12
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Teori Keagenan
Jensen dan Meckling 1976 dalam Mursalim 2005 berpendapat bahwa teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan
manajemen sebagai agen. Menurut Mursalim 2005 Principal mendelegasikan wewenang dan pertanggungjawaban atas decision making kepada agen.
Wewenang dan tanggungjawab agen maupun principal diatur dalam kontrak kerja berdasarkan persetujuan bersama. Hal ini dapat dikatakan bahwa principal
memberikan suatu kepercayaan kepada pihak agen untuk melaksanakan tugas dari pihak principal sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Pihak
manajemen diberikan wewenang untuk membuat keputusan yang berguna bagi pemegang saham, dan manajemen wajib mempertanggungjawabkan perkerjaan
yang telah dilakukan kepada pemegang saham tersebut. Jensen dan Meckling 1976 dalam Mursalim 2005 menjelaskan bahwa
pihak principal memotivasi agen dengan merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan.
Kontrak kerja yang efisien antara agen dan principal adalah sebagai berikut: 1. Agen dan principal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen
maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk
kepentingannya sendiri.
2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbalan jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang
diterimanya. Masalah keagenan timbul karena adanya perbedaan kepentingan dari
masing-masing pihak. Informasi simetris yang terdapat pada kontrak kerja tersebut pada kenyataannya tidak dapat dipenuhi. Teori keagenan ini menyatakan
bahwa manajemen memiliki informasi internal perusahaan yang lebih banyak dibanding dengan informasi yang dimiliki oleh pemilik perusahaan principal
sehingga menimbulkan asimetri informasi. Ketika seorang principal tidak mengetahui semua informasi yang dimiliki
oleh agen, maka apabila agen tersebut menetapkan sebuah keputusan, pihak principal tidak dapat mengetahui apakah tindakan yang dilakukan oleh pihak agen
tersebut telah sesuai dengan tindakan yang seharusnya dilakukan berdasarkan informasi perusahaan yang dimilikinya, atau keputusan yang ditetapkan oleh
tersebut didasari oleh kepentingan pribadi untuk memperoleh keuntungan. Jika pihak principal tidak dapat melakukan pengawasan kepada usaha pihak agen
secara langsung atau tidak dapat mengetahui hasil kinerja pihak agen secara tepat, hal ini akan memungkinkan pihak agen memiliki motivasi untuk melakukan
tindakan yang tidak sesuai pada kontrak kerja yang telah disepakati oleh pihak agen dan principal tersebut. Kondisi mengenai adanya asimetri informasi yang
terjadi antara pihak agen dengan principal dapat memberikan peluang yang bisa dimanfaatkan oleh agen untuk melakukan tindakan oportunistik yaitu dengan
melakukan tindakan yang tidak semestinya dysfunctional behaviour untuk memaksimalkan kemakmurannya.
Watts dan Zimmernan 1986 dalam Suwito dan Herawaty 2009 menyatakan bahwa hubungan principal dan agen sering ditentukan oleh angka
akuntansi. Hal ini memotivasi agen untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya.
Kesenjangan informasi antara kedua belah pihak memicu munculnya perataan laba yang dilakukan oleh manajemen dan pada akhirnya memiliki pengaruh
terhadap motivasi investor untuk melakukan investasi.
2.2 Perataan laba