Tabel 13 Penurunan kadar air madu yang dilakukan selama 4 minggu
Lama Minggu
Kadar Air Aktifitas Enzim
Diatase DN
Kadar Sukrosa
Biaya tahun 1993
Rpkg Biaya tahun
2003 Rpkg
1 2
3 4
21,00 17,10
15,90 15,10
14,35 14,15
14,00 13,80
13,50 13,00
0,64 0,61
0,56 0,52
0,50 146,57
293,13 439,70
586,26 475,71
951,38 1.427,09
1.902,76
Sumber : Febrinda, 1993 skripsi
Dari Tabel 13 dapat diketahui penurunan kadar air madu menimbulkan biaya tambahan. Jika diasumsikan madu hasil produksi negeri rata-rata 21
maka peternak memerlukan biaya tambahan sebesar Rp. 475,71 per kg madu untuk mencapai kadar air madu 17 . Dalam proses penurunan kadar air tersebut
terjadi penyusutan jumlah madu sebesar 10 , sehingga jumlah madu yang akan dijual menjadi berkurang. Oleh karena itu peternak kurang tertarik untuk
menurunkan kadar air madunya jika bukan untuk diekspor, karena akan mengurangi pendapatan mereka.
4.4 Analisis Harga Pokok
Harga pokok dihitung dengan metode kalkulasi, dimana total biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing produk dibagi dengan jumlah satuan produk
yang dihasilkan. Cara perhitungan harga pokok dapat dilihat pada Lampiran 10. Pemilik perlebahan Madu Odeng tidak menetapkan besarnya keuntungan
yang diinginkan. Oleh karena itu, harga pokok penjualan dihitung dengan asumsi bahwa Madu Odeng menginginkan keuntungan excess profit sebesar 20 dari
biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi madu tingkat suku bunga 8,03 . Dari hasil perhitungan diperoleh harga pokok berbagai jenis produk Madu Odeng
seperti tertera pada Tabel 11. Semua jenis produk Madu Odeng memiliki harga jual diatas harga pokok. Harga pokok tertinggi dapat dilihat pada Royal Jelly,
yaitu sebesar Rp. 1.180.878kg. Hal ini terjadi karena Royal Jelly memiliki biaya produksi yang paling tinggi dari pada produk lainnya. Biaya produksi yang tinggi
tersebut dipengaruhi oleh biaya pembelian bahan baku Royal Jelly yang tinggi Rp. 600.000kg. Harga pokok terendah dapat dilihat pada Madu Karet. Hal ini
dipengaruhi biaya produksi Madu Karet merupakan biaya produksi yang terendah
bila dibandingkan dengan produk lainnya. Bila harga jual lebih tinggi dari pada harga pokok, maka laba yang dihasilkan Madu Odeng telah optimum.
4.5 Analisis Break Even Point
Analisis Break Even Point digunakan untuk mengetahui pada tingkat
produksi berapa Madu Odeng tidak mengalami keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian atau jumlah hasil produksi sama dengan jumlah biaya
produksi. Cara perhitungan Break Even Point dapat dilihat pada Lampiran 11. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa tingkat BEP Madu Odeng
dicapai pada berbagai tingkat produksi seperti terlihat pada Tabel 11. Untuk Madu Murni berkisar antara 112 kgtahun 1.804 kgtahun, sedangkan Madu Pollen
347,05 kgtahun, Madu Super Strong 507 kgtahun, Pollen 6,59 kgtahun, dan Royal Jelly 1,88 kgtahun. Adapun tingkat BEP total Madu Odeng adalah
4.364,11kg. Dengan tingkat produksi lebah Madu Odeng sebesar 22,32 kgstuptahun, maka untuk memproduksi sendiri Madu pada tingkat BEP Madu
Odeng harus memelihara lebah Apis mellifera sebanyak 196 stuptahun. Dengan melihat jumlah produksi lebah Madu Odeng yang hanya 1,85
tontahun dengan jumlah koloni lebah 86 stup, maka tingkat produksi ini masih jauh di bawah tingkat BEP. Seharusnya perusahaan Madu Odeng mengalami
kerugian yang cukup besar, namun pada kenyataannya perusahaan Madu Odeng mengalami keuntungan yang cukup besar. Hal ini terjadi karena untuk
memproduksi produknya, Madu Odeng tidak hanya mengandalkan bahan baku madu yang dihasilkan oleh peternakan Madu Odeng. Madu Odeng juga
mengandalkan bahan baku madu yang dihasilkan oleh peternak lain yang telah menjadi rekan Madu Odeng. Selain itu juga Madu Odeng menjual produk
madunya secara eceran botol, sehingga harga jual di pasaran menjadi jauh lebih tinggi dari pada secara curah kiloan.
4.6 Perbandingan Biaya Usaha Madu Odeng dengan Penelitian Sebelumnya