Pengiriman Muhammad Tantawi Sebagai Imam Tentara Ke Perancis
pelabuhan di perancis. Seperti telah diputuskan sebelumnya, bahwa Tahtawi bertekad untuk belajar selain menjalankan tugasnya sebagai
penasehat keagamaan dan imam shalat. Setibanya di Paris ia mempelajari bahasa Perancis, sebagai dasar untuk mempelajari ilmu-ilmu lainnya.
Tahtawi lebih tertarik bahasa tersebut dari sisi bagaimana memahami arti kata atau ungkapan, ketimbang mempelajari cara pengucapan atau dialek
bahasa Perancis. Menurut Tahtawi memahami bahasa Perancis yang ia lakukan bukan dalam konteks menjadikan dirinya seorang yang piawai
bicara dan bercakap-cakap dalam bahasa Perancis dengan fasih. Akan tetapi ia ingin mentransfer ilmu pengetahuan yang ada ke dalam bahasa
Arab melalui cara terjemah. Dalam masa tugasnya ia memanfaatkan waktunya untuk belajar
dan membina pengalaman sebanyak-banyaknya. Ia mendapat banyak kesan selama ia berada di Paris sehingga kesan yang didapatnya, ia
tuangkan dalam sebuah buku Takhlis Al-Ibriz Fi Talkhis Bariz. Buku itu mengisahkan pengalaman ia selama berada di Paris dan juga berisi seputar
kehidupan dan kemajuan eropa yang dilihatnya selama di Paris. Di antara pendapat baru yang dikemukakannya adalah ide pendidikan yang
universal. Sasaran pendidikannya terutama ditujukan kepada pemberian kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan di tengah
masyarakat. Menurutnya, perbaikan pendidikan hendaknya dimulai dengan memberikan kesempatan belajar yang sama antara pria dan wanita,
sebab wanita itu memegang posisi yang menentukan dalam pendidikan.
Wanita yang terdidik akan menjadi isteri dan ibu rumah tangga yang berhasil.
7
Bagi Al-Tahtawi, pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam tiga tahapan. Tahap I adalah pendidikan dasar, diberikan secara umum kepada
anak-anak dengan materi pelajaran dasar tulis baca, berhitung, al-Qur’an, agama, dan matematika. Tahap II, pendidikan menengah, materinya
berkisar pada ilmu sastra, ilmu alam, biologi, bahasa asing, dan ilmu-ilmu keterampilan. Tahap III, adalah pendidikan tinggi yang tugas utamanya
adalah menyiapkan tenaga ahli dalam berbagai disiplin ilmu.
8
Dalam proses belajar mengajar, Al-Tahtawi menganjurkan terjalinnya cinta dan kasih sayang antara guru dan murid, laksana ayah dan
anaknya. Pendidik hendaknya memiliki kesabaran dan kasih sayang dalam proses belajar mengajar. Ia tidak menyetujui penggunaan kekerasan,
pemukulan, dan semacamnya, sebab merusak perkembangan anak didik. Dengan demikian, dipahami bahwa Al-Tahtawi sangat memperhatikan
metode mengajar dengan pendekatan psikologi belajar. Tahtawi merupakan sosok yang penting bagi modernisasi Al-
Azhar, karena ia telah membuka jalan bagi orang-orang Al-Azhar untuk belajar di Barat. Kendatipun demikian, ia tidak kehilangan identitasnya
sebagai seorang ulama yang menjaga tradisi. Ia gunakan pengalaman di Barat sebagai kesempatan untuk memperkaya wawasan dan pengalaman,
sehingga semua itu bermanfaat bagi di karena ia telah memulai pentingnya
Abdul Sani. Lintasan Sejarah Pemikiran-Perkembangan Modern Dalam Islam. Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1998. Hal, 88
,--.001234562.6788395:0-;0612,; =8-8++
trobosan baru dalam modernisasi pendidikan, spirit kebangsaan, dan keterbukaan dalam melihat Barat. Sejak masa Tahtawi, Al-Azhar relatif
mampu mengatasi problem psikologis antara Islam dan Barat.
9
Setelah Al-Azhar mengalami kemunduran, catatan penting yang diambil dari sub bab diatas adalah pada saat dipilihnya Muhammad Ali
sebagai Gubernur Mesir. Penguasa baru mesir yang energetic berupaya mengubah Negara yang terbelakang yang berpenduduk kira-kira dua juta
jiwa, yang ekonominya sekedar pertahanan hidup. menjadi Negara yang cukup kuat untuk menghadapi serangan selanjutnya dari Eropa dan cukup
kuat mempertahankan kemerdekaan de facto-nya dari kesultanan Utsmaniyah. Dalam memperkuat Negara, dan khususnya militernya,
Muhammad Ali meluncurkan upaya industrialisasi mesir yang pertama, yang meminjam model dan teknisi barat. Pembaharuan yang di bawa
Muhammad Ali diantaranya adalah melakukan pembenahan di bidang politik, Muhammad Ali juga membuat lompatan-lompatan baru dalam
pembangunan Negara. kesadaran yang tinggi akan arti penting pendidikan dan ilmu pengetahuan bagi kemajuan sebuah bangsa. Ia sadar bahwa usaha
untuk mengadakan pembaharuan tradisi pendidikan di Mesir, sebagaimana yang terjadi di lembaga pendidikan Kuttab dan al-Azhar tidaklah mudah.
Karena kuatnya tradisi dalam mempertahankan keberadaan lembaga pendidikan tersebut. Langkah yang dilakukannya adalah mengadakan
pembaharuan pendidikan dengan sistem sekoah modern. Hasilnya mengalami kemajuan, Mesir mulai mengenal dualisme dalam sistem
?,;161 186;413 + ,-. 01,. 2+ 3,45 3-+6 A;B;6-;CD5:.;8C+3
pendidikan. Yaitu, pendidikan di Masjid dan Kuttab yang secara tradisional sebagai pendidikan agama dan pendidikan umum yang
diselenggarakan di sekolah-sekolah. Muhammad Ali membawa pengaruh yang besar dalam menjadikan
Mesir sebagai negara Modern dan memajukan pendidikan di Universitas al-Azhar. Gerakan pembaharuannya tersebut telah memperkenalkan ilmu
pengetahuan dan teknologi Barat kepada umat Islam.
BAB IV
MODERNISASI PENDIDIKAN DI AL-AZHAR MESIR
A.
Pengaruh Pendidikan Barat Di Al–Azhar
Sumbangan yang luar biasa, baik berupa lembaga maupun tokoh, bagi warisan intelektual dalam peradaban dunia telah diberikan oleh Islam.
Namun, setelah priode klasik, baik Timur maupun Barat, cenderung mengabaikan prestasi mereka. Para ilmuan Kristen mereguk keuntungan
filsafat yang disediakan para ilmuwan Islam. Masyarakat Islam melanjutkan kegiatan masa-masa awal bangsa Yunanai sehingga kita mengenal
kemajuan peradaban itu. Islam mewujudkan dirinya sendiri dalam sebuah buku tradisi untuk membimbing perilaku manusia melalui prinsip-prinsip
keadilan hukum yang melindungi hak-hak pribadi dan masyarakat. Sementara menyebutkan madrasah dan masjid-masjid yang besar
abad ke-11 dan ke-12 sebagai universitas, lembaga-lembaga itu sebetulnya tidak sebanding dengan universitas abad pertengahan. Pada intinya,
masyarakat Islam tidak pernah mengembangkan lembaga universitas yang didasarkan pada masyarakat ilmuwan yang bergabung bersama dalam bentuk
formal, yang didekasikan khusus untuk pengajaran dan dunia keilmuan.
Meski Barat tidak dapat melihat dengan jelas bahwa bentuk dan struktur akademik dan universitas di Barat berasal dari lembaga-lembaga
pendidikan tinggi Islam. Tetapi, warisan yang diterima dari Islam jauh lebih penting dari sekedar gudang pengetahuan dan sebuah jembatan yang
menghubungkan pendidikan masa kuno dan modern. Pembaharuan terhadap tradisi intelektualisme dan pendidikan Islam bukannya tidak pernah dilakukan,
bahkan sejak awal abad ke 19 berbagai negara Islam telah melakukan pembaharuan pendidikannya. Modernisasi Al-Azhar, sebagai sampel lembaga
pendidikan ilmu-ilmu keislaman, sekalipun telah diupayakan semenjak abad ke-19, dapat dikatakan tak berubah dalam posisi intelektual-spiritualnya
Pola pendidikan di Barat, pada dasarnya sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup
yang dialami oleh barat adalah sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Yang dicapai oleh
bangsa-bangsa Barat sekarang, tidak lain adalah merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia
Islam. Maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan Islam, sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut harus dikuasai kembali.
Penguasaan tersebut harus dicapai melalui proses pendidikan. Untuk itu harus meniru pola pendidikan yang dikembangkan oleh dunia Barat,
sebagaimana dulu dunia Barat pernah meniru dan mengembangkan system pendidikan dunia Islam. Dalam hal ini, usaha pembaharuan pendidikan Islam
adalah dengan jalan mendirikan sekolah-sekolah dengan pola sekolah Barat. Di samping itu, pengiriman pelajar-pelajar ke dunia Barat terutama perancis
untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern tersebut banyak dilakukan oleh penguasa-penguasa di berbagai negeri Islam.
Ekspedisi Napoleon ke Mesir membawa perubahan signifikan bagi perkembangan bangsa Mesir, terutama yang menyangkut pembaharuan dan
modernisasi pendidikan di sana. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Perancis banyak memberikan inspirasi bagi tokoh-tokoh Mesir untuk
melakukan perubahan secara mendasar sistem dan kurikulum pendidikan yang sebelunya dilakukan secara konvesional.
Namun, efek pembaharuan pada Al-Azhar baru dirasakan dalam lapangan reorganisasi, system ujian, dan pengenalan pokok-pokok kajian baru,
dan tidak dalam kandungan ilmu-ilmu Islam seperti teologi dan filsafat. Sebagai contoh di Mesir terdapat tokoh semcam Rifaah al-Tahtawi,
Muhammad Abduh dalam posisi sebagai anggota Majelis Tinggi Al-Azhar pernah menggagas pembaharuan Al-Azhar dengan memasukkan mata kuliah
matematika, aljabar, ilmu ukur dan ilmu bumi ke dalam kurikulum.