Penyimpanan Ikan Nila dan Bandeng Presto Pada Suhu Dingin Dalam Wadah Plastik Polypropilene Rigid Kedap Udara dan Plastik Polyethilene

(1)

PENYIMPANAN IKAN NILA DAN BANDENG PRESTO PADA SUHU DINGIN DALAM WADAH PLASTIK POLYPROPILENE RIGID KEDAP

UDARA DAN PLASTIK POLYETHILENE

Oleh : UMI HARTATIK

F34103008

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PENYIMPANAN IKAN NILA DAN BANDENG PRESTO PADA SUHU DINGIN DALAM WADAH PLASTIK POLYPROPILENE RIGID KEDAP

UDARA DAN PLASTIK POLYETHILENE

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh : UMI HARTATIK

F34103008

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENYIMPANAN IKAN NILA DAN BANDENG PRESTO PADA SUHU DINGIN DALAM WADAH PLASTIK POLYPROPILENE RIGID KEDAP

UDARA DAN PLASTIK POLYETHILENE

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh : UMI HARTATIK

F34103008

Dilahirkan pada tanggal 2 November 1984 Di Semarang

Tanggal Lulus : Bogor, Menyetujui,

Drs, Purwoko, M.Si. Ir. Sugiarto, M.Si. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II


(4)

Umi Hartatik. F34103008. Penyimpanan Ikan Nila dan Bandeng Presto pada Suhu Dingin dalam Wadah Plastik Polypropilene Rigid Kedap Udara dan Plastik Polyethilene. Di bawah bimbingan Purwoko dan Sugiarto.

RINGKASAN

Gaya hidup serba praktis yang saat ini menjadi tren di kalangan ibu-ibu rumah tangga membuat penyimpanan produk pangan menjadi sangat penting. Ibu-ibu modern tersebut tidak mau direpotkan dalam hal menyiapkan bahan setiap kali memasak. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menyimpan bahan makanan di dalam refrigerator maupun freezer.

Ikan adalah salah satu bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan. Ikan merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi. Pada daging ikan terdapat unsur-unsur berguna bagi tubuh manusia seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan garam-garam mineral. Upaya mempertahankan kesegaran atau mutu adalah hal yang paling utama.

Cara mengemas dan menyimpan bahan makanan agar tahan lama menjadi penting. Penyimpanan pada suhu rendah atau pada kondisi beku dapat memperpanjang umur simpan bahan dan produk pangan yang mudah rusak. Penyimpanan dingin akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Namun demikian penyimpanan dingin yang tidak sesuai dapat pula menyebabkan kerusakan bahan dan produk pangan.

Terkait dengan masalah penyimpanan, penghematan volume ruang penyimpanan dapat dilakukan jika bahan atau produk pangan ditempatkan dalam wadah yang kaku dan mempunyai bentuk simetris sehingga wadah-wadah tersebut dapat ditumpuk di dalam lemari es. Salah satu wadah yang dapat digunakan adalah wadah-wadah plastik rigid kedap udara yang saat ini banyak beredar di pasaran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui efektifitas kemasan polypropilene rigid kedap udara terhadap perubahan mutu ikan nila dan bandeng presto selama penyimpanan. Perubahan mutu yang dianalisa adalah perubahan fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptik. Penelitian terdiri dari empat tahap yaitu, persiapan, penyimpanan, analisis, dan penentuan efektifitas kemasan.

Hasil analisis proksimat menunjukan bahwa baik ikan nila maupun banding presto mengalami penurunan nilai kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, dan kadar lemak kasar akibat penyimpanan. Selama penyimpanan, kualitas ikan nila dan banding presto mengalami perubahan.

Laju pertumbuhan mikroba selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto dalam plastik PP rigid kedap udara lebih rendah dibandingkan dengan plastik HDPE atau HDPE perforated. Secara kimiawi, laju pembentukan TMA dan TVN selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto dalam plastik PP rigid kedap udara lebih rendah dibandingkan dengan plastik HDPE atau HDPE perforated. Penurunan kadar protein yang terjadi selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto dalam plastik PP rigid kedap udara juga lebih rendah dibandingkan dengan plastik HDPE atau HDPE perforated. Penilaian panelis


(5)

terhadap kenampakan, bau, konsistensi, lender, dan jamur pada ikan nila dan bandeng presto relative sama antara yang disimpan dalam plastik PP rigid kedap udara dan plastik HDPE atau HDPE perforated.

Berdasarkan parameter yang telah disajikan di atas, kemasan PP rigid kedap udara dapat menahan laju perubahan mutu selama penyimpanan lebih baik dibanding HDPE dan HDPE perforated. Jadi, kemasan PP rigid kedap udara lebih efektif digunakan untuk menyimpan ikn nila, udang, dan bandeng presto dibanding plastik HDPE atau HDPE perforated.


(6)

Umi Hartatik. F34103008. Cold Storage of Nila and Bandeng Presto stored in Polypropilene Rigid and Polyethilene. Supervised by Purwoko and Sugiarto.

SUMMARY

Practical life style which is become trend right now make storage of food product become important. Modern housewife do not want to get trouble during preparing food. One of the solution is store food in the refrigerator and freezer.

Fish is one of the food product that easy to spoilage. Fish has high nutrition. Fish contains proteins, fats, carbohydrat, vitamin, and minerals. Preservation to keep freshness of fish is very important.

Storage and packaging of food is important to extend shelf life. Cold storage or freeze storage able to prolonged shelf life food that easy to deteriorte. Cold storage will inhibit spoilage microbial growth. But, bad cold storage will cause injury to the food.

The aim of the present study was to know effectivity of polypropilene rigid and polyethilene to the qulity change of nila and bandeng presto during storage. Quality change of nila and bandeng presto that is studied are physic, chemist, microbiology, and sensory change.

The proximat analysis of nila and bandeng presto in this study indicate degradation of the water content, ash, proteins, fat, and fiber during storage. During storage quality of nila and bandeng presto gardually dteriorate.

Bacteria grew most quickly in nila and bandeng presto kept in HDPE or HDPE perforated. Concentration of TMA and TVN increased gradually with storage time for nila and bandeng presto kept under two different storage conditions. The lowest value of concentration TMA and TVN obtained from nila and bandeng presto in PP rigid. Protein value of HDPE-stored nila and bandeng presto decreased more quickly than PP rigid-stored nila and bandeng presto. Sensory assesment of nila and bandeng presto revealed no differences among the different treatment. The assesment is done to the appereance, odour, consistency, and mold of nila and bandeng presto during storage.

The observed quality of nila and bandeng presto indicate that PP rigid able to inhibit quality deterioration better than HDPE and HDPE perforated. In this experiment, PP rigid more effective than HDPE to store nila and bandeng presto.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Umi Hartatik dilahirkan di Semarang pada tanggal 2 November 1984 sebagai anak pertama dari bapak Sarmin Marhami dan ibu Subinah. Tahun 2003 lulus dari Sekolah Menengeh Umum Negeri 3 Semarang dan melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama kuliah penulis pernah menjadi staf Departemen Profesi Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri pada tahun 2004-2005 dan 2005-2006. penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar dan Laboratorium Bioproses. Selain itu, penulis juga mendapatkan beasiswa dari Yayasan Goodwill International pada tahun 2006 sampai sekarang. Kegiatan praktek lapangan penulis dilakukan di PTPN XI PG. Redjosarie Magetan untuk mempelajari teknologi proses produksi gula tebu.

Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Penyimpanan Ikan Nila dan Bandeng Presto pada Suhu Dingin dalam Wadah Plastik Polypropilene Rigid Kedap Udara dan Plastik Polyethilene“ untuk mendapatkan gelar Sarjana teknologi Pertanian di bawah bimbingan Drs, Purwoko, MSi dan Ir, Sugiarto, MSi.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul “Penyimpanan Ikan Nila dan Bandeng Presto pada Suhu Dingin dalam Wadah Plastik Polypropilene Rigid Kedap Udara dan Plastik Polyethilene”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian (STP) pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dan Ibu yang dengan penuh kesabaran telah mendidik penulis dengan kasih sayang dan senantiasa mendukung penulis serta tak henti-hentinya selalu berdoa demi kesuksesan penulis dengan penuh ketulusan.

2. Bapak Drs. Purwoko, M.Si. selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sampai dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi.

3. Bapak Ir. Sugiarto, M.Si. selaku dosen pembimbing kedua yang telah membantu dan memberikan pengarahan bagi penulis selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

4. Ibu Ir. Indah Yuliasih, M.Si. dan Ibu Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Si. atas bantuan yang telah diberikan dalam pelaksanaan penelitian.

5. Ibu Sri, Ibu Ega, Pak Sugiardi, Pak Edi, Ibu Rini, Pak Dicky, dan Pak Gunawan atas bantuan yang diberikan selama penelitian.

6. Teman-teman TIN 40.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih pada banyak pihak yang telah membantu penulis selama ini :

1. My only sister Ndunge, thanks for all ur support and giving me happiness.

2. Teman satu bimbingan-ku Tri ‘Amet’ Ahmadi, Dono, akhirnya aku bisa menyusulmu, senang bisa satu bimbingan denganmu.

3. Tim Magetan : Idesh, Mayang, Amet, msa-masa PL di tengah kebun tebu bersama kalian adalah pengalaman yang tak terlupakan seumur hidup.

4. Mitoelillut, cara berfikir-mu yang soooooo...simple membuatku belajar banyak dari-mu.

5. De’ Citoel, kepolosan dan ke-watado-an mu menydarkanku bahwa hidup perlu rileks.

6. Anul, dibalik ke-anak2an mu terdapat jiwa seorang ibu yang mulia dan so dewasa.

7. Idesh, intuisimu dan kisahmu tentang cinta dan kehidupan sungguh membuatku selalu terbengong-bengong.

8. Mayang, tukng apal dan analis yang sok puitis, rumah ‘merpati’ mu adalah shelter penyelamat kita semua, ke MangDu yuk...

9. Yasmin yang Mamin, selalu bisa positive-thinking di saat orang-orang sedang emosi, dan apapun kata dunia bagimu AAC is the best movie ever.

10.Endah Merdeka, kebaikan hatimu tak terkira Ndah, bagimu semua orang adalah sahabat.

11.Idesh, MangNyang, viva buat ’retak’....! hehehe.

12.Idesh, MangNyang, Mamen, Endah, Detri, independent woman rock the world!!

13.Endah, Endang, Mayang, Mamin, Idesh, Dika, Anna, Mila, Ratih, Windi,

jalan-jalan, nomat, makan ,foto-foto, and karaoke-an yuk...

14.Dudi dan Yusuf ‘Ucup’, PPI tak akan se-seru kemaren tanpa kehadiran kalian dalam tim Cinna-Alle.


(10)

15.Teman-teman seperjuangan dalam Energy Creative : Umam dan Lisna,

Biopellet....G double O D J O B, GOOD JOB! GOOD JOB!

16.Fardian, you are my best mar...ups salah...tarot trainer...hehehe.

17.Tim Tupperware yang kompak (Adith, Agung ‘murid’, Farah, Derry, Helmi, Hendrick, Nurul, Ratih, Renata,Sendy, dan Purwati), susah, senang, sedih, marah telah kita lalui bersama di lab..., arigato ne.

18.Teman-teman TIN 40, banyak yang telah kudapat selama berteman dengan kalian semua.

19.Penghuni Ponytail Belakang dan ex-penghuni : Mitoelillut, Anul, De’ Citoel, Mba’ Ocha, Ririn, Mba’ Neni, Mba’ Ninit, Mba’ Susi, Mba’ Febi, Mba’ Mpiet, Ratna, Entit, Abank Pepen, Nira, tinggal serumah dengan kalian semua membuatku tak ingin meninggalkan kos ini selamanya.

20.Semua sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan, namun jasa mereka turut membentuk dan menjadikan penulis seperti sekarang ini.


(11)

PENYIMPANAN IKAN NILA DAN BANDENG PRESTO PADA SUHU DINGIN DALAM WADAH PLASTIK POLYPROPILENE RIGID KEDAP

UDARA DAN PLASTIK POLYETHILENE

Oleh : UMI HARTATIK

F34103008

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

PENYIMPANAN IKAN NILA DAN BANDENG PRESTO PADA SUHU DINGIN DALAM WADAH PLASTIK POLYPROPILENE RIGID KEDAP

UDARA DAN PLASTIK POLYETHILENE

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh : UMI HARTATIK

F34103008

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENYIMPANAN IKAN NILA DAN BANDENG PRESTO PADA SUHU DINGIN DALAM WADAH PLASTIK POLYPROPILENE RIGID KEDAP

UDARA DAN PLASTIK POLYETHILENE

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh : UMI HARTATIK

F34103008

Dilahirkan pada tanggal 2 November 1984 Di Semarang

Tanggal Lulus : Bogor, Menyetujui,

Drs, Purwoko, M.Si. Ir. Sugiarto, M.Si. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II


(14)

Umi Hartatik. F34103008. Penyimpanan Ikan Nila dan Bandeng Presto pada Suhu Dingin dalam Wadah Plastik Polypropilene Rigid Kedap Udara dan Plastik Polyethilene. Di bawah bimbingan Purwoko dan Sugiarto.

RINGKASAN

Gaya hidup serba praktis yang saat ini menjadi tren di kalangan ibu-ibu rumah tangga membuat penyimpanan produk pangan menjadi sangat penting. Ibu-ibu modern tersebut tidak mau direpotkan dalam hal menyiapkan bahan setiap kali memasak. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menyimpan bahan makanan di dalam refrigerator maupun freezer.

Ikan adalah salah satu bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan. Ikan merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi. Pada daging ikan terdapat unsur-unsur berguna bagi tubuh manusia seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan garam-garam mineral. Upaya mempertahankan kesegaran atau mutu adalah hal yang paling utama.

Cara mengemas dan menyimpan bahan makanan agar tahan lama menjadi penting. Penyimpanan pada suhu rendah atau pada kondisi beku dapat memperpanjang umur simpan bahan dan produk pangan yang mudah rusak. Penyimpanan dingin akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Namun demikian penyimpanan dingin yang tidak sesuai dapat pula menyebabkan kerusakan bahan dan produk pangan.

Terkait dengan masalah penyimpanan, penghematan volume ruang penyimpanan dapat dilakukan jika bahan atau produk pangan ditempatkan dalam wadah yang kaku dan mempunyai bentuk simetris sehingga wadah-wadah tersebut dapat ditumpuk di dalam lemari es. Salah satu wadah yang dapat digunakan adalah wadah-wadah plastik rigid kedap udara yang saat ini banyak beredar di pasaran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui efektifitas kemasan polypropilene rigid kedap udara terhadap perubahan mutu ikan nila dan bandeng presto selama penyimpanan. Perubahan mutu yang dianalisa adalah perubahan fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptik. Penelitian terdiri dari empat tahap yaitu, persiapan, penyimpanan, analisis, dan penentuan efektifitas kemasan.

Hasil analisis proksimat menunjukan bahwa baik ikan nila maupun banding presto mengalami penurunan nilai kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, dan kadar lemak kasar akibat penyimpanan. Selama penyimpanan, kualitas ikan nila dan banding presto mengalami perubahan.

Laju pertumbuhan mikroba selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto dalam plastik PP rigid kedap udara lebih rendah dibandingkan dengan plastik HDPE atau HDPE perforated. Secara kimiawi, laju pembentukan TMA dan TVN selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto dalam plastik PP rigid kedap udara lebih rendah dibandingkan dengan plastik HDPE atau HDPE perforated. Penurunan kadar protein yang terjadi selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto dalam plastik PP rigid kedap udara juga lebih rendah dibandingkan dengan plastik HDPE atau HDPE perforated. Penilaian panelis


(15)

terhadap kenampakan, bau, konsistensi, lender, dan jamur pada ikan nila dan bandeng presto relative sama antara yang disimpan dalam plastik PP rigid kedap udara dan plastik HDPE atau HDPE perforated.

Berdasarkan parameter yang telah disajikan di atas, kemasan PP rigid kedap udara dapat menahan laju perubahan mutu selama penyimpanan lebih baik dibanding HDPE dan HDPE perforated. Jadi, kemasan PP rigid kedap udara lebih efektif digunakan untuk menyimpan ikn nila, udang, dan bandeng presto dibanding plastik HDPE atau HDPE perforated.


(16)

Umi Hartatik. F34103008. Cold Storage of Nila and Bandeng Presto stored in Polypropilene Rigid and Polyethilene. Supervised by Purwoko and Sugiarto.

SUMMARY

Practical life style which is become trend right now make storage of food product become important. Modern housewife do not want to get trouble during preparing food. One of the solution is store food in the refrigerator and freezer.

Fish is one of the food product that easy to spoilage. Fish has high nutrition. Fish contains proteins, fats, carbohydrat, vitamin, and minerals. Preservation to keep freshness of fish is very important.

Storage and packaging of food is important to extend shelf life. Cold storage or freeze storage able to prolonged shelf life food that easy to deteriorte. Cold storage will inhibit spoilage microbial growth. But, bad cold storage will cause injury to the food.

The aim of the present study was to know effectivity of polypropilene rigid and polyethilene to the qulity change of nila and bandeng presto during storage. Quality change of nila and bandeng presto that is studied are physic, chemist, microbiology, and sensory change.

The proximat analysis of nila and bandeng presto in this study indicate degradation of the water content, ash, proteins, fat, and fiber during storage. During storage quality of nila and bandeng presto gardually dteriorate.

Bacteria grew most quickly in nila and bandeng presto kept in HDPE or HDPE perforated. Concentration of TMA and TVN increased gradually with storage time for nila and bandeng presto kept under two different storage conditions. The lowest value of concentration TMA and TVN obtained from nila and bandeng presto in PP rigid. Protein value of HDPE-stored nila and bandeng presto decreased more quickly than PP rigid-stored nila and bandeng presto. Sensory assesment of nila and bandeng presto revealed no differences among the different treatment. The assesment is done to the appereance, odour, consistency, and mold of nila and bandeng presto during storage.

The observed quality of nila and bandeng presto indicate that PP rigid able to inhibit quality deterioration better than HDPE and HDPE perforated. In this experiment, PP rigid more effective than HDPE to store nila and bandeng presto.


(17)

RIWAYAT HIDUP

Umi Hartatik dilahirkan di Semarang pada tanggal 2 November 1984 sebagai anak pertama dari bapak Sarmin Marhami dan ibu Subinah. Tahun 2003 lulus dari Sekolah Menengeh Umum Negeri 3 Semarang dan melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama kuliah penulis pernah menjadi staf Departemen Profesi Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri pada tahun 2004-2005 dan 2005-2006. penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar dan Laboratorium Bioproses. Selain itu, penulis juga mendapatkan beasiswa dari Yayasan Goodwill International pada tahun 2006 sampai sekarang. Kegiatan praktek lapangan penulis dilakukan di PTPN XI PG. Redjosarie Magetan untuk mempelajari teknologi proses produksi gula tebu.

Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Penyimpanan Ikan Nila dan Bandeng Presto pada Suhu Dingin dalam Wadah Plastik Polypropilene Rigid Kedap Udara dan Plastik Polyethilene“ untuk mendapatkan gelar Sarjana teknologi Pertanian di bawah bimbingan Drs, Purwoko, MSi dan Ir, Sugiarto, MSi.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul “Penyimpanan Ikan Nila dan Bandeng Presto pada Suhu Dingin dalam Wadah Plastik Polypropilene Rigid Kedap Udara dan Plastik Polyethilene”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian (STP) pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dan Ibu yang dengan penuh kesabaran telah mendidik penulis dengan kasih sayang dan senantiasa mendukung penulis serta tak henti-hentinya selalu berdoa demi kesuksesan penulis dengan penuh ketulusan.

2. Bapak Drs. Purwoko, M.Si. selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sampai dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi.

3. Bapak Ir. Sugiarto, M.Si. selaku dosen pembimbing kedua yang telah membantu dan memberikan pengarahan bagi penulis selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

4. Ibu Ir. Indah Yuliasih, M.Si. dan Ibu Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Si. atas bantuan yang telah diberikan dalam pelaksanaan penelitian.

5. Ibu Sri, Ibu Ega, Pak Sugiardi, Pak Edi, Ibu Rini, Pak Dicky, dan Pak Gunawan atas bantuan yang diberikan selama penelitian.

6. Teman-teman TIN 40.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih pada banyak pihak yang telah membantu penulis selama ini :

1. My only sister Ndunge, thanks for all ur support and giving me happiness.

2. Teman satu bimbingan-ku Tri ‘Amet’ Ahmadi, Dono, akhirnya aku bisa menyusulmu, senang bisa satu bimbingan denganmu.

3. Tim Magetan : Idesh, Mayang, Amet, msa-masa PL di tengah kebun tebu bersama kalian adalah pengalaman yang tak terlupakan seumur hidup.

4. Mitoelillut, cara berfikir-mu yang soooooo...simple membuatku belajar banyak dari-mu.

5. De’ Citoel, kepolosan dan ke-watado-an mu menydarkanku bahwa hidup perlu rileks.

6. Anul, dibalik ke-anak2an mu terdapat jiwa seorang ibu yang mulia dan so dewasa.

7. Idesh, intuisimu dan kisahmu tentang cinta dan kehidupan sungguh membuatku selalu terbengong-bengong.

8. Mayang, tukng apal dan analis yang sok puitis, rumah ‘merpati’ mu adalah shelter penyelamat kita semua, ke MangDu yuk...

9. Yasmin yang Mamin, selalu bisa positive-thinking di saat orang-orang sedang emosi, dan apapun kata dunia bagimu AAC is the best movie ever.

10.Endah Merdeka, kebaikan hatimu tak terkira Ndah, bagimu semua orang adalah sahabat.

11.Idesh, MangNyang, viva buat ’retak’....! hehehe.

12.Idesh, MangNyang, Mamen, Endah, Detri, independent woman rock the world!!

13.Endah, Endang, Mayang, Mamin, Idesh, Dika, Anna, Mila, Ratih, Windi,

jalan-jalan, nomat, makan ,foto-foto, and karaoke-an yuk...

14.Dudi dan Yusuf ‘Ucup’, PPI tak akan se-seru kemaren tanpa kehadiran kalian dalam tim Cinna-Alle.


(20)

15.Teman-teman seperjuangan dalam Energy Creative : Umam dan Lisna,

Biopellet....G double O D J O B, GOOD JOB! GOOD JOB!

16.Fardian, you are my best mar...ups salah...tarot trainer...hehehe.

17.Tim Tupperware yang kompak (Adith, Agung ‘murid’, Farah, Derry, Helmi, Hendrick, Nurul, Ratih, Renata,Sendy, dan Purwati), susah, senang, sedih, marah telah kita lalui bersama di lab..., arigato ne.

18.Teman-teman TIN 40, banyak yang telah kudapat selama berteman dengan kalian semua.

19.Penghuni Ponytail Belakang dan ex-penghuni : Mitoelillut, Anul, De’ Citoel, Mba’ Ocha, Ririn, Mba’ Neni, Mba’ Ninit, Mba’ Susi, Mba’ Febi, Mba’ Mpiet, Ratna, Entit, Abank Pepen, Nira, tinggal serumah dengan kalian semua membuatku tak ingin meninggalkan kos ini selamanya.

20.Semua sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan, namun jasa mereka turut membentuk dan menjadikan penulis seperti sekarang ini.


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………... v

DAFTAR TABEL………... x

DAFTAR GAMBAR………... xi

DAFTAR LAMPIRAN………... xii

I. PENDAHULUAN………...…... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN... 2

C. RUANG LINGKUP... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. IKAN NILA... 3

B. BANDENG PRESTO... 4

C. PROSES PENURUNAN MUTU HASIL PERIKANAN... 5

1. Proses Autolisis... 6

2. Proses Kimiawi... 6

3. Proses Bakteriologis... 7

D. PENYIMPANAN DINGIN DAN PENYIMPANAN BEKU... 10

E. KEMASAN PLASTIK... 14

III. METODOLOGI... 15

A. BAHAN DAN ALAT... 15

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN... 16

C. TATA LAKSANA PENELITIAN... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 19

A. KARAKTERISTIK BAHAN KEMASAN DAN KONDISI PENYIMPANAN... 19

B. KARAKTERISTIK IKAN NILA DAN BANDENG PRESTO... 20

C. PENURUNAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN... 20

1. Total Mikroba... 21

2. Kimia... 26


(22)

4. Organoleptik... 37 D. PENENTUAN EFEKTIFITAS KEMASAN... 40 V. A. KESIMPULAN... 41 B. SARAN... 42 DAFTAR PUSTAKA... 43 LAMPIRAN... 45


(23)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri, dan penurunan mutu

ikan... 8 Tabel 2. Tanda-tanda ikan segar dan ikan yang tidak segar... 10 Tabel 3. Karakteristik bahan kemasan yang digunakan... 19 Tabel 4. Hasil analisa proximat awal ikan nila dan bandeng presto... 20 Tabel 5. aw minimum untuk syarat kehidupan mikroorganisme... 24


(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Diagram alir tata laksana penelitian... 16 Gambar 2. Grafik total mikroba selama penyimpanan ikan nila... 21 Gambar 3. Grafik total mikroba selama penyimpanan bandeng presto.. 21 Gambar 4. Grafik nilai aw selama penyimpanan ikan nila... 22

Gambar 5. Grafik nilai aw selama penyimpanan bandeng presto... 23

Gambar 6. Grafik pembentukan TMA selama penyimpanan ikan nila.. 23 Gambar 7. Grafik pembentukan TMA selama penyimpanan bandeng

presto...

27 Gambar 8. Grafik pembentukan TVN selama penyimpanan ikan nila... 29 Gambar 9. Grafik pembentukan TVN selama penyimpanan bandeng

presto...

29 Gambar 10. Grafik nilai pH selama penyimpanan ikan nila... 31 Gambar 11. Grafik nilai pH selama penyimpanan bandeng presto... 32 Gambar 12. Grafik kadar protein selama penyimpanan ikan nila... 33 Gambar 13. Grafik kadar protein selama penyimpanan bandeng presto.. 33 Gambar 14. Grafik kekerasan selama penyimpanan ikan nila... 35 Gambar 15. Grafik kekerasan selama penyimpanan bandeng presto... 36 Gambar 16. Grafik Nilai Organoleptik selama penyimpanan ikan nila.... 38 Gambar 17. Grafik Nilai Organoleptik selama penyimpanan bandeng


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Metode analisis mutu... 45 Lampiran 2. Score sheet organoleptik ikan basah... 51 Lampiran 3. Kurva standar kadar protein (Lowry)... 54 Lampiran 4. Perhitungan karakteristik kemasan... 55 Lampiran 5. Penampakan Ikan Nila segar selama penyimpanan... 57 Lampiran 6. Penampakan Bandeng Presto selama penyimpanan... 59 Lampiran 7. Analisis regresi Ikan Nila... 61 Lampiran 8. Analisis regresi Bandeng Presto... 62


(26)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gaya hidup serba praktis yang saat ini menjadi tren di kalangan ibu rumah tangga membuat penyimpanan produk pangan menjadi sangat penting. Ibu-ibu modern tersebut tidak mau direpotkan dalam hal menyiapkan bahan setiap kali memasak. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menyimpan bahan makanan siap olah di dalam refrigerator maupun freezer.

Ikan banyak dikonsumsi karena merupakan sumber protein. Salah satu jenis ikan segar yang banyak dikonsumsi adalah ikan nila. Ikan nila biasa disimpan dalam keadaaan segar di dalam freezer. Untuk produk olahan ikan, bandeng presto sangat populer karena rasanya yang enak, praktis penyajiannya, dan durinya lunak. Bandeng presto biasa disimpan pada suhu dingin.

Cara mengemas dan menyimpan bahan makanan agar tahan lama menjadi penting. Penyimpanan pada suhu rendah atau pada kondisi beku dapat memperpanjang umur simpan bahan dan produk pangan yang mudah rusak. Penyimpanan dingin akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Penyimpanan dingin yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerusakan bahan dan produk pangan, misalnya dengan terjadinya chilling injury dan freezing injury.

Ruang penyimpanan dingin seperti lemari es dan cold storage pada umumnya memiliki kelembaban udara rendah. Kelembaban udara rendah menyebabkan terjadinya penguapan kandungan air dari bahan dan produk pangan yang disimpan di dalamnya. Kehilangan kandungan air menyebabkan terjadinya pelayuan bahan dan produk pangan. Dalam penyimpanan bahan dan produk pangan perlu diperhatikan agar kerusakan fisiologis dan mikrobiologis dapat dihambat, serta kerusakan yang disebabkan oleh kehilangan kandungan air dapat dicegah. Kedua hal tersebut dapat dilakukan dengan penyimpanan dalam wadah yang kedap udara atau yang permeabilitas uap airnya rendah.


(27)

Terkait dengan masalah penyimpanan, penghematan volume ruang penyimpanan dapat dilakukan jika bahan atau produk pangan ditempatkan dalam wadah yang kaku dan mempunyai bentuk simetris sehingga wadah-wadah tersebut dapat ditumpuk di dalam lemari es. Salah satu wadah-wadah yang dapat digunakan adalah wadah-wadah plastik rigid kedap udara yang saat ini banyak beredar di pasaran.

Bahan dan produk perikanan pada umumnya mempunyai sifat sangat mudah rusak (highly perishable). Kondisi penyimpanan dan pengemasan yang tidak sesuai akan mempercepat kerusakan yang terjadi pada bahan dan produk perikanan.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan mutu ikan nila dan bandeng presto selama proses penyimpanan di dalam wadah plastik PP rigid kedap udara dan kantong plastik HDPE perforated.

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian yang dilakukan meliputi penyimpanan ikan nila segar dan bandeng presto dengan menggunakan wadah plastik kedap udara dan plastik biasa sebagai kontrol. Ikan nila segar disimpan di dalam

freezer sedangkan bandeng presto disimpan di dalam chiller. Lemari es yang digunakan untuk menyimpan adalah lemari es rumah tangga dan metode penyimpanan yang digunakan juga metode penyimpanan yang biasa dilakukan pada rumah tangga. Selama proses penyimpanan dilakukan pengujian parameter mutunya, antara lain uji total mikroba, total volatil nitrogen,

trimethylamine, derajat keasaman (pH), protein, kekerasan, water activity (aW),


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. IKAN NILA

Ikan nila memiliki nama ilmiah Oreochromis niloticus. Di dalam taksonomi, ikan nila termasuk ke dalam genus Oreochromis, famili Cichlidae, Subordo Percoidea, Ordo Percomorphi, Kelas Osteichthyes, subfilum Vertebrata, dan Filum Chordata (Suyanto, 2005).

Ikan nila bersaudara dekat dengan ikan mujahir. Ciri ikan nila adalah garis vertikal yang berwarna gelap di sirip ekor sebanyak enam buah. Garis seperti ini juga terdapat di sirip punggung dan sirip dubur. Sedangkan ikan mujahir tidak memiliki garis-garis vertikal di ekor, sirip punggung, dan sirip dubur (Suyanto, 2005).

Berdasarkan warnanya, daging ikan dapat dibedakan atas daging merah (dark meat) dan daging putih (white meat). Perbedaan warna tersebut disebabkan karena adanya protein mioglobin pada daging merah. Daging putih mempunyai kadar protein lebih tinggi dan kadar lemak lebih rendah diandingkan dengan daging merah (Stansby, 1963).

Komposisi daging ikan pada umumnya terdiri dari 66-84% air, 15-24% protein, 0,1-22% lemak, 1-3% karbohidrat dan 0,8-2% bahan anorganik (Suzuki, 1981). Menurut Stansby (1963), komposisi tersebut dapat bervariasi antarspesies, antarindividu dalam satu spesies, dan antarbagian dari satu individu ikan. Variasi ini dipengaruhi oleh umur, laju metabolisme, dan aktivitas pergerakan ikan.

Air merupakan komponen dominan pada daging ikan. Kadar air tersebut mempunyai hubungan yang berlawanan dengan kadar lemak, di mana semakin tinggi kadar air maka semakin rendah kadar lemaknya (Suzuki, 1981). Komponen terbesar kedua pada ikan adalah protein, yang terdiri dari protein sarkoplasma, aktomiosin, dan stroma. Komponen terbesar berikutnya adalah lemak yang mengandung 95% trigliserida dan asam lemak penyusunnya sebagian besar berantai lurus dan memiliki atom karbon sebanyak 14-24 buah (Stansby, 1963).


(29)

Bakteri dapat merombak protein, lemak, dan asam amino dalam jaringan tubuh ikan. Bakteri dapat merombak protein hasil autolisis seperti asam-asam amino, urea, histidin dan trimethylamine oksida (Siebert and Schmitt, 1982).

B. BANDENG PRESTO

Menurut SNI-01-4106-1996 ikan bandeng presto adalah produk yang diolah dari ikan bandeng yang mengalami perlakuan sebagai berikut: pencucian, pembuangan insang dan isi perut, dengan atau tanpa pembelahan, penambahan bumbu serta, pengukusan pada suhu dan tekanan tinggi sehingga tulang dan durinya lunak.

Ikan bandeng di dalam taksonomi termasuk genus Chanos, dengan nama latin Chanos chanos. Ciri-ciri ikan bandeng yaitu bentuk agak panjang, pipih, dan sisik kecil-kecil. Ikan ini mempunyai sirip ekor bercagak, bagian punggung berwarna keperakan, bagian perut keperakan, dan sirip berwarna gelap (Schuster, 1975).

Komposisi ikan bandeng terdiri dari air 74,8%, protein 19%, lemak 5%, abu 1,2%. Komposisi tersebut bervariasi mulai dari kadar air 28-90%, protein 6-28%, lemak 0,2-6,4% dan abu 0,4-1,5% (Stansby, 1963).

Bandeng presto adalah salah satu bentuk produk pemindangan modern. Pengolahan pindang presto bertujuan menghasilkan pindang berduri lunak serta waktu pemasakan yang singkat. Pemindangan adalah pengolahan ikan dengan cara merebus ikan dalam air dengan garam tanpa perlakuan lanjutan sehingga kegiatan enzim autolisis serta bakteri pembusuk dapat dicegah (Nitibaskara dan Sukarsa, 1979). Definisi lain pemindangan adalah suatu teknik pengolahan dan pengawetan dengan cara memasak atau merebus ikan dalam suasana bergaram selama jangka waktu tertentu di dalam wadah dan kemudian melakukan pengurangan kadar air sampai batas waktu tertentu (Panjaitan, 1980).

Pindang mempunyai kekurangan yaitu daya awetnya singkat. Pindang air garam hanya tahan disimpan selama dua sampai empat hari, sedangkan pindang garam masa simpannya hanya dua minggu sampai sebulan lamanya.


(30)

Pindang presto daya awetnya juga singkat, hanya beberapa hari saja pada temperatur kamar (Nitibaskara, 1980).

Pada pemindangan bekerja secara serentak dua fungsi bersama-sama yaitu pemanasan dan penggaraman. Pemanasan dan penggaraman mengakibatkan perubahan biokimia, terutama mendenaturasikan protein daging ikan. Pemindangan dapat pula menghambat laju pembusukan dengan membunuh sebagian bakteri pembusuk pada ikan (Ilyas dan Hanafiah, 1980).

Pada pindang, gejala kemunduran mutu mula-mula ditandai dengan penampakan yang menjadi pudar dan tidak sesegar semula. Perubahan ini diikuti oleh semakin berkurangnya rasa dan aroma khas pindang. Kemudian berangsur-angsur timbul bau dan rasa yang tidak enak. Pengamatan secara objektif yang dilakukan selama proses kemunduran mutu pindang menunjukkan adanya kenaikan jumlah bakteri dan jumlah basa menguap (Total Volatil Bases) (Ilyas dan Hanafiah, 1980).

Penyimpanan pindang pada suhu 4oC dapat memperpanjang daya awet pindang sampai 20 kali bila dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu kamar (Ilyas dan Hanafiah, 1980). Cara pengemasan yang lebih baik, yaitu dengan memakai kantong-kantong plastik juga dapat memperbaiki penampakan pindang serta mencegah perubahan kadar air (Nitibaskara, 1980).

C. PROSES PENURUNAN MUTU HASIL PERIKANAN

Mutu ikan berkaitan dengan tingkat kesegaran ikan. Kesegaran adalah tolok ukur untuk membedakan ikan yang jelek dan ikan yang baik kualitasnya. Ikan dikategorikan masih segar jika perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, dan fisikawi yang terjadi belum menyebabkan kerusakan berat pada ikan. Berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan yang kesegarannya masih baik sekali (prima), ikan yang kesegarannya masih baik (advance), ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang), dan ikan yang sudah tidak segar lagi (mutu rendah/ busuk) (Hadiwiyoto, 1993).

Setelah ikan ditangkap dan mati maka dalam tubuh ikan berlangsung proses ke arah pembusukan. Ikan hasil tangkapan mudah sekali mengalami


(31)

kerusakan, terutama di daerah tropis, di mana suhu dan kelembaban sangat memungkinkan terjadinya proses pembusukan. Proses penurunan mutu (deteriorasi) pada ikan disebabkan oleh tiga macam kegiatan yaitu autolisis, kimiawi, dan bakteriologis (Ilyas, 1983).

1. Proses Autolisis

Proses penurunan mutu secara autolisis berlangsung sebagai aksi kegiatan enzim yang menguraikan senyawa kimia pada jaringan tubuh ikan. Enzim bertindak sebagai katalisator yang menjadi pendorong dan motor segala perubahan senyawa biologis yang terdapat pada ikan. Enzim-enzim yang berperan di sini sebetulnya sudah melakukan kegiatan sejak ikan masih hidup, tetapi ketika itu hasilnya bermanfaat dalam proses pembentukan energi dan pemeliharaan tubuh. Ketika ikan telah mati, enzim masih tetap bekerja, tetapi kali ini satu arah, yaitu hanya memecah protein daging ikan (Connell, 1980b).

Autolisis belum dapat disebut pembusukan karena hasil hidrolisis protein dan lemak masih dapat dimakan manusia. Namun demikian, autolisis merubah struktur daging sehingga kekenyalan menurun, daging menjadi lembek, terbagi menjadi lapisan-lapisan dan terpisah dari tulang. Kerusakan ini menyebabkan bagian perut robek. Selain itu, pemecahan protein menghasilkan substrat yang disukai bakteri yang menyebabkan pembusukan (Murniyati, 2000). Penguraian protein dan lemak dalam proses

autolisis juga akan menyebabkan perubahan rasa, tekstur, dan penampakan ikan (Ilyas, 1983).

2. Proses Kimiawi

Proses penurunan mutu ikan secara kimiawi disebabkan karena proses oksidasi lemak pada ikan yang mengakibatkan bau dan rasa tengik, sehingga gejala ini dinamakan ketengikan. Disamping itu rupa ikan dan dagingnya berubah ke arah coklat kusam (Ilyas, 1983).

Pengukuran kemunduran mutu ikan secara kimiawi dapat dilakukan dengan mengukur derajat keasaman (pH) daging ikan. Pada umumnya ikan


(32)

yang sudah tidak segar, dagingnya mempunyai pH lebih basa (tinggi) daripada yang masih segar. Hal ini disebabkan karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa seperti misalnya ammonia, trimethylamine, dan senyawa-senyawa volatil lainnya (Hadiwiyoto, 1993).

Penentuan kesegaran ikan secara kimiawi lainnya adalah dengan menggunakan prinsip penetapan Total Volatil Bases (TVB). Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa volatil yang terbentuk karena proses penguraian asam amino yang terdapat pada daging ikan (Hadiwiyoto, 1993).

3. Proses Bakteriologis

Pada ikan hidup terdapat bakteri dalam jumlah besar pada saluran pencernaan, insang, saluran darah, dan permukaan kulit, tetapi bagian tubuh ikan tersebut mempunyai barrier terhadap penyerangan bakteri ke dalam daging ikan. Setelah ikan mati kemampuan barrier ikan tersebut akan hilang sehingga bakteri segera masuk ke dalam daging ikan melalui keempat bagian tersebut (Connel, 1980a).

Bakteri yang umum ditemukan pada ikan adalah bakteri dari golongan

Pseudomonas, Alcaligenes, Micrococus, Sarcina, Flavobacterium, Serratia, Vibio, dan Bacillus. Pada ikan segar yang baru ditangkap yang dominan adalah bakteri jenis Micrococus dan Flavobacterium, kemudian setelah pembusukan berlangsung dominasi beralih kepada jenis-jenis bakteri pembusuk seperti Pseudomonas dan Achromobacter (Ilyas, 1983).

Senyawa-senyawa yang dihasilkan dalam dekomposisi oleh bakterial dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesegaran atau kebusukan ikan. Senyawa –senyawa yang tersebut adalah Indol, H2S, Hipoxantin, Histamin, Volatile Reducing Substance (VRS), Total Volatile Base (TVB), dan Tri Methyl Amine (TMA) (Connel, 1980a).

Akibat dari serangan bakteri yang dimulai dari fase rigor mortis adalah penurunan mutu ikan. Penurunan mutu tersebut dapat dilihat dari berubahnya lendir menjadi pekat, bergetah dan amis, mata terbenam dan


(33)

sinarnya pudar, insang dan isi perut berubah warna dengan susunan yang berantakan dan berbau menusuk, akhirnya seluruh ikan busuk (Ilyas, 1983).

Penurunan mutu ikan dipengaruhi oleh kegiatan bakteri sedangkan kegiatan bakteri erat kaitannya dengan suhu. Tabel 1 menunjukkan hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan penurunan mutu ikan.

Tabel 1. Hubungan antara suhu, kegiatan bakteri dan penurunan mutu ikan.

Suhu Kegiatan Bakteri Mutu Ikan

25oC-10oC Luar biasa cepat Cepat turun, awet 3-10 jam.

10oC-2oC Pertumbuhan kurang cepat.

Mutu menurun kurang cepat, daya awet 2-5 hari 2oC-(-1oC) Pertumbuhan jauh

berkurang.

Penurunan mutu agak dihambat, daya awet 3-10 hari.

-1oC Kegiatan dapat ditekan. Daya awet maksimum 5-20 hari.

-2oC-(-10oC) Ditekan tidak aktif Penurunan mutu minimum, tekstur tidak kenyal dan rasa ikan tidak segar, daya awet 7-30 hari.

>-18oC Ditekan minimum, bakteri tersisa tidak aktif

Ikan beku, daya awet setahun.

Sumber: Yunizal dan Widodo (1998)

Parameter untuk menentukan kesegaran ikan dapat terdiri dari faktor fisik (organoleptik), kimiawi, maupun mikrobiologi. Parameter fisik meliputi penampakan luar ikan, kelenturan daging ikan, keadaan mata ikan, serta keadaan daging dan insang ikan. Yang menjadi parameter fisik adalah sebagai berikut (Hadiwiyoto, 1993) :


(34)

a. Penampakan luar

Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak suram. Keadaan ini terjadi karena belum banyak perubahan biokimiawi. Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Penampakan ini makin lama akan menjadi suram warnanya, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikroba.

b. Kelenturan daging ikan

Ikan segar dagingnya cukup lentur. Apabila daging ikan dibengkokkan, maka setelah dilepas segera akan kembali lagi ke bentuk semula. Kelenturan ini disebabkan karena belum terputusnya benang-benang daging. Pada ikan busuk benang-benang daging ini sudah banyak yang putus dan dinding selnya rusak sehingga daging ikan kehilangan kelenturannya.

c. Keadaan mata

Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan matanya.

d. Keadaan daging ikan

Ikan yang masih baik kesegarannya dagingnya kenyal, jika ditekan dengan jari telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan segera kembali. Daging ikan belum kehilangan cairan dagingnya sehingga daging ikan masih terlihat basah. Pada permukaan tubuhnya belum terdapat lendir yang menyebabkan penampakan ikan menjadi kusam/suram dan tidak menarik. Beberapa jam setelah ikan mati, daging akan menjadi kaku, karena kerusakan pada benang-benang dagingnya, maka makin lama akan makin hilang kesegarannya, timbul cairan sebagai tetes-tetes air yang mengalir keluar, dan daging kehilangan tekstur kekenyalannya.


(35)

e. Keadaan insang dan sisik

Warna insang dapat digunakan sebagai tanda kesegaran ikan. Ikan yang masih segar mempunyai warna insang merah cerah. Sedangkan ikan yang tidak segar, warna insangnya berubah menjadi coklat gelap. Insang ikan merupakan pusat darah mengambil oksigen dari dalam air. kematian ikan menyebabkan peranan darah (hemoglobin) berhenti, bahkan darah dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi gelap.

Sisik ikan juga merupakan tanda kesegaran ikan. Pada ikan yang mempunyai sisik, ikan segar ditandai dengan masih melekat kuatnya sisik, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya. Tabel 2 memperlihatkan tanda ikan segar dan ikan tidak segar.

Tabel 2. Tanda-tanda ikan segar dan ikan yang tidak segar.

Parameter Ikan Segar Ikan Tidak Segar Penampakan Mata Mulut Sisik Insang Daging Bau

Cerah, terang, mengkilat, tidak berlendir. Menonjol keluar Terkatup Melekat kuat Merah cerah Kenyal, lentur Segar, normal

Suram, kusam, berlendir

Cekung, masuk ke rongga mata

Terbuka Mudah lepas

Merah gelap, coklat Tidak kenyal, lunak Busuk, bau asam (Hadiwiyoto, 1993)

D. Penyimpanan Dingin dan Penyimpanan Beku

Untuk menghambat pembusukan ikan segar dapat dilakukan dengan cara pendinginan, pembekuan, dan penyimpanan beku. Proses pembekuan berarti penghilangan panas dari produk agar suhunya menurun melalui 0° C


(36)

dan terus menurun sampai -20° C, -30° C atau bahkan sampai -50° C (Ilyas, 1983).

Pengawetan untuk produk-produk mati bertujuan untuk menghambat proses penurunan mutu yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dan proses-proses kimiawi maupun fisik. Untuk produk-produk tertentu, suhu di atas titik beku sudah cukup untuk memperpanjang masa simpannya, tetapi dengan pembekuan proses pembusukan dapat dihambat sehingga dapat disimpan untuk periode waktu yang lebih lama (Moeljanto, 1992).

Pendinginan dapat mengawetkan bahan pangan yang mudah busuk untuk beberapa hari. Pembekuan dan penyimpanan beku dapat mengawetkan bahan pangan lebih lama hingga mencapai beberapa bulan (Muchtadi, 1983).

Menurut Moeljanto (1992), mutu dan penampakan produk beku serta biaya pembekuan dipengaruhi oleh bentuk atau ukuran produk, cara pembekuan, dan kecepatan pembekuan. Pada pembekuan komersial, ada dua macam cara pembekuan yang dapat dilakukan, yaitu pembekuan cepat (quick freezing) dan pembekuan lambat (slow freezing).

Pembekuan cepat didefinisikan sebagai proses di mana suhu bahan pangan yang disimpan dapat melewati zona pembekuan kristal maksimum selama 30 menit atau kurang. Pembekuan lambat memakan waktu lebih lama yaitu 3-72 jam (Desrosier, 1988).

Menurut Tressler dan Evers (1957), pembekuan cepat mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan pembekuan lambat, diantaranya :

a. Kristal es yang terbentuk lebih kecil sehingga kerusakan sel-sel dapat dikurangi.

b. Periode pembekuan menjadi lebih singkat sehingga mengurangi difusi garam dan air membentuk kristal es.

c. Produk dibekukan dengan cepat dibawah suhu pertumbuhan bakteri, kapang, dan khamir sehingga mencegah terjadinya dekomposisi akibat pertumbuhan mikroorganisme selama pembekuan.

Produk yang telah dibekukan perlu mengalami thawing (pencairan) untuk memperoleh kondisi seperti keadaan segar. Pada umumnya thawing


(37)

lebih lanjut. Dikenal empat macam thawing yang dilakukan untuk bahan pangan beku, yaitu :

a. Thawing pada suhu refrigerator atau pada suhu lemari es. b. Thawing pada suhu kamar.

c. Thawing pada air kran yang mengalir. d. Thawing dengan cara langsung dimasak. (Forrest et al., 1975).

E. Kemasan Plastik

Berbagai upaya dilakukan orang untuk mencegah kerusakan suatu bahan pangan, yaitu antara lain dengan teknik pengemasan. Kombinasi antara pengemasan dan kondisi penyimpanan yang tepat ternyata dapat meningkatkan umur simpan suatu bahan pangan (Syarief dan Halid, 1991).

Pengemasan merupakan suatu rancangan struktur yang digunakan sebagai produk pangan. Pengemasan pangan bertujuan untuk melindungi produk dari kontaminasi atau loss, melindungi produk dari kerusakan atau degradasi, mempermudah transportasi produk dan sebagai sarana yang tepat untuk membantu pemasaran produk (Sacharow dan Griffin, 1970).

Fungsi utama pengemasan menurut Soeparno (1970) adalah untuk melindungi produk dari kerusakan fisik, kimiawi, dan kontaminasi mikroorganisme. Selain itu, pengemasan juga dapat memudahkan transportasi, penyimpanan, serta membuat penyajiannya lebih menarik konsumen. Sacharow dan Griffin (1970) menambahkan bahwa prinsip pengemasan adalah untuk mencegah penguapan, terkena bau, dan menahan transfer oksigen.

Plastik didefinisikan sebagai suatu polimer dari monomer-monomer organik dengan berat molekul tinggi. Pembuatan plastik berlangsung dalam suatu proses yang disebut proses polimerisasi dari bahan baku plastik yang berasal dari gas alam, batu bara, minyak bumi dan lain-lain (Pawitan,1986).

Menurut Paine (1977) plastik dapat didefinisikan sebagai campuran dari bahan yang komponen-komponen utamanya polimer sintetis, dapat dibentuk menjadi serat, lembaran, maupun padatan, dapat dicetak dan


(38)

kemudian mengeras. Selain polimer sebagai komponen utamanya, plastik juga mengandung beberapa bahan berikut yaitu: penguat, pelarut, pelumas, pemlastis, katalis, penyerap UV, dan zat warna.

Polyethylene mempunyai rumus umum ( CH2-CH2 )n yang dihasilkan

dari proses polimerisasi adisi gas etilen yang diperoleh sebagai hasil samping industri arang dan minyak (Syarief et al.,1989).

Berdasarkan densitasnya, PE terdiri dari 3 jenis, yaitu Low Density Polyethylene (LDPE), Medium Density Polyethylene (MDPE), High Density Polyethylene (HDPE). Ciri-ciri ketiga plastik tersebut adalah sebagai berikut:

ƒ LDPE: mempunyai densitas 0,910-0,925 g/cm3, dihasilkan melalui proses tekanan tinggi. Digunakan sebagai kantong, mudah dikelim, dan murah.

ƒ MDPE: mempunyai densitas 0,926-0,940 g/cm3, lebih kaku dari LDPE dan memiliki suhu leleh lebih tinggi daripada LDPE.

ƒ HDPE: mempunyai densitas 0,941-0,965 g/cm3, paling kaku diantara ketiganya, tahan terhadap suhu tinggi.

LDPE (Low Density Polyethilene) dibuat dari gas etilen, karena tersusun dari banyak rantai cabang maka stuktur molekul LDPE kurang rapat dan amorf. PE memiliki sifats lemas, lebih lunak, kekuatan tarik rendah, serta tidak tahan panas dan bahan kimia. PE apabila dipanaskan pada suhu tinggi akan mengakibatkan pembentukan karbonil yang menyebabkan timbulnya bau plastik terhadap produk yang ada di dalamnya (Syarief etal., 1989).

Dibandingkan dengan PE, PP (Polypropilene) mempunyai kekuatan tarik dan kejernihan yang lebih baik serta permeabilitas uap air dan gas lebih rendah. Sifat-sifat PP yang lain adalah tidak bereaksi dengan bahan, dapat mengurangi kontak antara bahan dengan O2, tidak menimbulkan racun, dan

mampu melindungi bahan dari kontaminan (Pontastico, 1988).

Rumus kimia dari PP adalah (-CHCH3-CH2-)n. PP mempunyai densitas

0,9 g/cm3 dan kekuatan tariknya lebih besar dari PE. Dalam bentuk murni pada suhu -30oC PP mudah pecah sehingga perlu ditambahkan PE atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan. Sifat PP lebih kaku daripada polietilen dan tidak mudah sobek, sehingga mudah dalam


(39)

penanganan distribusi. Permeabilitas PP terhadap uap air rendah, permeabilitas gas sedang, dan tidak baik untuk mengemas produk yang mudah teroksidasi. Ketahanan PP pada suhu tinggi (150˚C) tinggi, sehingga dapat digunakan untuk produk yang harus disterilisasi. Titik lebur PP tinggi, sehingga tidak dapat dibuat kantong dengan sifat kelim panas yang baik. Pada suhu tinggi, polipropilen mengeluarkan benang-benang plastik. Tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak, baik untuk kemasan sari buah dan minyak, serta tidak terpengaruh pelarut pada suhu kamar, kecuali HCl. Pada suhu tinggi, polipropilen dapat bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin, dan asam nitrat kuat (Syarief et al., 1989).


(40)

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan adalah ikan nila, udang, dan bandeng presto. Ikan nila dibeli di PD. Djamhur Mas, Jl. Raya Darmaga Ciputih Bogor. Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila dengan bobot sekitar 200 gram per ekor. Bandeng presto dibeli di supermarket Giant. Bandeng presto yang digunakan adalah bandeng presto dengan kemasan vakum dengan tanggal kadaluarsa 9 September 2007. Kemasan atau wadah penyimpan berupa Polipropilen rigid kedap udara berbentuk kotak dan HDPE perforated fleksibel.

Bahan yang digunakan untuk analisa antara lain adalah akuades, Na2CO3-anhidrat, NaOH 0,1 N, CuSO4.5H2O, garam Rochele (Na-K-tartarat),

pereaksi Folin Ciocalteu, protein BSA, TCA 7 %, TCA 5 %, larutan kalium karbonat jenuh, larutan asam borat 2 %, larutan HCl 0,02 N, H2SO4 pekat,

CuSO4, Na2SO4, NaOH 50 %, NaOH 0,02 N, indikator Mensel, larutan

pengencer (garam fisiologis), medium PCA, H2SO4 0,325 N, NaOH 1,25 N,

air panas, aseton/alkohol, dan pelarut heksan.

Alat yang digunakan selama penelitian adalah lemari es yang memiliki ruangan freezer suhu -10 sampai -20°C, plastik polipropilen rigid kedap udara untuk penyimpanan beku, dan HDPE perforated. Peralatan untuk analisa terdiri atas penetrometer, aw-meter, neraca, sentrifusa, tabung sentrifusa,

spektrofotometer, kuvet, labu Kjeldahl, oven, desikator, kompor listrik, cawan aluminium, cawan porselen, tanur, labu ukur, cawan conway, pipet, gelas piala, gelas ukur, labu Erlenmeyer, buret, sudip, pH meter, soxhlet apparatus, pendingin balik, inkubator, blender, kertas saring, corong, pipet steril, cawan petri, kapas, tabung pengencer, tabung reaksi, clean bench, autoklaf, colony counter, dan bunsen.


(41)

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilakukan mulai bulan Mei sampai dengan Juli 2007. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengemasan, Penyimpanan, Distribusi dan Sistem Transportasi, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisa dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu dan Laboratorium Teknologi Kimia, Departemen Teknologi Industri Pertanian.

C. TATA LAKSANA PENELITIAN

Tata laksana penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Tata laksana penelitian dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu persiapan, penyimpanan, analisa, dan penentuan efektivitas kemasan.

Ikan nila

Gambar 1. Diagram alir tata laksana penelitian Dikemas dengan plastik

polipropilen rigid kedap udara dan plastik HDPE perforated

Disimpan dalam freezer suhu -10-(-20)ºC

Analisa mutu dan analisa proksimat (pada akhir penyimpanan)

Perubahan mutu Pencucian, pembersihan sisik

dan isi perut Bandeng Presto

Analisa proksimat

Dikemas dengan plastik polipropilen rigid kedap udara

dan plastik HDPE (kemasan asli) Analisa proksimat

Disimpan dalam chiller suhu 4-10ºC


(42)

1. Persiapan Bahan

Bahan berupa ikan nila dikeluarkan dari kemasannya dihilangkan sisik dan isi perutnya, dicuci dengan air bersih, kemudian dimasukkan ke dalam wadah PP rigid kedap udara untuk penyimpanan beku yang sudah dicuci menggunakan larutan desinfektan dan disemprot alkohol di dalam freezer. Sebagai pembanding digunakan bahan yang sama, tetapi kemasan yang digunakan adalah kemasan HDPE perforated dari pasar swalayan. Bandeng presto dikemas di dalam wadah PP rigid kedap udara dan disimpan di dalam refrigerator. Sebagai pembanding digunakan bandeng presto yang masih dikemas dalam kemasan asli yang sudah dibuka.

2. Penyimpanan

Penyimpanan beku dilakukan dalam freezer dengan suhu -10oC sampai (-20)ºC) selama 4-6 minggu. Sedangkan penyimpanan dingin dalam lemari es (suhu 4-10º C). Penyimpanan dengan wadah PP rigid kedap udara di dalam lemari es dan freezer dapat dilakukan bertumpuk-tumpuk sesuai dengan ruangan yang tersedia dan ukuran wadah yang sesuai, sedangkan untuk penyimpanan produk pembanding tidak dilakukan penumpukan, karena dikhawatirkan terjadi kerusakan fisik jika dilakukan penumpukan. Pengamatan ikan nila yang disimpan beku dilakukan setiap tiga hari sekali untuk dianalisa selama 33 hari penyimpanan. Seangkan untuk bandeng presto yang disimpan dingin, pengamatan untuk analisa dilakukan setiap hari selama 14 hari penyimpanan.

3. Analisa.

Analisa dilakukan dua kali dalam satu minggu selama 4-6 minggu penyimpanan. Pengambilan sampel dilakukan dengan memotong ikan yang disimpan sesuai kebutuhan analisa. Bahan kemudian disimpan kembali dalam freezer dan lemari pendingin. Analisa yang dilakukan meliputi analisa fisik (uji kekerasan), analisa kimia (uji kadar air, uji pH, kadar protein (Lowry), uji total volatil bases, uji trimethylamine, dan uji


(43)

water activity), analisa mikrobiologi (TPC), dan uji organoleptik. Pada awal dan akhir penyimpanan juga dilakukan analisa proksimat terhadap bahan. Metode analisa dapat dilihat pada Lampiran 1.

4. Penentuan efektivitas kemasan.

Penentuan efektivitas kemasan dilakukan berdasarkan hasil analisa ikan nila, udang, dan bandeng presto selama penyimpanan. Laju penurunan mutu masing-masing produk di dalam kedua kemasan dibandingkan. Kemasan dikatakan efektif bila laju penurunan mutu selama penyimpanannya rendah.


(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK BAHAN KEMASAN DAN KONDISI

PENYIMPANAN

Karakteristik kemasan yang paling utama terkait dengan mutu produk adalah permeabilitas terhadap gas, uap air, dan bahan organik yang volatil. Karakteristik bahan kemasan yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Karakteristik bahan kemasan yang digunakan

Total Permeasi (cm3/hari) (hasil perhitungan) Jenis Kemasan Bahan

Kemasan

Luas Permukaan

(cm2)

Tebal (cm)

O2 CO2 H2O

PP rigid kedap

udara untuk freezer PP 1550,5 0,150 3,23 13,11 96,87

PP rigid kedap udara

untukrefrigerator

PP 1479,6 0,186 2,48 10,08 74,55

Plastik kemasan swalayan

HDPE

perforated 1750 0,009

Kemasan bandeng

presto HDPE 720 0,012 43,31 169,31 708,75

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa tebal plastik polipropilen rigid kedap udara lebih besar dibandingkan HDPE perforated dan HDPE. Hal tersebut menyebabkan plastik polipropilen rigid kedap udara bersifat lebih kaku dibandingkan HDPE perforated dan HDPE. Nilai laju transmisi gas oksigen, laju transmisi gas karbon dioksida, dan laju transmisi uap air plastik polipropilen rigid kedap udara lebih rendah dibandingkan HDPE perforated. Kecilnya nilai laju transmisi gas oksigen, laju transmisi gas karbon dioksida, dan laju transmisi uap air menyebabkan plastik polipropilen rigid kedap udara


(45)

dapat melindungi produk yang dikemas dari proses oksidasi dan hidrolisis, sehingga dapat mempertahankan kualitas produk yang dikemas.

B. KARAKTERISTIK IKAN NILA DAN BANDENG PRESTO.

Sebelum dilakukan penyimpanan, perlu diketahui keadaan awal dari bahan yang akan disimpan. Berikut ini disajikan hasil analisis awal ikan nila dan bandeng presto pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisa proksimat awal ikan nila dan bandeng presto

Komposisi (%)

Komponen Ikan Nila Bandeng Presto

Air (bb) 82,9 56,7

Protein (bk) 40,0 43,5

Lemak (bk) 13,7 23,3

Abu (bk) 2,3 8,4

Serat Kasar (bk) 8,4 6,5

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa komposisi penyusun terbesar dari ikan nila dan bandeng presto adalah air. Kadar air ikan nila adalah 82,9 %, sedangkan bandeng presto sebesar 56,74 %. Protein dan lemak berturut-turut adalah komponen dominan lainnya. Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Sedangkan kadar serat yang terukur adalah serat yang tidak larut. Komponen penyusun serat antara lain adalah selulosa, hemiselulosa, pektin, dan lignin.

C. PENURUNAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN

Parameter untuk menentukan kesegaran ikan dapat terdiri dari faktor fisik (organoleptik), kimiawi, maupun mikrobiologi. Faktor kimiawi terdiri dari derajat keasaman (pH), total volatil nitrogen (TVN), trimethylamine


(46)

(TMA), dan kadar protein. Sedangkan faktor mikrobiologi dilihat dari total mikroba. Faktor-faktor tersebut dianalisa untuk menentukan layak atau tidaknya ikan nila dan bandeng presto untuk dikonsumsi setelah penyimpanan. 1.Total Mikroba

Uji mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui kandungan mikroba di dalam produk dan pengaruhnya terhadap penurunan mutu produk. Pengukuran jumlah mikroorganisme dalam produk dilakukan dengan menggunakan metode hitungan cawan.

y = 787,32e1,0891x R2 = 0,9467

y = 1046,7e0,9849x R2 = 0,9465 0 0,2 0,4 0,6 8 1 2

0 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33

B illions hari ke-se l/ g ram ( x 10 ^ 9 ) 1,

HDPE perforated

PP rigid

0,

Gambar 2. Grafik total mikroba selama penyimpanan ikan nila.

Pada penyimpanan ikan nila, pertumbuhan mikroba berjalan secara eksponensial. Pertumbuhan mikroba pada ikan nila yang disimpan di plastik HDPE perforated mengikuti pola 787.32e1.0891 sel/gram/hari. Pola pertumbuhan mikroba ikan nila yang disimpan pada PP rigid kedap udara 1046.7e0.9849 sel/gram/hari. Dari angka pertumbuhan tersebut serta dilihat dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa pertumbuhan mikroba pada ikan nila yang disimpan di plastik HDPE perforated lebih cepat dibandingkan dengan ikan nila yang disimpan di PP rigid kedap udara.

Pertumbuhan mikroba pada penyimpanan bandeng presto berbeda dari penyimpanan ikan nila. Pada penyimpanan bandeng presto, pertumbuhan mikroba berjalan secara linier.


(47)

y = 5760,5x - 6417,5 R2 = 0,9754

y = 5354,1x - 9478,1 R2 = 0,9756

-20 0 20 40 60 80 100

0 2 4 6 8 10 12 14

Th ou s a nd s hari ke-s el /g ra m ( x 10^ 3) HDPE PP rigid

Gambar 3. Grafik total mikroba selama penyimpanan bandeng presto.

Pola pertumbuhan mikroba pada bandeng presto yang disimpan di plastik HDPE sebesar 5,7 x 103 sel/gram/hari sedangkan bandeng presto yang disimpan di PP rigid kedap udara pola pertumbuhannya 5,3 x 103 sel/gram/hari (Gambar 3). Dari data di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan mikroba pada bandeng presto yang disimpan di plastik HDPE

perforated lebih cepat dibandingkan yang disimpan di PP rigid kedap udara. Pertumbuhan mikroba pada ikan segar jauh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan mikroba pada bandeng presto. Hal ini dapat terjadi karena bandeng presto telah mengalami proses pengolahan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu, bandeng presto juga telah diberi bumbu seperti garam, bawang putih, bawang merah, dan kunyit yang memiliki sifat antimikroba.

Dilihat dari aspek total mikroba, plastik PP rigid kedap udara lebih baik untuk menyimpan ikan nila dan bandeng presto dibandingkan dengan plastik HDPE atau HDPE perforated. Plastik PP rigid kedap udara dapat menghambat pertumbuhan mikroba dengan lebih baik.

Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada penyimpanan dingin dan beku adalah water activity (aw). aw adalah air


(48)

activity adalah rasio dari tekanan uap air substrat produk dan tekanan uap air murni pada temperatur yang sama (Gorga dan Ronsivalli, 1988). Sebagian besar makanan segar memiliki nilai aw di atas 0,99 (Jay, 2000).

Hasil pengukuran nilai aw selama penyimpanan ikan nila dan bandeng

presto disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.

0,72 0,74 0,76 0,78 0,8 0,82 0,84 0,86 0,88 0,9

0 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33

hari

aw

PP rigid

HDPE perforated

Gambar 4. Grafik nilai aw selama penyimpanan ikan nila

0,74 0,76 0,78 0,8 0,82 0,84 0,86 0,88 0,9 0,92 0,94

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

hari

ke-aw

PP rigid HDPE

Gambar 5. Grafik nilai aw selama penyimpanan bandeng presto.

Nilai aw ikan nila dan bandeng presto disajikan pada Gambar 4 dan

Gambar 5. Nilai aw ikan nila selama penyimpanan berkisar antara 0,78

sampai 0,89. Nilai aw pada produk bandeng presto selama penyimpanan


(49)

Selama penyimpanan, nilai aw naik. Kenaikan nilai aw menyebabkan

mikroba lebih mudah berkembang karena ketersediaan air untuk beraktivitas semakin mencukupi. Nilai aw erat sekali kaitannya dengan

kadar air. Kadar air dalam produk meningkat karena terjadi perubahan-perubahan pada komponen produk. Perubahan komponen tersebut dapat menyebabkan daya pengikat air produk menjadi turun sehingga kadar air bebas dalam produk menjadi meningkat. Akibat dari kenaikan nila aw ini

adalah meningkatnya jumlah mikroba yang tumbuh sepeti sudah disajikan sebelumnya.

Masing-masing spesies dari golongan mikroorganisme mempunyai syarat aw tertentu untuk kehidupan optimalnya. Dibawah aw itu akan terjadi

penundaan fase-fase pertumbuhan sampai akhirnya pada suatu aw tertentu

mikroorganisme tidak lagi dapat hidup (Adnan, 1982). Tabel 5 menunjukkan aw minimal sebagai syarat kehidupan berbagai golongan

mikroorganisme.

Tabel 5. aw minimum untuk syarat kehidupan mikroorganisme

Organisme aw minimum

Bakteria Ragi Jamur Bakteri halofilik

Fungi xerofilik Ragi osmofilik

0.91 0.88 0.80 0.75 0.65 0.60

Sumber: Bone, 1969 di dalam Adnan, 1982

Nilai aw di atas menunjukkan bahwa selama penyimpanan ikan nila

baik di wadah PP rigid kedap udara maupun HDPE perforated, kondisi aw


(50)

dengan kondisi aw bandeng presto. Pola pertumbuhan mikroba yang terjadi

ternyata berbeda antara ikan nila dan bandeng presto yang disimpan di wadah PP rigid dan HDPE. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah kondisi kemasan selama penyimpanan. Kemasan mempengaruhi konsentrasi gas di lingkungan. Faktor ini termasuk ke dalam faktor ekstrinsik yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba. Dari Tabel 3. dapat diketahui bahwa permeabilitas gas kemasan plastik dan kemasan asli lebih besar dibandingkan dengan permeabilitas gas wadah kedap udara. Permeabilitas ini mempengaruhi ketersediaan O2 di dalam

kemasan. Ketersediaan O2 sangat penting untuk respirasi dan pertumbuhan

mikroba. Dalam proses respirasi, O2 dikonsumsi oleh mikroba sehingga

jumlah O2 semakin berkurang. Karbondioksida (CO2) dikeluarkan sebagai

hasil dari proses respirasi sehingga jumlahnya semakin meningkat.

Karbondioksida (CO2) menghambat respirasi dan pertumbuhan bakteri

aerobik penyebab kebusukan pada ikan seperti Pseudomonas, Acinetobacter, Alteromonas, Yersinia, Enterobacter, dan Microbacteriium

selain itu, pada konsentrasi CO2 yang tinggi, laju pertumbuhan bakteri

anaerobik berkurang (Burg, S.P, 2004). Pada wadah kedap udara transport gas keluar masuk wadah sangat kecil, yaitu sekitar 10,08-13,11 cm3/hari untuk CO2 dan 2,48-3,23 cm3/hari, sehingga ketersediaan O2 terbatas dan

CO2 terperangkap dan terakumulasi di dalam kemasan.

Nilai permeasi yang kecil berkorelasi dengan laju pertukaran gas yang rendah. Pada kemasan plastik HDPE pembungkus bandeng presto, jumlah ketersediaan O2 di dalam kemasan cenderung tetap karena nilai permeasi

gasnya tinggi, yaitu 169,23 cm3/hari untuk CO2 dan 43,31 cm3/hari untuk

O2. Pada kemasan HDPE perforated gas keluar masuk secara langsung

tanpa melalui proses permeasi karena kemasan tersebut berpori. CO2 hasil

respirasi tidak sampai terakumulasi dan terperangkap tetapi dapat keluar dan berganti dengan O2.

Suhu penyimpanan adalah faktor yang erat kaitannya dengan pertumbuhan mikroba dan mempunyai keterkaitan dengan kondisi aw. Pada


(51)

mobilisasi mikroorganisme dapat dihambat sehingga fungsi biologinya yang menyebabkan pembusukan tidak dapat terjadi. Pada beberapa jenis mikroorganisme tetap dapat tumbuh pada suhu rendah. Jenis mikroorganime psycrophilic dapat tumbuh pada suhu dibawah 0oC. Jenis bakteri psycrophilic yang umum terdapat di dalam produk makanan adalah jenis Pseudomonas dan Enterococcus. Menurut Connell (1980), bakteri

Pseudomonas dan Enterococcus secara alami sudah terdapat di dalam badan ikan. Selain itu, menurut Jay (2000) pada saat freezing mikroba tidak mati namun hanya mengalami dormansi dan pada saat thawing pada suhu 4-5o C mikroba mampu tumbuh dengan kecepatan dua kali lipat sehingga kebusukan cepat terjadi pada saat proses thawing.

Proses thawing dilakukan pada suhu refrigerator yaitu antara 4-10o C. Jay (2000) menyatakan bahwa salah satu efek freezing dan thawing pada jaringan hewan adalah menyebabkan jaringan hewan mengeluarkan enzim lisosom yang terdiri dari aktepsin, nuklease, fosfat, dan lain-lain. Enzim tersebut dapat mendegradasi makromolekul sehingga terbentuk molekul-molekul sederhana yang dapat digunakan oleh mikroorganisme pembusuk untuk hidup.

Menurut SNI (1991), produk perikanan dapat dikonsumsi apabila nilai total mikrobanya tidak melebihi 5 x 105 sel/gram sampel. Berdasarkan parameter mutu total mikroba, ikan nila yang disimpan dalam wadah PP rigid kedap udara dengan kondisi thawing-freezing berulang-ulang dapat bertahan hingga hari penyimpanan ke-17. Ikan nila yang disimpan dalam plastik HDPE perforated dapat dikonsumsi sampai hari ke-12. Untuk bandeng presto baik yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara maupun plastik HDPE masih dapat dikonsumsi hingga hari terakhir pengamatan yaitu hari ke-14.

2.Kimia

Secara kimiawi, degradasi produk selama penyimpanan dianalisa berdasarkan perubahan kimiawi pada komponen produk. Salah satu indikasi dari kebusukan produk perikanan adalah terbentuknya trimethylamine


(52)

y = 1.9152x - 2.68 R2 = 0.9856

y = 1.3227x - 1.3538 R2 = 0.9895

-5 0 5 10 15 20 25 30

0 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33

hari ke-m g T M A /1 00 g

HDPE perforated

PP rigid

(TMA) dan total nitrogen volatil (TVN). Pembentukan TMA selama penyimpanan disajikan dibawah ini.

Gambar 6. Grafik pembentukan TMA selama penyimpanan ikan nila

y = 1.1748x + 1.3281

R2 = 0.9637

y = 0.9861x + 1.1581

R2 = 0.9633

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

hari ke-m g T M A / 100g HDPE PP rigid

Gambar 7. Grafik pembentukan TMA selama penyimpanan bandeng presto Hasil pengukuran nilai TMA pada Gambar 6 dan Gambar 7 memperlihatkan bahwa selama penyimpanan kedua produk mengalami peningkatan seiring dengan lama penyimpanan dan laju pertumbuhan mikroba. Pada penyimpanan ikan nila dan bandeng presto, nilai awal TMA adalah 0 mg TMA/ 100g karena TMA yang terbentuk sangat kecil dan tidak terdeteksi.


(53)

Selama penyimpanan ikan nila pada Gambar 6 terlihat bahwa laju pembentukan TMA ikan nila yang disimpan dalam plastik HDPE

perforated lebih cepat dibandingkan dengan ikan nila yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara. Laju pembentukan TMA pada ikan nila yang disimpan dalam HDPE perforated adalah 1,91 mg TMA/100 g/ hari. Laju pembentukan TMA pada ikan nila yang disimpan dalam PP rigid kedap udara adalah 1,32 mg TMA/100 g/ hari.

Gambar 7 menunjukkan laju pembentukan TMA selama penyimpanan bandeng presto dalam plastik HDPE dan PP rigid kedap udara. Laju pembentukan TMA selama penyimpanan bandeng presto dalam HDPE sebesar 1,17 mg TMA/100 g/ hari. Laju pembentukan TMA bandeng presto yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara lebih lambat yaitu sebesar 0,98 mg TMA/100 g/ hari.

Pembentukan TMA adalah hasil dari aktivitas mikroba. Pada kemasan PP rigid, laju pertumbuhan mikroba lebih rendah dibandingkan kemasan HDPE untuk kedua produk. Pada kemasan PP, laju pertumbuhan mikroba pada ikan nila adalah 1046.7e0.9849 sel/gram/hari dan pada bandeng presto sebesar 5354.1 sel/gram/hari. Sedangkan pada kemasan HDPE laju pertumbuhan mikroba pada ikan nila adalah 787.32e1.0891 sel/gram/hari dan pada bandeng presto sebesar 5760.5 sel/gram/hari. Hal ini disebabkan pada kemasan PP rigid ketersediaan O2 untuk keberlangsungan hidup

mikroorganisme terbatas karena laju permeasi O2-nya yang relatif lebih

rendah. Jumlah total mikroba yang rendah dapat mengurangi pembentukn TMA selama penyimpanan.

Pengukuran nilai TMA sangat penting sebagai indikator kimiawi kesegaran produk perikanan. Trimethylamine oxide, salah satu komponen yang terdapat pada produk perikanan diurai oleh mikroba menghasilkan komponen berbau trimethylamine (Burgess, 1967). Mikroba pengurai TMAO menjadi TMA yang paling dominan adalah Pseudomonas yang merupakan jenis mikroba psycrophilic. Jenis mikroba ini selama penyimpanan beku masih dapat tumbuh dengan baik. Level maksimum nilai TMA untuk kualitas produk yang dapat diterima berdasarkan standar


(54)

yang diberlakukan di Australia dan Jepang adalah 5 mg trimethylamine

nitrogen /100 g (Jay, 2000).

H3C

Trimethylamine-N-oxide N CH3

H3C

TMA

Sumber: Jay (2000)

Penentuan kesegaran produk perikanan secara kimiawi tidak hanya dengan mengukur nilai TMA tetapi juga dapat dilihat dari jumlah total volatil nitrogen yang terbentuk. Berikut ini ditampilkan grafik laju pembentukan TVN selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto.

y = 2.5334x - 1.8031

R2 = 0.9877

y = 1.7377x - 0.7329

R2 = 0.9734

0 5 10 15 20 25 30 35

0 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33

hari ke-m g T V N

/ 100 g

HDPE perforated

PP rigid

Gambar 8. Grafik pembentukan TVN selama penyimpanan ikan nila

y = 2.239x + 2.0045 R2 = 0.9622

y = 1.9058x + 2.6741 R2 = 0.9573 0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

hari ke-m g T V N / 100g HDPE PP rigid


(55)

Berdasarkan Gambar 8 dan Gambar 9 di atas maka terlihat selama penyimpanan nilai TVN semakin tinggi untuk kedua produk. Dari data yang dihasilkan laju pembentukan TVN selama penyimpanan memperlihatkan bahwa laju pembentukan TVN ikan nila yang disimpan dalam plastik HDPE perforated lebih cepat dibandingkan dengan ikan nila yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara. Laju pembentukan TVN pada ikan nila yang disimpan dalam HDPE perforated adalah 2,53 mg TVN/100 g/ hari. Laju pada ikan nila yang disimpan dalam PP rigid kedap udara adalah 1,73 mg TVN/100 g/ hari.

Gambar 9 menunjukkan laju pembentukan TVN selama penyimpanan bandeng presto dalam plastik HDPE perforated dan PP rigid kedap udara. Laju pembentukan TVN selama penyimpanan bandeng presto dalam HDPE

perforated 2,24 mg TVN/100 g/ hari. Bandeng presto yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara laju pembentukan TVNnya lebih lambat yaitu 1,90 mg TVN/100 g/ hari.

Pembentukan TVN merupakan hasil dari aktivitas miroorganisme dan enzim yang terdapat di dalam produk. Penguraian asam amino menjadi bahan volatil yang disebabkan aktivitas mikroorganisme pada kemasan PP rigid dapat dihambat lajunya karena ketersediaan O2 bagi mikroorganisme

lebih terbatas dibandingkan dengan kemasan HDPE. Pada kemasan PP rigid laju pertukaran gas O2 dan CO2 juga relatif lebih kecil sehingga

pertumbuhan mikroba yang menyebabkan penguraian komponen lebih kecil.

Nilai TVN cenderung lebih besar dari nilai TMA karena Total volatil nitrogen (TVN) meliputi total volatil base (TVB) dan komponen nitrogen lainnya. Sedangkan TVB meliputi amonia, dimethylamine dan

trimethylamine. Maksimum level TVB untuk kualitas produk perikanan yang dapat diterima adalah 30 mg TVN/ 100g. Standar ini berlaku di Australia dan Jepang (Jay, 2000).

Selain itu, menurut Ferber (1965), tingkat kesegaran ikan berdasarkan nilai TVN-nya adalah sebagai berikut:


(56)

a. Ikan yang sangat segar mempunyai nilai TVN 10 mg/ 100 gram atau lebih kecil.

b. Ikan segar mempunyai nilai TVN antara 10-20 mg/100 gram. c. Garis batas kesegaran ikan yang masih dapat dikonsumsi

mempunyai nilai TVN 20-30 mg/100 gram.

d. Ikan busuk dan tidak dapat dikonsumsi apabila nilai TVN lebih besar dari 30 mg/ 100 gram.

Berdasarkan parameter TVN, ikan nila yang disimpan di dalam wadah PP rigid kedap udara pada akhir penyimpanan masih masuk kategori garis batas kesegaran ikan yang masih dapat dikonsumsi. Ikan nila yang disimpan dalam kemasan HDPE perforated pada hari ke-32 sudah busuk dan tidak dapat dikonsumsi. Untuk bandeng presto yang disimpan di dalam wadah PP rigid kedap udara pada akhir penyimpanan masih masuk kategori garis batas kesegaran ikan yang masih dapat dikonsumsi. Pada bandeng presto yang disimpan dalam plastik HDPE sudah busuk dan tidak dapat dikonsumsi lagi pada hari ke-13.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33

hari

ke-pH

PP rigid

HDPE perforated Parameter kimia lainnya yang dapat menggambarkan kesegaran produk ikan adalah nilai keasaman atau pH. Nilai pH menggambarkan derajat keasaman pada ikan. Perubahan pH terjadi karena selama penyimpanan terjadi perubahan kimia di dalam komponen produk. Data perubahan pH selama penyimpanan disajikan di bawah ini.


(57)

0 1 2 3 4 5 6 7

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

hari

ke-pH PP rigid

HDPE

Gambar 11. Grafik nilai pH selama penyimpanan bandeng presto.

Perubahan nilai pH dipengaruhi oleh perubahan produk setelah kematian. Pada produk ikan nila, tren nilai pH mengalami penurunan kemudian mengalami peningkatan kembali. Hal ini dikarenakan selama awal penyimpanan, ikan nila mengalami rigor mortis. Ikan nila yang dipakai dalam penelitian ini adalah ikan nila hidup yang dimatikan hanya sesaat sebelum disimpan beku. Pada awal penyimpanan, kondisi otot ikan nila masih baik sehingga nilai pH yang terukur masih netral. Kemudian setelah ikan mati, sirkulasi darah terhenti dan ketersediaan oksigen berkurang, potensial redoks pun menurun, daging ikan mengalami pengerasan. Saat seperti inilah yang disebut rigor mortis. Saat terjadi respirasi, selain rigor mortis, glikogen terhidrolisis menjadi asam laktat menyebabkan pH menurun. Selama waktu penyimpanan nilai pH mengalami peningkatan kembali. Hal ini dikarenakan selama waktu penyimpanan protein dan derivatnya akan diuraikan baik secara mikrobiologis maupun enzimatis menjadi turunan-turunannya yang bersifat basa sehingga mengakibatkan nilai pH menjadi naik. Nilai pH produk ikan nila selama penyimpanan berkisar antara 6,1 sampai 7,9 (Gambar 10).

Nilai pH produk bandeng presto selama penyimpanan berkisar antara 5,9 sampai 6,3 (Gambar 11). Pada awal penyimpanan terlihat bahwa pH bandeng presto mendekati pH netral. Selama penyimpanan terjadi


(58)

penguraian baik mikro maupun makromolekul menjadi senyawa yang bersifat basa sehingga pH menjadi tinggi.

Dari hasil data di atas, perubahan nilai pH diakibatkan oleh perubahan kondisi kimiawi produk. Perubahan produk ini akan mengarah kepada pembusukan. Menurut Hadiwiyoto (1993), ikan yang sudah tidak segar mempunyai pH lebih basa atau tinggi daripada yang masih segar. Hal ini disebabkan karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa seperti amonia, trimethylamine, dan senyawa volatil lainnya.

Selama penyimpanan, protein mengalami degradasi dan denaturasi membentuk komponen-komponen yang lebih sederhana. Proses ini mengakibatkan kandungan protein dalam produk mengalami penurunan. Berikut ini data penurunan protein selama penyimpanan.

y = -0,0044x + 0,0877 R2 = 0,9626

y = -0,0041x + 0,0875 R2 = 0,9759

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09

0 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33

hari ke-m g pr o te in/ g s a m p le

HDPE perforated

PP rigid

Gambar 12. Grafik kadar protein selama penyimpanan ikan nila

y = -0,0013x + 0,0248

R2 = 0,9589

y = -0,0014x + 0,022

R2 = 0,9532

0 0,01 0,02 0,03

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

hari ke-g p rot e in / g s a m pl e HDPE PP rigid m


(59)

Laju penurunan protein selama penyimpanan ikan nila pada Gambar 12 memperlihatkan bahwa ikan nila yang disimpan dalam plastik HDPE

perforated lebih cepat lajunya dibandingkan dengan ikan nila yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara. Laju penurunan potein pada ikan nila yang disimpan dalam HDPE perforated adalah sebesar 0,0044 mg protein/ g sampel. Sedangkan laju pada ikan nila yang disimpan dalam PP rigid kedap udara adalah sebesar 0,0041 mg protein/ g sampel.

Gambar 13 menunjukkan laju penurunan protein selama penyimpanan bandeng presto dalam plastik HDPE perforated dan PP rigid kedap udara. Laju penurunan protein selama penyimpanan bandeng presto dalam HDPE

perforated sebesar 0,0014 mg protein/ g sampel.. Sedangkan bandeng presto yang disimpan di dalam PP rigid kedap udara laju penurunannya lebih lambat yaitu sebesar 0,0013 mg protein/ g sampel..

Penurunan protein selama penyimpanan disebabkan oleh degradasi dan denaturasi oleh mikroba. Protein dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana untuk digunakan oleh mikroorganisme sebagai bahan makanan. Peningkatan jumlah total mikroba menyebabkan degradasi protein menjadi komponen-komponen sederhana semakin besar. Pembentukan TMA dan TVN yang semakin meningkat selama penyimpanan bisa menjadi salah satu indikatornya. Selama penyimpanan, baik ikan nila maupun bandeng presto, jumlah total mikroba semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan laju pertumbuhan mikroba yang bernilai positif. Pada kemasan PP, laju pertumbuhan mikroba pada ikan nila adalah 1046.7e0.9849 sel/gram/hari dan pada bandeng presto sebesar 5,3 x 103 sel/gram/hari. Sedangkan pada kemasan HDPE laju pertumbuhan mikroba pada ikan nila adalah 787.32e1.0891 sel/gram/hari dan pada bandeng presto sebesar 5,7 x 103 sel/gram/hari. Selain itu, pembentukan TMA dan TVN pun juga meningkat selama penyimpanan. Pada kemasan PP, laju pembentukan TMA dan TVN pada ikan nila adalah 1,32 mg TMA/100 g/ hari dan 1,73 mg TVN/100 g/ hari dan pada bandeng presto sebesar 0,98 mg TMA/100 g/ hari dan 1,90 mg TVN/100 g/ hari. Sedangkan pada kemasan HDPE laju pembentukan TMA dan TVN pada ikan nila adalah 1,91 mg TMA/100 g/ hari dan 2,53


(60)

mg TVN/100 g/ hari dan pada bandeng presto sebesar 1,17 mg TMA/100 g/ hari dan 2,24 mg TVN/100 g/ hari.

Berdasarkan pengukuran kandungan protein, selama penyimpanan ikan nila dan bandeng presto terjadi penurunan kadar protein dalam bahan. Kandungan protein pada ikan nila pada akhir penyimpanan berdasarkan analisa proksimat akhir adalah sebesar 36% bk untuk ikan nila yang disimpan dalam PP rigid dan 26 % bk untuk yang disimpan dalam HDPE

perforated. Dibandingkan dengan kandungan protein pada awal penyimpanan yaitu 40% bk, penurunan kandungan protein ikan nila yang disimpan pada HDPE perforated lebih besar. Kandungan protein awal bandeng presto adalah sebesar 43,5 % bk sedangkan di akhir penyimpanan kandungan proteinnya sebesar 29% bk untuk yang disimpan dalam wadah PP rigid dan 21% bk untuk yang disimpan dalam plastik HDPE.

y = 0,4847x + 2,5173 R2 = 0,9558 y = 0,5554x + 1,4644

R2 = 0,901

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 1 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33

3.Fisik (Kekerasan)

Kualitas fisik berhubungan dengan penampakan ikan secara fisik. Pada tahap pembusukan, mikroba pembusuk akan mengeluarkan enzim proteolitik yang akan merusak struktur komponen protein sehingga menyebabkan keempukan daging. Data pengukuran kekerasan daging disajikan di bawah ini.

HDPE perforated

PP rigid

hari ke

-mm/1 0 d e ti k


(1)

Lampiran 5. Penampakan Ikan Nila segar selama penyimpanan

Hari Ke-

PP Rigid Kedap Udara HDPE Perforated 0

3

7


(2)

(3)

Lampiran 6. Penampakan Bandeng Presto selama penyimpanan

Har i Ke-

PP Rigid Kedap Udara HDPE Perforated

0

3

6


(4)

12


(5)

Lampiran 7. Analisis regresi Ikan Nila y = bx + a

Ikan Nila

Uji Jenis

Kemasan a b R2

A 0 1046.7e0.9849 0.9465

Total plate count

B 0 787.32e1.0891 0.9467

A - 1.3538 1.3227 0.9895

Trimethylamine

B - 2.68 1.9152 0.9856

A - 0.7329 1.7377 0.9734

Total volatile nitrogen

B - 1.8031 2.5334 0.9877

A 9.7262 -0.4502 0.9772

Kadar protein

B 9.7394 -0.4912 0.9626

A 1.4644 0.5554 0.901 Kekerasan

B 2.5173 0.4847 0.9558 Keterangan : A = plastik polipropilen rigid kedap udara


(6)

Lampiran 8. Analisis regresi Bandeng Presto y = bx + a

Bandeng Presto

Uji Jenis

Kemasan a b R2

A - 9478.1 5354.1 0.9756

Total plate count

B - 6417.5 5760.5 0.9754

A 1.1581 0.9861 0.9633

Trimethylamine

B 1.3281 1.1748 0.9637

A 2.6741 1.9058 0.9573

Total volatile nitrogen

B 2.0045 2.239 0.9622

A -0.2358 -0.2358 0.915

Kadar protein

B 4.2133 -0.4106 0.9624

A 3.195 0.253 0.9239

Kekerasan

B 3.6581 0.8536 0.9643

Keterangan : A = plastik polipropilen rigid kedap udara B = HDPE perforated