4. Analisis Sifat Mekanik
Analisis ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian gliserol dan chitosan
terhadap karakterisitik sifat mekanik dari selulosa bakteri. Sifat mekanik suatu biomaterial dapat ditentukan dari nilai kekuatan tarik dan persen
perpanjangannya. Menurut Iskandar dkk. 2010, kualitas suatu biomaterial sangat tergantung pada kekuatan tarik dan persen perpanjangannya. Berikut ini disajikan
data hasil uji mekanik dari masing-masing sampel. Tabel VIII. Hasil pengujian sifat mekanik biomaterial
No. Parameter
Sampel Tensile strength
MPa Strain at Fmax
1 S
16,71 ± 0,66
A,B
19,75 ± 3,27
C,B
2 SG
16,31 ± 4,46
A,D
27,36 ± 5,28
C,D
3 SGK
5,67 ± 1,61
B,D
4,70 ± 2,28
B,D
Keterangan: A
= S dan SG berbeda tidak bermakna, B
= S dan SGK berbeda bermakna, C
= S dan SG berbeda bermakna dan D
= SG dan SGK berbeda bermakna, data berbeda bermakna jika
p 0,05
Masing-masing sampel diuji sifat mekaniknya menggunakan lima kali perulangan. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang dipersyaratkan oleh American
Standard Testing Material ASTM D-638 tentang pengujian sampel Plastic
mengenai jumlah sampel minimal yang digunakan, yaitu lima kali perulangan. Tabel VIII menunjukkan penambahan gliserol ini dapat mempengaruhi sifat
mekanik selulosa bakteri. Seiring dengan adanya penambahan gliserol ini dapat meningkatkan persen perpanjangan dari selulosa bakteri namun menurunkan nilai
kuat tarik dari selulosa bakteri. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya nilai strain at Fmax
persen perpanjangan selulosa bakteri dari 19,75 menjadi 27,36 dan perhitungan nilai ini secara statistik memiliki nilai yang berbeda
bermakna. Nilai tensile strength kuat tarik dari selulosa bakteri ini juga
mengalami penurunan dari 16,71 MPa menjadi 16,31 MPa setelah ditambah gliserol walaupun secara statistik dibuktikan penurunan nilainya ini berbeda tidak
bermakna. Adanya perbedaan nilai kuat tarik yang tidak bermakna tersebut menunjukkan karakter biomaterial yang digunakan sebagai penutup luka adalah
biomaterial yang memiliki nilai persen perpanjangan tinggi namun nilai kuat tariknya juga tetap tinggi. Hal ini disebabkan gliserol sebagai pemlastis mampu
merenggangkan jarak antar rantai dari polimer karena gliserol ini mampu memutus interaksi-interaksi yang terjadi antar rantai-rantai polimer sehingga
mampu mengurangi kekakuan yang ditimbulkan akibat struktur tiga dimensinya dari rantai-rantai polimer yang terbentuk. Hal ini sesuai dengan postulat mengenai
mekanisme kerja dari plasticizer teori gel Suyatma, Tighzert, dan Copinet, 2005. Akibat adanya pemutusan interaksi-interaksi dan berkurangnya kekakuan
dari rantai polimer maka ketika polimer ini diberi beban maka polimer tersebut akan kurang kuat dalam menahan bebannya sehingga secara tidak langsung akan
mengakibatkan turunnya nilai kuat tarik dari selulosa bakteri. Terjadinya peningkatan persen perpanjangan ini merupakan kebalikan dari
menurunnya nilai kuat tarik suatu polimer. Hal ini disebabkan karena adanya perenggangan jarak antar rantai-rantai polimer yang diakibatkan adanya
pemberian gliserol sebagai pemlastis sehingga merenggangkan interaksi-interaksi dari rantai polimer sehingga mampu mengurangi kekakuan dari rantai polimer
yang terbentuk. Akibat berkurangnya kekakuan dari rantai polimer yang terbentuk maka akan menyebabkan polimer ini akan semakin mudah ditarik sehingga secara
tidak langsung nilai strain at Fmax atau persen perpanjangannya akan meningkat.
Selain itu gliserol dapat berperan juga sebagai pemlastis internal karena gliserol ini mampu berinteraksi dengan beberapa gugus fungsi yang terdapat dalam rantai-
rantai polimer. Hasil ini diperkuat dengan spektra IR dari selulosa bakteri+gliserol yang menunjukkan adanya penambahan gugus
–OH yang ditandai dengan pelebaran dan penajaman puncak dari spektra IR-nya pada daerah bilangan
gelombang untuk gugus –OH.
Tabel VIII menunjukkan penambahan chitosan juga dapat mempengaruhi sifat mekanik dari selulosa bakteri. Seiring dengan penambahan chitosan maka
nilai tensile strength dan strain at Fmax dari selulosa bakteri ini menurun dari 16,71 MPa menjadi 5,67 MPa dan nilai strain at Fmax dari selulosa bakteri ini
menurun dari 19,75 menjadi 4,70 dan secara statistik telah dibuktikan bahwa penurunan nilai kuat tarik dan persen perpanjangan ini memiliki nilai yang
bermakna. Penurunan nilai kuat tarik ini disebabkan karena seiring dengan penambahan chitosan maka akan menyebabkan peningkatan daerah amorf pada
selulosa bakteri. Adanya peningkatan daerah amorf ini menyebabkan meningkatnya ketidakteraturan susunan rantai polimer dari selulosa bakteri,
adanya ketidakteraturan rantai polimer ini yang menyebabkan nilai kuat tariknya menurun Aji, 2008.
Terjadinya penurunan persen perpanjangan ini disebabkan seiring dengan penambahan chitosan maka akan menyebabkan struktur rantai polimer dari
selulosa bakteri menjadi semakin rigid dan kaku karena adanya interaksi hidrogen yang terbentuk antara gugus -OH selulosa bakteri dengan gugus -NH dari
chitosan .
Adanya struktur rantai polimer yang rigid ini akan menyebabkan rantai polimer menjadi semakin susah bergerak ketika ditarik sehingga nilai persen
perpanjangannya akan mengalami penurunan Aji, 2008. Hal ini diperkuat melalui
hasil analisis
XRD dari
selulosa bakteri
dan selulosa
bakteri+gliserol+chitosan yang menunjukkan terjadinya penurunan nilai persen kristalinitas dari selulosa bakteri apabila ditambah dengan chitosan jika
dibandingkan dengan selulosa bakteri. Adanya penurunan nilai kristalinitas menunjukkan adanya penambahan daerah amorf pada selulosa bakteri. Menurut
Zhijiang et. al. 2011, chitosan
mampu menurunkan kristalinitas dari selulosa bakteri karena adanya keberadaan chitosan yang bersifat amorf dan selulosa
bakteri yang memiliki kristalinitas tinggi memiliki hubungan dengan tingginya sifat mekanik dari selulosa bakteri. Hal ini diperkuat dengan penelitian dari Cai,
Jin dan Kim 2009 dan Zhijiang et. al. 2011
, yang menemukan bahwa seiring dengan penambahan konsentrasi chitosan pada selulosa bakteri dari 12 persen
menjadi 45 persen maka nilai tensile strength-nya cenderung menurun dari 130 MPa menjadi 54 MPa sedangkan nilai persen perpanjangannya turun dari 12
menjadi 6,8. Adanya penambahan gliserol belum mampu memperbaiki sifat mekanik dari
selulosa bakteri yang telah ditambah dengan chitosan. Hal ini kemungkinan disebabkan pengaruh daerah amorf dari chitosan pada selulosa bakteri yang lebih
dominan dibandingkan dengan perenggangan rantai-rantai dari polimer yang disebabkan adanya penambahan gliserol.
5. Analisis Sifat Termal dengan Differential Thermal Analysis DTA