137 jika dilihat dari pertumbuhannya selama periode 1985 hingga 2005, peningkatan
pengiriman jumlah migran internasional terbesar berasal dari Sumatera, dengan persentase pertumbuhannya sebesar 23.18 persen.
Tabel 10. Jumlah Tenaga Kerja Migran Internasional Menurut Pulau dan Negara Tujuan Tahun 1985-2005
Negara Tujuan Pulau Tahun
Malaysia Orang
Singapura Orang
Hongkong Orang
Arab Saudi
Orang Negara
Lain Orang
Total Orang
1985 306 286 60 46 41 739
1990 5772 1528 135 40 800 8275
1995 4719 4536 766 42 2838
12901 2000 37838 5074 4285 110
10989 58296
2005 39848 4952 2397 145 11508
58850
Sumatera
r 26.10
14.54 19.20
5.62 30.79
23.18
1985 576 541 113 45080
2743 49053
1990 10893 2884 254
39051 5685 58767
1995 8907 8561 1445 40986
5685 65584
2000 71413 9576 8087 107424
45646 242147
2005 75208 9346 4524 141486
46895 277458
Jawa
r 26.11
14.53 19.21
5.60 14.47
8.60
1985 449 421 88 161 66
1185 1990 8481 2246 198 140
1185 12250
1995 6936 6666 1125 147 4195
19069 2000 55606 7457 6297 384
16202 85946
2005 58561 7277 3522 506 16965
86831
Kalimantan
r 26.10
14.53 19.21
5.60 30.25
22.69
1985 7 7 1 35
3 53
1990 130 34 3 31 21
219 1995 107 102 17 32 73
331 2000 854 114 97 84
267 1416
2005 899 112 54 110
279 1454
Sulawesi
r 26.01
14.11 20.92
5.60 24.09
17.08
1985 210 197 41 2545
177 3170
1990 3964 1050 92
2205 787 8098
1995 3241 3116 526 2314
2594 11791
2000 25990 3485 2943 6065 8939 47422
2005 27371 3401 1646 7988 9311 49717
Pulau Lain
r 26.10
14.53 19.22
5.60 20.77
14.01
1985 1547 1451 304 47867
3031 54200
1990 29240 7743 681
41466 8475 87605
1995 23909 22982 3878 43521
26596 120886
2000 191700 25707 21709 114067 82043
435226 2005 201887 25087 12143
150235 84958 474310
Indonesia
r 26.11
14.54 19.20
5.60 17.20
10.88
Keterangan : r adalah rata-rata pertumbuhan migran pertahun Sumber : Badan Pusat Statistik diolah
138 Berbeda dengan pulau di luar Jawa, negara tujuan migran internasional
paling diminati oleh tenaga kerja migran internasional asal Jawa adalah Arab Saudi. Rata-rata lebih dari 63 persen dari total migran internasional asal Jawa
setiap periode bekerja di Arab Saudi, bahkan pada periode 1985, sekitar 99 persen dari migran ini bekerja di negara tersebut. Karakteristik tenaga kerja migran asal
Jawa yang bekerja di Arab Saudi umumnya didominasi oleh pekerja perempuan sebagai penata laksana rumah tangga.
Kalimantan merupakan negara pengirim tenaga kerja migran terbanyak setelah Jawa. Negara tujuan yang paling diminati oleh migran asal Kalimantan
adalah Malaysia dengan pertumbuhan rata-rata pertahunnya sebesar 26.10 persen, kemudian Hongkong, Singapura dan arab Saudi dengan rata-rata pertumbuhan
setiap tahunnya masing-masing 19.21 persen, 14.53 persen dan 5.60 persen. Tingginya minat masyarakat Kalimantan untuk menjadi tenaga kerja migran di
Hongkong disebabkan oleh tingginya upah pekerja di Hongkong dibandingkan upah di negara lain.
Sulawesi merupakan daerah yang paling sedikit mengirim tenaga kerja migran. Umumnya tenaga kerja migran asal Sulawesi ini berasal dari Makasar.
Tetapi jika dilihat dari persentase pertumbuhan jumlah migran internasional asal Sulawesi Tabel 10, jumlah migran internasional asal daerah tersebut meningkat
cukup cepat, dimana rata-rata pertumbuhannya ke Malaysia, Singapura, Hongkong dan Arab Saudi masing-masing 26.01 persen, 14.11 persen, 20.92
persen, dan 5.60 persen. Persentase pertumbuhan tersebut memperlihatkan bahwa Malaysia merupakan negara tujuan utama migran internasional asal Sulawesi.
Demikian juga halnya dengan migran internasional asal Pulau Lain, negara tujuan migran asal pulau tersebut juga Malaysia, dengan persentase pertumbuhan
139 rata-rata pertahun sebesar 26.01 persen. Sedangkan Hongkong merupakan negara
yang kurang diminati oleh tenaga kerja migran asal Pulau Lain, dimana pertumbuhan pertahun sebesar 5.60 persen.
Pengiriman tenaga kerja migran internasional akan memberikan sumbangan devisa yang besar bagi negara melalui remittances yang dikirimkan
tenaga kerja tersebut kepada keluarganya. Berdasarkan Tabel 11 diperlihatkan bahwa selama periode 1985-2005, peningkatan jumlah migran internasional setiap
pulau diikuti pula dengan meningkatnya jumlah penerimaan devisa pada masing- masing pulau tersebut. Jumlah sumbangan devisa tertinggi diperoleh dari kiriman
remittances migran internasional asal Jawa, dimana pada tahun 2005, jumlah
remittancess yang dikirim oleh migran asal Jawa sebesar 1.7 milyar US dollar
yang diperoleh dari 277458 orang migran. Pada tahun yang sama, migran internasional asal Kalimantan mampu
mengirim remittances sebesar 532.6 juta US dollar dari 86831 orang migran. Sedangkan Sumatera dan Pulau Lain mengirim remitancess sebesar 361 juta US
dollar dan 304.9 juta US dollar. Diantara lima pulau besar di Indonesia, Sulawesi merupakan pengirim migran internasional paling sedikit, dimana pada tahun 2005,
Sulawesi hanya mengirim 1454 orang migran dengan perolehan devisa dari migran tersebut sebesar 8.9 juta US dollar. Oleh karena itu Indonesia memperoleh
manfaat dari migran internasional sebesar 2.9 milyar US dollar. Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah sebaiknya memberi perhatian
khusus kepada migran internasional atas jasa yang mereka berikan pada perekonomian Indonesia. Menurut Irawan 2002, pertumbuhan ekonomi positif
Indonesia saat ini terjadi karena kontribusi terbesar dari konsumsi domestik, dimana dana remittances yang langsung atau tidak langsung digunakan untuk
140 konsumsi domestik, telah membantu pertumbuhan ekonomi positif Indonesia pada
era reformasi. Artinya, tenaga kerja migran secara tidak langsung telah membantu pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi tetap positif melalui komponen
konsumsi, pada saat komponen pertumbuhan lain seperti investasi dan ekspor sedang menurun.
Tabel 11. Jumlah Tenaga Kerja Migran Internasional dan Penerimaan Devisa Remittances Menurut Pulau Tahun 1985-2005
Pulau Tahun Jumlah
TKI Orang
Jumlah Devisa 000 US
1985 739 792.9
1990 8275 19261.7
1995 12901 59117.4
2000 58296 175672.7
2005 58850 361000.4
Sumatera
r 23.18
33.84
1985 49053 52603.2
1990 58767 136798.3
1995 65584 351898.9
2000 242147 729702.1
2005 277458 1701995.6
Jawa
r 8.60
18.01
1985 1185 1270.9
1990 12250 28516.2
1995 19069 87379.9
2000 85946 258994.2
2005 86831 532643.8
Kalimantan
r 22.69
33.31
1985 53 56.6
1990 219 510.8
1995 331 1516.1
2000 1416 4265.6
2005 1454 8919.2
Sulawesi
r 17.08 27.25
1985 3170 3399.5
1990 8098 18850.4
1995 11791 54030.8
2000 47422 142905.5
2005 49717 304976.3
Pulau Lain
r 14.01
23.88
1985 54200 58123.2
1990 87605 203927.4
1995 120886 553940.9
2000 435226 1311540.3
2005 474310 2909534.2
Indonesia
r 10.88
20.48
Sumber : Badan Pusat Statistik diolah
141 Setiap tahun pemerintah menargetkan untuk meningkatkan jumlah
pengiriman dan penempatan tenaga kerja migran di luar negeri yang bertujuan untuk menambah devisa negara. Dalam program Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Menengah 2004-2009, pemerintah menargetkan peningkatan ekspor tenaga kerja migran menjadi 1 juta orang per tahun hingga 2009. Demikian pula
target negara tujuan bakal diperluas dari 11 negara menjadi 25 negara. Adapun perolehan devisa ditargetkan meningkat dari sekitar Rp 186 triliun tahun
2009.Namun upaya dan target peningkatan ekspor tenaga kerja migran ini tidak diimbangi dengan perbaikan sistem layanan pengiriman, penempatan dan
perlindungan TKI oleh negara Subkhan, 2007 Subkhan 2007 juga menyatakan lemahnya perlindungan tenaga kerja
tersebut di luar negeri disebabkan oleh beberapa hal antara lain, pertama
pemerintah belum membuat nota kesepahaman G to G Goverment to Goverment dengan negara-negara tujuan. Dari 16 negara penerima TKI pada tahun 2006,
Indonesia baru menandatangani MoU dengan lima negara, yakni Malaysia, Korea, Kuwait, Taiwan, dan Jordania. Sementara dengan negara lain, termasuk Arab
Saudi yang menjadi negara tujuan terbesar tenaga kerja migran, belum ada. Sebagai perbandingan, Filipina pada tahun 2004, sudah memiliki perjanjian
dengan 12 negara tujuan pekerja migrannya, termasuk dengan negara-negara Timur Tengah dan negara maju, seperti Swiss, Inggris, dan Norwegia. Adanya
MoU antara dua negara bisa menjadi dasar bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan tindakan yang diperlukan jika ada tenaga kerja yang mendapatkan
perlakuan tidak adil di negara tujuan.
Kedua, minimnya perhatian pemerintah, khususnya kedutaan besar dalam
memberikan perlindungan pada tenaga kerja migran. Kurangnya perhatian
142 tersebut ditunjukkan oleh tidak adanya atase ketenagakerjaan di negara tujuan.
Keberadaan atase ketenagakerjaan memang sangat membantu, tetapi juga tidak otomatis menyelesaikan masalah.
Pengiriman tenaga kerja migran umumnya dilakukan agen perorangan dan PJTKI yang lebih mengutamakan keuntungan dibandingkan kesejahteraan tenaga
kerja tersebut. Akibatnya, tenaga kerja yang dikirim hanya dilengkapi paspor dan visa kunjungan, tanpa adanya visa kerja seperti disyaratkan bagi setiap pekerja
asing. Selanjutnya minimnya penyadaran, pengawasan, dan penegakan hukum dari berbagai instansi terkait terhadap mereka yang melakukan pelanggaran
selama perekrutan hingga pengiriman tenaga kerja migran tersebut. Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki tenaga kerja migran juga
merupakan salah satu faktor yang mengharuskan pemerintah memperhatikan tenaga kerja migran tersebut, karena mereka tidak memahami hak dan
kewajibannya sebagai pekerja asing di luar negeri. Jika pemerintah ingin melindungi tenaga kerja migran, yang dapat
dilakukan adalah: pertama, melakukan pembenahan sejak proses perekrutan.
Pada tahap ini sebaiknya dilakukan penertiban terhadap agen tenaga kerja yang beroperasi dari desa ke desa. Perekrutan tenaga kerja migran hanya boleh
dilakukan petugas resmi PJTKI.
Kedua, PJTKI diwajibkan memberikan pelatihan terhadap setiap tenaga
kerja migran yang akan dikirim ke luar negeri, termasuk melakukan perjanjian
kerja sama dengan perusahaan di luar negeri yang membutuhkan mereka. Ketiga,
pemerintah sebaiknya juga melakukan penyederhanaan dan perampingan birokrasi penempatan tenaga kerja tersebut di luar negeri.
143
5.3. Perkembangan Migrasi Internal dan Internasional dan Angkatan Kerja Indonesia