60
Tindakan pemalsuan keterangan pada akta nikah secara tegas dilarang pula oleh agama Islam, karena tindakan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Indonesia, yaitu PP No. 09 Tahun 1975 atau UU No.1 Tahun 1974. Dalam hal ini, pemeritah dikategorikan sebagai Ulil Amri yang perintah
dan peraturannya harus ditaati atau dipatuhi dan dilaksanakan selama perintahaturan tersebut tidak melanggar syariat Islam. Peraturan pemerintah
tentang pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama bertujuan demi kemaslahatan umat. Perintah tersebut untuk menghindari adanya penipuan
dari salah satu pihak mempelai pengantin. Karena selama ini sering terjadi tindakan penyelewengan dari pihak suami terhadap istri yang hendak
melakukan poligami
tanpa izin
istri pertama,
bahkan suami
dapat meninggalkan istri kapan saja dan dimana saja karena status suami tidak
diketahui sudah mempunyai istri atau belum. Oleh karena itu, perlu adanya pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama. Perintah ini memberikan
kemaslahatan kebaikan kepada masyarakat pada umumnya dan umat Islam pada khususnya untuk menghindari kemafsadatan kerusakan.
B. Pembatalan Perkawinan
Pembatalan perkawinan berasal dari kata batal, yaitu menganggap tidah sah, menganggap tidak pernah ada Kamus Umum Bahasa Indonesia : Badudu-Zain. Jadi
pembatalan perkawinan berarti menganggap perkawinan yang telah dilakukan sebagai peristiwa yang tidak sah atau tidak pernah ada. Menurut Soedaryo Soimin,
SH : “Pembatalan perkawinan adalah perkawinan yang terjadi dengan tanpa
Universitas Sumatera Utara
61
memenuhi syarat-syarat sesuai dengan undang-undang”. Pasal 22 undang-undang No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa pembatalan perkawinan dapat dilakukan, bila para
pihak tidak memenuhi syarat melangsungkan perkawinan. “Pembatalan perkawinan adalah tindakan putusan Pengadilan yang menyatakan bahwa perkawinan yang
dilakukan itu tidak sah, akibatnya ialah perkawinan itu dianggap tidak pernah ada”.
66
Bagi perkawinan yang dilangsungkan secara Islam pembatalan perkawinan lebih lanjut dimuat dalam pasal 27 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 1975 yang menyatakan : Apabila pernikahan telah berlangsung kemudian ternyata terdapat larangan menurut hukum munakahad atau peraturan
perundang-undangan tentang perkawinan, Pengadilan Agama dapat membatalkan pernikahan tersebut atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan”. Dengan
demikian suatu perkawinan dapat batal demi hukum dan bisa dibatalkan oleh Pengadilan. Perihal pembatalan perkawinan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974
pengaturannya termuat dalam Bab VI, pada pasal 22 sampai dengan Pasal 28 yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaannya Peraturan Pemerintah No.9 Tahun
1975 dalam Bab VI Pasal 37 dan 38. Adapun Pengadilan yang berkuasa untuk membatalkan perkawinan yaitu : Pengadilan yang daerah kekuasaanya meliputi
tempat berlangsungnya perkawinan atau di tempat tinggal kedua suami-istri. Bagi mereka yang beragama Islam dilakukan di Pengadilan Agama sedangkan bagi mereka
yang beragama non Islam di Pengadilan Negeri.
66
Muchlis Marwan dan Thoyib Mangkupranoto, Hukum Islam II, Fakultas Hukum, Surakarta, 1986, Hal.2.
Universitas Sumatera Utara
62
Saat mulai berlakunya pembatalan perkawinan diatur dalam pasal 28 ayat 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa : “ Batalnya suatu
perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan”.
Keputusan ini tidak ada upaya hukum lagi untuk naik banding atau kasasi. Akibatnya kembali keposisi semula sebelum terjadinya perkawinan atau perkawinan
dianggap tidak pernah ada. Menurut Riduan Shahrani, S.H. sehubungan dengan pelaksanaan pembatalan perkawinan bahwa perkawinan dalam Islam mungkin “putus
demi hukum” artinya : “Apabila ada atau terjadi suatu kejadian, kejadian mana
menurut hukum Islam mengakibatkan lenyapnya keabsahan perkawinan itu, misalnya si suami atau istri murtad dari agama Islam dan kemudian memeluk agama atau
kepercayaannya bukan kitabiyah. Maka perkawinannya putus demi hukum Islam”.
67
Perkawinan yang putus demi hukum maksudnya karena perkawinan tersebut putus dengan sendirinya seperti karena kematian yang sifatnya alamiah.
Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan menurut Pasal 23 UU No.1 Tahun 1974 adalah :
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri. b. Suami atau istri
c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan d. Pejabat pengadilan.
67
Abdurrahman dan Riduan Syahrani, 1978, Masalah-masalah Hukum Perkawinan di
Indonesia, Alumni, Bandung, Hal. 42.
Universitas Sumatera Utara
63
Faktor yang
dapat menyebabkan
terjadinya pembatalan
perkawinan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal
24, 26 dan 27 adalah sebagai berikut : a. Perkawinannya masih terikat dengan salah satu kedua belah pihak dan atas
dasar masih adanya perkawinan. Mengingat ketentuan terikat dengan tali perkawinan lain kemudian melakukan perkawinan baru dapat dibatalkan,
kecuali suami yang telah memperoleh izin poligami. b. Perkawinan dilangsungkan di muka pegawai pencatat perkawinan yang tidak
berwenang serta menggunakan identitas dan keterangan palsu mengenai status, usia, atau agama serta menggunakan wali nikah yang tidak sah atau
dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi. c. Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum,
ancaman yang dimaksud bukan hanya bersifat pidana atau fisik tetapi juga tekanan-tekanan yang bersifat paksaan, sehingga menghilangkan kehendak
bebas dari calon mempelai, jadi tidak memenuhi syarat perkawinan Pasal 6 ayat 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974.
d. Ketika perkawinan berlangsung terjadi salah sangka mengenai suami atau istri. Misalnya calon istri atau suami ternyata masih mempunyai hubungan
darah dekat, salah satu mempelai ternyata masih dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain atau perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah
dari suami lain.
Universitas Sumatera Utara
64
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembatalan perkawinan bagi orang Islam diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, Buku I tentang Hukum
Perkawinan yang termuat dalam Pasal 70 sampai dengan Pasal 72 yaitu sebagai berikut :
a. Suami melakukan perkawinan sedangkan ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu istri
dari keempat istrinya itu dalam iddah talak raj’i. Talak raj’i adalah talak yang masih boleh rujuk. Arti rujuk ialah kembali, maksudnya kembali menjadi
mempunyai hubungan suami istri dengan tidak melalui proses perkawinan lagi.
b. Seorang menikahi bekas istrinya yang telah dili’annya putusnya hubungan perkawinan karena tindakan suami yang menuduh istrinya berbuat zina dan
istrinya menolak tuduhan itu. c. Seorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya,
kecuali jika bekas istrinya tersebut pernah menikahi dengan pria lain yang kemudian bercerai lagi dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya.
d. Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda, sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan
menurut Pasal 8 Undang-undang No.1 Tahun 1974. e. Istri adalah sudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri atau
istri-istrinya.
Universitas Sumatera Utara
65
Pengertian dari Kompilasi Hukum Islam itu sendiri adalah : “Rangkuman dari berbagai pendapat hukum yang diambil dari berbagai kitab yang ditulis oleh para
ulama Fiqih yang biasa dipergunakan sebagai referensi pada Pengadilan Agama
untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun ke dalam satu himpunan. Himpunan tersebut inilah
yang dinamakan kompilasi.”
68
Rumusan yang diatur untuk membatalkan perkawinan bagi orang Islam dalam kompilasi Hukum Islam lebih
lengkap dan terperinci dibandingkan dengan rumusan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974.
Tatacara pengajuan
permohonan pembatalan
perkawinan mengenai
pemanggilan, pemeriksaan, dan putusannya dilakukan sesuai dengan tatacara pengajuan gugatan perceraian. Diatur dalam ketentuan pasal 20 sampai dengan Pasal
36 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, sepanjang dapat diterapkan dalam pembatalan perkawinan. Prosedur yang harus dilakukan untuk mengajukan
permohonan pembatalan perkawinan yaitu antara lain : a. Pengajuan gugatan
Surat permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama yang meliputi :
1 Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan.
2 Pengadilan dalam daerah hukum di tempat tinggal kedua suami istri.
3 Pengadilan dalam daerah hukum di tempat kediaman suami.
68
Abdurrahman, 1992, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta,
Hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
66
4 Pengadilan dalam daerah hukum di tempat kediaman istri.
Surat permohonan tersebut dibuat secara tertulis, pemohon bisa datang sendiri atau diwakilkan kepada orang lain yang akan bertindak sebagai
kuasanya. Surat permohonan yang telah dibuat oleh pemohon disertai lampiran yang terdiri dari :
1 Fotocopy tanda penduduk
2 Surat keterangan atau pengantar dari kelurahan bahwa pemohon benar-
benar penduduk setempat. 3
Surat keterangan tentang hubungan pihak yang dimohonkan pembatalan perkawinan dengan pihak pemohon.
4 Kutipan akta nikah.
b. Penerimaan Perkara Surat permohonan harus didaftar terlebih dahulu oleh panitera, SKUM atau
Surat Kuasa Untuk Membayar yang di dalamnya telah ditentukan berapa jumlah uang muka yang harus dibayar, lalu pemohon membayar panjar biaya
perkara atau vorschot baru setelah itu pemohon menerima kuitansi asli. Surat permohonan yang telah dilampiri kuitansi dan surat-surat yang berhubungan
dengan permohonan tersebut diproses dan dilakukan pencatatan dan diberi nomor perkara. Pemohon tinggal menunggu panggilan sidang.
c. Pemanggilan Panggilan sidang secara resmi disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan
atau kuasa sahnya, bila tidak dijumpai disampaikan melalui LurahKepala
Universitas Sumatera Utara
67
Desa yang bersangkutan. Panggilan selambat-lambatnya sudah diterima oleh pemohon 3 tiga hari sebelum sidang dibuka. Dalam menetapkan tenggang
waktu antara pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut perlu diperhatikan. Pemanggilan tersebut harus dilampiri salinan surat permohonan.
d. Persidangan Hakim
harus sudah
memeriksa permohonan
pembatalan perkawinan
selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari setelah diterimanya berkassurat permohonan
tersebut. Pengadilan
Agama akan
memutuskan untuk
mengadakan sidang jika terdapat alasan-alasan seperti yang tercantum dalam ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Bab IV Pasal 22 sampai
dengan Pasal 27. Setelah dilakukan sidang, Ketua Pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya pembatalan perkawinan yang ditujukan kepada
Pegawai Pencatat untuk mengadakan pencatatan pembatalan perkawinan. Akibat
hukum yang
ditimbulkan karena
adanya pembatalan
perkawinan diatur dalam Pasal 28 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 75 dan Pasal 76 Kompilasi Hukum Islam yang mempunyai
rumusan berbeda. Pasal 75 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa keputusam
pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap : a.
Perkawinan yang batal karena salah satu dari suami atau istri murtad. b.
Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
68
c. Pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan beritikad
baik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Terkait dengan akibat hukum pembatalan perkawinan, kiranya perlu kita cermati permasalahan yang berkenaan dengan saat mulai berlakunya
pembatalan perkawinan dimuat di dalam pasal 28 ayat 1, sebagai berikut : Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
1. Terhadap Anak
Selanjutnya permasalahan yang berkenaan dengan akibat hukum terhadap pembatalan perkawinan dimuat dalam Pasal 28 ayat 2, sebagai berikut :
Keputusan tidak berlaku surut terhadap 1 Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut; 2 Suami atau istri yang bertindak dengan
itikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan prkawinan didasarkan atas adanya perkawinan yang lain lebih dahulu; 3 Orang-
orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum keputusan tentang
pembatalan mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Wibowo Reksopradoto memberikan ulasan terhadap Pasal 28 ayat 2
sebagai berikut : Keputusan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Anak-anak yang dilahirkan dalam
perkawinan yang telah dibatalkan tidak berlaku surut, sehingga dengan demikian anak-anak ini dianggap sah, meskipun salah seorang tuanya
Universitas Sumatera Utara
69
beritikad atau keduanya beritikad buruk. Dalam BW bila kedua orang tuanya beritikad baik, atau salah seorang dari orang tuanya yang beritikad
baik, maka anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang dibubarkan ini, disahkan. Sedangkan bagi mereka yang kedua orang tuanya beritikad
buruk, maka anak-anaknya dianggap anak luar kawin, dan dianggap tidak ada perkawinan. Dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1974 lebih adil
kiranya bahwa semua anak yang dilahirkan, dalam perkawinannya yang dibatalkan, meskipun kedua orang tuanya beritikad buruk anak tersebut
masih anak sah.
69
Ini berdasarkan kemanusiaan dan kepentingan anak-anak yang tidak berdosa, patut mendapatkan perlindungan hukum. Dan tidak seharusnya
bila anak-anak yang tidak berdosa harus menanggung akibat tidak mempunyai orang tua, hanya karena kesalahan orang tuanya. Dengan
demikian menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 anak-anak yang dilahirkan itu mempunyai status hukum yang jelas sebagai anak sah dari
kedua orang tuanya yang perkawinannya dibatalkan. 2.
Terhadap Harta Yang Diperoleh Selama Perkawinan Suami atau istri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali terhadap harta
bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu. Pembahasan mengenai harta yang ada pada dan
sebelum perkawinan serta pembatalan perkawinan merupakan masalah yang perlu mendapatkan pemahaman mendalam, karena ini salah satu hal
yang menyangkut perlindungan hak dan kewajiban para pihak. Sebelum membicarakan harta kekayaan suami dan istri dalam perkawinan, terlebih
69
Wibowo Reksopradoto, Hukum Perkawinan Nasional Jilid II Tentang Batal dan Putusnya Perkawinan, Itikad Baik, Semarang, 1978, Hal. 25-28
.
Universitas Sumatera Utara
70
dahulu harus dilihat mengenai kedudukan harta orang Islam secara umum. Dalam bidang harta kekayaan seseorang dan cara penyatuan atau
penggabungan harta tersebut dengan harta orang lain dikenal dengan nama syirkah atau syarikah.
Dilihat dari asal-usulnya harta suami istri itu dapat digolongkan pada tiga golongan :
1 Harta masing-masing suami istri yang telah dimilikinya sebelum mereka
kawin baik berasal dari warisan, hibah atau usaha mereka sendiri-sendiri atau dapat disebut harta bawaan.
2 Harta masing-masing suami istri yang dimilikinya sesudah mereka berada
dalam hubungan perkawinan, tetapi diperolehnya bukan dari usaha mereka baik seorang-seorang atau bersama-sama, tetapi merupakan hibah,
wasiat atau warisan untuk masing-masing.
3 Harta
yang diperoleh
sesudah mereka
berada dalam
hubungan perkawinan atas usaha mereka berdua atau usaha salah seorang mereka
atau disebut harta pencarian.
70
Pada dasarnya harta suami dan harta istri terpisah, baik harta bawaannya masing-masing atau harta yang diperoleh oleh salah seorang suami istri atas
usahanya sendiri-sendiri maupun harta hibah yang diperoleh oleh salah seorang mereka karena hadiah atau hibah atau warisan sesudah mereka terkat
dalam hubungan perkawinan. Walaupun demikian telah dibuka kemungkinan syirkah atas harta kekayaan suami istri itu secara resmi dan menurut cara-cara
tertentu. Suami istri dapat mengadakan syirkah atas pencampuran harta kekayaan
yang diperoleh suami danatau istri selama masa adanya perkawinan atas usaha suami atau istri sendiri-sendiri, atau atas usaha mereka bersama-sama.
70
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Penerbit UI, Jakarta, Hal.83-84.
Universitas Sumatera Utara
71
Begitupun mengenai
harta kekayaan
usaha sendiri-sendiri,
sebelum perkawinan dan harta yang berasal bukan dari salah seorang atau bukan dari
usaha mereka berdua, tetapi berasal dari pemberian atau warisan atau lainnya yang khusus untuk mereka masing-masing. Sedangkan dalam Kompilasi
Hukum Islam menggariskan bahwa “pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta istri karena perkawinan, adanya harta bersama
tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami dan istri”.
71
Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasi penuh olehnya. Harta
bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang diperolah masing- masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-
masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sedekah atau lainnya.
Bagi harta kekayaan bersama gono-gini merupakan harta bersama yang menjadi milik bersama, hanya saja tidak boleh merigikan pihak yang beritikad
baik, bagaimanapun juga pihak yang beritikad baik harus diuntungkan, bahkan bagi pihak yang beritikad buruk harus menanggung segala kerugian-
kerugian termasuk bunga-bunga harus ditanggung. Harta-harta kekayaan yang
71
Pasal 85 Kompilasi Hukum Islam
Universitas Sumatera Utara
72
dibawa oleh pihak yang beritikad baik tidak boleh dirugikan, sedangkan harta kekayaan yang beritikad baik bila ternyata dirugikan, kerugian ini harus
ditanggung oleh pihak yang beritikad buruk. Dan segala perjanjian perkawinan yang merugikan pihak yang beritikad baik harus dianggap tidak
pernah ada. 3. Terhadap Pihak Ketiga
Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk anak dan suamiistri sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum keputusan tentang
pembatalan mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Terhadap pihak ketiga yang beritikad baik pembatalan perkawinan tidak mempunyai akibat hukum
yang berlaku surut, jadi segala perbuatan perdata atau perikatan yang diperbuat suami istri sebelum pembatalan perkawinan tetap berlaku, dan ini
harus dilaksanakan oleh suami istri tersebut, sehingga pihak ketiga yang beritikad baik tidak dirugikan.
Bagi anak-anak yang orang tuanya telah dibatalkan perkawinannya mereka tetap merupakan anak sah dari ibu dan bapaknya. Oleh karena itu
anak-anak tetap menjadi anak sah, maka status kewarganegaraannya tetap memiliki warganegara bapaknya, an bagi warisan dan akibat perdata lainnya
ia mengikuti kedudukan hukum orang tuanya. Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan ke Pengadilan
Agama bagi Muslim dan Pengadilan Negeri bagi Non-Muslim di dalam daerah hukum dimana perkawinan telah dilangsungkan atau di tempat tinggal
Universitas Sumatera Utara
73
pasangan suami-istri. Atau bisa juga di tempat tinggal salah satu dari pasangan baru tersebut. Ada batas waktu pengajuan pembatalan perkawinan,
untuk perkawinan karena memalsukan identitas atau karena perkawinan terjadi karena adanya paksaan pengajuan itu dibatasi hanya dalam waktu
enam bulan setelah perkawinan terjadi. Jika sampai lebih dari enam bulan pasangan suami istri tersebut masih hidup bersama sebagai suami istri maka
hak pembatalan perkawinan dianggap gugur. Sementara itu tidak ada pembatasan waktu untuk pembatalan perkawinan suami yang telah menikah
lagi tampa sepengetahuan istri. Kapanpun pengajuan pembatalan perkawinan dapat dilakukan. Batalnya perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan
mempunyai kekuatan
hukum yang
tetap dan
berlaku sejak
saat berlangsungnya perkawinan.
C. Akta Nikah Yang Dibuat Dengan Dokumen Palsu Pada Perkara Nomor 776Pdt.G2009PA Mdn