bebas DPPH. Prosedur yang digunakan mengadaptasi metode yang dikemukakan oleh Nepote et al. 2005, Que et al. 2006, Villano et al.
2006, Stef et al. 2009. Uji ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas 4
perlakuan. Perlakuan 1 merupakan larutan ekstrak rimpang Temu Giring dengan konsentrasi akhir 100 ppm dalam metanol. Perlakuan 2 merupakan
larutan ekstrak rimpang Temu Ireng dengan konsentrasi akhir 100 ppm dalam metanol. Perlakuan 3 merupakan larutan ekstrak rimpang Temu Putih dengan
konsentrasi akhir 100 ppm dalam metanol. Perlakuan 4 merupakan larutan ekstrak daun Ki Urat dengan konsentrasi akhir 100 ppm dalam metanol.
Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali pengulangan. Setiap perlakuan diberikan larutan radikal DPPH dengan konsentrasi akhir 0.1 mM dalam
metanol, kemudian diinkubasi selama 40 menit. Absorbansi DPPH diukur pada 517 nm. Prosedur yang sama dilakukan terhadap blanko yang berupa larutan
metanol. Parameter yang diukur adalah kapasitas total antioksidan TAC yang dihitung dengan cara :
TAC
DPPH
= A
blanko
– A
sampel
A
blanko
x 100 Data persentase kapasitas total antioksidan dinyatakan sebagai rataan
dari 3 kali pengulangan. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam satu arah One-way analysis of variance ANOVA menggunakan perangkat lunak SPSS
17.0. Perbedaan rataan persentase kapasitas total antioksidan diuji lanjut dengan uji Duncan.
2.2.7 Penentuan Aktivitas Tabir Surya
Penapisan aktivitas tabir surya ekstrak yang diuji dilakukan dengan menggunakan peralatan SPF meter. Perlakuan terdiri atas: perlakuan 1 ekstrak
etanol rimpang Temu Giring; perlakuan 2 ekstrak etanol rimpang Temu Ireng; perlakuan 3 ekstrak etanol rimpang Temu Putih; perlakuan 4 ekstrak etanol
daun Ki Urat. Sampel dalam jumlah kecil dioleskan ke pitaplaster Transpore
®
. Sampel disebar secara tipis dan merata pada area 50 cm
2
yang setara dengan 2 µLcm
2
. Kemudian pitaplaster Transpore
®
ditempatkan pada bingkai logam terbuka. Selanjutnya dilakukan pengukuran menggunakan peralatan SPF meter
Optometrics SPF-290s Analyzer dengan range panjang gelombang 290-400 nm. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali. Parameter
yang diukur adalah SPF. Pengukuran ini dilakukan pada selang panjang 290 nm hingga 400 nm. Data nilai SPF dinyatakan sebagai rataan dari 10 kali
pengulangan. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam satu arah One-way analysis of variance ANOVA
menggunakan perangkat lunak SPSS 17.0. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan untuk menentukan keberartian
perbedaan antara rataan.
2.3 Hasil
Tabel 1 berikut merangkum data rataan ekspresi MMP-1 pada aplikasi ekstrak terhadap sel HaCaT, kapasitas total antioksidan dan nilai SPF ekstrak
tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia yang diuji.
Tabel 1 Rataan ekspresi MMP-1 pada aplikasi ekstrak terhadap sel HaCaT, kapasitas total antioksidan, dan nilai SPF ekstrak
Perlakuan ekspresi MMP-1
10
3
pixel kapasitas total
antioksidan nilai SPF
Kontrol 42.40±3.46
a
- -
Temu Putih 33.99±4.73
b
26.45 ± 1.122
d
1.47±0.298
c
Temu Giring 33.13±2.44
b
28.80 ± 1.760
c
1.62±0.244
c
Temu Ireng 26.87±4.70
bc
55.75 ± 0.289
b
3.02±0.326
b
Ki Urat 24.37±3.60
c
60.72 ± 0.599
a
3.99±0.702
a
Ket: Data dinyatakan sebagai rataan ± simpangan baku. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf keberartian 0.05
Hasil analisis MMP-1 dengan western blotting menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia pada konsentrasi 100
ppm berpotensi menghambat ekspresi MMP-1 pada sel HaCaT yang mendapat perlakuan dosis UV 60 mJcm
2
. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa ekstrak tumbuhan kosmetik
tradisional Indonesia yang diuji memiliki ekspresi MMP-1 di bawah ekspresi MMP-1 kontrol. Fakta ini menunjukkan bahwa ekstrak yang diuji memiliki
potensi aktivitas penghambatan pembentukan MMP-1. Hasil uji Duncan Lampiran 3, Tabel 10 menunjukkan bahwa kontrol menunjukkan ekspresi
MMP-1 42.40 x 10
3
pixel tertinggi dan berbeda nyata dari ekspresi MMP-1 pada perlakuan ekstrak. Ekspresi MMP-1 ekstrak Temu Putih 33.99 x 10
3
pixel, ekstrak Temu Giring 33.13 x 10
3
pixel, dan ekstrak Temu Ireng 26.8 x 10
3
pixel tidak berbeda nyata. Perlakuan ekstrak Ki Urat menunjukkan ekspresi MMP-1 24.37 x 10
3
pixel terendah dan berbeda nyata dari ekspresi MMP-1 ekstrak Temu Putih dan ekspresi MMP-1 ekstrak Temu Giring.
Ekspresi MMP-1 ekstrak Ki Urat tak berbeda nyata dari ekspresi MMP-1 ekstrak Temu Ireng. Data lengkap hasil analisis MMP-1 dengan western
blotting ditampilkan pada Lampiran 3.
Dari Tabel 1 diketahui bahwa ekstrak tumbuhan kosmetik Indonesia yang diuji memiliki kapasitas total antioksidan di atas 20 pada konsentrasi
100 ppm. Aktivitas antioksidan ini diduga berkaitan dengan keberadaan senyawa fenol, flavonoid, dan senyawa lain yang memiliki aktivitas
antioksidan yang terdapat dalam ekstrak tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia tersebut.
Hasil anova menunjukkan perlakuan aplikasi ekstrak tumbuhan kosmetik tradisional Indonesia yang diuji berpengaruh nyata pada kapasitas
total antioksidan Lampiran 4. Hasil uji lanjut dengan uji Duncan menunjukkan bahwa ekstrak Ki Urat pada konsentrasi 100 ppm memiliki
kapasitas total antioksidan tertinggi 60,72 dan berbeda nyata dari kapasitas total antioksidan ekstrak lain pada konsentrasi yang sama. Ekstrak Ki Urat dan
ekstrak Temu Ireng memiliki kapasitas total antioksidan lebih dari 50.
Berdasarkan nilai SPF pada Tabel 1 tersebut diketahui bahwa ekstrak etanol daun Ki Urat memiliki rataan nilai SPF tertinggi 3.99 diikuti oleh
ekstrak etanol rimpang Temu Ireng 3.02. Hasil analisis variansi Anova menunjukkan adanya perbedaan variansi nilai SPF antarekstrak yang diuji.
Hasil uji lanjut dengan uji Duncan menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun Ki