Hasil .1 Development of candidate of antiphotoaging active ingredients from some indonesian traditional cosmetic plants

konsentrasi 100 ppm, persentase aktivitas antioksidan ekstrak Temu Ireng dan ekstrak Ki Urat masing-masing adalah 50.53 dan 61.44. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 100 ppm aktivitas antioksidan kedua ekstrak di atas 50. Fakta menunjukkan bahwa kedua kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging ini memiliki potensi antioksidan yang tinggi.

3.3.2.2 Aktivitas antioksidan intraseluler kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging

Data lengkap hasil uji antioksidan intraseluler ekstrak Temu Ireng dan ekstrak Ki Urat dapat dilihat pada Lampiran 13. Tabel 3 berikut ini menyajikan data rataan intensitas fluorocence DCF perlakuan. Tabel 3 Rataan Intensitas fluorocence DCF pada penentuan aktivitas antioksidan intraseluler Perlakuan Intensitas fluorocence DCF Kontrol 2338.50±31.82 d Kontrol negatif 8049.75±185.26 a Ekstrak Temu Ireng 6169.75±40.02 b Ekstrak Ki Urat 5604.00±42.36 c Ket: Kontrol adalah kultur sel HDFs yang hanya mendapat media DMEM; Kontrol negatif adalah kultur sel HDFs yang mendapat media DMEM dan paparan UV 100 mJcm 2 ; Ekstrak Temu Ireng adalah kultur sel HDFs yang mendapat ekstrak Temu Ireng 100 ppm dan paparan UV 100 mJcm 2 ; ekstrak Ki Urat adalah kultur sel HDFs yang mendapat ekstrak Ki Urat 100 ppm dan paparan UV 100 mJcm 2 . Data dinyatakan sebagai rataan ± simpangan baku. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf keberartian 0.05 Dari Tabel 3 tersebut diketahui bahwa paparan UV meningkatkan pembetukan ROS dalam sel HDFs. Semakin rendah intensitas fluorocence DCF maka semakin rendah ROS yang terdeteksi atau semakin tinggi penghambatan pembentuk ROS sehingga semakin besar aktivitas antioksidan intraseluler. Sebaliknya, semakin tinggi intensitas fluorocence DCF maka rendah daya hambat pembentuk ROS sehingga semakin rendah aktivitas antioksidan intraseluler. Intensitas fluorocence DCF kontrol lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Intensitas fluorocence DCF kontrol negatif lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya. Intensitas fluorocence DCF perlakuan ekstrak Temu Ireng dan perlakuan ekstrak Ki Urat lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan kontrol negatif. Hal ini menunjukkan perlakuan kedua kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging ini dapat menghambat pembentukan ROS akibat paparan UV pada sel HDFs. Intensitas fluorocence DCF perlakuan ekstrak Temu Ireng dan perlakuan ekstrak Ki Urat lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kedua ekstrak tidak dapat mencegah terbentuknya ROS akibat paparan UV pada sel HDFs, namun demikian kedua ekstrak mampu menghambat pembentukan ROS. Intensitas fluorocence DCF perlakuan ekstrak Ki Urat lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan intensitas fluorocence DCF pada perlakuan ekstrak Temu Ireng. Hal ini menunjukkan perlakuan ekstrak Ki Urat memiliki aktivitas antioksidan intraseluler yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak Temu Ireng.

3.4 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan ekstrak Ki Urat dapat menghambat peningkatan ekspresi MMP-1 ini akibat paparan UV pada sel HaCaT. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Ki Urat berpotensi mencegah terjadinya kerusakan kolagen tipe I akibat paparan UV. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rataan ekspresi MMP-1 pada perlakuan ekstrak Temu Ireng tidak berbeda nyata dibandingkan rataan ekspresi MMP-1 kontrol dan kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Temu Ireng tidak memiliki potensi mencegah kerusakan kolagen tipe I akibat paparan UV. Kandungan senyawa-senyawa antioksidan dalam ekstrak diduga menyebabkan ekstrak Ki Urat memiliki kemampuan menghambat ekspresi MMP-1 yang dilepaskan oleh kultur sel HaCaT akibat paparan UV. Informasi yang diperoleh berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya memberikan fakta bahwa paparan UV akan mengaktifkan mitogen-activated protein kinase MAP-kinase yang menginduksi AP-1, selanjutnya akan menyebabkan peningkatan aktivitas MMP-1. Berdasarkan fakta yang diperoleh, diduga kuat bahwa kedua kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging ini berpotensi mencegah degradasi kolagen tipe I akibat paparan UV dengan cara menghambat aktivitas MAP-kinase sehingga menghambat aktivitas AP-1 yang selanjutnya akan menurunkan MMP-1. Penghambatan aktivitas MAP-kinase ini sangat erat kaitannya dengan aktivitas antioksidan Fisher et al. 1999; Quan et al. 2004; Dong et al. 2008; Helfrich et al. 2008; Lee et al. 2009a. Kandungan senyawa fenol, khususnya flavonoid pada ekstrak Ki Urat, bahan aktif antiphotoaging ini memberikan kontribusi pada aktivitas antioksidan. Senyawa fenol, khususnya flavonoid, yang memiliki aktivitas antioksidan diduga kuat turut berperan dalam menghambat ekspresi MMP-1 yang dilepaskan oleh kultur sel HaCaT. Hasil penelitian Pluemsamran et al. 2012 mengungkapkan tentang efek penghambatan pembentukan MMP-1 pada sel HaCaT yang diinduksi UV oleh senyawa antioksidan fenol. Efek penghambatan peningkatan MMP-1 yang disebabkan paparan UV dalam sel HaCaT ini diduga terjadi melalui pemulihan sistem pertahanan antioksidan pada tingkat sel. Dugaan ini didukung oleh data kapasitas antioksidan total dan aktivitas antioksidan intraseluler. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan ekstrak Ki Urat dapat menghambat penurunan ekspresi prokolagen tipe I pada kultur sel HDFs akibat paparan UV 100 mJcm 2 . Ekspresi prokolagen tipe I pada perlakuan ekstrak Temu Ireng tidak dapat mempertahankan ekspresi prokolagen tipe I pada kultur sel HDFs akibat paparan UV 100 mJcm 2 . Fakta ini menunjukkan bahwa ekstrak Ki Urat berpotensi mempertahankan metabolisme kolagen tipe I pada kondisi paparan UV. Kemampuan menghambat penurunan ekspresi prokolagen tipe I merupakan indikasi kuat bahwa ekstrak Ki Urat mampu menghambat penurunan aktivitas TGF-β akibat paparan UV. Penjelasan ini didasarkan pada fakta yang diperoleh peneliti sebelumnya bahwa paparan UV menyebabkan penurunan ekspresi TGF-β yang selanjutnya menyebabkan penurunan pembentukan prokolagen tipe I. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Ki Urat antiphotoaging memiliki potensi menghambat pembentukan prokolagen tipe I dengan mencegah penurunan TGF-β akibat paparan UV, sehingga berpotensi mencegah photoaging. Aktivitas antioksidan ekstrak Ki Urat diduga kuat berperan dalam mencegah penurunan TGF- β akibat paparan UV Fisher et al. 1999; Dong et al. 2008; Helfrich et al. 2008; Lee et al. 2009a. Berdasarkan hasil penentuan inhibition concentration 50 IC 50 kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging diketahui bahwa kedua kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging ini dapat meredam lebih dari 50 radikal bebas DPPH sehingga memiliki potensi antioksidan yang tinggi. Potensi antioksidan yang tinggi dari kedua kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging diperkuat oleh fakta adanya aktivitas antioksidan intraseluler. Aktivitas antioksidan intraseluler dinyatakan sebagai aktivitas penghambatan pembentukan ROS dalam sel HDFs akibat paparan UV. Zat yang memiliki aktivitas antioksidan akan menghambat pembentukan ROS dalam sel sehingga mengurangi pembentukan DCF. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa paparan UV meningkatkan pembentukan ROS dalam sel HDFs. Fakta menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak Temu Ireng dan Ki Urat memiliki aktivitas antioksidan intraseluler. Hal ini menunjukkan bahwa kedua ekstrak dapat menghambat pembentukan ROS akibat paparan UV pada sel HDFs. Kedua ekstrak memiliki aktivitas antioksidan di atas 50, namun perlakuan ekstrak Ki Urat memiliki aktivitas antioksidan intraseluler yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak Temu Ireng. Aktivitas antioksidan sangat erat kaitannya dengan potensi untuk menghambat pembentukan MMP-1 dan menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I. Perbedaan aktivitas antioksidan kedua ekstrak menyebabkan perbedaan potensi untuk menghambat pembentukan MMP-1 dan menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I. Fakta penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak Ki Urat memiliki potensi untuk menghambat pembentukan MMP-1 dan menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I akibat paparan UV. Perlakuan ekstrak Temu Ireng belum menunjukkan potensi nyata untuk menghambat pembentukan MMP-1 dan menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I akibat paparan UV. Tahap penelitian ini telah mengungkapkan fakta bahwa mekanisme antiphotoaging ekstrak Ki Urat didasarkan pada aktivitas antioksidan. Aktivitas antioksidan ekstrak Ki Urat dapat meredam radikal bebas yang dipicu oleh sinar UV. Peredaman radikal bebas ini akan mencegah kenaikan AP-1 dan penurunan TGF-β sehingga menghambat peningkatan pembentukan MMP-1 dan penurunan pembentukan prokolagen tipe I. Penghambatan pembentukan MMP-1 akan menghambat kerusakan kolagen tipe I. Penghambatan penurunan prokolagen tipe I akan mencegah penurunan sintesis kolagen tipe I. Penghambatan kerusakan dan penghambatan penurunan pembentukan kolagen tipe I akan menghambat terjadinya proses photoaging pada kulit. Berdasar tahap penelitian ini diperoleh cukup bukti bahwa ekstrak Ki Urat dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging terpilih.

3.5 Simpulan

Ekstrak Ki Urat 100 ppm dapat menghambat pembentukan MMP-1 pada sel HaCaT dalam kondisi paparan UV dan mencegah penurunan pembentukan prokolagen tipe I pada sel HDFs dalam kondisi paparan UV. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Ki Urat 100 ppm memiliki potensi sebagai antiphotoaging yang dapat mencegah terjadinya kerusakan dan penurunan pembentukan kolagen tipe I akibat paparan UV. Mekanisme antiphotoaging ekstrak Ki Urat didasarkan pada aktivitas antioksidan ekstrak Ki Urat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak Ki Urat memiliki aktivitas antioksidan dan antioksidan intraseluler yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak Temu Ireng. Fakta yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak Temu Ireng 100 ppm tidak memiliki potensi sebagai antiphotoaging yang dapat mencegah terjadinya kerusakan dan penurunan pembentukan kolagen tipe I akibat paparan UV. 4 KARAKTERISASI METABOLIT SEKUNDER: UJI FITOKIMIA, PENENTUAN FENOL DAN PENENTUAN FLAVONOID PADA EKSTRAK TEMU IRENG DAN EKSTRAK KI URAT

4.1 Pendahuluan

Tumbuhan merupakan sumber alami yang memproduksi beberapa macam senyawa secara selektif dan efisien. Tumbuhan terkait sangat erat dengan lingkungannya dalam proses mempertahankan kelangsungan hidup dan seleksi alam dalam jangka panjang. Proses ini menyebabkan terjadinya variasi genetik bahan aktif yang mempengaruhi jenis dan jumlah senyawa yang dihasilkan. Waktu dan tempat tumbuh akan mempengaruhi komposisi dan jumlah senyawa yang dihasilkan. Perbedaan variasi genetik, geografi, iklim, teknik budi daya dan pemanenan, waktu penyimpanan, teknik persiapan ekstrak, dan lain lain merupakan faktor penyebab perbedaan komposisi senyawa, khususnya metabolit sekunder, sehingga mempengaruhi kualitas ekstrak Nobre et al. 2005; Liu et al. 2010; Yu et al. 2011; Wu et al. 2013. Metabolit sekunder adalah kelompok senyawa yang dihasilkan tumbuhan dengan fungsi yang hingga saat ini belum diketahui dengan jelas, namun diduga kuat berkaitan dengan kemampuan tumbuhan untuk mempertahankan diri terhadap serangan hama dan penyakit Yadav dan Agarwala 2011. Sebagian besar aktivitas farmakologis suatu bahan tumbuhan berkaitan erat dengan kandungan metabolit sekundernya. Perbedaan cara ekstraksi sangat menentukan komposisi dan jumlah metabolit sekunder yang dihasilkan. Hal ini bergantung pada teknik ekstraksi, lamanya ekstraksi, temperatur ekstraksi, jenis pelarut, konsentrasi dan polaritas pelarut yang digunakan Tiwari et al. 2011. Komposisi senyawa ekstrak dari spesies yang sama, ditanam dan dipanen dengan teknik yang sama, akan berbeda bila diekstraksi dengan menggunakan teknik ekstraksi yang berbeda. Perbedaan komposisi senyawa akan mempengaruhi aktivitas biologis ekstrak tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan karakterisasi metabolit sekunder pada ekstrak yang digunakan. Karakterisasi ini akan memberikan informasi tentang jenis dan jumlah beberapa komponen kimia dalam suatu ekstrak. Informasi tentang jenis komponen dalam ekstrak akan memberikan gambaran tentang senyawa yang mempengaruhi aktivitas ekstrak dan menjadi baku mutu bagi ekstrak tersebut. Komponen metabolit sekunder yang terdapat dalam suatu ekstrak merupakan komponen penting yang mempengaruhi aktivitas suatu ekstrak. Karakterisasi metabolit sekunder sangat bermanfaat untuk kendali mutu bahan atau ekstrak suatu tumbuhan. Beberapa peneliti telah menggunakan uji fitokimia untuk mengkarakterisasi ekstrak yang digunakan sebagai bagian dari upaya kendali mutu. Ameh et al. 2010 dan Kumar et al. 2012 menggunakan uji fitokimia untuk karakterisasi ekstrak tumbuhan yang digunakan dan selanjutnya digunakan sebagai acuan kendali mutu. Metode yang lebih canggih sering kali digunakan dalam melakukan kendali mutu ekstrak. Metode paduan gas