Pembatalan Perkawinan KEABSAHAN AKTA NIKAH YANG DIBUAT DENGAN

60 Tindakan pemalsuan keterangan pada akta nikah secara tegas dilarang pula oleh agama Islam, karena tindakan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Indonesia, yaitu PP No. 09 Tahun 1975 atau UU No.1 Tahun 1974. Dalam hal ini, pemeritah dikategorikan sebagai Ulil Amri yang perintah dan peraturannya harus ditaati atau dipatuhi dan dilaksanakan selama perintahaturan tersebut tidak melanggar syariat Islam. Peraturan pemerintah tentang pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama bertujuan demi kemaslahatan umat. Perintah tersebut untuk menghindari adanya penipuan dari salah satu pihak mempelai pengantin. Karena selama ini sering terjadi tindakan penyelewengan dari pihak suami terhadap istri yang hendak melakukan poligami tanpa izin istri pertama, bahkan suami dapat meninggalkan istri kapan saja dan dimana saja karena status suami tidak diketahui sudah mempunyai istri atau belum. Oleh karena itu, perlu adanya pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama. Perintah ini memberikan kemaslahatan kebaikan kepada masyarakat pada umumnya dan umat Islam pada khususnya untuk menghindari kemafsadatan kerusakan.

B. Pembatalan Perkawinan

Pembatalan perkawinan berasal dari kata batal, yaitu menganggap tidah sah, menganggap tidak pernah ada Kamus Umum Bahasa Indonesia : Badudu-Zain. Jadi pembatalan perkawinan berarti menganggap perkawinan yang telah dilakukan sebagai peristiwa yang tidak sah atau tidak pernah ada. Menurut Soedaryo Soimin, SH : “Pembatalan perkawinan adalah perkawinan yang terjadi dengan tanpa Universitas Sumatera Utara 61 memenuhi syarat-syarat sesuai dengan undang-undang”. Pasal 22 undang-undang No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa pembatalan perkawinan dapat dilakukan, bila para pihak tidak memenuhi syarat melangsungkan perkawinan. “Pembatalan perkawinan adalah tindakan putusan Pengadilan yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilakukan itu tidak sah, akibatnya ialah perkawinan itu dianggap tidak pernah ada”. 66 Bagi perkawinan yang dilangsungkan secara Islam pembatalan perkawinan lebih lanjut dimuat dalam pasal 27 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1975 yang menyatakan : Apabila pernikahan telah berlangsung kemudian ternyata terdapat larangan menurut hukum munakahad atau peraturan perundang-undangan tentang perkawinan, Pengadilan Agama dapat membatalkan pernikahan tersebut atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan”. Dengan demikian suatu perkawinan dapat batal demi hukum dan bisa dibatalkan oleh Pengadilan. Perihal pembatalan perkawinan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pengaturannya termuat dalam Bab VI, pada pasal 22 sampai dengan Pasal 28 yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaannya Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 dalam Bab VI Pasal 37 dan 38. Adapun Pengadilan yang berkuasa untuk membatalkan perkawinan yaitu : Pengadilan yang daerah kekuasaanya meliputi tempat berlangsungnya perkawinan atau di tempat tinggal kedua suami-istri. Bagi mereka yang beragama Islam dilakukan di Pengadilan Agama sedangkan bagi mereka yang beragama non Islam di Pengadilan Negeri. 66 Muchlis Marwan dan Thoyib Mangkupranoto, Hukum Islam II, Fakultas Hukum, Surakarta, 1986, Hal.2. Universitas Sumatera Utara 62 Saat mulai berlakunya pembatalan perkawinan diatur dalam pasal 28 ayat 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa : “ Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan”. Keputusan ini tidak ada upaya hukum lagi untuk naik banding atau kasasi. Akibatnya kembali keposisi semula sebelum terjadinya perkawinan atau perkawinan dianggap tidak pernah ada. Menurut Riduan Shahrani, S.H. sehubungan dengan pelaksanaan pembatalan perkawinan bahwa perkawinan dalam Islam mungkin “putus demi hukum” artinya : “Apabila ada atau terjadi suatu kejadian, kejadian mana menurut hukum Islam mengakibatkan lenyapnya keabsahan perkawinan itu, misalnya si suami atau istri murtad dari agama Islam dan kemudian memeluk agama atau kepercayaannya bukan kitabiyah. Maka perkawinannya putus demi hukum Islam”. 67 Perkawinan yang putus demi hukum maksudnya karena perkawinan tersebut putus dengan sendirinya seperti karena kematian yang sifatnya alamiah. Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan menurut Pasal 23 UU No.1 Tahun 1974 adalah : a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri. b. Suami atau istri c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan d. Pejabat pengadilan. 67 Abdurrahman dan Riduan Syahrani, 1978, Masalah-masalah Hukum Perkawinan di Indonesia, Alumni, Bandung, Hal. 42. Universitas Sumatera Utara 63 Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pembatalan perkawinan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 24, 26 dan 27 adalah sebagai berikut : a. Perkawinannya masih terikat dengan salah satu kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan. Mengingat ketentuan terikat dengan tali perkawinan lain kemudian melakukan perkawinan baru dapat dibatalkan, kecuali suami yang telah memperoleh izin poligami. b. Perkawinan dilangsungkan di muka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang serta menggunakan identitas dan keterangan palsu mengenai status, usia, atau agama serta menggunakan wali nikah yang tidak sah atau dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi. c. Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum, ancaman yang dimaksud bukan hanya bersifat pidana atau fisik tetapi juga tekanan-tekanan yang bersifat paksaan, sehingga menghilangkan kehendak bebas dari calon mempelai, jadi tidak memenuhi syarat perkawinan Pasal 6 ayat 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974. d. Ketika perkawinan berlangsung terjadi salah sangka mengenai suami atau istri. Misalnya calon istri atau suami ternyata masih mempunyai hubungan darah dekat, salah satu mempelai ternyata masih dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain atau perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain. Universitas Sumatera Utara 64 Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembatalan perkawinan bagi orang Islam diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, Buku I tentang Hukum Perkawinan yang termuat dalam Pasal 70 sampai dengan Pasal 72 yaitu sebagai berikut : a. Suami melakukan perkawinan sedangkan ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu istri dari keempat istrinya itu dalam iddah talak raj’i. Talak raj’i adalah talak yang masih boleh rujuk. Arti rujuk ialah kembali, maksudnya kembali menjadi mempunyai hubungan suami istri dengan tidak melalui proses perkawinan lagi. b. Seorang menikahi bekas istrinya yang telah dili’annya putusnya hubungan perkawinan karena tindakan suami yang menuduh istrinya berbuat zina dan istrinya menolak tuduhan itu. c. Seorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali jika bekas istrinya tersebut pernah menikahi dengan pria lain yang kemudian bercerai lagi dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya. d. Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda, sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut Pasal 8 Undang-undang No.1 Tahun 1974. e. Istri adalah sudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri atau istri-istrinya. Universitas Sumatera Utara 65 Pengertian dari Kompilasi Hukum Islam itu sendiri adalah : “Rangkuman dari berbagai pendapat hukum yang diambil dari berbagai kitab yang ditulis oleh para ulama Fiqih yang biasa dipergunakan sebagai referensi pada Pengadilan Agama untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun ke dalam satu himpunan. Himpunan tersebut inilah yang dinamakan kompilasi.” 68 Rumusan yang diatur untuk membatalkan perkawinan bagi orang Islam dalam kompilasi Hukum Islam lebih lengkap dan terperinci dibandingkan dengan rumusan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974. Tatacara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan mengenai pemanggilan, pemeriksaan, dan putusannya dilakukan sesuai dengan tatacara pengajuan gugatan perceraian. Diatur dalam ketentuan pasal 20 sampai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, sepanjang dapat diterapkan dalam pembatalan perkawinan. Prosedur yang harus dilakukan untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan yaitu antara lain : a. Pengajuan gugatan Surat permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama yang meliputi : 1 Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan. 2 Pengadilan dalam daerah hukum di tempat tinggal kedua suami istri. 3 Pengadilan dalam daerah hukum di tempat kediaman suami. 68 Abdurrahman, 1992, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta, Hal. 14. Universitas Sumatera Utara 66 4 Pengadilan dalam daerah hukum di tempat kediaman istri. Surat permohonan tersebut dibuat secara tertulis, pemohon bisa datang sendiri atau diwakilkan kepada orang lain yang akan bertindak sebagai kuasanya. Surat permohonan yang telah dibuat oleh pemohon disertai lampiran yang terdiri dari : 1 Fotocopy tanda penduduk 2 Surat keterangan atau pengantar dari kelurahan bahwa pemohon benar- benar penduduk setempat. 3 Surat keterangan tentang hubungan pihak yang dimohonkan pembatalan perkawinan dengan pihak pemohon. 4 Kutipan akta nikah. b. Penerimaan Perkara Surat permohonan harus didaftar terlebih dahulu oleh panitera, SKUM atau Surat Kuasa Untuk Membayar yang di dalamnya telah ditentukan berapa jumlah uang muka yang harus dibayar, lalu pemohon membayar panjar biaya perkara atau vorschot baru setelah itu pemohon menerima kuitansi asli. Surat permohonan yang telah dilampiri kuitansi dan surat-surat yang berhubungan dengan permohonan tersebut diproses dan dilakukan pencatatan dan diberi nomor perkara. Pemohon tinggal menunggu panggilan sidang. c. Pemanggilan Panggilan sidang secara resmi disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan atau kuasa sahnya, bila tidak dijumpai disampaikan melalui LurahKepala Universitas Sumatera Utara 67 Desa yang bersangkutan. Panggilan selambat-lambatnya sudah diterima oleh pemohon 3 tiga hari sebelum sidang dibuka. Dalam menetapkan tenggang waktu antara pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut perlu diperhatikan. Pemanggilan tersebut harus dilampiri salinan surat permohonan. d. Persidangan Hakim harus sudah memeriksa permohonan pembatalan perkawinan selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari setelah diterimanya berkassurat permohonan tersebut. Pengadilan Agama akan memutuskan untuk mengadakan sidang jika terdapat alasan-alasan seperti yang tercantum dalam ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Bab IV Pasal 22 sampai dengan Pasal 27. Setelah dilakukan sidang, Ketua Pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya pembatalan perkawinan yang ditujukan kepada Pegawai Pencatat untuk mengadakan pencatatan pembatalan perkawinan. Akibat hukum yang ditimbulkan karena adanya pembatalan perkawinan diatur dalam Pasal 28 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 75 dan Pasal 76 Kompilasi Hukum Islam yang mempunyai rumusan berbeda. Pasal 75 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa keputusam pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap : a. Perkawinan yang batal karena salah satu dari suami atau istri murtad. b. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Universitas Sumatera Utara 68 c. Pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan beritikad baik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan mempunyai kekuatan hukum tetap. Terkait dengan akibat hukum pembatalan perkawinan, kiranya perlu kita cermati permasalahan yang berkenaan dengan saat mulai berlakunya pembatalan perkawinan dimuat di dalam pasal 28 ayat 1, sebagai berikut : Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. 1. Terhadap Anak Selanjutnya permasalahan yang berkenaan dengan akibat hukum terhadap pembatalan perkawinan dimuat dalam Pasal 28 ayat 2, sebagai berikut : Keputusan tidak berlaku surut terhadap 1 Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut; 2 Suami atau istri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan prkawinan didasarkan atas adanya perkawinan yang lain lebih dahulu; 3 Orang- orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Wibowo Reksopradoto memberikan ulasan terhadap Pasal 28 ayat 2 sebagai berikut : Keputusan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang telah dibatalkan tidak berlaku surut, sehingga dengan demikian anak-anak ini dianggap sah, meskipun salah seorang tuanya Universitas Sumatera Utara 69 beritikad atau keduanya beritikad buruk. Dalam BW bila kedua orang tuanya beritikad baik, atau salah seorang dari orang tuanya yang beritikad baik, maka anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang dibubarkan ini, disahkan. Sedangkan bagi mereka yang kedua orang tuanya beritikad buruk, maka anak-anaknya dianggap anak luar kawin, dan dianggap tidak ada perkawinan. Dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1974 lebih adil kiranya bahwa semua anak yang dilahirkan, dalam perkawinannya yang dibatalkan, meskipun kedua orang tuanya beritikad buruk anak tersebut masih anak sah. 69 Ini berdasarkan kemanusiaan dan kepentingan anak-anak yang tidak berdosa, patut mendapatkan perlindungan hukum. Dan tidak seharusnya bila anak-anak yang tidak berdosa harus menanggung akibat tidak mempunyai orang tua, hanya karena kesalahan orang tuanya. Dengan demikian menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 anak-anak yang dilahirkan itu mempunyai status hukum yang jelas sebagai anak sah dari kedua orang tuanya yang perkawinannya dibatalkan. 2. Terhadap Harta Yang Diperoleh Selama Perkawinan Suami atau istri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu. Pembahasan mengenai harta yang ada pada dan sebelum perkawinan serta pembatalan perkawinan merupakan masalah yang perlu mendapatkan pemahaman mendalam, karena ini salah satu hal yang menyangkut perlindungan hak dan kewajiban para pihak. Sebelum membicarakan harta kekayaan suami dan istri dalam perkawinan, terlebih 69 Wibowo Reksopradoto, Hukum Perkawinan Nasional Jilid II Tentang Batal dan Putusnya Perkawinan, Itikad Baik, Semarang, 1978, Hal. 25-28 . Universitas Sumatera Utara 70 dahulu harus dilihat mengenai kedudukan harta orang Islam secara umum. Dalam bidang harta kekayaan seseorang dan cara penyatuan atau penggabungan harta tersebut dengan harta orang lain dikenal dengan nama syirkah atau syarikah. Dilihat dari asal-usulnya harta suami istri itu dapat digolongkan pada tiga golongan : 1 Harta masing-masing suami istri yang telah dimilikinya sebelum mereka kawin baik berasal dari warisan, hibah atau usaha mereka sendiri-sendiri atau dapat disebut harta bawaan. 2 Harta masing-masing suami istri yang dimilikinya sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan, tetapi diperolehnya bukan dari usaha mereka baik seorang-seorang atau bersama-sama, tetapi merupakan hibah, wasiat atau warisan untuk masing-masing. 3 Harta yang diperoleh sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan atas usaha mereka berdua atau usaha salah seorang mereka atau disebut harta pencarian. 70 Pada dasarnya harta suami dan harta istri terpisah, baik harta bawaannya masing-masing atau harta yang diperoleh oleh salah seorang suami istri atas usahanya sendiri-sendiri maupun harta hibah yang diperoleh oleh salah seorang mereka karena hadiah atau hibah atau warisan sesudah mereka terkat dalam hubungan perkawinan. Walaupun demikian telah dibuka kemungkinan syirkah atas harta kekayaan suami istri itu secara resmi dan menurut cara-cara tertentu. Suami istri dapat mengadakan syirkah atas pencampuran harta kekayaan yang diperoleh suami danatau istri selama masa adanya perkawinan atas usaha suami atau istri sendiri-sendiri, atau atas usaha mereka bersama-sama. 70 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Penerbit UI, Jakarta, Hal.83-84. Universitas Sumatera Utara 71 Begitupun mengenai harta kekayaan usaha sendiri-sendiri, sebelum perkawinan dan harta yang berasal bukan dari salah seorang atau bukan dari usaha mereka berdua, tetapi berasal dari pemberian atau warisan atau lainnya yang khusus untuk mereka masing-masing. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam menggariskan bahwa “pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta istri karena perkawinan, adanya harta bersama tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami dan istri”. 71 Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasi penuh olehnya. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang diperolah masing- masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing- masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sedekah atau lainnya. Bagi harta kekayaan bersama gono-gini merupakan harta bersama yang menjadi milik bersama, hanya saja tidak boleh merigikan pihak yang beritikad baik, bagaimanapun juga pihak yang beritikad baik harus diuntungkan, bahkan bagi pihak yang beritikad buruk harus menanggung segala kerugian- kerugian termasuk bunga-bunga harus ditanggung. Harta-harta kekayaan yang 71 Pasal 85 Kompilasi Hukum Islam Universitas Sumatera Utara 72 dibawa oleh pihak yang beritikad baik tidak boleh dirugikan, sedangkan harta kekayaan yang beritikad baik bila ternyata dirugikan, kerugian ini harus ditanggung oleh pihak yang beritikad buruk. Dan segala perjanjian perkawinan yang merugikan pihak yang beritikad baik harus dianggap tidak pernah ada. 3. Terhadap Pihak Ketiga Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk anak dan suamiistri sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Terhadap pihak ketiga yang beritikad baik pembatalan perkawinan tidak mempunyai akibat hukum yang berlaku surut, jadi segala perbuatan perdata atau perikatan yang diperbuat suami istri sebelum pembatalan perkawinan tetap berlaku, dan ini harus dilaksanakan oleh suami istri tersebut, sehingga pihak ketiga yang beritikad baik tidak dirugikan. Bagi anak-anak yang orang tuanya telah dibatalkan perkawinannya mereka tetap merupakan anak sah dari ibu dan bapaknya. Oleh karena itu anak-anak tetap menjadi anak sah, maka status kewarganegaraannya tetap memiliki warganegara bapaknya, an bagi warisan dan akibat perdata lainnya ia mengikuti kedudukan hukum orang tuanya. Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan ke Pengadilan Agama bagi Muslim dan Pengadilan Negeri bagi Non-Muslim di dalam daerah hukum dimana perkawinan telah dilangsungkan atau di tempat tinggal Universitas Sumatera Utara 73 pasangan suami-istri. Atau bisa juga di tempat tinggal salah satu dari pasangan baru tersebut. Ada batas waktu pengajuan pembatalan perkawinan, untuk perkawinan karena memalsukan identitas atau karena perkawinan terjadi karena adanya paksaan pengajuan itu dibatasi hanya dalam waktu enam bulan setelah perkawinan terjadi. Jika sampai lebih dari enam bulan pasangan suami istri tersebut masih hidup bersama sebagai suami istri maka hak pembatalan perkawinan dianggap gugur. Sementara itu tidak ada pembatasan waktu untuk pembatalan perkawinan suami yang telah menikah lagi tampa sepengetahuan istri. Kapanpun pengajuan pembatalan perkawinan dapat dilakukan. Batalnya perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.

C. Akta Nikah Yang Dibuat Dengan Dokumen Palsu Pada Perkara Nomor 776Pdt.G2009PA Mdn

Dokumen yang terkait

Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

10 177 117

Tinjauan Yuridis Pembatalan Pernikahan Akibat Menggunakan Dokumen/Keterangan Palsu (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 776/Pdt.G/2009/PA/Mdn)

2 58 123

Tinjauan Yuridis Hak Dan Bagian Anak Laki-Laki (Studi Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No.120/Pdt-G/2007/PA-TTD)

0 34 86

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Tinjauan Yuridis Pembatalan Putusan Arbitrase Oleh Pengadilan Negeri (Studi Kasus Perkara No. 167/Pdt.P/2000/PN-Jak.Sel)

2 51 168

Kajian Yuridis Pembatalan Penetapan Itsbat Nikah (Studi Putusan Pengadilan Agama Lumajang Nomor 2686/Pdt.G/2009/PA.Lmj)

1 23 11

BAB II KEWENANGAN KANTOR URUSAN AGAMA DALAM MEMASTIKAN KEABSAHAN IDENTITAS CALON MEMPELAI A. Tata Cara Kantor Urusan Agama Dalam Melakukan Pengesahan Pencatatan Perkawinan - Tinjauan Yuridis Pembatalan Pernikahan Akibat Menggunakan Dokumen/Keterangan Pals

0 1 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Tinjauan Yuridis Pembatalan Pernikahan Akibat Menggunakan Dokumen/Keterangan Palsu (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 776/Pdt.G/2009/PA/Mdn)

0 2 29

Tinjauan Yuridis Hak Dan Bagian Anak Laki-Laki (Studi Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No.120/Pdt-G/2007/PA-TTD)

0 0 9

Tinjauan Yuridis Terhadap Proses Tuntutan Ganti Kerugian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2730/Pid.B/2001/PN.Mdn)

0 2 130