3.2.3.4 Analisis data
Parameter yang diamati adalah ekspresi prokolagen tipe I. Perbedaan rataan ekspresi prokolagen tipe I antara perlakuan ditentukan dengan
menggunakan uji Duncan.
3.2.4 Penentuan aktivitas antioksidan kandidat ekstrak bahan aktif antiphotoaging
3.2.4.1 Penentuan inhibition concentration 50 IC
50
Potensi antioksidan ekstrak Temu Ireng dan ekstrak Ki Urat merujuk pada kapasitas total antiokasidan yang didasarkan pada kemampuan bahan
tersebut dalam meredam Scavenging radikal bebas DPPH dan dinyatakan sebagai inhibition concentration 50 IC
50
. Inhibition concentration 50 ialah konsentrasi larutan uji yang dapat meredam 50 radikal bebas. Penentuan
IC
50
ini mengadaptasi metode yang dikemukakan oleh Seal et al. 2012, Stef et al.
2009, Que et al. 2006, Nepote et al. 2005, dan Villano et al. 2006. Dibuat larutan induk ekstrak Temu Ireng dan ekstrak Ki Urat masing-
masing dengan konsentrasi 10.000 ppm dalam metanol. Dibuat 5 seri konsentrasi larutan ekstrak Temu Ireng dan Ki Urat sehingga pada akhir reaksi
akan diperoleh konsentrasi baku ekstrak Temu Ireng dan Ki Urat pada selang konsentrasi 0 ppm hingga 200 ppm. Sebanyak 2 mL larutan baku ekstrak
Temu Ireng dan Ki Urat direaksikan dengan 2 mL larutan radikal 2,2’diphenylpicrylhydrazyl DPPH 0,2 mM dalam metanol, kemudian
diinkubasi selama 40 menit. Absorbansi DPPH diukur pada 517 nm. Persentase kapasitas total antioksidan TAC dihitung dengan cara berikut:
TAC
DPPH
= A
blanko
– A
sampel
A
blanko
x 100 Dibuat kurva regresi yang menghubungkan konsentrasi larutan ekstrak
Temu Ireng dan ekstrak Ki Urat dan persentase TAC
DPPH
. Parameter IC
50
ekstrak Temu Ireng dan ekstrak Ki Urat ditentukan berdasarkan persamaan regresi tersebut.
3.2.4.2 Penentuan aktivitas antioksidan intraseluler
Aktivitas antioksidan intraseluler dinyatakan sebagai aktivitas penghambatan pembentukan radikal bebas dalam sel uji sel HDFs. Uji ini
didasarkan pada penghambatan pembentukan ROS yang terjadi selama paparan UV dalam sel HDFs. Senyawa antioksidan dalam bahan uji akan menghambat
laju pembentukan ROS dalam sel HDFs akibat paparan UV tersebut. Penghambatan pembentukan ROS ini ditandai dengan penghambatan
pembentukan DCF yang teridentifikasi sebagai rataan intensitas relatif fluorocence
DCF bahan uji yang lebih rendah dibandingkan kontrol negatif. Uji ini mengadaptasi metode yang dikemukan oleh Shin et al. 2005b, Ho et
al. 2005, dan Jeong et al. 2007.
Disiapkan 50 mL suspensi sel HDFs passage 14 dengan konsentrasi 10
5
selmL dalam media DMEM. Disiapkan 2 buah 12-wel lmult well culture. Sebanyak 1 mL suspensi sel HDFs ditanam pada setiap sumuran, lalu
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC dan kadar CO
2
5. Setelah 24 jam media dibuang, lalu kultur sel dicuci dengan PBS dan diberikan 1 mL media
DMEM tanpa serum, selanjutnya diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24 jam
kultur media dibuang dan diganti dengan media sesuai dengan perlakuan yang akan diberikan.
Kultur sel dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kontrol, kontrol negatif, perlakuan ekstrak Temu Ireng, dan perlakuan ekstrak Ki Urat yang masing-
masing terdiri atas 4 kali pengulangan. Kontrol merupakan kultur sel HDFs yang hanya mendapat media DMEM. Kontrol negatif merupakan kultur sel
HDFs hanya mendapat media DMEM dan paparan radiasi UV 100 mJcm
2
. Perlakuan ekstrak Temu Ireng merupakan kultur sel HDFs yang mendapat
ekstrak Temu Ireng 100 ppm dalam DMEM dan paparan radiasi UV 100 mJcm
2
. Perlakuan ekstrak Ki Urat merupakan kultur sel HDFs yang mendapat esktrak Ki Urat 100 ppm dalam DMEM dan paparan radiasi UV 100 mJcm
2
. Kontrol ditempatkan pada 12-well multiwell culture pertama. Perlakuan
ekstrak Temu Ireng, perlakuan ekstrak Ki Urat dan kontrol negatif ditempatkan pada 12-well multiwell culture kedua.
Perlakuan ekstrak, kontrol negatif, dan kontrol diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24 jam media dibuang dan kultur sel dicuci dengan PBS. Pada
kultur sel ditambahkan 40 µM 2,7-dichlororofluorescein diacetate DCFH- DA dan diinkubasi selama 20 menit dalam ruang gelap pada temperatur 37°C.
Setelah inkubasi, sel dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali. 12-well multiwell culture
kedua diberikan paparan radiasi UV 100 mJcm
2
, untuk memacu terbentuknya radikal bebas, sedangkan 12-well multiwell culture pertama tidak
diberikan paparan UV. Paparan UV dilakukan pada temperatur ruang. Tiga puluh menit setelah paparan UV, kultur sel HDFs dibilas dengan PBS
sebanyak 3 kali. Hasil pewarnaan DCF diukur pada 485530 DCF.Parameter yang diukur adalah intensitas relatif fluorocence DCF bahan uji terhadap
kontrol.
Perbedaan rataan persentase intensitas relatif fluorocence DCF ekstrak dan kontrol negatif diuji dengan uji Duncan menggunakan perangkat lunak
SPSS 17.0. Suatu ekstrak dikatakan memiliki aktivitas antioksidan intraseluler bila memiliki rataan persentase intensitas relatif fluorocence DCF lebih kecil
dan berbeda nyata dibandingkan kontrol negatif.
3.3 Hasil 3.3.1
Potensi kandidat ekstrak
bahan aktif antiphotoaging
dalam menghambat pembentukan MMP-1 dan menghambat penurunan
pembentukan prokolagen tipe I Pengamatan kualitatif berdasarkan surfaceplot dan
interactive 3D surface plot
pita ekspresi MMP-1 menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak Temu Ireng dan ekstrak Ki Urat berpotensi menghambat peningkatan ekspresi
MMP-1 akibat paparan UV 60 mJcm
2
. Ekspresi MMP-1 perlakuan ekstrak Ki Urat pada paparan UV 60 mJcm
2
lebih lemah dibandingkan ekstrak Temu Ireng. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Ki Urat memiliki kemampuan lebih
baik dibandingkan ekstrak Temu Ireng dalam menghambat ekspresi MMP-1 pada kultur HaCaT akibat paparan UV. Hasil analisis kualitatif terhadap
ekspresi MMP-1 tersebut secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 8.
Pengamatan kualitatif berdasarkan plot dan interactive 3D surface plot pita ekspresi prokolagen tipe I menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak Temu