Migrasi Internal Dampak kebijakan migrasi terhadap pasar kerja dan perekonomian Indonesia

131

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA

DAN PEREKONOMIAN INDONESIA

5.1. Migrasi Internal

Migrasi merupakan salah satu faktor dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan migrasi secara regional penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi penduduk yang tidak merata. Berdasarkan Sensus Penduduk dan Survei Penduduk Antar Sensus yang diperlihatkan pada Tabel 8 dan Tabel 9, tidak ada satu pulaupun yang tidak mengalami migrasi penduduk, baik migrasi masuk maupun migrasi keluar. Bab ini memaparkan arus migrasi seumur hidup di Indonesia dan melihat perkembangannya selama periode 1985-2005.

5.1.1. Arus Migrasi Masuk

Tabel 8 memperlihatkan jumlah dan rata-rata pertumbuhan migrasi masuk seumur hidup menurut pulau tahun 1985-2005. Tabel tersebut memperlihatkan adanya peningkatan jumlah migrasi masuk pada setiap pulau dari tahun ke tahun. Arus migrasi masuk terbanyak menuju ke Pulau Jawa yaitu sekitar 50-60 persen dari total migran masuk seumur hidup pada setiap pulau di Indonesia, selanjutnya menuju ke Sumatera yaitu 33 persen. Tingginya jumlah migrasi masuk ke Jawa disebabkan oleh pola migrasi di Indonesia yang bersifat Jawa sentris, artinya sebagian besar migran dari seluruh wilayah Indonesia menuju ke Jawa dan sebagian besar migran dari Jawa juga menuju ke wilayah Pulau Jawa juga, terutama terpusat ke kota-kota besar kota metropolitan. Selain itu tingginya arus migrasi ke Jawa juga disebabkan tingginya perkembangan pembangunan ekonomi, teknologi dan infrastruktur di 132 pulau tersebut. Kondisi ini ditambah lagi dengan berkembangnya fasilitas pendidikan, kesehatan, pariwisata dan aspek sosial lainnya di pulau tersebut, sehingga menjadi dayatarik yang cukup kuat bagi penduduk luar Jawa untuk migrasi ke pulau tersebut Firman, 2000. Tabel 8. Jumlah dan Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Masuk Seumur Hidup Menurut Pulau Tahun 1985-2005 Migrasi Masuk 000 Orang Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Masuk Pulau 1985 1990 1995 2000 2005 1985- 1990 1990- 1995 1995- 2000 2000- 2005 Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Pulau Lain 3013.9 4554.2 671.3 359.0 369.7 3699.4 6871.8 1127.9 528.6 601.1 3975.5 8757.9 1386.3 578.0 701.3 3589.3 8494.0 1644.7 653.5 703.6 3789.8 10673.4 1736.3 668.5 802.9 3.48 7.10 9.03 6.66 8.44 1.21 4.13 3.50 1.50 2.60 -1.69 -0.51 2.89 2.07 0.05 0.91 3.88 0.91 0.38 2.23 Sumber : Depnakertrans dan BPS diolah Perubahan pola mobilitas pada masa yang akan datang sangat tergantung pada perkembangan wilayah di luar Jawa. Bila dimasa yang akan datang wilayah- wilayah tersebut dapat mengembangkan kewenangan otonomi yang lebih luas bagi pembangunannya, maka diharapkan dapat menjadi penarik bagi mobilitas penduduk. Wilayah yang kaya akan sumberdaya alam, seperti Riau dan Kalimantan Timur atau Irian Jaya diharapkan dapat menyeimbangkan mobilitas penduduk yang selama ini sangat terpusat pada kota-kota besar di Pulau Jawa. Hal ini tidak terjadi secara otomatis, sangat bergantung pada keberhasilan pengembangan wilayah dan kota permukiman. Oleh karena itu untuk mencapai mobilitas penduduk yang lebih seimbang, sangat tergantung pada program pengembangan wilayah dan perkotaan di luar Jawa Firman, 2000. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Tabel 8 memperlihatkan meskipun jumlah migrasi masuk terus meningkat, tetapi rata-rata angka pertumbuhan 133 migrasi masuk pada setiap pulau selama periode 1985-2005 mengalami penurunan. Kondisi ini menunjukkan adanya peningkatan pembangunan, yang memberi dampak terhadap terbukanya kesempatan kerja pada masing-masing pulau, sehingga menurunkan keinginan migran untuk migrasi ke daerah lain. Ditinjau berdasarkan pertumbuhan setiap periode lima tahunan, pada periode 1995 hingga 2000 pertumbuhan migrasi masuk ke Sumatera dan Jawa mengalami pertumbuhan yang negatif, yaitu sebesar 1.69 persen dan 0.51 persen. Pertumbuhan yang negatif ini disebabkan oleh kondisi krisis ekonomi yang terjadi pada periode tersebut. Sumatera dan Jawa merupakan pulau yang cukup besar terkena dampak krisis tersebut. Banyak industri-industri kecil dan menengah mengalami penurunan produksi dan bahkan ada yang harus berhenti beroperasi, akibatnya terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja yang menganggur pada kedua pulau tersebut. Kondisi ini menurunkan keinginan migrasi masuk ke pulau tersebut. Pada periode 2000-2005, pertumbuhan migrasi masuk ke Jawa dan Sumatera kembali mengalami peningkatan, hal ini berkaitan pula dengan proses pemulihan kondisi ekonomi yang semakin membaik setelah krisis ekonomi. Menurut Warsono 2005, pasca tahun 1998 pada awal terjadinya krisis ekonomi, sejenak terjadi trend arus balik migrasi, yaitu dari kota ke desa dan sebagian lagi ke luar Jawa. Mereka kembali pada kegiatan bertani atau back to nature, banyak orang kota yang berbisnis pertanian. Pola demikian tidak berlangsung lama, karena setelah pertumbuhan ekonomi global dan regional mulai membaik atau stabil, pola kaum migran kembali pada kecenderungan lama, yaitu dari daerah pedesaan ke perkotaan, dari daerah agraris ke daerah industri dan jasa. 134 Pada periode 2000-2005 tersebut pertumbuhan migrasi masuk terbesar juga terjadi di Pulau Jawa yaitu 3.88 persen, kemudian diikuti Pulau Lain sebesar 2.28 persen. Sedangkan pertumbuhan migrasi masuk terkecil terjadi di Sulawesi yaitu sebesar 0.38 persen.

5.1.2. Arus Migrasi Keluar

Tabel 9 memperlihatkan perkembangan jumlah dan rata-rata pertumbuhan migrasi keluar seumur hidup dari setiap pulau selama periode 1985-2005. Tabel tersebut memperlihatkan jumlah migrasi keluar terbanyak juga berasal dari Jawa dan Sumatera. Tingginya jumlah migrasi keluar dari Pulau Jawa umumnya disebabkan oleh kebijakan transmigrasi yang ditetapkan pemerintah untuk mengatasi masalah ketimpangan distribusi penduduk di Indonesia. Sebaliknya tingginya jumlah migran keluar dari luar Jawa disebabkan oleh beberapa faktor penarik di daerah tujuan, khususnya Pulau Jawa. Tabel 9 memperlihatkan rata-rata pertumbuhan migrasi keluar terbanyak dari Sumatera dan Sulawesi terjadi pada periode 1990-1995 yaitu sebesar 4.75 persen dan 3.32 persen. Sedangkan dari Jawa dan Kalimantan pertumbuhan migrasi keluar terbanyak terjadi pada periode 1985-1990. Pada periode 1995-2000 jumlah migrasi keluar dari Jawa dan Sulawesi mengalami pertumbuhan yang negatif, masing-masing -0.51 persen dan -0.28 persen. Sama halnya dengan migrasi masuk, pertumbuhan negatif migrasi keluar pada periode ini disebabkan oleh kondisi krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998. Sedangkan pertumbuhan migrasi keluar negatif pada Pulau Lain justru terjadi pada periode 2000-2005. 135 Tabel 9. Jumlah dan Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Keluar Seumur Hidup Menurut Pulau Tahun 1985-2005 Migrasi Keluar 000 Orang Rata-rata Pertumbuhan Migrasi Keluar Pulau 1985 1990 1995 2000 2005 1985- 1990 1990- 1995 1995- 2000 2000- 2005 Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Pulau Lain 986.1 3648.6 180.6 595.4 335.1 1175.8 5053.2 247.4 649.7 439.1 1553.7 5548.3 271.9 790.4 525.5 1710.8 5381.1 289.7 777.4 700.1 1738.9 5643.2 338.2 882.8 663.0 2.98 5.58 5.39 1.47 4.61 4.75 1.57 1.59 3.32 3.04 1.62 -0.51 1.06 -0.28 4.90 0.27 0.80 2.61 2.14 -0.90 Sumber : Depnakertrans dan BPS diolah Jika dibandingkan antara pertumbuhan migrasi masuk yang diperlihatkan pada Tabel 8 dengan pertumbuhan migrasi keluar yang diperlihatkan pada Tabel 9, maka dapat dilihat bahwa pertumbuhan migrasi masuk ke Jawa lebih besar dari pertumbuhan migrasi yang keluar dari Jawa, kecuali pada periode 1995-2000, dimana pada periode tersebut pertumbuhan migrasi masuk sama dengan pertumbuhan migrasi keluarnya.

5.2. Migrasi Internasional