Jamaluddin al-Afghani Taha Husain

Universitas Kairo dan kemudian pergi ke Paris. Di sana ia belajar empat tahun dan kawin dengan putri Prancis. Sekembalinya di Kairo di tahun 1919, ia bekerja sebagai dosen di Universitas Kairo dan Universitas Alexandria. Sungguh-pun kehilangan penglihatan, ia pernah menjadi Menteri Pendidikan Mesir di tahun lima puluhan. Ia banyak mengarang, terutama dalam bidang sastra Arab. Ia berpendapat bahwa sebagian besar dari sastra Arab Jahiliah seperti yang terdapat dalam buku-buku, bukanlah sebenarnya sastra Arab Jahiliah, tetapi karangan-karangan yang timbul di zaman sesudah Islam. Hanya sebagian kecil dari apa yang disebut sastra Jahiliah itu benar-benar otentik. Karangan-karangan yang tidak asli itu timbul dan dikatakan berasal dari penyair-penyair kenamaan di zaman Jahiliah, untuk keperluan politik, dan untuk memperkuat argument-argumen yang dikemukakan oleh ahli tata bahasa Arab, para teologi, ahli haadis dan ahli tafsir. Pendapat ini ia uraikan dalam buku Fi al-Adab al-Jahili, di tahun 1925. Taha Husain mendapat kritik dan tantangan keras, karena ide itu menghancurkan dasar keyakinan pada keorisinalan syair Jahiliah, dan kalau diterapkan pada hal-hal yang langsung bersangkutan dengan soal agama, akan merusak keyakinan orang terhadap Islam. Tidak mengherankan kalau Rasyid Rida menganggap ide itu telah membuat Taha Husain keluar dari Islam dan akan mempunyai efek yang negative terhadap mahasiswa-mahasiswa Mesir. Kalangan-kalangan di Universitas Kairo menuntut supaya Taha Husain dikeluarkan, dan untuk mengatasi kehebohan yang timbul buku itu akhirnya disita. Pengarangnya sendiri dibawa ke depan pengadilan. Sekarang, telah puluhan tahun lewat dan pemikiran umat Islam telah lebih liberal. Taha Husain ingin supaya Mesir maju dan modernseperti Eropa.Ia berpendapat bahwa untuk itu Mesir mesti mengikuti jejak Eropa.Dan soal ini mudah bagi Mesir, karena Mesir pada hakikatnya bukanlah Negara Timur, tetapi bagian dari Negara Barat.Mesir adalah bagian dari Barat, karena peradabannya adalah peradaban yang didasarkan atas falsafat Yunani dan sistemnya di dunia ada dua peradaban, peradaban Barat dan peradaban Timur.Meski tidak termasuk dalam peradaban yang berasal dari Timur.Muhammad Ali dengan membawa ide-ide dan teknik modern ke Mesir, telah memperkuat lagi ikatan yang ada antara Mesir dan Eropa. Dunia Barat maju, karena mereka di sana telah sanggup melepaskan peradaban dari ikatan agama mereka. Karena peradaban itu tidak didasarkan atas agama Kristen, bahkan terlepas darinya, maka umat Islam akan mudah dapat mengambil peradaban Barat modern dan membawanya ke dunia Islam. Sebelumnya umat Islam juga telah memasukkan unsur-unsur Yunani dan Persia ke dalam Islam. Dengan mengambil peradaban Barat tanpa agamanya, umat Islam akan dapat menuju kemajuan dan kehidupan modern. Taha Husain juga menganut paham nasionalisme Mesir. Dalam kesatuan nasional ini ia melihat Islam mempunyai peranan penting. Oleh karena itu ia berpendapat supaya Islam diajarkan di sekolah-sekolah sebagai agama nasional. Tetapi pada saat itu bahasa Arab juga mempunyai kedudukan penting dalam pemikirannya.Bahasa Arab telah menjadi bahasa orang Mesir dan Mesir adalah pusat kebudayaan Arab modern.Dari Kairolah kebudayaan baru itu meluas ke dunia Arab lainnya. Taha Husain, serta murid-murid dan pengikut-pengikut Muhammad Abduh lainnya, tidak melepaskan diri dari ikatan agama, tetapi sebagian, etrutama yang berpendidikan Barat, menerapkan ide guru tentang ajaran dasar dan bukan dasar, secara liberal, sehingga timbullah pendapat-pendapat yang kelihatannya bertentangan dengan Islam. Untuk masa puluhan tahun yang lalu ide-ide itu terlalu baru, dan payah dapat diterima.Untuk masa kini ide-ide itu tidak terlalu baru lagi dan sudah dapat diterima dalam kalangan umat Islam. BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Asal mula Al Azhar adalah berupa mesjid yang dibangun oleh Jauhar Al- Shaqali, seorang panglima perang pada Dinasti Fathimiyah, pada tanggal 24 Jumadil Ula 359 H 970 M. Seiring dengan perkembangan zaman, masjid Al- Azhar adalah merupakan tempat dakwah yang semakin hari semakin besar, sehingga menjadi sebuah lembaga pendidikan. Kondisi semacam itu berlangsung lama sampai pertengahan abad 21. Jadi selama itu pula Al-Azhar yang berupa masjid mempunyai fungsi ganda; sebagai masjid dan pusat kegiatan Islam, dan sebagai lembaga pendidikan. Kedua faktor inilah yang membuat Al-Azhar selalu melakukan pembaruan yang terus berkesinambungan. Pembaruan tersebut dimaksudkan untuk menegaskan fungsi Al-Azhar sebagai pusat pemurnian pemahaman Ajaran Islam dan diharapkan dapat mencetak kader-kader da’i yang tangguh. Dibentuklah dalam tubuh Al Azhar beberapa jenjang pendidikan, sejak tingkat dasar sampai jenjang akademi. Al- Azhar juga membuka fakultas-fakultas umum yang semuanya dengan sistem terpisah antara putra dan putri. Al-Azhar berkembang semakin besar, sehingga tidak hanya berpusat di Ibukota, Kairo, tapi hampir menyeluruh di setiap propinsi di Mesir dibuka cabang Al-Azhar. Pada masa pemerintahan Muhammad Ali Ini mulai ada usaha untuk mengembalikan kejayaan Mesir. Dalam pandangan Muhammad Ali, satu- satunya cara yang harus ditempuh adalah mengembalikan supremasi pengetahuan yang telah hilang. Dapat ditegaskan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Muhammad Ali merupakan pengaruh dari penaklukan Napoleon atas Mesir. Napoleon Sangat berjasa besar dalam memperkenalkan secara langsung ilmu pengetahuan Barat kepada dunia Islam, Mesir. Sehingga membangkitkan semangat masyarakat Mesir untuk maju dan meraih kejayaan yang telah hilang. Dan orang yang pertama memulai pembaharuan dan modernisasi, terutama dalam bidang pendidikan, adalah Muhammad Ali. Dialah“The Founder of Modern Egypt”. Karena menurut Muhammad Ali pendidikan merupakan variabel utama dan faktor penentu dalam setiap perubahan. Sebuah bangsa tidak mungkin mencapai kebangkitannya bila tidak ditunjang oleh pembangunan di bidang pendidikan yang kuat. Majunya Mesir pada masa Muhammad Ali Pasha membawa dampak tidak langsung terhadap pendidikan di Al-Azhar. Adapun usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka pembaharuan adalah: a. Mengadopsi tata cara dan model pendidikan Barat, b. Mendatangkan guru dan tenaga ahli Barat, terutama Perancis, c. Mengirim siswa-siswa ke Barat untuk belajar ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk kemudian dikembangkan di Al-Azhar, d. Kurikulum Al-Azhar diklasifikasikan dalam dua kelas: bidang studi agama dan bidang studi umum. Dengan memasukkan ilmu- ilmu modern ke dalam kurikulumnya. Di antaranya memasukkan mata kuliah aljabar, matematika, ilmu ukur dan ilmu bumi. Usaha-usaha beliau kemudian dilanjutkan oleh para pembaharu Mesir yang mempunyai peran besar dalam mengupayakan modernisasi pendidikan di Al-Azhar selanjutnya, seperti: Rifat al-Tahtawi, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Rida. Di tangan tokoh-tokoh inilah Al-Azhar banyak melahirkan tokoh-tokoh handal yang Mampu mempengaruhi gerakan-gerakan modernisasi di seluruh dunia Islam.

B. Saran Dan Kritik

Adapun saran dan kritik hal-hal yang Patut dipikirkan baik oleh Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora dan Perpustakaan Utama adalah: Kritik untuk buku-buku, jurnal, dan Koran-koran yang di Fakultas dan Perpustakaan Utama kurang lengkap dan peletakan buku-bukunya kurang teratur. Sehingga agak susah untuk mencari sumber referensi yang dibutuhkan. Saran untuk Perpustakaan agar menambah koleksi buku-buku referensi lebih banyak lagi, dan peletakan buku-bukunya agar Lebih teratur. Untuk mendapatkan informasi serta pengetahuan yang lebih lengkap dan otoritatif tentang tokoh-tokoh pembaharuan dan keilmuan dalam Islam. Nampaknya perlu dipikirkan oleh institusi UIN Syarif Hidayatullah, Fakultas, dan para Sejarawan untuk mengkaji ide-ide yang berhubungan dengan pembaharuan bidang politik, social, agama dan pendidikan. Baik melalui buku-buku, jurnal,