PROSES PENURUNAN MUTU HASIL PERIKANAN

Pindang presto daya awetnya juga singkat, hanya beberapa hari saja pada temperatur kamar Nitibaskara, 1980. Pada pemindangan bekerja secara serentak dua fungsi bersama-sama yaitu pemanasan dan penggaraman. Pemanasan dan penggaraman mengakibatkan perubahan biokimia, terutama mendenaturasikan protein daging ikan. Pemindangan dapat pula menghambat laju pembusukan dengan membunuh sebagian bakteri pembusuk pada ikan Ilyas dan Hanafiah, 1980. Pada pindang, gejala kemunduran mutu mula-mula ditandai dengan penampakan yang menjadi pudar dan tidak sesegar semula. Perubahan ini diikuti oleh semakin berkurangnya rasa dan aroma khas pindang. Kemudian berangsur-angsur timbul bau dan rasa yang tidak enak. Pengamatan secara objektif yang dilakukan selama proses kemunduran mutu pindang menunjukkan adanya kenaikan jumlah bakteri dan jumlah basa menguap Total Volatil Bases Ilyas dan Hanafiah, 1980. Penyimpanan pindang pada suhu 4 o C dapat memperpanjang daya awet pindang sampai 20 kali bila dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu kamar Ilyas dan Hanafiah, 1980. Cara pengemasan yang lebih baik, yaitu dengan memakai kantong-kantong plastik juga dapat memperbaiki penampakan pindang serta mencegah perubahan kadar air Nitibaskara, 1980.

C. PROSES PENURUNAN MUTU HASIL PERIKANAN

Mutu ikan berkaitan dengan tingkat kesegaran ikan. Kesegaran adalah tolok ukur untuk membedakan ikan yang jelek dan ikan yang baik kualitasnya. Ikan dikategorikan masih segar jika perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, dan fisikawi yang terjadi belum menyebabkan kerusakan berat pada ikan. Berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan yang kesegarannya masih baik sekali prima, ikan yang kesegarannya masih baik advance, ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur sedang, dan ikan yang sudah tidak segar lagi mutu rendah busuk Hadiwiyoto, 1993. Setelah ikan ditangkap dan mati maka dalam tubuh ikan berlangsung proses ke arah pembusukan. Ikan hasil tangkapan mudah sekali mengalami kerusakan, terutama di daerah tropis, di mana suhu dan kelembaban sangat memungkinkan terjadinya proses pembusukan. Proses penurunan mutu deteriorasi pada ikan disebabkan oleh tiga macam kegiatan yaitu autolisis, kimiawi, dan bakteriologis Ilyas, 1983. 1. Proses Autolisis Proses penurunan mutu secara autolisis berlangsung sebagai aksi kegiatan enzim yang menguraikan senyawa kimia pada jaringan tubuh ikan. Enzim bertindak sebagai katalisator yang menjadi pendorong dan motor segala perubahan senyawa biologis yang terdapat pada ikan. Enzim-enzim yang berperan di sini sebetulnya sudah melakukan kegiatan sejak ikan masih hidup, tetapi ketika itu hasilnya bermanfaat dalam proses pembentukan energi dan pemeliharaan tubuh. Ketika ikan telah mati, enzim masih tetap bekerja, tetapi kali ini satu arah, yaitu hanya memecah protein daging ikan Connell, 1980b. Autolisis belum dapat disebut pembusukan karena hasil hidrolisis protein dan lemak masih dapat dimakan manusia. Namun demikian, autolisis merubah struktur daging sehingga kekenyalan menurun, daging menjadi lembek, terbagi menjadi lapisan-lapisan dan terpisah dari tulang. Kerusakan ini menyebabkan bagian perut robek. Selain itu, pemecahan protein menghasilkan substrat yang disukai bakteri yang menyebabkan pembusukan Murniyati, 2000. Penguraian protein dan lemak dalam proses autolisis juga akan menyebabkan perubahan rasa, tekstur, dan penampakan ikan Ilyas, 1983. 2. Proses Kimiawi Proses penurunan mutu ikan secara kimiawi disebabkan karena proses oksidasi lemak pada ikan yang mengakibatkan bau dan rasa tengik, sehingga gejala ini dinamakan ketengikan. Disamping itu rupa ikan dan dagingnya berubah ke arah coklat kusam Ilyas, 1983. Pengukuran kemunduran mutu ikan secara kimiawi dapat dilakukan dengan mengukur derajat keasaman pH daging ikan. Pada umumnya ikan yang sudah tidak segar, dagingnya mempunyai pH lebih basa tinggi daripada yang masih segar. Hal ini disebabkan karena timbulnya senyawa- senyawa yang bersifat basa seperti misalnya ammonia, trimethylamine, dan senyawa-senyawa volatil lainnya Hadiwiyoto, 1993. Penentuan kesegaran ikan secara kimiawi lainnya adalah dengan menggunakan prinsip penetapan Total Volatil Bases TVB. Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa volatil yang terbentuk karena proses penguraian asam amino yang terdapat pada daging ikan Hadiwiyoto, 1993. 3. Proses Bakteriologis Pada ikan hidup terdapat bakteri dalam jumlah besar pada saluran pencernaan, insang, saluran darah, dan permukaan kulit, tetapi bagian tubuh ikan tersebut mempunyai barrier terhadap penyerangan bakteri ke dalam daging ikan. Setelah ikan mati kemampuan barrier ikan tersebut akan hilang sehingga bakteri segera masuk ke dalam daging ikan melalui keempat bagian tersebut Connel, 1980a. Bakteri yang umum ditemukan pada ikan adalah bakteri dari golongan Pseudomonas , Alcaligenes, Micrococus, Sarcina, Flavobacterium, Serratia, Vibio, dan Bacillus. Pada ikan segar yang baru ditangkap yang dominan adalah bakteri jenis Micrococus dan Flavobacterium, kemudian setelah pembusukan berlangsung dominasi beralih kepada jenis-jenis bakteri pembusuk seperti Pseudomonas dan Achromobacter Ilyas, 1983. Senyawa-senyawa yang dihasilkan dalam dekomposisi oleh bakterial dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesegaran atau kebusukan ikan. Senyawa –senyawa yang tersebut adalah Indol, H 2 S, Hipoxantin, Histamin, Volatile Reducing Substance VRS, Total Volatile Base TVB, dan Tri Methyl Amine TMA Connel, 1980a. Akibat dari serangan bakteri yang dimulai dari fase rigor mortis adalah penurunan mutu ikan. Penurunan mutu tersebut dapat dilihat dari berubahnya lendir menjadi pekat, bergetah dan amis, mata terbenam dan sinarnya pudar, insang dan isi perut berubah warna dengan susunan yang berantakan dan berbau menusuk, akhirnya seluruh ikan busuk Ilyas, 1983. Penurunan mutu ikan dipengaruhi oleh kegiatan bakteri sedangkan kegiatan bakteri erat kaitannya dengan suhu. Tabel 1 menunjukkan hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan penurunan mutu ikan. Tabel 1. Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan penurunan mutu ikan. Suhu Kegiatan Bakteri Mutu Ikan 25 o C-10 o C Luar biasa cepat Cepat turun, awet 3-10 jam. 10 o C-2 o C Pertumbuhan kurang cepat. Mutu menurun kurang cepat, daya awet 2-5 hari 2 o C--1 o C Pertumbuhan jauh berkurang. Penurunan mutu agak dihambat, daya awet 3-10 hari. -1 o C Kegiatan dapat ditekan. Daya awet maksimum 5- 20 hari. -2 o C--10 o C Ditekan tidak aktif Penurunan mutu minimum, tekstur tidak kenyal dan rasa ikan tidak segar, daya awet 7-30 hari. -18 o C Ditekan minimum, bakteri tersisa tidak aktif Ikan beku, daya awet setahun. Sumber: Yunizal dan Widodo 1998 Parameter untuk menentukan kesegaran ikan dapat terdiri dari faktor fisik organoleptik, kimiawi, maupun mikrobiologi. Parameter fisik meliputi penampakan luar ikan, kelenturan daging ikan, keadaan mata ikan, serta keadaan daging dan insang ikan. Yang menjadi parameter fisik adalah sebagai berikut Hadiwiyoto, 1993 : a. Penampakan luar Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak suram. Keadaan ini terjadi karena belum banyak perubahan biokimiawi. Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Penampakan ini makin lama akan menjadi suram warnanya, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikroba. b. Kelenturan daging ikan Ikan segar dagingnya cukup lentur. Apabila daging ikan dibengkokkan, maka setelah dilepas segera akan kembali lagi ke bentuk semula. Kelenturan ini disebabkan karena belum terputusnya benang-benang daging. Pada ikan busuk benang-benang daging ini sudah banyak yang putus dan dinding selnya rusak sehingga daging ikan kehilangan kelenturannya. c. Keadaan mata Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan matanya. d. Keadaan daging ikan Ikan yang masih baik kesegarannya dagingnya kenyal, jika ditekan dengan jari telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan segera kembali. Daging ikan belum kehilangan cairan dagingnya sehingga daging ikan masih terlihat basah. Pada permukaan tubuhnya belum terdapat lendir yang menyebabkan penampakan ikan menjadi kusamsuram dan tidak menarik. Beberapa jam setelah ikan mati, daging akan menjadi kaku, karena kerusakan pada benang-benang dagingnya, maka makin lama akan makin hilang kesegarannya, timbul cairan sebagai tetes-tetes air yang mengalir keluar, dan daging kehilangan tekstur kekenyalannya. e. Keadaan insang dan sisik Warna insang dapat digunakan sebagai tanda kesegaran ikan. Ikan yang masih segar mempunyai warna insang merah cerah. Sedangkan ikan yang tidak segar, warna insangnya berubah menjadi coklat gelap. Insang ikan merupakan pusat darah mengambil oksigen dari dalam air. kematian ikan menyebabkan peranan darah hemoglobin berhenti, bahkan darah dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi gelap. Sisik ikan juga merupakan tanda kesegaran ikan. Pada ikan yang mempunyai sisik, ikan segar ditandai dengan masih melekat kuatnya sisik, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya. Tabel 2 memperlihatkan tanda ikan segar dan ikan tidak segar. Tabel 2. Tanda-tanda ikan segar dan ikan yang tidak segar. Parameter Ikan Segar Ikan Tidak Segar Penampakan Mata Mulut Sisik Insang Daging Bau Cerah, terang, mengkilat, tidak berlendir. Menonjol keluar Terkatup Melekat kuat Merah cerah Kenyal, lentur Segar, normal Suram, kusam, berlendir Cekung, masuk ke rongga mata Terbuka Mudah lepas Merah gelap, coklat Tidak kenyal, lunak Busuk, bau asam Hadiwiyoto, 1993

D. Penyimpanan Dingin dan Penyimpanan Beku