sebagainya, yang kemudian disalurkan kepada mereka yang berhak menerimanya mustahik. Sedangkan sebagai lembaga komersial yang dananya berasal dari simpanan atau tabungan, saham dan sebagainya, yang kemudian disalurkan kepada pembiayaan-pembiayaan usaha yang produktif. Lembaga keuangan semacam BMT, sesungguhnya sangat diperlukan untuk menjangkau dan mendukung para pengusaha kecilmikro di seluruh pelosok Indonesia yang belum dilayani oleh perbankan yang ada saat ini. Sebagai gambaran, usaha kecil mikro terdiri dari sektor formal dan informal, yang menurut data Bappenas mencapai angka hampir 40 juta. Peluang pengembangan BMT di Indonesia sesungguhnya sangat besar, mengingat usaha kecil mikro dengan skala pinjaman dibawah Rp 1 juta adalah segmen pasar yang dapat dilayani dengan efektif oleh lembaga ini. Sementara disisi lain, keberadaan perbankan yang mampu melayani segmen ini sangat terbatas jumlahnya. 4 Dengan adanya BMT tersebut diharapkan kebutuhan akan pembiayaan kalangan bawah akan terpenuhi terutama bagi masyarakat ekonomi lemah yang 3 M. Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Jakarta: LSAF, 1999, h. 430. 4 http:www.pikiran-rakyat.com cetak2005100509hikmahmanajemen.htm membutuhkan pembiayaan. Dalam rangka meningkatkan ekonomi umat sebagai bagian dari program pembangunan ekonomi kerakyatan maka sudah seharusnya memanfaatkan dan memberdayakan BMT sebagai lembaga yang menghimpun masyarakat usaha kecil dan mikro dengan mengembangkan iklim usaha dalam lingkungan sosial ekonomi yang sehat. 5 Disinilah sebenarnya letak keunggulan dari BMT dalam hubungannya dengan pemberian pinjaman kepada pihak yang tidak memiliki persyaratan atau jaminan yang cukup. BMT memiliki konsep pinjaman kebajikan al-Qardhu al- Hasan yang diambil dari dana ZIS atau dana sosial. Dengan adanya model pinjaman ini, BMT tidak memiliki risiko kerugian dari kredit macet yang mungkin saja terjadi. Jadi, sebenarnya BMT memiliki semacam jaminan atau proteksi sosial melalui pengelolaan dana Baitul Maal berupa dana ZIS ataupun berupa insentif sosial, yakni rasa kebersamaan melalui ikatan kelompok simpan- pinjam ataupun kelompok yang berorientasi sosial. Proteksi sosial ini menjamin distribusi rasa kesejahteraan dari masyarakat yang tidak punya kepada masyarakat yang punya. Dengan demikian, terjadi komunikasi antara dua kelas yang berbeda yang akan memberikan dampak positif kepada kehidupan sosial ekonomi komunitas masyarakat sekitar. Sebagai sebuah konsep, BMT itu sendiri terus berproses dan berupaya mencari trobosan baru untuk memajukan perekonomian masyarakat, karena masalah mua’malat memang berkembang dari waktu ke waktu. 5 ”Memberdayakan Koperasi dan BMT”, Harian Republika, 31 Maret 2003, h. 2. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang aplikasi al-Qardhu al-Hasan dengan mengambil judul skripsi: ”EFEKTIVITAS PEMANFAATAN AL-QARDHU AL-HASAN BAGI PEDAGANG KECIL STUDI PADA BMT HUSNAYAIN JAKARTA TIMUR”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah