Alat Evaluasi Berbasis Berpikir Kritis

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Alat Evaluasi Berbasis Berpikir Kritis

Menurut kamus besar bahasa indonesia alat berarti benda yang digunakan untuk mencapai maksud. Selanjutnya, menurut Rudyatmi dan Rusilowati 2012 evaluasi merupakan proses sistematis untuk mengumpulkan, menganalisis, menginterprestasikan informasi, dan menentukan tingkat keberhasilan siswa terhadap tujuan pembelajaran. Jadi alat evaluasi merupakan benda yang digunakan untuk mengumpulkan, menganalisis, menginterprestasikan informasi, dan menentukan tingkat keberhasilan siswa terhadap tujuan pembelajaran. Dalam menggunakan alat evaluasi ada dua macam teknik yaitu teknik tes dan teknik non tes. Rudyatmi dan Rusilowati 2012 menjelaskan bahwa teknik tes merupakan teknik penilaian untuk mengukur baik ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Sedangkan teknik non tes merupakan teknik penilaian untuk mengukur ranah psikomotorik dan afektif siswa. Surapranata 2005 menjelaskan tujuan tes adalah untuk mengetahui kemampuan siswa dan tingkat keberhasilan dalam pembelajaran. Melalui tes guru dapat memperoleh informasi tentang berhasil tidaknya siswa dalam menguasai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Berdasarkan cara pelaksanaannya teknik tes dibedakan menjadi tes tertulis dan tes lisan. Sedangkan teknik non tes dibedakan menjadi wawancara, pemberian angket, observasi, laporan atau paper. Berdasarkan macamnya, ada dua macam instrumen tes yaitu tes obyektifpilihan ganda dan non obyektifuraian Rudyatmi dan Rusilowati 2012. Tes obyektif merupakan soal tes yang dalam menjawabnya diharuskan memilih satu jawaban benar dari sejumlah jawaban yang telah disediakan oleh evaluator, sedangkan tes non obyektif merupakan soal tes yang dalam menjawabnya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki siswa Sukardi 2010. Surapranata 2005 menjelaskan terdapat kelebihan dan kelemahan masing-masing bentuk. Kelebihan tes obyektif pilihan ganda yaitu 1 cakupan materi yang ditanyakan cukup luas, 2 dapat mengukur jenjang kognitif mulai dari ingatan sampai evaluasi, 3 penskorannya mudah, cepat, dan obyektif. Sedangkan kelemahan tes obyektif yaitu 1 sukar menentukan alternatif jawaban yang benar-benar logis, homogen, dan berfungsi, 2 penyusunan soal yang baik membutuhkan waktu yang relatif lama, 3 memungkinkan siswa untuk menerka jawaban yang benar, 4 siswa tidak mempunyai keluasan dalam menulis, mengorganisasikan, dan mengekspresikan gagasan dalam kalimat sendiri, 5 tidak digunakan mengukur kemampuan problem solving. Surapranata 2005 menyebutkan kelebihan tes uraian antara lain, 1 siswa mempunyai keluasan dalam menulis, mengorganisasikan, dan mengekspresikan gagasan dalam kalimat sendiri, 2 dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis ataupun problem solving, 3 waktu yang diperlukan untuk menyusun relatif lebih singkat. Kelemahan tes uraian antara lain, 1 cakupan materi yang ditanyakan relatif terbatas, 2 penskoran lebih lama dan lebih sukar, 3 sensitif terhadap personal bias, hallo efect, logical error, dan bluffing. Hasil belajar siswa dikelompokkan menjadi tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Instrumen tes untuk mengukur kemampuan kognitif dapat dikelompokkan berdasarkan tingkatan berpikir siswa. Kemampuan intelektual kognitif meliputi enam jenjang, yaitu 1 ingatan knowledge, 2 pemahaman comprehension, 3 penerapan aplication, 4 analisis analysis, 5 penilaianevaluasi evaluation, dan 6 kreasimencipta create Anderson dan Krath 2001. Amirin 2011 menjabarkan masing-masing jenjang sebagai berikut. 1 Ingatan knowledge, memunculkan kembali apa yang sudah diketahui dan tersimpan dalam ingatan jangka-panjang mengenali lagi, menyebutkan kembali. 2 Pemahaman comprehension, menegaskan pengertian atau makna bahan- bahan yang sudah diajarkan, mencakup komunikasi lisan, tertulis, maupun gambar menafsirkan, mengartikan, menerjemahkan. 3 Penerapan aplication, melakukan sesuatu, atau menggunakan sesuatu prosedur dalam situasi tertentu melaksanakan, menerapkan. 4 Analisis analysis, menguraikan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang membentuknya, dan menetapkan bagaimana bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut satu sama lain saling terkait, dan bagaimana kaitan unsur-unsur tersebut kepada keseluruhan struktur atau tujuan sesuatu itu membedakan, menatamenyusun, menghubungkan, membandingkan. 5 Evaluasi evaluation, menetapkan derajat sesuatu berdasarkan kriteria atau patokan tertentu memeriksa, mengkritik, membuat hipotesis. 6 Mencipta create, memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk utuh yang koheren dan baru, atau membuat sesuatu yang orisinil membuat, mendesain, merencanakan, menghasilkan. Peraturan menteri pendidikan nasional no. 22 tahun 2006 tentang standart kompetensi dan kompetensi dasar kurikulum tingkat satuan pendidikan menjelaskan pentingnya kemampuan berpikir dalam pembelajaran sains. Subiantoro dan Bahrudin 2009 menjelaskan bahwa peraturan tersebut menuntut siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran. Berpikir kritis secara etimologis, kata „kritis‟ berasal dari bahasa Yunani yakni “kritikos yang berarti mencerna penilaian dan “kriterion” yang berarti standar. Sehingga, kritis berarti mencerna penilaian berdasarkan standar. Jika dipadukan dengan kata „berpikir‟, maka kita dapat mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir yang secara eksplisit dilatari oleh penilaian yang beralasan dan berdasarkan standar yang sesuai dalam rangka mencari kebenaran, keuntungan, dan nilai sesuatu Paul, et al dalam Kurniawan 2002. Aryana 2006 mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi. Agar mampu memecahkan masalah dengan baik dituntut kemampuan analisis, sintesis, evaluasi, generalisasi, membandingkan, mendeduksi, mengklasifikasi informasi, menyimpulkan dan mengambil keputusan. Liliasari 2003 menyatakan kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu komponen dalam proses berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir kritis menggunakan dasar menganalisis argumen dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna dan interpretasi, untuk mengembangkan pola penalaran yang terpadu dan logis. Muhfahroyin 2009 menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis seyogyanya dikembangkan sejak usia dini. Supaya siswa memiliki keterampilan intelektual tingkat tinggi, maka sejak usia dini siswa dilatih keterampilan kritis, kreatif, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Menurut Hashemi 2011 kemampuan berpikir kritis membantu orang bertindak secara logis dan berperilaku baik dalam masyarakat. Kategori berpikir kritis menurut Carin Sund dalam Dwijananti dan Yulianti 2010, yaitu : 1 mengklasifikasi; 2 mengasumsi; 3 memprediksi dan hipotesis; 4 menginterpretasi data, mengiferensi atau membuat kesimpulan; 5 mengukur; 6 merancang sebuah penyelidikan; 7 mengamati; 8 membuat grafik; 9 meminimalkan kesalahan percobaan; 10 mengevaluasi; dan 11 menganalisis. Soal berpikir kritis adalah soal yang melibatkan analisis, sintesis dan evaluasi dari suatu konsep. Soal-soal yang dapat mengukur kemampuan berpikir kritis siswa yaitu soal ranah analisis, evaluasi, dan mencipta. Devi 2010 menjelaskan bahwa berpikir kritis merupakan proses berpikir tingkat tinggi yang biasa digunakan. Gokhale 1995 menyatakan taksonomi bloom kategori berpikir kritis meliputi ranah analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah tersebut merupakan taksonomi bloom versi lama, berarti jika dilihat pada taksonomi bloom versi baru adalah analisis, evaluasi, dan mencipta. Alat evaluasi berbasis berpikir kritis adalah instrumen tes yang dapat mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Intrumen tes tersebut merupakan soal tes tertulis yang dapat mengukur ranah kognitif tipe analisis, evaluasi, dan mencipta. Soal berbentuk tes pilihan ganda, sebab-akibat, dan uraian. Kelebihan dari bentuk-bentuk tes tersebut menurut Rudyatmi dan Rusilowati 2012, soal bentuk sebab-akibat memilki tingkat kesukaran yang relatif tinggi. Tes uraian sangat baik untuk mengukur proses mental tingkat tinggi. Tes pilihan ganda dapat merangkum keseluruhan materi.

2. Sistem Gerak