Migrasi Internasional TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Migrasi di Indonesia

19 sesuai kondisi politik saat itu. Pada era otonomi daerah pemerintah pusat berperan sebagai regulator, fasilitator dan mediator. Transmigrasi diposisikan pada program masyarakat bersama antara dua pemerintahan setempat, dan bukan pemerintahan pusat. Transmigrasi dilaksanakan melalui mekanisme kerjasama antar daerah otonom Pusdatintrans, 2004.

2.1.2. Migrasi Internasional

Migrasi merupakan fenomena yang telah berlangsung mengikuti perjalanan peradaban manusia. Perpindahan penduduk dari negara asal ke luar batas negaranya makin sering terjadi di hampir seluruh belahan dunia, dengan jumlah yang terus meningkat dan alasan yang beragam. Alasan yang mendasari migrasi tersebut adalah alasan ekonomi, situasi politik di dalam negeri yang tidak menentu sampai terjadinya bencana alam. Migrasi tenaga kerja merupakan bagian dari proses migrasi internasional. Pada awalnya, migrasi tenaga kerja ini terjadi untuk memenuhi kekurangan tenaga kerja jangka pendek short-terms labor shortages , seperti yang terjadi di Amerika Serikat tahun 1950-an, dengan mendatangkan pekerja-pekerja asal Meksiko. Pertumbuhan penduduk yang lambat dikombinasikan dengan kondisi perekonomian yang cukup baik di kawasan Eropa Utara dan Eropa Barat pada tahun 1960 sampai pertengahan tahun 1970 juga membuka peluang bagi masuknya pekerja asing Weeks, 1974. Hingga akhir dekade 80-an, masalah-masalah migrasi tenaga kerja masih dipandang dalam perspektif ekonomi-politik. Perspektif ini memandang terjadinya migrasi internasional difokuskan pada ketidaksamaan tingkat upah yang terjadi secara global, hubungan ekonomi dengan negara penerimanya, termasuk juga masalah perpindahan modal, peran yang dimainkan oleh 20 perusahaan multinasional, serta perubahan struktural dalam pasar kerja yang berkaitan dengan perubahan dalam pembagian kerja di tingkat internasional international division of labour. Perpindahan penduduk dari negara pengirim sending country ke negara penerima tenaga kerja migran receiving country akan membuat negara pengirim mendapat keuntungan remittance, sedangkan negara penerima akan mendapat keuntungan pasokan tenaga kerja murah Mulyadi, 2003. Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka pengangguran yang cukup tinggi. Kondisi ini disebabkan oleh jumlah angkatan kerja yang terus meningkat, sebaliknya kesempatan kerja semakin menurun, sehingga mendorong masyarakat untuk migrasi ke tempat bahkan ke negara lain untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Pengiriman tenaga kerja migran Indonesia TKI ke luar negeri secara resmi telah diprogramkan oleh pemerintah sejak 1975. Program ini merupakan salah satu kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan tersebut. Umumnya migrasi internasional sangat berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi dan transisi demografi dalam suatu negara. Ketika suatu negara mengalami kemunduran ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah dan pertumbuhan populasinya masih tinggi, sangat tidak mungkin aktivitas perekonomian negara tersebut dapat menyerap kelebihan tenaga kerja. Untuk alasan ini, pengiriman tenaga kerja merupakan suatu pemecahan masalah ketenagakerjaan. Dalam teori ekonomi kependudukan dan ketenagakerjaan, hal ini sering dinyatakan sebagai “the first stage of labor migration transition” Tjiptoherijanto, 1997. 21 Jumlah tenaga kerja migran internasional Indonesia hingga saat ini terus meningkat. Sekitar 70 persen dari jumlah tenaga kerja tersebut adalah perempuan yang rentan terhadap masalah. Migrasi internasional dapat membawa dampak positif bagi negara tujuan, negara asal dan para migran beserta keluarganya. Bagi negara tujuan, kehadiran migran ini dapat mengisi segmen-segmen lapangan kerja yang sudah ditinggalkan oleh penduduk setempat karena tingkat kemakmuran negara tersebut semakin meningkat. Lapangan kerja tersebut seperti sektor perkebunan dan bangunan atau konstruksi di Malaysia yang banyak digantikan oleh pekerja-pekerja dari Indonesia, atau menambah kebutuhan tenaga-tenaga terampil yang jumlahnya kurang, seperti kebutuhan tenaga kerja teknisi dan jasa di negara-negara Timur Tengah. Bagi negara asal merupakan sumber penerimaan devisa dari remittancess hasil kerja migran di luar negeri, sementara untuk para migran, kesempatan ini merupakan pengalaman internasional dan kesempatan meningkatkan keahlian dan mengenal disiplin kerja di lingkungan yang berbeda. Bagi keluarga migran hal tersebut merupakan sumber penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya Syahriani, 2007. Suatu hal yang diharapkan saat ini adalah menjadikan Indonesia sebagai negara pengirim tenaga kerja yang terampil dan ahli, serta berdaya saing. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap penguasaan bahasa, akses informasi teknologi dan budaya dimana mereka bekerja, terutama bagi tenaga kerja migran internasional yang bekerja pada lembaga-lembaga atau institusi seperti rumah sakit, restoran, pertokoan maupun lembaga lain yang menjadikan bahasa sebagai alat komunikasi adalah persoalan yang sangat penting. Kondisi ini berarti kualitas pendidikan menjadi pertimbangan penting dalam mengirim tenaga kerja 22 ke luar negeri, dan ini menjadi fokus utama pemerintah untuk membekali pendidikan ketrampilan kepada tenaga kerja tersebut. Menjadi tenaga kerja migran tidak hanya mempertimbangkan skill atau teknis keahlian saja, tetapi pemahaman dan wawasan terutama budaya masyarakat tempat dimana mereka akan bekerja juga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan. Karena kualitas tenaga kerja dan tingkat pendidikan selalu memiliki keterkaitan. Tenaga kerja migran yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, umumnya bekerja pada lembaga jasa seperti rumah sakit, pertokoan, dan restoran yang memang memerlukan keahlian khusus dari pekerjanya. Pola rekrutmennya dilakukan melalui lembaga-lembaga pendidikan kejuruan yang memiliki jaringan kerja sama dengan penempatan tenaga kerja dengan luar negeri. Kondisi tenaga kerja migran ini umumnya lebih baik, dan sangat berbeda dengan tenaga kerja migran yang berangkat hanya berbekal pendidikan dan keahlian yang tidak memadai. Tenaga kerja migran yang mempunyai latar pendidikan rendah lebih banyak ditempatkan pada sektor informal seperti pembantu rumah tangga, sopir, pekerja perkebunan dan sebagainya. Menindaklanjuti kondisi tersebut, maka diperlukan suatu manajemen terpadu antara program pemantauan kebutuhan tenaga kerja asing di luar negeri oleh diplomasi perwakilan Republik Indondesia di luar negeri, program perlindungan buruh migran, dan program-program peningkatan keterampilan di dalam negeri yang sesuai dengan kebutuhan pasar internasional. Informasi mengenai kondisi serta kebutuhan tenaga kerja di mancanegara diharapkan dapat tersedia bagi para calon tenaga kerja migran, sehingga mereka mengetahui dengan jelas kondisi dan resiko kesempatan tersebut. Umumnya informasi yang paling baik bukan dari sumber resmi pemerintah tetapi dari 23 mantan tenaga kerja migran, tetapi pemerintah sebaiknya dapat membantu menyediakan informasi yang benar. Peran jasa pengerah tenaga kerja Indonesia tetap sangat penting, karena pemerintah tidak akan berhasil melaksanakannya sendiri, tetapi ketertiban dan pemantauan merupakan tujuan pemerintah untuk melindungi calon tenaga kerja. Salah satu hal yang perlu diketahui oleh calon tenaga kerja migran Indonesia adalah menyiapkan diri untuk memenuhi kualifikasi yang diharapkan oleh pengguna jasa tenaga kerja tersebut. Oleh karena itu tanggal 18 Oktober 2004, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Dalam undang-undang ini selain mengatur tentang landasan hukum bagi perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, juga mengatur tentang kompetensi calon tenaga kerja. Dalam hal ini dinyatakan bahwa calon tenaga kerja wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja sesuai dengan prasyarat jabatan. Jika belum memiliki, wajib mengikuti pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia. Pendidikan dan latihan dimaksudkan untuk Sembiring, 2006: 1. Membekali, menempatkan dan mengembangkan kompetensi kerja calon tenaga kerja Indonesia. 2. Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang situasi, kondisi, adat istiadat, budaya, agama, dan resiko kerja diluar negeri. 3. Membekali kemampuan berkomunikasi dalam bahasa negara tujuan dan 4. Memberi pengetahuan dan pemahaman tentang hak dan kewajiban calon tenaga kerja. 24 Oleh karena itu dalam sudut pandang normatif, dengan dikeluarkannya undang- undang ini, maka perlindungan hukum bagi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri semakin kuat.

2.2. Kebijakan Migrasi