6. Problematika ibu berkarir
Setiap profesi memiliki problema masing-masing, termasuk sebagai ibu berkarir yang ternyata tidak sepi dari problema. Ia banyak mengandung persoalan. Persoalan-
persoalan yang dihadapinya itu antara lain:
15
Tentang pengasuhan anak, secara emosional anak lebih dekat kepada ibunya, ketimbang dengan ayahnya. Oleh sebab itu, ketergantungan anak terhadap ibu
sebagai pengasuh, pendidik, serta yang mengawasi anak banyak diletakan kepada ibu. a.
Tentang kerumahtanggaan, dengan isteri berkarir sering diasumsikan akan mengganggu keharmonisan rumah tangga. Meninggalkan rumah karena sibuk
bekerja dapat memicu konflik rumah tangga. b.
Tentang kecemburuan sosial rekan sekerja wanita sendiri, tidak dapat dihindari persaingan di dunia kerja juga melanda kehidupan berkarir sedang tantangan yang
paling berat dirasakan oleh ibu berkarir adalah pengembangan diri memerlukan keluangan waktu, dukungan lingkungan serta aktifitas yang harus dilipat
gandakan. Hal ini juga sejalan dengan pengoptimalan prestasi kerja. “Kasy Kareel pernah berbicara tentang keluarganya seorang ibu ke lapangan
pekerjaan dapat mengesampingkan tugas utamanya, yaitu menjadi ibu mengasuh anaknya.”
16
Dari berbagai problema ibu berkarir yang telah disebutkan di atas, dapat kita lihat bahwa problema terbesar yang dihadapi oleh ibu berkarir adalah tentang
pengasuhan anak dan hubungan suami isteri kerumahtanggan. Sejatinya, tugas utama seorang ibu adalah sebagai pengasuh, pendidik dan mengawasi anak-anaknya
serta mengawasi keperluan rumah tangga. Jika anak dan keluarga suami tidak siap dengan kondisi ibu berkarir, maka tidak dapat dihindari akan terjadi konflik-konflik
dalam rumah tangga.
15
Siti Muri’ah, Wanita Karier Dalam Bingkai Islam…, h. 27
16
Abdullah. A. djawas Dilema Wanita Karir Menuju Keluarga Sakinah. Yogyakarta: Ababil, 1996. h. 25
7. Karier Ibu menurut pandangan Islam
Sebagai agama yang kaffah, Islam tidak hanya mengatur perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, tetapi juga dalam hubungannya dengan dirinya
sendiri, sesama manusia dan alam, termasuk di dalamnya tentang bekerja yang sifatnya tampak duniawi. Manusia diciptakan Allah SWT sebagian makhluk yang
mempunyai kebutuhan berupa makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan keturunan. Sementara itu Allah SWT tidak menyediakan kebutuhan-kebutuhan itu
dalam bentuknya yang siap makan, siap minum atau siap pakai. Allah SWT menyediakan kebutuhan itu, tetapi manusia harus bekerja untuk mendapatkannya, tak
terkecuali para nabi. Allah SWT memang telah menjamin rezeki semua makhluk hidup, namun
sudah menjadi sunatullah bahwa rezeki tersebut baru bisa didapatkan melalui bekerja. Menurut Islam bekerja yang tampaknya duniawi dapat bernilai ibadah apabila
dilakukan dengan tujuan yang benar. Tentu juga Islam tidak menghalangi wanita untuk memiliki harta berapapun, tidak pula menghalangi wanita untuk berbisnis.
Islam menggariskan sejumlah prinsip dasar untuk dijadikan acuan bagi para penganutnya guna menjalankan kehidupan keluarga, diantaranya sebagai berikut:
1. Islam memandang perkawinan sebagai mitsaqan galiza “perjanjian yang kokoh” Q.S. Al-Maidah, 4:21 yang menuntut setiap orang di dalamnya,
terutama bagi suami dan istri, agar memenuhi hak dan kewajiban masing- masing selaras dengan posisinya. Islam mengatur hak dan kewajiban suami-
istri, orang tua dan anak-anak, serta hubungan mereka dengan keluarga lain.
17
Dari sini dapat dilihat bahwa yang menjadi tugas suami-istri adalah memenuhi kewajiban dan yang menjadi hak-haknya. Salah satunya adalah ketika seorang
suami diwajibkan untuk memenuhi nafkah keluarganya, sedangkan ia tidak dapat memenuhi hal tersebut dengan alasan sakit, maka tugas tersebut dapat
berpindah kepada istrinya.
17
Siti Muri’ah, Wanita Karier Dalam Bingkai Islam…, h. xxxiii
2. Islam mengajarkan prinsip adil dalam membina keluarga. Dalam konteks ini, adil berarti meletakan fungsi-fungsi keluarga secara harmonis.
18
Maksud dari harmonis di sini adalah adanya keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga.
Maka apabila seorang ibu bekerja di luar rumah, ia pun dituntut untuk tetap menjaga kerukunan rumah tangganya.
Dalam kehidupan rumah tangga hubungan suami istri di dalamnya berisi hak dan kewajiban. Sedangkan kita tidak akan menemukan keadilan pada konsep tatanan
keluarga yang di dasarkan pada adat, filosofi suatu bangsa maupun rekayasa yang berasal dari pemikiran manusia.
19
Memang pada berbagai konsep itu telah ada pembebanan antara hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan dalam kehidupan
berumah tangga, akan tetapi apakah pembebanan itu sudah memenuhi rasa keadilan, untuk persoalan seperti ini kita harus mengikuti syari’at Illahi yang di dalam syari’at
tersebut sudah terjamin keadilannya. Menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga berarti ibu tersebut telah
mendapatkan sesuatu yang tidak bisa diperoleh oleh mereka yang tidak berkarier, tetapi di sisi lain, wanita yang berkarier itu juga harus mengorbankan sesuatu. Antara
lain adalah tentang kurangnya waktu untuk melakukan pengawasan dalam masalah pendidikan anak.
Berkaitan dengan masalah ekonomi dalam keluarga. Karier juga bagi wanita dapat bernilai ibadah. Dalam arti berkarier merupakan sebagai wujud ibadah atau
perbuatan amal shaleh. Jika seorang ibu berkarir untuk mencukupi kebutuhan hidup anak dan keluarganya serta dalam melakukannya penuh ketulusan dan keikhlasan
juga menghindari hal-hal yang dilarang oleh agama. Maka Ia dapat dikatakan telah melakukan kebajikan.
Dan jika dicermati kondisi dalam kehidupan selama ini, maka dapat dijumpai sebagian dari suami mereka ternyata tidak berkemampuan menanggung biaya hidup
keluarga. Dalam kondisi seperti ini seorang wanita ibu dapat dikatakan wajib terjun
18
Siti Muri’ah, Wanita Karier Dalam Bingkai Islam…, h. xxxiii
19
Ibnu Ahmad Dahri, Peran Ganda Wanita Modern…, h. 90
ke dunia profesi karier untuk menanggung biaya hidupnya beserta keluarganya karena sipenanggung jawab bapak telah tiadatidak berdaya. Sementara dalam
kesempatan lain seorang wanita ibu disunnahkan melakukan kegiatan profesi. Dari pengertian di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa Islam tidak
menghalangi dan membatasi wanita untuk memiliki harta berapapun dan juga Islam tidak menghalangi wanita untuk berbisnis. Akan tetapi semua kegiatan istri harus
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pengertian dari seorang suami.
B. Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Prestasi Belajar
Berprestasi merupakan bagian yang menyatu dalam kehidupan manusia, ada yang tinggi dan ada yang rendah. Untuk memenuhi kebutuhan itu mereka berusaha
dengan berbagai cara. Cara yang dilakukan adalah belajar. Melalui cara ini siswa akan mudah memperoleh kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan
cara ini siswa akan mudah mencapai keunggulan atau kesuksesan yang mereka idamkan.
Prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar. Sebelum mengetahui arti prestasi belajar secara integral terlebih dahulu mengetahui arti dari
prestasi dan belajar secara terpisah. Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik
secara individual maupun kelompok. Dalam kamus populer dinyatakan bahwa prestasi adalah “Apa yang telah diciptakan, hasil yang menyenangkan hati yang
diperoleh dengan keuletan bekerja.”
20
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya ”Prestasi Belajar Siswa dan Kompetensi Guru”, prestasi adalah hasil dari sebuah kegiatan yang dikerjakan,
diciptakan, yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja baik
20
SF. Habey, Kamus Popular, Jakarta: PT Nurani,1983, cet, ke-20, h. 296
secara individual aatau kelompok dala bidang kegiatan tertentu.
21
Selanjutnya yang dimaksud belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk
mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri
individu sebagai hasil dari aktifitas belajar. Menurut W. S. Winkel “hasil belajar” tidak jauh atau sama dengan “prestasi
belajar” di dalam prestasi hasil belajar menampakan diri. Sulitlah diperoleh kepastian tentang apa yang dipelajari.
22
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seorang
yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.
Nana Sudjana menyatakan bahwa belajar adalah, “Suatu proses yang ditandai adanya perubahan, di mana perubahan tersebut dapat ditunjukkan dalam berbagai
betuk seperti pengetahuan, pemahaman, sikap dan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar”.
23
Dalam kamus bahasa Indonesia kontemporer bahwa prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran.
Biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
24
Prestasi belajar ialah taraf kemampuan aktual yang bersifat terukur berupa penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dicapai siswa dari apa
yang telah dipelajari di sekolah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar
merupakan perubahan tingkah laku yang tampak pada terjadinya perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental, secara terperinci dapat dikatakan bahwa
hasil belajar meliputi keterampilan intelektual, keterampilan metodik sikap mental
21
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar Siswa dan Kompetensi Guru…, h. 25
22
W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, Jakarta: Grasindo, 1998, cet 4, h. 52
23
Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algasindo, 1989, cet 2, h. 5
24
Peter Salaim Dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English, 1991, h. 190
dan kemampuan prestasi belajar untuk menentukan keberhasilan. Penguasaan hal-hal tersebut diatas disekolah formal dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai.
Jadi menurut penulis, prestasi belajar adalah hasil yang tidak dicarai secara optimal selama berlangsungnya proses belajar dalam jangka waktu tertentu prestasi
belajar dalam bentuk konkrit adalah pemberian nilai dari guru kepada siswa sebagai indikasi sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran yang diberikannya.
Biasanya prestasi belajar ini dinyatakan dengan angka, huruf atau kalimat dan terdapat dalam periode tertentu, prestasi belajar dituangkan atau diwujudkan dalam
bentuk angka kuantitatif dan pernyataan verbal kualitatif. Prestasi belajar yang dituangkan dalam bentuk angka misalnya 10, 9,8 dan seterusnya. Sedangkan prestasi
belajar yang dituangkan dalam bentuk pernyataan verbal misalnya, baik sekali, baik, sedang, kurang dan sebagainya.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar atau hasil belajar ialah kemampuan yang dimiliki siswa sebagai bukti dari keberhailan usaha
belajar sehingga dapat didemonstrasikan dan dapat diuji.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar