Penentuan aktivitas antioksidan intraseluler

Ireng dan ekstrak Ki Urat dapat menghambat penurunan metabolisme prokolagen tipe I kultur sel HDFs pada paparan UV 100 mJCm 2 . Ekspresi prokolagen tipe I perlakuan ekstrak Ki Urat lebih kuat dibandingkan esktrak Temu Ireng. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak Ki Urat lebih dapat mempertahankan ekspresi prokolagen tipe I dibandingkan ekstrak Temu Ireng. Hasil analisis kualitatif terhadap ekspresi prokolagen tipe I tersebut secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil pengukuran kuantitaf terhadap pita ekspresi MMP-1 dan ekspresi prokolagen tipe I perlakuan ditampilkan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Rataan ekspresi MMP-1 dan ekspresi prokolagen tipe I pada penentuan potensi kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging dalam penghambatan pembentukan MMP-1 dan penghambatan penurunan pembentukan prokolagen tipe I Perlakuan Ekspresi MMP-1 10 3 pixel Ekspresi prokolagen tipe I 10 3 pixel Kontrol 19.26±6.58 ab 32.81±9.42 a Kontrol negatif 27.75±4.09 a 7.84±7.11 b Ekstrak Temu Ireng 18.41±7.68 ab 19.81±3.08 b Ekstrak Ki Urat 12.07±5.31 b 36.70±5.05 a Ket: Kontrol adalah kultur sel uji yang hanya mendapat media DMEM; Kontrol negatif adalah kultur sel uji yang mendapat media DMEM dan paparan UV 100 mJcm 2 ; Ekstrak Temu Ireng adalah kultur sel uji yang mendapat ekstrak Temu Ireng 100 ppm dan paparan UV 100 mJcm 2 ; ekstrak Ki Urat adalah kultur sel uji yang mendapat ekstrak Ki Urat 100 ppm dan paparan UV 100 mJcm 2 . Data dinyatakan sebagai rataan ± simpangan baku. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf keberartian 0.05 Berdasarkan data Tabel 2 di atas terlihat bahwa rataan ekspresi MMP-1 perlakuan ekstrak Ki Urat 12.07 x 10 3 pixel lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan rataan ekspresi MMP-1 kontrol negatif 27.75 x 10 3 pixel. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak Ki Urat dapat menghambat pembentukan MMP-1 akibat paparan UV pada sel HaCaT. Rataan ekspresi MMP-1 pada perlakuan ekstrak Temu Ireng 18.41 x 10 3 pixel tidak berbeda nyata dibandingkan rataan ekspresi MMP-1 kontrol 19.26 x 10 3 pixel dan kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Temu Ireng tidak memiliki potensi menghambat pembentukan MMP-1. Data lengkap perhitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan data Tabel 2 di atas, diketahui bahwa rataan ekspresi prokolagen tipe I pada perlakuan ekstrak Ki Urat 36.70 x 10 3 pixel lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan kontrol negatif 7.84 x 10 3 pixel. Rataan ekspresi prokolagen tipe I pada perlakuan ekstrak Ki Urat tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol 32.81 x 10 3 pixel. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Ki Urat memiliki aktivitas menghambat penurunan pembentukan prokolagen tipe I pada kultur sel HDFs akibat paparan UV 100 mJcm 2 . Ekspresi prokolagen tipe I pada perlakuan ekstrak Temu Ireng 19.81 x 10 3 pixel tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol negatif. Ekspresi prokolagen tipe I pada perlakuan ekstrak Temu Ireng lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak konsentrasi 100 ppm, persentase aktivitas antioksidan ekstrak Temu Ireng dan ekstrak Ki Urat masing-masing adalah 50.53 dan 61.44. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 100 ppm aktivitas antioksidan kedua ekstrak di atas 50. Fakta menunjukkan bahwa kedua kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging ini memiliki potensi antioksidan yang tinggi.

3.3.2.2 Aktivitas antioksidan intraseluler kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging

Data lengkap hasil uji antioksidan intraseluler ekstrak Temu Ireng dan ekstrak Ki Urat dapat dilihat pada Lampiran 13. Tabel 3 berikut ini menyajikan data rataan intensitas fluorocence DCF perlakuan. Tabel 3 Rataan Intensitas fluorocence DCF pada penentuan aktivitas antioksidan intraseluler Perlakuan Intensitas fluorocence DCF Kontrol 2338.50±31.82 d Kontrol negatif 8049.75±185.26 a Ekstrak Temu Ireng 6169.75±40.02 b Ekstrak Ki Urat 5604.00±42.36 c Ket: Kontrol adalah kultur sel HDFs yang hanya mendapat media DMEM; Kontrol negatif adalah kultur sel HDFs yang mendapat media DMEM dan paparan UV 100 mJcm 2 ; Ekstrak Temu Ireng adalah kultur sel HDFs yang mendapat ekstrak Temu Ireng 100 ppm dan paparan UV 100 mJcm 2 ; ekstrak Ki Urat adalah kultur sel HDFs yang mendapat ekstrak Ki Urat 100 ppm dan paparan UV 100 mJcm 2 . Data dinyatakan sebagai rataan ± simpangan baku. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf keberartian 0.05 Dari Tabel 3 tersebut diketahui bahwa paparan UV meningkatkan pembetukan ROS dalam sel HDFs. Semakin rendah intensitas fluorocence DCF maka semakin rendah ROS yang terdeteksi atau semakin tinggi penghambatan pembentuk ROS sehingga semakin besar aktivitas antioksidan intraseluler. Sebaliknya, semakin tinggi intensitas fluorocence DCF maka rendah daya hambat pembentuk ROS sehingga semakin rendah aktivitas antioksidan intraseluler. Intensitas fluorocence DCF kontrol lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Intensitas fluorocence DCF kontrol negatif lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya. Intensitas fluorocence DCF perlakuan ekstrak Temu Ireng dan perlakuan ekstrak Ki Urat lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan kontrol negatif. Hal ini menunjukkan perlakuan kedua kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging ini dapat menghambat pembentukan ROS akibat paparan UV pada sel HDFs. Intensitas fluorocence DCF perlakuan ekstrak Temu Ireng dan perlakuan ekstrak Ki Urat lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kedua ekstrak tidak dapat mencegah terbentuknya ROS akibat paparan UV pada sel HDFs, namun demikian kedua ekstrak mampu menghambat pembentukan ROS. Intensitas fluorocence DCF perlakuan ekstrak Ki Urat lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan intensitas fluorocence DCF pada perlakuan ekstrak Temu Ireng. Hal ini menunjukkan perlakuan ekstrak Ki Urat